021011050
http://mangsholeh.wordpress.com/2008/12/25/gangguan-pada-nervus-cranialis/
25 December 2008
1)Saraf Olfaktorius. (N.I) Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu
keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat
unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui
adanya gangguan penciuman. Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di
hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di
dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang
perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia. Kelainan yang dapat
menimbulkan gangguan penciuman berupa: Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal Sembuhnya rhinitis berarti
juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung
menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya. Destruksi filum olfaktorius
karena fraktur lamina feribrosa. Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat
kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala.
Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis
dari trauma vegio orbital. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan
selaput otak didekatnya. Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama
meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias
berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya
untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2) Saraf Optikus (N.II) Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan
gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus
optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus
optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang
pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua
mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam
perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf
optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.Trauma Kepala
2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3.Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut
tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a.Papiledema (khususnya stadium dini) Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat
non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan
oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna,
hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
c.Neuritis optik.
2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi. Jika seluruh otot
mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot
tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri,
meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada
arteritis dan diabetes.
4)Saraf Troklearis (N. IV) Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan
bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus
kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika
pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah
tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5)Saraf Abdusens (N. VI) Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan
bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata
yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke
arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya
otot oblikus inferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu,
mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil
melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis
bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling
sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis,
perdarahan dan tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata
perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri
karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6)Saraf Trigeminus (N. V) Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus
trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan
kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf
maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling
sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal
yang masih tak bermielin. Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat
menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah.
Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa
membuka mulutnya.
7)Saraf Fasialis (N. VII) Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis
antara lain: Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler. Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay
Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom
Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi
telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat
jarang.
9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X) Gangguan pada komponen
sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya reflex
menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada pasien
akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome
(ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N.
X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan
atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea
langsung ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi
batang otak (Lesi N IX dan N. X) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla
oblongata) Pasca operasi trepansi serebelum Pasca operasi di daerah kranioservikal
11)Saraf Hipoglossus (N. XII) Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh
kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan
tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila
lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan,
menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah
sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di
dalam mulut.