Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TUMOR CEREBELLO-PONTINE ANGLE (CPA)

Oleh :
Yelly Marliana Patu

SUPERVISOR :
Dr. Cahyono Kaelan, Sp.PA (K), Ph.D, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS NEUROONKOLOGI


PPDS DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
I. PENDAHULUAN
Tumor cerebellopontine angle (CPA) merupakan jenis neoplasma terbanyak
yang ditemukan di fossa posterior, merupakan 5-10% dari seluruh angka kejadian tumor
intrakranial. Kebanyakan tumor cerebellopontine angle itu jinak, dengan lebih dari 85%
menjadi vestibular schwannoma (neuroma akustik), lipoma, malformasi vaskular, dan
hemangioma. Tumor non-akustik CPA yang paling sering adalah meningioma,
epidermoid (kolesteatoma primer), dan schwannoma n. fasialis. Angka kejadian tumor
ganas atau tumor metastasis hanya 2% dari keseluruhan tumor CPA. 1
Pada awal abad ke-20, lesi CPA ini sangat sulit untuk di diagnosis dan jarang di
eksisi dengan sempurna. Memang, tingkat kematian dari tindakan operatif di daerah
CPA mencapai 50%. Namun, kemajuan revolusioner dalam pencitraan neurologi dan
teknik bedah yang semakin canggih telah membuat hampir seluruh lesi CPA ini dapat
ditangani dengan baik. Angka morbiditas menjadi dapat diterima dan tingkat kematian
sangat rendah. 1
II. ANATOMI
Cerebellopontine angle (CPA) merupakan sebuah ruangan di fossa
posterior kranialis yang didalamnya terdapat cairan serebrospinal potensial, dan
dibatasi oleh tulang temporal, serebellum, dan batang otak. CPA adalah sebuah
struktur dengan bentuk kira-kira menyerupai segitiga. Bagian atasnya dibatasi oleh
tentorium serebelli, bagian bawahnya dibatasi oleh tonsilla serebelli dan oliva
medullaris. Batas anterior adalah permukaan dura posterior dari tulang petrous dan
klivus, sedangkan batas posterior adalah permukaan ventral dari pons dan
serebellum. Batas medialnya berupa sisterna pons dan medula, dan bagian
apeksnya adalah daerah recessus lateralis ventrikel empat. Pintu lateral dari
ventrikel 4, foramen Luschka, merupakan jalan masuk ke CPA. Nervus kranialis V-XI
melintasi batas atas dan bawah CPA. Struktur di tengah-tengah yang melintasi CPA
dari dan ke kanalis auditorius interna adalah nervus fasialis (n. VII) dan nervus
vestibulokoklearis (n. VIII).2
Nervus kranialis VII dan VIII ditutupi oleh myelin sentral yang disediakan
oleh sel neuroglial ketika menyebrangi CPA dan membawa bagian lengan dura
fossa posterior ke kanalis auditorius interna (internal auditory canal = IAC). Transisi
dari myelin perifer dilakukan oleh sel Schwann yang muncul di pintu medial dari IAC.
Nervus vestibulokoklearis terbagi dalam tiga cabang, yaitu n. koklearis, n.
vestibularis superior dan inferior pada sisi lateral CPA atau medial IAC. IAC sendiri
dibagi dalam empat kuadran oleh ujung vertikal yang disebut Bills bar, dan ujung
transversa. Nervus VII berada di kuadran anterosuperior yang juga anterior dari n.
vestibularis superior dan superior dari n. koklearis. Sedangkan n. vestibularis inferior
berada di kuadran posteroinferior dan juga inferior dari n. vestibularis superior sera
posterior dari n. koklearis (lihat gambar 1). Arteri serebellaris anteroinferior
merupakan vaskularisasi utama CPA juga sebagai sumber dari arteri labirintine.
Arteri labirintine melalui IAC adalah end artery bagi organ-organ pendengaran dan
keseimbangan. Arteri serebellaris anteroinferior memiliki hubungan variabel dengan
nervus kranialis VII dan VIII serta IAC.2
Gambar1. Cerebellopontine angle (hubungannya dengan tulang temporal
anterior

inferior

intracranial)
Pada inset dapat dilihat lokasi dari nervus kranialis diantara IAC: n.fasialis (7) dan n. koklearis
(C) terletak di anterior, sedangkan n. vestibularis superior dan inferior (SV dan IV) ada di
setelah bagian posterior IAC. 5, n.trigeminus; 7, n.fasialis; 8, n.koklearis; IAC, internal auditory
canal; CO, cochlea; GG, geniculate ganglion; ME, middle ear; EAC, external auditory canal; M,
mastoid; SCC, semicircular canal; CPA, cerebellopontine angle; SS, sigmoid sinus; 4V, 4 th
ventricle; Cb, cerebellum; P, pons.2
NEUROMA AKUSTIK
Neuroma Akustik (AN) atau sering pula disebut Vestibular Schwannoma
merupakan tumor primer otak yang cukup banyak ditemukan di daerah infratentorial.
Sekitar 8% dari semua tumor primer otak adalah schwannoma. Lokasi tersering berada
di CPA, dimana 90% diantaranya adalah akustik neuroma dan hanya 10% tumor
dengan tipe histologik lainnya.2
NA biasanya muncul dari medial IAC atau lateral CPA dan menyebabkan
gejala-gejala klinis yang khas akibat adanya pergeseran, perubahan, atau penekanan
struktur organ disekitar CPA. Jika tumor ini berkembang terus, maka ia juga dapat
menekan batang otak dan serebellum. Walaupun penelitian menunjukkan bahwa tumor
ini termasuk jinak, namun pada kenyataannya ia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi yang berbahaya.3

Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang terjadi. Dapat mengenai
siapapun di dunia tanpa ada kecenderungan etnis tertentu. Angka kejadiannya hanya
10 dari satu juta orang setiap tahunnya. Tidak terdapat kecenderungan terkena pada
salah satu jenis kelamin, dan paling banyak terjadi pada usia 40 60 tahun. 95% NA
muncul dengan etiologi yang belum diketahui dengan pasti. Sisanya 5% pasien memiliki
neurofibromatosis tipe 2 (NF2) atau familial NA (non-sporadic NA), suatu gen yang
diwariskan, dan dapat muncul gejalanya pada dekade ke-2. 2,4

Patogenesis
NA berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran makroskopis
berkapsul, konsistensi keras, berwarna kekuningan kadang putih atau translusen dan
bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Ia diduga bermula di dalam sel
Schwann di superior atau inferior n. vestibularis dalam zona transisional (Obersteiner-
Redlich zone) dari mielin perifer dan sentral. Zona transisi ini muncul pada lateral CPA
atau medial IAC. Penyakit ini sebenarnya paling sering muncul dari IAC dan hanya
kadang-kadang dari CPA. Lebih sering pada saraf vestibularis daripada koklearis.
Kecenderungannya untuk tumbuh pada saraf vestibularis mungkin diakibatkan oleh
ganglion vestibular di IAC yang memiliki jumlah Schwann sel lebih banyak daripada
ganglion koklearis.2,4

Gambar 2: Neuroma Akustik (5)

Pada penelitian terakhir ditemukan adanya peran biomolekular yang


menjadi penyebab timbulnya NA. Ia dapat muncul sebagai hasil mutasi dari protein
supresor tumor, merlin, pada kromosom 22q12. Merlin adalah sebuah protein
sitoskeletal yang dapat mengontrol proliferasi sel dengan mengatur reseptor sel
permukaan yang jumlahnya banyak dan selalu mengalami pergantian. Pembentukan
NA membutuhkan dua tiruan gen merlin. Satu saja gen merlin yang berfungsi dapat
mencegah terjadinya NA. Mutasi somatik pada kedua tiruan gen menyebabkan NA
yang sporadik. Kemungkinan adanya dua gen mutasi pada satu tempat, diprediksi
dapat menyebabkan NA unilateral pada dekade ke-4 sampai ke-6 dalam kehidupan
seseorang.2
Sebaliknya, familial NA terjadi dengan hanya membutuhkan satu gen
mutasi somatik saja. Orang dengan NF2 mewariskan satu gen merlin termutasi dan
satu gen merlin normal. Mutasi dari alel normal ini menyebabkan NA bilateral pada usia
20 tahun.2
Gejala
NA biasanya tumbuh secara perlahan dan membutuhkan waktu bertahun-
tahun untuk berkembang. Beberapa kejadian NA ukurannya sangat kecil sehingga tidak
menimbulkan gelaja apapun.6

Gambar 3. Neuroma Akustik kecil (warna biru) dalam kanalis auditori internal (IAC) yang
membawa saraf-saraf pendengaran, keseimbangan dan wajah (warna kuning)(7)

Gejala klinis sangat tergantung pada ukuran tumor. Menurut Hardy et al.
(1989) gejala AN yang tersering adalah tuli perseptif unilateral (96%),
ketidakseimbangan (77%), tinitus (71%), nyeri mastoid atau otalgia (28%), wajah baal
(7%) dan diplopia (7%).4
Tuli muncul pada 96% pasien dengan NA. Pasien dengan tuli perseptif
unilateral atau bilateral asimetris atau unilateral tinitus yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya harus dieksplorasi untuk menyingkirkan NA. Kebanyakan tuli terjadi
secara progresif lambat dengan distorsi bising. Dua puluh persen pasien mengalami tuli
mendadak. Perbaikan pada tuli dengan atau tanpa terapi belum menyingkirkan adanya
kemungkinan penyakit retrokoklea. Salah satu tanda yang cukup khas adalah
menurunnya skor pada pemeriksaan speech discrimination yang tampak lebih jelas
dibandingkan pemeriksaan dengan pure tone audiometry. Salah satu bentuk
manifestasi menurunnya skor speech discrimination adalah kesulitan pasien dalam
mendengarkan pembicaraan di telepon. Biasanya pada pemeriksaan audiometri
didapatkan hipakusis pada frekuensi tinggi (lebih dari 1kHz). Ditemukannya tanda-tanda
tersebut menunjukkan gangguan pendengaran disebabkan oleh lesi retrokoklea dan
merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan brainstem auditory evoked
responses. Hanya 5% pasien dengan NA memiliki pendengaran yang normal dan ini
biasanya terjadi bila ukuran tumor sangat kecil, namun tingkat keparahan tuli tidak
dapat memperkirakan besarnya tumor. Mekanisme yang pasti yang mendasari
gangguan pendengaran pada NA belum jelas benar. Diduga karena kompresi langsung
pada N. koklearis, berkurangnya suplai darah ke N. VIII atau ke koklea. 2,4
Disekuilibrium dan vertigo sering ditemukan pada tumor ini mengingat
tumor ini memang berasal dari N. Vestibularis. Insiden gejala ini berkorelasi dengan
ukuran tumor. Meskipun demikian jika tumor tumbuh lambat, defisit vestibuler ipsilateral
juga akan muncul bertahap (lambat) sehingga memungkinkan kompensasi dari input
vestibuler kontralateral. Akibatnya manifestasi vertigo menjadi tidak tampak jelas. 4
Tinitus ditemukan pada 70% pasien dengan NA. Seringkali bersifat
persisten, high-pitched dan ipsilateral tumor. Namun keluhan ini jarang membawa
pasien ke dokter dan tidak ada karakter khusus tinnitus yang terkait dengan NA. 4,7
Sakit kepala sangat jarang terjadi sebagai gejala NA kecil tetapi mungkin
hadir di daerah frontal atau oksipital, atau seluruh kepala pada setengah dari pasien
dengan tumor yang besar (lebih dari 30mm). Kebanyakan pasien yang memiliki sakit
kepala di sisi tumor mereka memiliki riwayat sebelumnya, mungkin sakit kepala
mendahului onset pertumbuhan tumor atau yang diperburuk oleh tumor. 7
Nistagmus pada tumor CPA bisa berupa nistagmus spontan, posisional
maupun optokinetik. Yang tersering adalah nistagmus labirintin unilateral berupa
nistagmus horisontal dengan komponen lambat searah dengan lesi. Nistagmus ini
dapat diinhibisi dengan fiksasi visual. Selain itu dapat pula ditemukan Bruns nistagmus
yang merupakan nistagmus yang khas ditemukan pada lesi di CPA. Nistagmus ini
merupakan kombinasi antra nistagmus gaze paretic dan nistagmus vestibuler. 4
Meluasnya NA ke CPA menyebabkan kompresi nervus kranialis lainnya
yang melewati sisterna ini. Ke arah anterior tumor ini akan mendesak N. VII
menyebabkan kelemahan otot wajah dan gangguan pengecapan. Ekstensi ke rostral
dapat mendesak N.V dan mengkompresi nervus ini di antara massa tumor dan
tentorium serebeli. Gejala dan tanda yang ditimbulkannya berupa hipestesi/anestesi
daerah wajah, otalgia dan menurunnya atau hilangnya refleks kornea. Sedangkan
ekstensi ke kaudal dapat mengkompresi nervus kranialis di foramen jugulare
menyebabkan disfagia, disfonia dan pada proses lanjut menimbulkan paralisis bulber.
Dengan bertambahnya ukuran tumor, serebelum dan batang otak juga akan
terkompresi. Kompresi serebelum menyebabkan gait ataxia dan gangguan koordinasi.
Kompresi batang otak menimbulkan depresi pernapasan dan gejala long track seperti
hemiparesis. Efek pendesakan tumor ini juga dapat mengobstruksi ventrikel 4 sehingga
terjadi hidrosefalus non komunikan dan peningkatan tekanan intrakranial dengan
manifestasi berupa sakit kepala, mual, muntah, menurunnya ketajaman penglihatan
dan diplopia. Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan batang otak tertarik ke
kaudal sehingga menekan N. VI yang melintasi apeks petrosus. 4

Gambar 4. Neuroma Akustik besar. Tumor (biru) lebih dari 2,5 cm (ini adalah 2,6 cm)
menyebakan penekanan ke dalam batang otak (warna silver) dan serebelum (warna emas).
(7)

Pemeriksaan Radiologis
Jika pasien diduga NA, biasanya dilakukan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). MRI adalah evaluasi yang sangat akurat yang mampu mendeteksi hampir 100%
dari neuroma akustik. Computerized tomography (CT scan, CAT scan) tidak dapat
mengidentifikasi tumor yang lebih kecil, tetapi dapat digunakan ketika NA dicurigai dan
MRI tidak dapat dilakukan. Selain untuk membantu menegakkan diagnosis CT Scan
4,6
dan MRI digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor
MRI dengan kontras gadolinium merupakan standar baku dalam
mendiagnosis maupun meyingkirkan kemungkinan neuroma akustik. MRI dapat pula
direncanakan sebagai pedoman pembedahan. Bermacam-macam lesi di CPA dapat
ditemukan. Gambaran khas pada MRI neuroma akustik adalah massa hipointens
globuler diatas IAC. Kebanyakan AN terlihat pada sekuens T1 non kontras tetapi tidak
pada T2 karena tumor tampak isointens sama dengan LCS. Pemberian kontras
Gadolinium dapat meningkatkan kemampuan mendeteksi tumor yang berukuran kecil.
Pasca pemberian kontras akan tampak penyangatan. 2,4
Berdasarkan sistem klasifikasi dari Moffat (Moffat et al.,
1993), NA dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan morfologi dan tingkat
keterlibatan dari IAC, seperti digambarkan oleh MRI (Gambar 5 - 8)

Gambar 5. Morfologi dan keterlibatan IAC pada AN lateral, intermediate, dan medial. 8
Gambar 6. Neuroma akustik lateral muncul di bagian lateral IAC bahkan sampai ke CPA
memberlihatkan bentuk dambel (dumbbell) 8

Gambar 7. NA intermediate, berasal dari IAC, mengisi porus akustikus dan melebar ke
CPA, memperlihatkan bentuk kerucut (cone) 8
Gambar 8. NA medial, berasal dan mungkin melibatkan CPA; kadang-kadang juga
memperlihatkan komponen intrakanalikular yang sempit dalam porus akustik, membentang
di sepanjang wajah dan saraf akustik dan menyerupai tongkat permen lolipop.8
Dalam situasi dimana MRI tidak dapat digunakan atau tidak dapat
diakses, CT scan dengan kontras iodin atau respons otak auditori dapat menjadi
alternatif sebagai modalitas skrining. CT scan dengan kontras dapat mengidentifikasi
tumor CPA yang lebih besar dari 1,5 cm atau yang setidaknya memiliki komponen CPA
sebesar 5 mm. NA muncul sebagai massa seperti telur terpusat diatas IAC dengan
penyangatan nonhomogeneous. CT scan dengan kontras tidak dapat mendeteksi tumor
intrakanalikular kecuali ada perluasan ke tulang IAC.
Karakteristik CT Scan pada NA berupa lesi hipo atau isodens yang
menyangat kontras homogen dengan posisi meatus auditoris internus di garis
tengahnya. Secara radiologis tumor ini mirip dengan meningioma. Akan tetapi terdapat
beberapa perbedaan seperti: pada meningioma CPA tumor biasanya hiperdens
sebelum pemberian kontras dan letaknya terhadap meatus akustikus internus tidak
simetris seperti NA. Erosi dan pelebaran meatus akustikus internus biasanya dijumpai
pada NA. Sedangkan pada meningioma erosi ditemukan pada permukaan posterior dari
piramid petrosus. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah daerah batas antara tumor
dan dura. Pada meningioma tampak permukaan tumor yang melekat pada permukaan
os petrosus cukup luas. Sedangkan pada NA, sudut yang dibentuk antara tumor
dengan os petrosus cukup tajam. Akibatnya pada NA bentuk tumor biasanya bulat atau
oval dan pada menigioma bentuknya semilunar atau hemisferik. Struktur anatomi tulang
akan tervisualisasikan dengan baik menggunakan CT Scan. Akan tetapi kelemahan CT
Scan untuk lesi di fossa posterior adalah adanya Hounsfield artefak (strek-like beam
hardening) yang berasal dari tulang petrosus yang mengganggu gambaran jaringan
lunak disekitarnya.4

