Anda di halaman 1dari 34

Novita Rachmawati

2007730093

Pembimbing
Dr. Susanto Sp.S
 Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di
Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7
kasus/tahun/100.000 penduduk atau
diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di
seluruh Indonesia
 Kelumpuhan saraf cranial yang terjadi akibat
karsinoma nasifaring ditemukan pada 25%
penderita
 Neuropatikranial multiple (multipl cranial
neuropathies) atau yang lebih sering dikenal
dengan kelemahan saraf kranial multiple
(multiple cranial nerve palsies) adalah
bentuk dari kelemahan yang melibatkan
kerusakan lebih dari satu saraf kranial
 James R Keane bagian departemen neurologi
Pendidikan Kedokteran Universitas California
Selatan, Los Angeles menganalisa 979 kasus
multiple cranial neuropathy
Calvarium
Basis Cranii
Neurocranium
Interna
Basis Cranii
Basis Cranii
Eksterna
 N. I (N. Olfaktorius)
Masuk : Lamina Cribrosa Os Ethmoidale
 N. II (N. Optikus)
Masuk : Canalis Opticus  Foramen Opticum
 N. III (N. Okulomotorius)
N. III  Sinus Cavernosus  Fissura Orbitalis
Sup  masuk dlm Cav. Orbita
 N. IV (N. Trochlearis)
Nucleus Motoris (MES) → N. IV → Sinus
Cavernosus → Fissura Orbitalis Sup  masuk
Cav. orbita innervasi m. Obliq. Sup (SM)
 N.V (N. Trigeminus)
N. V1  keluar pada Fissura Orbitalis Superior
 ke Cav.Orbita
N. V2  keluar pada Foramen Rotundum
N. V3  keluar dan masuk pada Foramen
Ovale
 N. VII (N. Fasialis)
Masuk/keluar : Meatus Acusticus Internus
 Canalis Facialis  For. Stylomastoideum
 N. VIII (N. Vestibulocochlearis)
- N. Vestubalis
Meatus Acusticus Internus  Canalis Facialis
 For. Stylomastoideum
- N. Cochlearis
Masuk : dari Labyrinthus Ossis
Temporalis  MAI  PAI
 N.IX(N. Glossopharyngeus) dan N. X. (N.
Vagus)
Masuk/keluar : Foramen Jugulare
(bersama N. X dan XI)
 N. XI (N. Accessorius)
Cornu Ant  Radix Inf. N. XI  Canalis
Vertebralis  For. Occ. Magnum  Fossa
Cranii Post  N. XI For. Jugularis  m.
Trapezius + m. Sternocleidomastoideus
 N. XII (N. Hypoglosus)
Keluar : Canalis N. Hypoglossi
 Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan
fascia
 Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari
palatum durum ke posterior, bersifat subjektif
karena tergantung dari palatum durum.
 Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas
choane kanan dan kiri.
 Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
 Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas
dan belakang
Muara tuba eustachii
Fossa rosenmulleri
 InfeksiEipsten-Barr
Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua
tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva
dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada
limfosit B dengan cara berikatan dengan
reseptor virus, yaitu komponen komplemen
C3d (CD21 atau CR2). Aktivitas ini merupakan
rangkaian yang berantai dimulai dari
masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan
selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi
immortal
 Faktor genetik
 Faktor lingkungan
 Tumor meluas ke intracranial menjalar sepanjang
fossa medialis, disebut penjalaran petrosfenoid.
Sindrome petrosfenoid terjadi bila seluruh saraf
grup anterior yang terkena. Biasanya melalui
foramen lasserum. Kemudian ke sinus kavernosus
dan fossa kranii anterior media mengenai grup
anterior saraf otak
 Parese N VI diplopia
