PENDAHULUAN
sistem saraf. Ilmu ini berkaitan erat dengan neurobiologi, psikologi, neurologi,
ilmu kognitif, dan ilmu otak lainnya. Sistem saraf merupakan salah satu sistem
dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap
maupun dalam. Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai
bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
(berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel
saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal
dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan
1
BAB 2
SARAF FASIAL
rasa pengecap dari lidah. Saraf fasialis juga merupakan saraf motorik untuk
otot-otot mimik (pada wajah) dan kulit kepala. Saraf fasialis mengandung empat
1) Serabut Somato-Motorik
3) Serabut Visero-Sensorik
4) Serabut Somato-Sensorik
2
Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi
ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung,
dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar
ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang
disarafinya. Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang
menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI,
dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral
pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius
dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis
bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan
dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari
3
Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depanlidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke
traktus solitarius.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleusini, berpisah dari
bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok
akson lain akan berjalan terus kekaudal dan menyertai korda timpani serta saraf
Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
darisebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpangtindih) ini
terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran
timpani.
Kelumpuhan wajah adalah hilangnya gerakan wajah karena kerusakan saraf. Otot-
otot wajah terkulai atau menjadi lemah. Ini biasanya terjadi pada salah satu sisi
wajah, tapi juga memungkinkan untuk terjadi pada kedua sisi wajah dan ini
biasanya disebabkan oleh: infeksi atau peradangan dari nervus facialis, trauma
4
Bells palsy (paralisis wajah) adalah paralisis saraf fasialis (Nervus VII) yang
herpes zoster, penyakit autoimun, atau bahkan kombinasi dari semua faktor ini
(Smeltzer dan Bare, 2002). Bells Palsy juga sering disebut fasial paralisis atau
degeneratifprimer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada nervus fasialis
(Iwantono, 2008).
Bell palsy (paralisis fasial) adalah kondisi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf
kranial bagian perifer pada satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis
5
otot fasial. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kemungkinan penyebab dapat
berair), dan sensasi yang sangat menyakitkan pada wajah, di belakang telinga, dan
mata. Pasien mungkin mengalami kesulitan berbicara dan tidak mampu untuk
fasial selama persalinan dapat mengakibatkan cedera pada saraf kranial VII.
Manifestasi klinis primer adalah hilangnya gerakan sisi yang terkena, seperti
tidak adanya kerutan dahi dan lipatan nasolabial. Paralisis akan terlihat jelas
ketika bayi menangis. Mulut tertarik ke arah sisi sehat, kerutan lebih dalam pada
sisi yang normal, dan mata pada sisi yang sakit tetap terbuka. Tidak ada intervensi
6
medis yang diperlukan. Paralisis ini biasanya hilang secara spontan dalam
Kelemahan otot wajah akan tampak karena timbulnya lipatan nasolabial mendatar,
salah satu sisi mulut turun ke bawah dan penurunan kelopak mata bawah.
Nukleus nervus fasialis terletak di bagian lateral baah pons sehingga lesi di daerah
batang otak sering menimbulkan disfungsi nervus fasialis. Nervus fasialis masuk
ke tulang temporal dan letaknya dekat dengan telinga tengah sehingga saraf ini
mudah terkena trauma fraktur dasar tengkorak dan tulang temporal akibat
pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari
1. Iskemia Vaskuler
7
2. Patofisiologi Fasial Paralisis
yang radang dan edema saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh nutriennya
tersumbat pada titik yang menghasilkan nekrosis iskemik dalam kanal panjangnya
saluran yang paling baik sangat sempit. Ada penyimpangan wajah berupa paralisis
otot wajah; peningkatan lakrimalis (air mata); sensasi nyeri pada wajah, belakang
telinga, dan pada klien mengalami kesukaran bicara dan kelemahan otot wajah
Pada observasi sudah dapat disaksikan juga, bahwa gerakan kelopak mata yang
tidak sehat lebih lambat jika dibanding dengan gerakan kelopak mata yang sehat.
kelumpuhan, mendatar. Pada saat mengembangkan pipi terlihat bahwa pada sisi
yang lumpuh tidak mengembung. Pada saat mencibirkan bibir, gerakan bibir
tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Bila klien disuruh untuk
memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis, sudut mulut sisi yang
lumpuh tidak terangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah yang sehat.
Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi tidak didapati gangguan lain yang
mengiringinya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy. Tetapi dua hal
harus disebut sehubungan dengan ini. Pertama, air mata yang keluar secara
berlebihan di sisi kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan
kurang tajam. Gejala yang tersebut pertama timbul karena konjungtiva bulbi tidak
8
dapat penuh ditutupi kelopak mata yang lumpuh, sehingga mudah mendapat iritasi
sembuh, masih sering terdapat gejala sisa. Pada umumnya gejala itu merupakan
proses regenerasi yang salah, sehingga timbul gerakan fasial yang berasosiasi
dengan gerakan otot kelompok lain. Gerakan yang mengikuti gerakan otot
Gerakan sinkinetik tersebut ialah ikut terangkatnya sudut mulut pada waktu mata
ditutup dan fisura palpebrale sisi yang pernah lumpuh menjadi sempit, pada waktu
rahang bawah ditarik ke atas atau ke bawah, seperti sewaktu berbicara atau
mengunyah. Lebih-lebih pula otot fasial yang pernah lumpuh perifer itu dapat
fasialis. Dalam hal ini, diluar serangan spasmus fasialis, sudut mulut sisi yang
pernah lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada sisi yang sehat.
Karena itu banyak kekhilafan dibuat mengenai sisi mana yang memperlihatkan
Berbeda dengan Bells palsy atau paralis fasial, dimana kelemahan otot wajah
sesisi timbul tanpa diketahui, adalah paresis fasialis unilateral akibat otitis media,
9
dimana nyeri didalam telinga sudah mendorong orang sakit untuk berobat. Setelah
itu, kelumpuhan otot wajah sesisi dapat terjadi. Jadi, dalam hal paresis fasialis
akibat otitis media, klien dapat membantu perawat dengan memberikan informasi
Tidak semua otitis media menimbulkan paresis fasialis. Terlibatnya nervus fasialis
dalam proses dalam proses radang di kavum timpani harus melalui pengrusakan
tulang yang melindungi kanalis fasialis. Otitis media akut merupakan penyakit
anak-anak, bahkan bayi. Bayi dan anak kecil belum dapat mengeluh, tetapi
demam dan tangisan (karena sakit kepala atau nyeri di dalam telinga) sudah cukup
Jika pada bayi atau anak dengan otitis media akut terjadi paresis fasialis, maka
secara langsung dapat disimpulkan bahwa infeksi bakterial yang dihadapi ialah
infeksi streptokokus mukosus, oleh karena kuman tersebut mudah dan cepat
perforasi dan karena itu sekresi tertimbun di dalam kavum timpani. Dalam
keadaan itu, proses infeksi dapat melibatkan perios dan kemudian menimbulkan
demikian, otitis media akut dapat berkembangmenjadi otitis media kronis atau
10
mastoiditis. Jika setelah diadakan evakuasi sekresi dari kavum timpani masih ke
mudah dan cepat terjadi. Melalui dinding kanalis fasialis yang ikut rusak oleh
fasialis.
Ganglion genikuli dapat terkena infeksi herpes zoster. Saraf fasialis dan
seluruhnya oleh adanya gelembung herpes di daun telinga. Beberapa hari setelah
vesikel-vesikel tersebut timbul, tanda-tanda paresis fasialis perifer dan tinitus serta
Saraf otak yang paling sering jejas atau putus karena trauma kapitis ialah saraf
olfaktorius. Nomor dua dalam urutan ialah saraf fasialis. Lesi traumatik tersebut
hampir selamanya mengenai kanalis fasalis, yaitu fraktur os temporal, yang tidak
selalu dapat diperlihatkan oleh foto rontgen. Perdarahan dan liquor mengiringi
paresis fasialis perifer traumatik. Dengan jalan auroskopi dapat diketahui adanya
Pada leukemia, paresis fasialis biasanya timbul setelah orang sakit mengeluh
tentang lesu-letih dan demam yang bersifat hilang timbul dengan masa bebas
11
pemeriksaan darah ialah perdarahan, pembekakan kelenjar-kelenjar limfa dan
tulang tengkorak
salah satu sisi wajah, menyebabkan pasien sulit tersenyum atau menutup
ringan sampai berat, tetapi selalu pada sisi wajah. Sisi wajah yang
3. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasa ada beban di
5. Dapat terjadi rasa nyeri di sekitar rahang atau di belakang telinga pada
terpengaruh
12
9. Penurunan jumlah air mata dan liur yang diproduksi pada sisi yang
terkena
10. Pada beberapa kasus, Bells Palsy dapat mempengaruhi saraf kedua sisi
1. Hilangnya kontrol otot secara tiba-tiba pada satu sisi wajah, dan
kekeringan.
7. Asimetri wajah
8. Tidak adanya kerutan dahi dan lipatan nasolabial. Jika pada bayi terlihat
13
13. Sudut mulut turun
1. Pemeriksaan Fisik
Paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk
ekspresi wajah. Pemeriksaan ini akan menemukan kelemahan pada seluruh wajah
sisi yang terkena. Kemudian, pasien diminta menutup mata dan mata pasien pada
Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka
suara akan terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang
paralisis. Tanda klinis yang membedakan Bells palsy dengan stroke atau kelainan
yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf
kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien
tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh.
2. Diagnosa Banding
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral dan
gerak sisi yang sama dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri
14
kontralateral; kelainan tumor apabila onset gradual dan disertai
sebelumnya.
zoster otikus bila ditemukan adanya tuli perseptif, tampak vesikel yang
nervus kranialis V dan VIII; tumor kelenjar parotis bila ditemukan massa
3. Pemeriksaan Penunjang
15
a. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat
16
2. Diagnosa Fasial Paralisis
1. Anamnesa
Pada inspeksi, terlihat pendataran dahi dan lipatan nasobial pada sisi yang terkena.