Pemeriksaan Khusus
1. Audiologi
Rata-rata pasien membutuhkan waktu 4 tahun dari pertama kali gejalanya
muncul sampai terdiagnosis neuroma akustik. Mayoritas pasien datang dengan keluhan
tuli pada salah satu telinganya atau pendengarannya berkurang, tinnitus unilateral,
vertigo atau disequilibrium, rasa baal pada wajah, lemah, atau kaku badan. Pasien
dengan gangguan pendengaran, keseimbangan dan sensoris wajah memerlukan
evaluasi yang cermat untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit retrokoklea. Langkah
awal adalah dengan tes audiologi. Jika hasil audiologi menunjukkan adanya gangguan
pada retrokoklea, maka diperlukan gambaran CPA secara radiologis untuk mengetahui
ada atau tidaknya lesi retrokoklea. Tes vestibular memiliki spesifisitas yang rendah
dalam mendiagnosis NA.2
Tes audiologi standar meliputi audiometri nada murni, skor audiometri
tutur, ambang refleks akustik (acoustic reflex thresholds) dan refleks kelelahan akustik
(acoustic reflex decay). Audiometri nada murni pada pasien NA menunjukkan kurva
menurun dan asimetris, tuli sensorineural pada frekuensi tinggi pada 70% pasien.
Pendengaran dapat normal, normal pada frekuensi rendah saja, atau frekuensi tinggi
saja. Tuli karena lesi retrokoklea menyebabkan skor audiometri tutur jauh lebih rendah
dari yang diprediksi oleh ambang nada murni. Penurunan ini lebih terlihat saat di tes
ulang dengan intensitas tutur yang lebih tinggi. Ini disebut fenomena roll-over. Skor
audiometri tutur yang rendah ditemukan pada 50% pasien dengan NA. Hilangnya
refleks akustik atau adanya refleks kelelahan akustik terjadi pada sebagian besar kasus
NA. Namun refleks akustik normal belum dapat menyingkirkan NA. 2
2. Tes Vestibular
Tes ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang kurang terhadap NA. Tes
yang umum dilakukan untuk menilai organ keseimbangan adalah elektronistagmogram
(ENG). ENG pada pasien NA menunjukkan respon terhadap kalori yang menurun pada
telinga yang sakit. ENG juga dapat membedakan apakah tumor berada di saraf
vestibularis superior atau inferior, karena ia menilai kanalis semisirkularis lateralis yang
dipersarafi oleh n. vestibularis superior. 2

3. Auditory brainstem response (ABR)


ABR merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran
dan fungsi n. VIII. Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel
koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu di
batang otak. Prinsipnya yaitu menilai perubahan potensial listrik di otak setelah
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi menempuh perjalanan
melalui n. VIII di koklea (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nulkleus
olivarius superior (gelombang III), lemniskus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior
(gelombang V), lalu ke korteks auditorius di lobus temporal otak. Setiap perubahan
potensial listrik di otak akan diterima oleh ketiga elektroda di kulit kepala, lalu dapat
dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian rangsang
suara sampai mencapai nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian, setiap
keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nukleus saraf dapat memberi arti
klinis keadaan saraf pendengaran, maupun jaringan otak disekitarnya. 9
Pada pasien NA, respons dapat tidak muncul sama sekali, hilang timbul,
atau terlambat pada gelombang V di telinga yang sakit, dibandingkan dengan
gelombang V yang tersembunyi pada telinga sebelahnya. Secara keseluruhan ABR
memiliki sensitifitas >90% dan spesifisitas >90% dalam mendeteksi NA. 2

Diagnosis Banding
Tiga tumor terbanyak dalam kelompok tumor cerebellopontine angle
termasuk schwannoma, menigioma, dan epidermoid. Masing-masing tumor ini memiliki
gejala klinis tertentu dan dapat dibedakan dari gambaran radiologisnya. Lesi CPA
lainnya yang dapat sebagai diagnosis banding adalah congenital rest lesion,
schwannoma dari saraf kranialis lain, tumor intra-aksial, metastasis, lesi vaskular dan
lesi diluar basis tengkorak.2

Schwannoma (yang melibatkan n. V, VII, dan VIII)


Common CPA Lesion Meningioma
Epidermoid
Epidermoid
Congenital Rest Lesion Kista arakhnoid
Lipoma
Hemangioma
Paraganglioma (glomus jugulare)
Vascular Lesion
Aneurisma
Hemangioblastoma
Medulloblastoma
Astrositoma
Intra-Axial Tumors Glioma
Tumor ventrikel 4
Hemangioblastoma
Kolesterol granuloma
Lesions Extending from Tumor glomus
the Skull Base Chordoma
Kondrosarkoma
Other Malignant Disorders Metastasis

Tabel 1. Kelainan-kelainan lain cerebellopontine angle (CPA)2

Komplikasi
Perjalanan penyakit neuroma akustik dimulai dari pertumbuhan tumor
secara perlahan di dalam IAC yang lalu bergerak ke sisterna CPA. Penelitian
menunjukkan bahwa masa pertumbuhan tumor silih berganti dengan masa tenang.
Rata-rata laju pertumbuhan tumor adalah 1,8 mm per tahun. Pertumbuhan ini
mengakibatkan gejala dan tanda-tanda yang seringkali berbahaya karena ada
perpindahan, distorsi dan kompresi dari struktur di IAC dan kemudian berlanjut ke CPA. 2
Pertumbuhan tumor didalam kanalikuli mempengaruhi saraf
vastibulokoklearis dan menyebabkan tuli unilateral, tinnitus, dan vertigo atau
disequilibrium. Ketiga gejala ini adalah keluhan utama tidak hanya pada NA, tapi juga
pada pasien lain dengan lesi di CPA. Komponen motorik n. fasialis tahan terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh fase pertumbuhan tumor, sehingga fungsi motorik
wajah pasien tetap normal. Kompresi n. V menyebabkan nyeri pada tengah wajah,
kornea, atau baal pada wajah. Kerusakan lanjut n. VIII dan VII menyebabkan tuli yang
lebih parah, dan disequilibrium, dan juga kelemahan atau kekakuan wajah. Penekanan
tumor pada batang otak menyebabkan penyempitan ventrikel 4. 2
Pertumbuhan lebih lanjut menyebakan suatu sindrom CPA. Muncul tanda-
tanda klinis sebagai akibat penekanan flokulus dan pedunkulus serebellum. Tanda klinis
berupa hidrosefalus obstruktif juga dapat muncul akibat menyempitnya ventrikel 4.
Peningkatan tekanan intrakranial berakibat terjadinya perubahan pada mata, nyeri
kepala, perubahan status mental, mual dan muntah. Jika NA terus tumbuh tanpa
adanya terapi, maka pasien dapat meninggal karena gagal napas. 2

Terapi
Dalam hal tatalaksana terdapat tiga strategi yang dapat digunakan yaitu
observasi, radioterapi dan bedah mikro. Pengobatan utamanya adalah secara bedah.
Observasi dan radiasi ditujukan untuk pasien dengan toleransi operasi yang rendah,
atau pasien dengan harapan hidup yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams R.D, Victor M.: Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders. In
Principles of Neurology; 7 th Ed. New York: Mc Graw Hill; 2001. p.709-11

2. Aminoff M.J et al : Disoerders of Equilibrium. In Clinical Neurology 6 th Ed. New


York: Lange Medical Books / Mc Graw Hill; 2002. p. 111-2

3. Gluck J.T, Balmauda C : Neuro-Oncology. In On Call Neurology 2 nd Ed. New York:


WB Sounders Company; 2001. p. 312-3.

4. Lindsay K.W. et al : Acoustic Neuromas. In Neurology and Neurosurgery Illustrated.


London: Hurchill Livingstone; 2004. p. 328-33.

5. Matthies C, Samii M. Acoustic neuromas. In: Berger MS, Prados MD.


Teexbook of neurooncology. Philadelphia: Elsevier Sounders; 2005. p. 321-9

Anda mungkin juga menyukai