Anda di halaman 1dari 16

ASPEK KLINIS GANGGUAN NERVUS III, IV, DAN VI I. PENDAHULUAN N.

III bersama denga


n N. IV dan N. VI merupakan saraf otak yang mengatur gerakan bola mata. Ketiga s
araf otak ini relatif panjang dari batang otak menuju orbita. Karena ketiga nerv
us kranialis ini memiliki kesatuan fungsi dalam menginervasi otot-otot penggerak
bola mata sehingga pemeriksaannya dilakukan secara bersama-sama. Salah satu kel
ainan yang bisa timbul bila terjadi gangguan pada ketiga saraf ini atau salah sa
tunya adalah strabismus pada dua yaitu kondisi dimana kedua titik yang berbedada
n mata tampak tidak disebabkan
searah atau memandang
dapat
oleh ketidakseimbangan tarikan otot yang mengendalikan pergerakan mata akibat ga
ngguan persarafan otot bola mata. Keadaan ini banyak dijumpai dalam masyarakat.
Secara umum, kelainan pada Nervus III, IV, dan VI yaitu :
y
Kelainan - Strabismus : kedudukan bola mata menyimpang ke nasal (s.konvergen) ka
rena ggn N.VI atau temporal (s.divergen) krn ggn N.III ditemukan diplopiaserta k
elumpuhan otot bola mata Dibedakan dari strabismus konkomitans : tdk ada diplopi
a, tdk ada kelumpuhan ototbola mata
Oftalmoplegia : kelumpuhan gerakan bolamata disebut oftalmoplegia eksternus; kel
umpuhan pd m.konstriktor pupil oft.internus
Ptosis krn kelumpuhan otot levator palpebra kelopak mata atas tdk dpt diangkat s
ehingga
Nistagmus Deviasi tampak Midriasis gerakan : bola kedua mata bola menutu
pi kornea (ggn bolak-balik melirik ke secara salah (ggn N.III) N.III) involunter
satu sisi
konyugat
mata
Sindroma Weber : paralisis otot yg dipersarafi N.III ipsilateral disertai hemipl
egia kontralateral
Sindroma Benedikt : ggn N.III ipsilateral disertai ataksia da
n tremor ekstermitas atas kontralateral
Sindroma Foville : paralisis gerakan bol
a mata ke arah ipsilateral lesi (N.VI), disertai lesi Nn.V,VII,VIII ipsilateral,
sindroma Horner ipsilateral (tdk selalu komplit)
Sindroma Raymond-Cestan : ggn
Nn.VI, VII LMN ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral disebut juga hemiple
gia alternans N.VI

y
Letak kelainan : - Gangguan gerakan bola mata akibat lesi pd korteks serebri les
i iritatif pd area 8 menimbulkan deviasi konyugat ke sisi kotralateral, lesi des
truktif/paralitik Ke sisi ipsilateral - Gangguan gerakan bola mata akibat lesi d
i serebelum nistagmus - Ggn gerakan b.mata akibat lesi di batang otak - Lesi di
batang otak ggn gerak okular td: lesi supranuklear memutus jaras dari korteks ke
inti Nn.III,IV,VI lesi nuklear lesi tdpt pd inti salah satu atau semuanya Nn.II
I,IV,VI lesi internuklear memutus hubungan kedua belah inti Nn.III,IV,VI dan les
i radikular lesi yg memutuskan saraf okular sebelum muncul pd permukaan batang o
tak - Lesi supranuklear di mesensefalon Impuls visual yg disampaikan ke kolikulu
s superior utk gerak optokinetik impuls disampaikan ke inti-inti saraf okular. L
esi pd kolikulus superior ggn gerak konyugat vertikal Sindroma Parinaud paralisi
s gerak okular vertikal ke atas tumor glandula pineale Sindroma akuaduktus Sylvi
i atau sindroma tektum mesensefalon paralisis gerak okular vertikal ke atas dan
ke bawah glioma atau ependimoma akuaduktus Sylvii, meduloblastoma di vermis,
Les
i supranuklear di pons : - Lesi terletak pd PPRF ggn gerak okular horisontal ? t
erputus hub. Inti vestibular dan inti n.VI Lesi supranuklear di medula oblongata
: - Terputusnya hub. Antara inti saraf okular dgn susunan vestibular dan spinose
rebelar nistagmus segala arah, hilangnya konvergensi
Lesi internuklear : - FLM d
iperlukan utk gerakan konyugat okular kedua sisi, maka lesi pd FLM disebut lesi
internuklear paralisis pd satu atau kedua sisi otot rektus internus konvergensi
masih baik Lesi nuklear : - Lesi pd inti N.VI paralisis gerakan okular ke sampin
g ke arah lesi - Lesi pd inti N.IV jarang sendiri - Lesi pd inti N.III sering me
libatkan FLM dan PPRF
Lesi radikular : - Radiks Nn.III ,VI melintasi bgn tegment
um mesensefalon dan pons - Lesi yg merusak radiks N.VI pd bgn dorsal dan lateral
atau ventromedian