 Parese N V : hipestesi pada pipi dan wajah
 Parese NII : gejala klinik lanjut berupa
ophtalmoplegi berupa gangguan penggerak mata
terkena
 Tumor meluas ke belakang secara
ekstrakranial melalui fossa posterior yang
disebut penjalaran retroparotidian. Yang
terkena adalah grup nervus posterior dari
saraf otak, yaitu N IX-N XII beserta nervus
simpatikus servikalis.
 mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan
tanda-tanda kelumpuhan pada
 N IX : keluhan menelan karena hemiparese
otot konstriktor superior serta pengecapan
1/3 bagian belakang lidah
 N X : hiper/hipoanastesi pada mukosa
pallatum molla, faring, laring dan gangguan
respirasi dan hipersalivasi
 N XI : kelumpuhan otot-otot trapezeus dan
sternokleidomastoideus
 N XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah
lidah
 kelumpuhann. simpatikus servikalis, berupa
penyempitan fisura palpebralis, enoftalmus,
dan miosis
 Tuli konduktif bersamaan
 Elevasi dan imobilitas dari palatum lunak
 Rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral
dari leher (akibat gangguan pada nervus
trigeminal
 Sindrom Sinus Cavernosus
 Ophthalmoplegia
 Chemosis
 Edema periorbital
 Proptosis
 Khilangan sensoris wajah serta sindrom Horner
dari keterlibatan sympathetics.
Tumor adalah penyebab paling umum dari
sindrom sinus kavernosa.
Ini mungkin penyakit metastatik, hasil
perpanjangan tumor lokal (karsinoma nasofaring,
adenoma hipofisis atau craniopharyngioma) atau
tumor primer (meningioma, limfoma).
 Cerebellopintin angle
Mencakup N. V-X
N. VIII : Gejala awal biasanya progresif
gangguan pendengaran sensorineural dan
tinnitus
N. VII menyebabkan paresis neuron motorik
bawah wajah tanpa hyperacusis.
N. V : kehilangan sensori wajah
 Sindrom saraf kranial bagian bawah
Saraf ini keluar dari tengkorak tepat di atas
foramen magnum. IX-XI SSP keluar melalui
foramen jugularis bersama dengan vena
jugularis
Disfagia, disfonia, dan disartria merupakan
alasan umum untuk konsultasi neurologis
 Radiologi
 Serologi
 Biopsi
Location of lesion Cranial nerves involved Eponym
and clinical
manifestations
Superior orbital fissure III, IV, V (1 divisi), VI; Rochon-Duvigneaud
ophthalmoplegia, nyeri
dan hypoestesia di divisi
pertama dari V,
exophtalmos, gangguan
vegetatif
Cavernous sinus III, IV, V, VI; Foix-Jefferson
ophthalmoplegia,
exophthalmos
Cerebellopontine sudut V, VII, VIII, IX sampai NA
dengan XII; ketulian,
vertigo, nystagmus,
peningkatan tekanan
intrakranial, gejala batang
otak
 Pengobatan berdasarkan dengan penyebab
 Infeksi  Antibiotik
 Vaskulitis atau penyakit rematologi lainnya,
imunosupresan seperti siklofosfamid
 Pada kasus-kasus neoplasia seperti pada
kasus carcinoma nasofaring pengobatan
raioterapi merupaan pilihan utama karena
umumnya sel-sel tumor ini bersifat
radiosensitive.
• Faktor yang memperburuk:
– stadium lanjut
– > 40 tahun
– laki-laki
– ras Cina
– ada pembesaran kelenjar leher
– lumpuh saraf otak
– tulang tengkorak yang rusak
– metastasis jauh
 Adams and Victors. Principle of Neurology.
2005. E-book.
 Desen, Wan. Buku Ajar Onkologo Klinis Edisi
II. 2008. FKUI: Jakarta.
 Frotscher, M dan M. Baehr. Diagnosis Topik
Neurologis DUUS. 2010. Jakarta: EGC
 Keane, James R. Multiple Cranial Nerve
Palsies Analysis of 979 Case. Arch
Neurol/Vol.6. November 2005
 www.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai