Oleh :
IKA PURWANTI
I11110057
BAB I
PENDAHULUAN
Saraf optik terdiri dari 1-1,2 juta ganglion sel akson. Kehidupan akson saraf
optik sangat tergantung pada produksi metabolik di dalam ganglion sel
retina,merupakan suatu sistem yang bergantung pada konsentrasi oksigen di
dalamnya. Sistem transport aksonal sangat peka terhadap proses iskemik,inflamasi
dan kompresi.Terputusnya transport aksonal akibat berbagai penyebab akan
menyebabkan gangguan pada diskus optik.
Saraf optik dapat mengalami kerusakan akibat trauma kranio-orbital, baik
secara langsung maupun tak langsung. Trauma langsung pada nervus aptikus
terjadi akibat trauma penetrasi obat, termasuk penyuntikan anastesi lokal untuk
bedah mata, dan akibat fraktur yang mengenai kanalis optikus. Gangguan
penglihatan akibat trauma tak langsung pada nervus optikus, yang merujuk pada
kerusakan nervus optikus sekunder akibat trauma kepala yang jauh, terjadi pada
sekitar 1% dari semua trauma kepala. Lokasi trauma biasanya di dahi, sering
tanpa fraktur tengkorak, dan mekanisme trauma pada nervus optikus yang
mungkin adalah diteruskannya gelombang pengguncang melalui dinding-dinding
orbita ke apeks orbita. Avulsi nervus optikus biasanya timbul akibat trauma
rotasional mendadak pada bola mata.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian
pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Penglihatan akan berkurang setelah
trauma mata. Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan
penglihatan dan membatasi kerusakan nervus optikus lebih lanjut.
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Traumatic Optic Neuropathy (TON)
pada seorang pasien anak laki-laki, umur 14 tahun yang berobat ke Poliklinik
Mata di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Orbita dan Nervus Optikus
Orbita digambarkan sebagai piramid berdinding empat yang berkonvergensi
ke arah belakang. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak paralel dan
dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medial membentuk
sudut 45 derajat. Lima tulang pembentuk orbita adalah os frontal, os spenoidal, os
zygomaticus, os palatinum, os maxila, os ethmoidales, dan os lakrimalis.
Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya.
Lingkaran anterior lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam
tepiannya yang merupakan pelindung yang kuat.Volume orbita kira-kira 30cc dan
bola mata hanya menempati seperlima bagian ruangan, selebihnya diisi lemak dan
otot. Pada bagian anterior, terdapat septum orbitae (pemisah antara palpebra dan
orbita). Orbita berisi otot penggerak bola mata, nervus optikus, glandula
lakrimalis, dan lemak.
rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan 'fraktur
blow-out' dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada
sinus ethmoidalis dan sphenoid dapat mengikis dinding medialnya yang setipis
kertas (lamina papyracea) dan mengenai orbita. Defek pada atapnya (misal :
neurofibromatosis) dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola mata yang
berasal dari otak. Atap orbita terdiri dari facies orbitalis osis frontalis. Di bagian
anterior lateral atas, terdapat fosa lakrimalis yang berisi kelenjar lakrimal. Di
posterior atap, terdapat ala parva osis sphenoid yang mengandung kanalis
optikus. Dinding lateral dipisahkan dari bagian atap oleh fisura ortalis superior
yang memisahkan ala parva dan ala magna osis sphenoidalis. Bagian anterior
dinding lateral dibentuk oleh facies orbitalis osis zygomatici (malar), merupakan
bagian terkuat orbita. Dasar orbita dipisahkan dari dinding lateral oleh fisura
orbitalis inferior. Bagian dasar yang luas terbentuk dari pars orbitalis osis
maksilaris (merupakan tempat yang paling sering terjadinya fraktur). Processus
orbitalis osis platini membentuk daerah segitiga kecil pada dasar posterior. Apeks
orbita merupakan tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke mata
serta merupakan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.
Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang
memiliki lebih sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya
berada di otak. Nervus optikus terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia.
Jumlah akson cenderung tetap, sedangkan jumlah sel glia dan mielin relatif
bervariasi di berbagai tempat dibandingkan akson. Nervus optikus membentang
dari retina melewati foramen sklera posterior hingga ganglion genikulatum lateral
di thalamus.
Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola
mata hingga kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat bagian:
1. Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1mm
dengan diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.
2. Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki
panjang sekitar 25 mm dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous
course sehingga tetap memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15
sekitar 17-63% dari seluruh kasus. Penyebab lainnya meliputi cedera kepala
bagian frontal akibat tertimpa reruntuhan, penganiayaan, luka tusuk, luka tembak,
dan operasi sinus endoskopik.
D. Klasifikasi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) dapat diklsifikasikan menjadi 2
berdasarkan jenis cedera, yaitu:
1. Indirect Traumatic Optic Neuropathy
Trauma kepala tertutup dapat menyebabkan cedera nervus optikus secara tak
langsung, yang dapat diklasifikasikan secara anatomi menjadi 2, yaitu:
a. Anterior: arteri retina sentral masuk dan vena retina sentral keluar dari nervus
optikus sekitar 8-12 mm posterior bola mata. Cedera di anterior bagian ini
disebut dengan cedera anterior
b. Posterior: cedera terjadi di posterior tempat masuknya arteri retina sentral dan
tempat keluarnya vena retina sentral.
Cedera anterior dapat mengganggu sirkulasi retina, sementara cedera
posterior biasanya sirkulasi retinanya normal. Cedera posterior bisanya tidak
menyebabkan perubahan fundus yag cepat pada pemeriksaan funduskopi. Diskus
akan tetap normal selama 3-5 minggu setelah trauma dan akan menjadi pucat
seiring dengan terjadinya atrofi optik.
2. Direct Traumatic Optic Neuropathy
Cedera saraf optik langsung disebabkan oleh benda-benda yang menembus
orbita dan menekan nervus optikus, menyebabkan neuropati optik secara parsial
ataupun menyeluruh pada selubung nervus optikus. Perdarahan di dalam maupun
di sekitar nervus juga dapat terjadi. Luka tembak, luka tusuk, dan lain-lainnya
sering dilaporkan menjadi agen penyebab. Tidak seperti cedera saraf optik tidak
langsung, cedera langsung menyebabkan perubahan cepat dalam fundus yang
dapat mengakibatkan oklusi arteri retina sentral, oklusi vena retina sentral, atau
neuropati optik iskemik anterior. Hal tersebut dapat dideteksi pada pemeriksaan
funduskopi.
E. Patogenesis
Cedera langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan kerusakan
mekanis dan iskemik pada nervus optikus. Terkadang cedera okular dapat tidak
terlihat dan tidak ada bukti kelainan eksternal. Secara umum, cedera langsung
memiliki prognosis yang lebih buruk dari pada cedera tak langsung. Terdapat 2
mekanisme yang terjadi yaitu primer dan sekunder, keduanya menyebabkan
kerusakan pada nervus optikus.
Mekanisme primer terkait dengan cedera transversal (shearing injury). Gaya
kompresi yang dihasilkan dari trauma ditransmisikan melalui tulang orbita ke
apeks orbita dan kanal optikus. Deformasi pada apeks orbita kemudian
menyebabkan kontusio pada akson nervus optikus dan kerusakan pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi nervus optikus dan edema. Akson yang edema kemudian
menyebabkan kompresi neuron lebih lanjut di dalam kanal optikus yang sempit.
Terjadi mekanisme umpan balik positif yang akhirnya mempercepat proses
sindrom kompartemen nervus intrakanalikular. Kerusakan nervus optikus dapat
disertai kerusakan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan di nervus
optikus dan selubungnya.
Mekanisme sekunder terjadi terkait dengan gangguan homeostasis dan
kerusakan jaringan pada area yang berdekatan dengan bagian nervus optikus yang
terkena trauma dan rusak secara irreversibel. Berbagai mekanisme dapat terjadi,
antara lain:
1. Cedera iskemi dan reperfusi: iskemi parsial terjadi karena terhentinya aliran
darah. Reperfusi di daerah yang mengalami iskemik sementara tersebut
menyebabkan proksidasi lipid membran sel sehingga terjadi pelepasan radikal
bebas oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
2. Bradikinin: bradikinin aktif setelah trauma dan menyebabkan pelepasan asam
arakhidonat
dari
neuron-neuron.
Metabolisme
asam
arakhidonat
3. Ion-ion kalsium: setelah terjadi iskemi nervus optikus, ion kalsium memasuki
ruang intraseluler melalui kanal ion. Peningkatan konsentrasi kalsium di
intraseluler merupakan toksin metabolik yang menyebabkan kematian sel.
4. Mekanisme terkait sel: sel polimorfonuklear (PMN) mendominasi pada dua
hari pertama setelah trauma, yang kemudian digantikan oleh makrofag dalam
5-7 hari. PMN menyebabkan kerusakan jaringan yang cepat, sementara
makrofag meyebabkan kerusakan jaringan yang lambat/tertunda, demyelinasi,
dan gliosis.
F. Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis
Anamnesis komprehensif harus dilakukan, secara langsung pada pasien yang
stabil, atau dari keluarga, teman, atau saksi mata terkait kejadian trauma.
Penting juga untuk mengetahui apakah pasien memang memiliki penurunan
ketajaman penglihatan sebelum terjadi trauma. Anamnesis mengenai
pengobatan dan alergi obat juga penting dilakukan.
b. Pemeriksaan oftalmologi
1. Ketajaman penglihatan: terdapat penurunan ketajaman penglihatan, dapat
langsung setelah trauma, maupun tak langsung (terjadi sekitar 10%
kasus).
2. Relative afferent pupillary defect (RAPD): RAPD (+), yaitu pada mata
yang mengalami cedera, respon pupil terhadap cahaya berkurang
dibandingkan dengan mata yang sehat. Pemeriksaan RAPD merupakan
petunjuk sensitif untuk defek konduksi aferen. Caranya adalah pasien
duduk di ruangan dengan pencahayaan redup dan memandang objek yang
jauh. Senter diarahkan pada tiap mata secara bergantian sementara pupil
diaamati. Defek unilateral pada konduksi saraf optik diperlihatkan sebagai
RAPD (+).
10
kasus
TON
adalah
steroid
(metilprednisolon).
Terapi
11
BAB III
STATUS OFTALMOLOGI PASIEN
1. Identitas pasien
Nama: An. MFR
12
13
b.
c.
d.
e.
OD: 1/4/60
OS: 5/5
TIO
(mmHg)
OD: 23,6
OS: 25,9
30/6/14
OD: 1/2/60
OS: 5/5
OD: 15,9
OS: 19,5
08/7/14
OD: 24,3
OS: 21,8
Visus
RAPD
Funduskopi
Tatalaksana
OD: 4/60
OS: 5/5
OD: 4/60
OS: 5/5
TIO
(mmHg)
Data
tidak ada
OD: 27,4
OS: 19,8
Data tidak
ada
OD: 25,5
OS: 26,3
Lanjutkan obat
Kontrol 1 minggu
MP 1x32 mg
Glaucon 2x1
Aspar K 1x1
Timol 2x1 ODS
Kontrol 1 minggu
MP 1x24 mg
Ginko biloba 3x1
Lanjutkan obat
lain
Tanggal
21/7/14
11/8/14
22/8/14
Visus
RAPD
Data
tidak
ada
Data
tidak
ada
Data tidak
ada
Data tidak
ada
MP 1x40 mg
Lanjutkan obat
lain
Kontrol 1 minggu
Data
tidak
ada
Funduskopi
OD papil
saraf optik
pucat
Data tidak
ada
Data tidak
ada
Tatalaksana
MP 1x48 mg
Cavit D-3 2x1
Glaucon 1x1
Aspar K 1x1
Timol 2x1 ODS
Kontrol 1 minggu
Lanjutkan obat
Kontrol 1 minggu
14
12/9/14
Data
tidak ada
Data tidak
ada
7/10/14
Data
tidak ada
ODS normal
17/10/14
OD: 31,4
OS: 25,2
Data tidak
ada
19/12/14
OD: 17,1
OS: 23,5
Data tidak
ada
9/1/14
OD: 23
OS: 17,6
Data
tidak
ada
Data
tidak
ada
7. Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanactionam
Data tidak
ada
Kontrol 2 minggu
MP 1x18 mg
selama 1 minggu
MP
1x9
mg
selama 1 minggu
Lanjutkan
obat
lain
Kontrol 2 minggu
MP 1x4 mg
Timol 2xODS
Ginkobiloba 3x1
Kontrol 1 minggu
Glaucon 2x1
Aspar K 1x1
Timol 2x ODS
Ginko biloba 3x1
Kontrol 2 minggu
Timol 2x ODS
Ginko biloba 3x1
Kontrol 2 minggu
Timol 2xODS
0,5%
Ginko biloba 3x1
Kontrol 1 bulan
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki usia 14 tahun mengeluh mata kanan agak kabur dan
kepala pusing. Mata sebelah kanan pernah mengalami trauma karena
kecelakaan motor 2 bulan lalu. Pasien sudah pernah berobat ke dokter spesialis
mata sebelumnya. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus mata kanan
15
menurun yaitu
1/4
pada mata kanan dan 25,9 mmHg pada mata kiri. Pada pemeriksaan pupil
terdapat RAPD (+). Pemeriksaan funduskopi pada mata kanan didapatkan
refleks fundus pucat dan papil di lateral. Anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi tersebut mengarah pada Traumatic Optic Neuropathy mata kanan.
Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan kerusakan nervus optikus
yang terjadi setelah trauma kranio-orbital. Trauma pada nervus optikus dapat
menyebabkan kompresi pada saraf optik, perdarahan, dan edema sekitar saraf
optik yang akhirnya menyebabkan iskemi nervus optikus. Saraf optik terdiri
dari sel-sel akson. Kehidupan akson saraf optik sangat tergantung pada
produksi metabolik di dalam ganglion sel retina,merupakan suatu sistem yang
bergantung pada konsentrasi oksigen di dalamnya. Sistem transport aksonal
sangat peka terhadap proses iskemik, inflamasi dan kompresi.Terputusnya
transport aksonal akibat berbagai penyebab akan menyebabkan gangguan pada
diskus optik dan akhirnya bermanifestasi sebagai gejala-gejala seperti
penurunan ketajaman penglihatan, penurunan refleks pupil, gangguan
penglihatan warna, dan kelainan lapang pandang. Dapat pula ditemukan
peningkatan tekanan intraokular (TIO) jika trauma menyebabkan hematom dan
edema jaringan lunak yang memberi tekanan berlebih pada mata. Peningkatan
TIO juga dapat disebabkan oleh pengobatan metilprednisolon yang diberikan.
Pemberian kortikosteroid dalam jangka waktu lebih dari tiga minggu dapat
menyebabkan peningkatan intraokular.
Pada funduskopi dapat ditemukan refleks fundus pucat dalam waktu 3-5
minggu setelah trauma, dimana lesi semakin ke anterior semakin cepat
berlanjut menjadi papil atropi. Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf
optik yang mengakibatkan degenerasi saraf optik yang terjadi sebagai hasil
akhir suatu proses patologik yang merusak akson pada sistem penglihatan
anterior. Atropi papil dapat bersifat primer atau sekunder. Atropi papil
merupakan suatu tanda yang penting dari suatu penyakit saraf optik lanjut.
Atropi papil tidak terjadi dengan segera tetapi umumnya terjadi 3-5 minggu
setelah terjadinya kerusakan akson.
16
Terapi
mikrovaskular
metilprednisolon
dan
berguna
homeostasis
dalam
kalsium.
Pada
menstabilkan
pasien
ini
sirkulasi
diberikan
Acetazolamide 250 mg dan tetes mata Timolol 0,5% untuk menurunkan TIO
yang tinggi. Acetazolamide merupakan carbonic anhydrase inhibitor sistemik
yang bekerja dengan cara menginhibisi enzim karbonik anhidrase yang
merupakan enzim yang berperan dalam proses produksi aqueous humor. Ketika
enzim tersebut diinhibisi, terdapat penurunan produksi aqueous humor dan
menghasilkan penurunan TIO. Timolol maleat juga berfungsi untuk
menurunkan TIO. Timolol maleat merupakan antagonis adrenegik (beta
blocker). Obat ini bekerja dengan cara memblok aktivitas yang disebabkan
oleh stimulasi reseptor beta adrenergik. Ketika terstimulasi, reseptor ini
bertanggung jawab dalam peningkatan produksi aqueous humor. Oleh karena
itu, ketika diberikan agen antagonis adrenegik, produksi aqueous humor dapat
berkurang. Selain itu pasien ini juga diberikan suplemen kalium. Pada
pemakaian kortikosteroid (metilprednisolon) dapat memberikan efek samping
kehilangan kalium darah, sehingga diperlukan pemberian suplemen kalium.
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus pasien anak laki-laki usia 14 tahun mengeluh
mata kanan agak kabur dan kepala pusing. Mata sebelah kanan pernah
mengalami trauma karena kecelakaan motor 2 bulan lalu. Pasien sudah pernah
berobat ke dokter spesialis mata sebelumnya. Pada pemeriksaan oftalmologi
didapatkan visus mata kanan menurun yaitu
1/4
meningkat, yaitu 23,6 mmHg pada mata kanan dan 25,9 mmHg pada mata kiri.
17
Neuropathy
mata
kanan.
Tatalaksana
yang
diberikan
adalah
metilprednisolon 1x48 mg, acetazolamide, tetes mata timolol maleat 0,5%, dan
suplemen kalium.
DAFTAR PUSTAKA
18
James, Bruce et al. 2003. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Riordan Paul, Eva, et al. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Srinivasan Renuka and Chaitra S. A Review Traumatic Optic Neuropathy (TON.
Kerala Journal of Ophthalmology Vol. XX, No. 1.
Yanoff, Myron et al. 2008. Yanoff & Duker: Ophthalmology. 3rd edition. UK:
Elsevier .