tegmentum pontis sindroma Foville - Lesi pd bgn paramedian bawah tegmentum ponti
s sindromaRaymond-Cestan - Lesi pdf nukleus ruber sindromaBenedikt - Lesi pd bgn
ventral paramedian mesensefalon rusak radiks N.III Sidroma Weber - Lesi pd intr
aorbitalis atau apeks orbita sindroma oftalmoplegia intraorbitalis atau sindroma
apeks orbita ggn N.Optikus dan N.III jarang total - Lesi pd fissura orbitalis s
uperior sindroma fisurra orbitalis superior/sindroma sinus kavernosus: ggn Nn.II
I,IV,VI serta Nn.V 1, V 2
II. Kelainan, Penyebab dan Gejala Klinis gangguan Nervus II, IV dan VI
1. Gangguan Nervus Okulomotorius Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius
menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawa
h dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pu
pil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi
otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan j
atuh ( ptosis) Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidakadanya perl
awanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis. b
. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior. c. Pupil yang m
elebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.Jika seluruh otot
mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisi
s otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius. Peny
ebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, men
ingitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada
arteritis dan diabetes.

Gangguan pada nervus III ( nervus okulomotorius ) dapat dibagi atas 5 bagian yai
tu: 1)bagian nucleus dapat disebabkan oleh infark, haemorragik (perdarahan),
neoplasma(tumor) dan abses. 2)bagian otak tengah fasikularis (fascicular midbrai
n portion) dapat disebabkan oleh infark, haemorragik (perdarahan), neoplasma(tum
or) dan abses. 3)bagian subarakhnoid fasikularis (fascicular subarachnoid portio
n) dapat disebabkan oleh aneurisma, infeksi meningitis (bakteri, jamur/parasite,
virus), infiltrat meningeal dan karsinoma/limfoma/infiltrasi leukemia, inflamas
i granulomatosa(sarkoidosis, granulomatosis limfomatoideus, granulomatosis Wegen
er). 4)bagian sinus kavernosus fasikularis (fascicular cavernous sinus portion)d
iakibatkan oleh adanya tumor (pituitari adenoma, meningioma, kraniofaringioma, k
arsinoma metastatic), gangguan vaskularisasi, aneurisma intrakavernosus besar(gi
ant
intracavernous aneurysm, fistula arteri karotid-sinus kavernosus, fistula cabang
dura karotid-sinus kavernosus, trombosis sinus kavernosus, iskemia pada mikrova
skuler dalam vasa nervosa dan inflamasi-sindrom Tolosa-Hunt(idiopatik atau infla
masi granulomatosa). 5)bagian orbital fasikularis (fascicular orbital portion) d
apat disebabkan oleh inflamasi (pseudotumor inflamasi orbital, miositis orbital)
, endokrin (tiroid orbitopati) dan tumorm(misalnya hemangioma, limfangioma, men
ingioma). Gejala klinis dari gangguan nervus III yaitu : a. Deviasi divergen ata
u temporal (eksotropia)yang horizontal dapat terjadi karena kelemahan otot rektu
s medialis. Deviasi vertikal dapat terjadi akibat kelemahan otot rektus superior
, otot oblikus inferior, dan otot rektus inferior. b.Penglihatan diplopia campu
ran horizontal dan vertikal daripada deviasi dua bidang penglihatan. c.Terjadiny
a ptosis karena gangguan pada m.levator palpebra pada bagian mata yang mengalami
gangguan.

