Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian dari s indroma batang otak yang

dapat diperinci dalam: (1) sindroma mesensefalon (sindr om Weber, sindrom Benedict, sindrom Caude), (2) sindrom pons (sindrom foville, s indrom Raymond-Cestan, sindrom Millard-Gubler) dan (3) sindrom medulla oblongata (sindrom Pra-Olivar, sindrom retro-Olivar, sindrom Lateralis/Wallenberg). Sindr om-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistema autonom juga bisa menjadi gejala tambahan. Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan di batang otak, tidak perduli lokalisas inya, mempunyai satu ciri yang khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang di sertai oleh kelumpuhan saraf otak motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan tersebut berupa hemiparesis. Dan hemiparesis yang diiringi gangguan saraf otak tersebut dinamak an hemiparesis alternans. (1) ANATOMI Mesensefalon dapat dibagi dalam daerah-daerah yang sesuai dengan kawasan arteriarteri. (1) daerah di kedua sisi garis tengah, yang mengandung inti nurvus okulo motorius, inti nervus trokhlearis, fasikulus longitudinalis medialis dan satu pe r tiga bagian medial dari pedunkulus serebri, diperdarahi oleh ramus perforantes medial dari arteria basilaris. Sebagai cabang arteria basilaris yang menembus k e dalam mesensefalon dari bawah, tepat di garis tengahnya, ia menuju ke dorsal d an memberikan cabang-cabang ke dua samping kepada bangunan-bangunan tersebut tad i. (2) cabang-cabang arteria basilaris yang menembus permukaan bawah mesensefalo n di sisi lateral dari garis tengah mesensefalon dinamakan rami perforantes para medialis. Cabang ini mengurus vaskularisasi dua pertiga bagian lateral dari pedu nkulus dan hampir seluruh daerah nucleus rubber berikut substansia nigra. (3) ba gian tektum mesensefalon diperdarahi oleh cabang-cabang arteria serebeli superio r (kolikulus inferior) dan cabang-cabang arteria serebri posterior (kolikulus su perior). (1) DEFINISI Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari paralysis okulomotor pada s isi yang sama dengan lesi, yang mengakibatkan ptosis, strabismus, dan hilangnya refleks cahaya serta akomodasi, juga hemiplegi spastik pada sisi yang berlawanan dengan lesi dengan peningkatan refleks-refleks serta hilangnya refleks superfis ial. (2) Sindrom Weber disebut juga Alternating oculomotor hemiplegia atau Weber s paralysi s atau hemiparesis alternans nervus okulomotorius. (1,2) ETIOLOGI Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut: 1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus perforante s medialis arteria basilaris. 2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi pada batang otak. 3. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari thal amus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan keseragaman o leh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari ser ebelum. 4. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri. 5. Stroke (perdarahan atau infark) di pedunkulus serebri. 6. Hematoma epiduralis. 7. Tumor lobus temporalis. (1,3,4) MANIFESTASI KLINIS Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh karena setiap ge jala dan tanda mencerminkan disfungsi sistema sarafi yang terlibat dalam lesi te rtentu. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-bangunan me sensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Oleh karena prose

s tersebut berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum, ma ka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemipar esis kontralateral Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparsis y ang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi kedua jenis kel umpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau Sindroma dari weber. Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans nervus okulomotorius yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia interneklearis. (1,3,4,5) DIAGNOSIS Diagnosis sindroma dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis tentang riwayat p enyakit, termasuk juga riwayat keluhan, berapa lama keluhan sudah timbul dan apa kah unilateral ataukah bilateral. Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan dapat sangat membantu untuk menen tukan adanya sindroma weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriks aan nervus troklearis dan nervus abdusen, pemeriksaan tersebut terdiri atas: 1. Celah kelopak mata Pasien disuruh memandang lurus ke depan ? kemudian dinilai kedudukan kelopak mat a terhadap pupil dan iris 2. Pupil Yang perlu diperiksa adalah (1) ukuran: apakah normal (diameter 4-5 mm), miosis, midriasis atau pin pont pupil, (2) bentuk: apakah normal, isokor atau anisokor, (3) posisi: apakah central atau eksentrik, (4) refleks pupil: refleks cahaya la ngsung ? cahaya diarahkan pada satu pupil ? reaksi yang tampak untuk kontraksi p upil homolateral, refleks cahaya tidak langsung (konsensual /crossed light refle ks) ? selain kontraksi homolateral juga akan tampak kontraksi kontralateral, ref leks akomodasi-konvergensi ? pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ketang an pemeriksa yang diletakkan 30 cm di depan hidung pasien. Pada saat melihat tan gan pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak pupil mengecil. Refleks ini negatif pada kerusakan saraf simpatikus leher, refleks siliospinal ? refleks nyeri ini dilakukan dalam ruangan dengan pe nerangan samar-samar. Caranya ialah merangsang nyeri pada daerah leher dan sebag ai reaksi pupil akan melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda asing pada kornea atau intraokuler, atau pada cedera mata atau pelipis, r efleks okulosensorik ? refleks nyeri ini adalah konstriksi atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya. 3. Gerakan bola mata Fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata dinilai dengan gerakan bola mata keenam ar ah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial atas dan medial bawa h, cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah ata u mengikuti arah objeck. Kelainan-kelainan yang dapat terjadi: 1. Kelemahan otot-otot bola mata (opthalmoparese/opthalmoplegi) berupa:(1) gerak an terbatas, (2) kontraksi skunder dari anta-gonisnya, (3) strabismus, (4) diplo pia 2. Nistagmus (gerakan bolak-balik bola mata yang involunter) ? dapat terlihat sa at melihat ke samping, atas, bawah. (4,5,6)

Anda mungkin juga menyukai