d.Dilatasi pupil (midriasis) dapat terjadi akibat gangguan pada m.sfingter pupil
lare yang melibatkan serabut saraf parasimpatetik yang berasal daripada subnukle
us EdingerWestphal. e.Nyeri hebat pada mata yang terlibat f.Nyeri kepala hebat g
.Gejala-gejala neurologik tergantung lokasi lesi: oBagian otak tengah fasikulari
s (fascicular midbrain portion) : sindrom Benedikt menyebabkan gambaran klinis s
eperti tremor tangan ipsilateral (tremor rubral daripada nucleus rubber), dan at
aksia. Selain itu, sindrom Weber yang terjadi pada lesi di area ventral dari bat
ang otak tengah fasikularis menyebabkan kontralateral hemiplegia atau kontralate
ral hemiparese. oBagian subarakhnoid fasikularis (fascicular subarachnoid portio
n) : penyebab terbanyak lesi di bagian ini adalah aneurisma, gejala dan tanda-ta
nda perdarahan subarakhnoid terhasil termasuk nyeri kepala hebat yang tiba-tiba
atau mendadak, kaku pada leher, dan penurunan kesadaran dapat terjadi. Selain da
ripada itu, infeksi meningeal basalis, infiltrat neoplasma, dan pelbagai ganggua
n akibat inflamasi dapat memberi dampak kepada nervus III ini. Gejala utama dari
pada meningitis sering timbul seperti nyeri kepala, kaku pada leher, demam, dan
dapat terjadinya gangguan kesadaran. 2. Gangguan Nervus Trokhl earis Kelainan be
rupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebaw
ah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang
sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke m
edial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis
yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh tr
auma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks Penyebab terbanyak gangguan ne
rvus IV adalah trauma kapitis. Umumnya trauma kapitis ini melibatkan trauma kapi
tis yang hebat dan disertai oleh kesadaran menurun. Selain itu, penyakit mikrova
skulopati yang disebabkan oleh penyakit diabetes, aterosklerosis, atau hipertens
i dapat menyebabkan gangguan N.IV. Adanya tumor, aneurisma, multipel sclerosis,

atau cedera iatrogenik dapat menyebabkan gangguan N.IV yang juga disertai dengan
gangguan pada nervus kranialis yang lain. Selain itu, pembedahan mata akibat ka
tarak dapat menyebabkan gangguan N.IV ini. Di samping itu juga, kelainan atau ga
ngguan pada N.IV dapat disebabkan oleh kelainan congenital. Pasien dengan penyak
it congenital ini mempunyai tendon atau otot oblikus superior yang abnormal seja
k dari lahir. Gejala klinis dari gangguan nervus IV yaitu : a.Diplopia vertikal,
torsio, atau oblikus. Gejala diplopia ini bertambah buruk apabila melihat ke ba
wah dan kontralateral daripada otot yang terlibat dengan gangguan tersebut. b.Pa
sien sering membuat head tilt ( posisi kepala yang miring ) berlawanan daripada si
si yang mengalami gangguan tersebut untuk mengurangi diplopia yang dialaminya.
3. Gangguan Nervus Abdusen Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan b
ola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, ma
ta yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien me
lihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena p
redominannya otot oblikus inferior.Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semu
anya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kese
gala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia
totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nukl
ear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosif
ilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.Penyebab yang paling sering dari k
elumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus
kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior,
fraktur basis Penyebab gangguan N.VI dibagi beberapa bagian tergantung lokalisa
sinya yaitu gangguan pada nukleusnya dapat disebabkan oleh kongenital yaitu Mobi
us sindrom., adanya tumor, infark atau sindrom Wernicke-Korsakoff. Selain itu, p
ada fasikular dapat terjadi demielinasi, infark atau tumor sehingga memberikan g
angguan pada N.VI. Di samping itu, pada subarakhnoid, dapat terjadi meningitis,
perdarahan subarakhnoid, post-infeksi, tumor Clivus, trauma, kompresi aneurisma
atau pembuluh ekstatik dan sarkoidosis.

Selain itu, pada os petrosa, terjadinya infeksi tulang mastoid atau tulang petro
sa, fraktur tulang petrosa, aneurisma, trombosis pada sinus petrosa inferior, di
slokasi batang otak ke bawah oleh massa supratentorial, dapat juga disebabkan ol
eh pungsi lumbar, anestesia epidural, schwannoma trigeminal dapat menyebabkan ga
ngguan N.VI. Pada sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior, dapat terjadi
aneurisma, tumor(misalnya meningioma, karsinoma nasofaringeal, pituitary adenom
a), fistula karotid-kavernosus, trombosis, malformasi dura arterio-vena, sindrom
a Tolosa Hunt, Herpes Zoster dan sinusitis dapat juga menyebabkan gangguan pada
N.VI. Selain itu, pada orbital didapatkan adanya tumor, infark(biasanya ada peng
aruh hipertensi atau diabetes) dan migren dapat menyebabkan manifestasi klinis p
ada gangguan N.VI. Gajala Klinis dari gangguan Nervis VI yaitu : a.Posisi bola m
ata di sisi yang lumpuh berada di medial karena gangguan pada otot rektus latera
lis (eksternus). b.Esotropia c.Penglihatan diplopia horizontal d.Posisi kepala c
enderung miring ke otot yang lumpuh bertujuan mengimbangi diplopia.

III. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Fisis Pergerakan Bola Mata
1. Inspeksi Bola mata diperhatikan apakah ada ptosis, pupil, reaksi cahaya pupil
, refleks akomodasi, eksophthalmus atan enopthalmus dan kedudukan bola mata.
a. Ptosis Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicu
rigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mengangk
at alis mata secara kronik pula. b. Gerakan bola mata. Pasien diminta untuk meli
hat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, s
ekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilih
at adanyastrabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi. c. Pupil Pemeri
ksaan pupil meliputi : -Bentuk dan ukuran pupil -Perbandingan pupil kanan dan ki
ri Perbedaan : pupil sebesar 1mm masih dianggap normal -Refleks pupil Meliputi p
emeriksaan : Refleks cahaya langsung (bersama N. II) Refleks cahaya tidak alngsu
ng (bersama N. II) mata yang lain, atau bila pasien
mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau

Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Bila seseorang melihat benda didekat m
ata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Ge
rakan kedua mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata ter
sebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) ata
u pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek
diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat k
onstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi. Kelumpuhan nervus III
dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata jatuh, mata tertutup dan
tidak dapat dibuka. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m. levator palpebrae sup
erioris. Ukuran pupil; bentuk pupil, apakah isokor atau anisokor, bundar dan rat
a tepinya; dan apakah ada lubang pada irisnya atau benda asing dalam bilik mata
depannya. Reaksi cahaya pupil terdiri dari refleks cahaya konsensual dan non-kon
sensual. Pada pemeriksaan ini pasien diminta memfiksasi pada benda jauh, setelah
itu cahaya disenter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Pada normalnya pu
pil miosis. Refleks akomodasi dilakukan dengan meminta pasien melihat jauh kemud
ian melihat benda yang ditempatkan dekat matanya. Pada normalnya, pupil akan men
gecil. Pada kelumpuhan nervus III refleknya negatif. Posisi bola mata diperhatik
an, apakah ia berada ditengah atau adanya deviasi ke satu arah. 2. Pemeriksaan p
ergerakan bola mata 2.1. Cover test Pada pemeriksaan ini pasien melihat mata kan
an pemeriksa dengan kedua-dua matanya. Kemudian dengan cepat mata kiri pasien di
tutup dan mata kanannya diperhatikan, apakah ada pergerakan dari mata kanan untu
k mengkoreksi posisinya. Pada strabismus latent terdapat koreksi posisi pada mat
a. 2.2. Tes pergerakan mata pursuit Pada pemeriksaan ini pasien disuruh mengikuti
jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke a
rah yang miring, yaitu: atas-lateral, bawah medial, ataslateral dan bawah latera
l. Mata pasien tetap diperhatikan, apakah kedua -dua mata pasien bergerak bersam
aan dan lancar atau adanya diplopia. Pada pasien dengan palsy nervus III

mata yang lumpuh akan deviasi ke lateral-bawah. Pasien dengan palsy nervus IV ti
dak bisa melihat ke medial-bawah. Pasien dengan palsy nervus VI tidak bisa melih
at ke lateral. Pemeriksaan Nervus III dan VI Pada pemeriksaan nervus III kiri pa
sien diminta melihat ke arah kanan dan kemudian ke kanan atas (medial atas). Unt
uk pemeriksaan nervus VI kiri pasien diminta melihat ke arah kiri. Apabila terda
pat gangguan pada nervus VI kiri, mata kiri pasien tidak bisa melihat ke kiri. P
emeriksaan ini diulang pada mata kanan Pemeriksaan Nervus IV Pada pemeriksaan ne
rvus IV kiri, pasien diminta melihat ke arah kanan bawah. Apabila terdapat gangg
uan pada nervus IV kiri, maka mata kiri pasien tidak bisa melihat ke arah itu ma
lah akan terjadinya diplopia 2.3. Tes refleks vestibulo-okular (dolls eye manoeuv
re) Tes ini dilakukan pada pasien yang pergerakkan bola matanya terhad. Pasien d
isuruh melihat jauh, kemudian kepalanya digerak ke kiri, ke kanan, ke atas dan k
e bawah. Apabila mata pasien bergerak dalam batas orbit mata dan ke arah yang be
rlawana berarti lesinya berada di supranucleus. Kalau mata pasien tetap tidak be
rgerak berarti lesinya berada di batang otak. 3. Pemeriksaan penunjang yang lain
. MRI/MRA MRI merupakan teknik imaging yang lebih sensitif dibanding CT scan dal
am mendeteksi lesi batang otak intraparenkim seperti infark, abses kecil atau tu
mor. MRI juga merupakan prosedur yang dipilih untuk memperlihat inflamasi dan in
filtrasi meningeal dan dura. Intensitas sinyal abnormal di bagian nervus III dal
am intercavernosa dapat dilihat pada kasus herpes zoster dengan palsi nervus III
. MRI/MRA bisa memberi informasi yang lebih spesifik dari CT scan dalam memperli
hat aliran vaskuler dan bisa mendeteksi lesi di sinus cavernosa termasuk aneuris
ma. CT Scan CT Scan lebih sensitif dari MRI dalam memperlihat pendarahan subarac
hnoid. CT scan juga lebih bagus dari MRI dalam memperlihat kalsifikasi dalam les
i, seperti yang ditemukan pada sesetengah tumor dan dalam aneurisma yang besar.

IV. PENATALAKSANAAN TERHADAP GANGGUAN PADA N.III, IV &VI TERGANTUNG PENYEBABNYA:


1. Gangguan Nervus Okulomotorius Pasien-pasien dengan gejala parese N.III, dire
komendasikan langkah-langkah berikut: I.Semua pasien di bawah umur 40 tahun deng
an gejala parese N.III, diperiksa CT Scan dan cairan serebrospinalnya, dan angio
grafi serebral, tanpa memperhatikan keadaan pupil. II.Semua pasien dengan gejala
atau tanda perdarahan subarakhnoid harus diperiksa CT Scan, pemeriksaan CSF, da
n angiografi. III.Kelompok pasien seleksi dengan kelompok vaskulopati (lebih dar
i 50 tahun) dengan gejala pupillary sparing parese N.III akan diobservasi setiap
hari selama 5 sampai 7 hari, kemudian setiap bulan selama 6 bulan. IV.Semua pas
ien berumur lebih dari 40 tahun dengan gejala nonpupillary N.III palsy harus dip
eriksa CT Scan, pemeriksaan BSE dan angiografi serebral. V.Bila ditemukan aberra
nt regeneration maka evaluasi terhadap adanya suatu lesi massa harus dimulai, ab
errant regeneration ini adalah sebagai tanda dari lesi kompresif terkecuali pada
kasus-kasus trauma kepala mayor. VI.Trauma minor bukan penyebab parese N.III. p
enyebab lain harus dicari untuk evaluasi diagnostiknya. 13 Pada umumnya, pasien
dengan gangguan N.III ini, terasa nyeri pada bagian mata yang mengalami gangguan
nervus ini. Maka, pengobatan yang diberikan adalah bertujuan untuk mengurangkan
rasa nyeri dan diplopia. Pengobatan dengan NSAIDs (Nonsteroidal antiinflammator
y drugs) merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi rasa nyeri pada mata pasi
en ini. Untuk pasien yang mempunyai gejala diplopia yang hebat, disarankan menut
upi mata tersebut untuk sementara waktu jika pasien ini mempunyai gejala diplopi
a yang ringan, disarankan menggunakan prisma vertikal atau horizontal untuk meng
embalikan posisi mata. Selain itu juga, pembedahan juga dapat dilakukan yaitu pe
mbedahan pengangkatan palpebra jika adanya ptosis yang persisten sehingga mengga
nggu penglihatan pasien. Dianjurkan untuk pasien yang mempunyai ptosis dan mempu
nyai penglihatan diplopia untuk tidak naik

tempat-tempat yang tinggi misalnya gunung, memandu kendaraan ,atau mengoperasika


n mesin-mesin yang berat demi keselamatan dan kesejahteraan pasien. 7 2. Ganggua
n Nervus Troklearis Pasien yang mengalami deviasi dan diplopia yang sedikit disa
rankan menggunakan prisma. Selain itu, Botulinum toksin dapat digunakan sebagai
terapi pada pasien yang mengalami gangguan N.IV ini. Botulinum toksin merupakan
agen neuromuskularyang akan bereaksi pada presinaptik untuk memblokir pelepasan
neurotransmiter dan menyebabkan kelemahan otot. Walaupun, terapi pertama menggun
akan Botulinum toksin ini kurang memberikan kesan, namun penggunaannya adalah te
rbaik untuk memperbaiki deviasi yang masih ada setelah pembedahan strabismus. Pa
da tahun 1970-an, Knapa memperkenalkan metode pembedahan untuk gangguan pada oto
t oblikus superior.Untuk deviasi yang kurang daripada 15 diopter prisma, pembeda
han pada satu otot dapat dilakukan dengan cara jika tidak terdapat
overaction/tarikan otot oblikus inferior yang berlebihan, maka otot oblikus inferi
or dilemahkan dengan cara miektomi(myectomy). Walaupun, jika deviasi adalah lebi
h daripada 15 diopter prisma, pembedahan yang melibatkan 2-3 otot akan dilakukan
. Dua otot yang perlu dibedah termasuk melemahkan otot oblikus inferior ipsilate
ral, begitu juga dengan otot rektus superior ipsilateral, otot oblikus superior,
atau otot rektus inferior kontralateral. 8 3. Gangguan Nervus Abdusen Penggunaa
n prisma Fresnel dapat mengurangi penglihatan diplopia pada setengah pasien. Pri
sma ini dilekatkan pada kacamata yang dipakai pasien dengan harapan, terjadinya
kompensasi mata yang mengalami gangguan tersebut.the use of fresnel prisms. Sela
in itu juga, mata yang satu dapat ditutup untuk sementara waktu untuk mengurangi
penglihatan diplopia tersebut. Namun, penutupan mata yang satu tidak disarankan
untuk bayi dan anak karena ia dapat memberikan resiko yaitu merangsang stimulus
terjadinya ambliopia. Selain itu, pada tahap awal, pasien dapat diberikan injek
si Botulinum toksin pada sisi ipsilateral otot rektus medialis. Botulinum toksin
ini bertujuan mencegah kontraksi otot rektus medialis. Penggunaan prisma dan Bo
tulinum toksin ini adalah penatalaksanaan awal sementara dilakukan observasi ter
hadap pasien selama 9 sampai 12 bulan. Setelah 9 sampai 12 bulan observasi, maka
ditentukan pula terapi selanjutnya konservatif maupun pembedahan. Jika

kondisi pasien tidak sesuai untuk dilakukan pembedahan, maka disarankan pasien u
ntuk tetap memakai prisma. Selain itu juga, penutupan(oklusi) mata secara perman
ent juga disarankan.

DAFTAR PUSTAKA 1.Lumbantobing SM. Saraf Otak. In: Neurologik Klinik Pemeriksaan
Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta; 2007; p 21
-86. 2.Fuller G. Cranial nerves III, IV, VI: Eye movements. In:Neurologic Examin
ation Made Easy. 3rd Edition. Churchill Livingstone; London; 2004; p 81-92. 3.Vi
ctor M, Ropper A H. Disorders of Ocular Movement and Pupillary Function. In: Ada
ms and Victors Manual of Neurology. 7th Edition. McGraw Hill; United States of Ame
rica; 2002; p 112-25. 4.Ilyas, Sidarta. Anatomi dan Fisiologi Mata. In:Ilmu Peny
akit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta;2006; p 1-13. 5.Ma
rdjono, Mahar. Saraf Otak dan Patologinya. In: Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakya
t; Jakarta; p 126-149. 6.Sobotta. EGC. Jakarta. 2000.356-365. 7.James Goodwin, M
D. Oculomotor Nerve Palsy. on line 2006 (2008/10/18), hal: 1-17, available from
URL: http: www.emedicine.com/oph/topic183.html. 8.Zafar A Sheik, MD. Trochlear N
erve Palsy. on line 2006 (2008/10/18), hal: 1-10, available from URL: http: www.
emedicine.com/oph/topic 697.html. 9.NN. Sixth nerve palsy. On line 2008 (2008/10
/19), hal: 1-4, available from
URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Sixth_nerve_palsy 10.Nilgun Sahin Celik, MD. Ab
ducens Nerve Palsy As a Complication of Spinal Anesthesia Following Knee Arthros
copy. On line 1996 to 2008 (2008/10/18),hal: 1-3, available from URL: http://www
.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/ija/vol13n2/palsy.xml 11.A.Bahar
udin. A Rare Isolated Bilateral Abducens Nerve Palsy In Nasopharyngeal Carcinoma
(NPC). On line 1996 to 2008 (2008/10/18),hal: 1 -4, available from URL: http://
www.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/ijhns/vol1n1/nerve.xml

12.Paramjeet Singh, MD. An Isolated Abducens Nerve Palsy Disclosing Pachymeningi


tis Secondary To Sphenoid Sinusitis. On line 1996 to 2008 (2008/10/18),hal: 1 -5
, available from URL: http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/
ijorl/vol3n2/abducens.xml 13. Dr. Iskandar Japardi. Nervus III(N.Okulomotorius).
On line 2002 (2008/10/17), hal: 1-5, available from URL: http://library.usu.ac.
id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi26.pdf. 14.Chandra B. Pandangan Umum Meng
enai Koma. In: Kapita Selekta Neurologi. 1stEdition. Gadjah Mada University Pres
s; Yogyakarta; 2005; p 43-66. 15.Bickley L S. The Head and Neck. In: Bates Guide
to Physical Examination and History Taking. 9th Edition. Lippincott Williams & W
ilkins; Philadelphia; 2007; p 153 -240.

Anda mungkin juga menyukai