Ketika pasien diminta menaikkan alis mata, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar.
lateralisasi ke sisi yang berlawanan dari yang lumpuh. Pasien tidak dapat menutup
matanya secara sempurna pada sisi yang lumpuh. Hal ini disebut fenomena Bell.
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan harus
dilakukan pada pasien dengan kelumpuhan wajah. Pada telinga luar harus dilihat
adanya infeksi atau trauma, penurunan sensibilitas rasa nyeri di daerah auricular
posterior.
Pasien dengan paralisis otot stapedius mengalami hiperakusis. Bagian atas dan
bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura
palpebral tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata
yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan
dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa
disalurkan secara wajar sehingga tertimbun di situ. Selain itu juga didapatkan:
a. Rasa nyeri
c. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
17
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mengerutkan dahi
b. Memejamkan mata
d. Tersenyum
e. Bersiul
3. Pemeriksaan Klinis
a. Test Lakrimasi
b. Fungsi sensorik :
Glukosa 5 % manis, as sitrat 1 % asam, sod kloride 2.5 % asin, quinine HCl 0,075
% pahit
18
4. Pemeriksaan motoris
kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat kelumpuhan salah satu otot
wajah.
5. Pemeriksaan sensoris
dan hipogeusia . Bilamana pengecapan asin dirasakan sebagai asam -manis dan
6. Pemeriksaan Laboratorium.
Bells palsy. Darah, Dibeberapa kasus terjadi peningkatan ringan dari limfosit dan
7. Pemeriksaan Radiologi.
stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien
19
2. Diagnosa Banding Fasial Paralisis
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai
dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala
RHS meliputi:
Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,
saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit)
atau lidah
Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi
Sakit telinga
Pendengaran berkurang
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang
neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller
Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang
20
menyebabkan kelemahan otot-otot mata. Selain itu kelemahan nervus facialis
menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe
perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain
1. Terapi Non-Farmakologis
a. Stimulasi listrik
Stimulasi listrik pada wajah untuk mencegah atrofi otot. Stimulasi listrik yang
diberikan pada pasien dengan bell's palsy ini menggunakan metode individual
(motor point). Metode individual ini merupakan suatu stimulasi elektrik yang
ditujukan pada individual otot sesuai dengan fungsinya melalui motor point.
Motor point sendiri adalah titik peka rangsang yang terletak di superficial kulit.
Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk merangsang fungsi otot secara
2. Posisi terapis berada di sebelah kanan atau pada sisi yang terdapat
lesi
3. Pelaksanaan
21
a. Periksa alat, kabel, tombol menu, dan intensitas harus dalam
keadaan nol
otot-otot wajah.
b. Rehabilitasi Fasial
program pelatihan di rumah. Terdapat empat kategori terapi yang dirancang sesuai
relaksasi.
c. Kontrol gerakan
22
Kontrol gerakan yang ditujukan pada pasien dengan simetri wajah ringan-sedang
saat istirahat, masih mampu menginisiasi sedikit gerakan, dan terdapat sinkinesis.
d. Relaksasi
Relaksasi ditujukan pada pasien dengan kekencangan seluruh wajah yang parah
depan kaca, dan fokus pada strategi meditasi-relaksasi yaitu meditasi dengan
gambar visual visual atau audio difokuskan untuk melepaskan ketegangan pada
otot yang sinkinesis. Latihan ini cukup dilakukan 1-2 kali per hari.
e. Pendidikan klien
Pada paralisis lanjut dapat menyerang mata. Sering kali, mata klien tidak dapat
menutup dengan sempurna, dan refleks berkedip terbatas sehingga mata mudah
diserang binatang kecil dan benda-benda asing. Iritasi kornea dan luka adalah
keluarnya air mata yang berlebihan (epifora) karena keratitis yang disebabkan
oleh kornea kering dan tidak adanya reflek berkedip. Penutupan mata bagian
bawah menjadi lemah akibat pengeluaran air mata. Untuk menangani masalah ini,
mata harus ditutup dengan melindunginya dari cahaya silau pada malam hari.
Klien yang mengalami paralisis diajarkan untuk menutup kelopak mata secara
manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam untuk
menurunkan penguapan normal dari mata. Jika saraf tidak terlalu sensitif, wajah
dapat dimasase beberapa kali sehari untuk mempertahankan tonus otot. Teknik
23
untuk memasase wajah adalah dengan gerakan lembut ke atas. Latihan wajah
Menggunakan air mata buatan (artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata,
plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan lateral
kelopak mata atas dan bawah). Hal ini dilakukan karena kornea mata memiliki
g. Kemodenervasi
Bila setelah menjalani 16 minggu latihan otot tidak mengalami perbaikan, pasien
Konsultasi ke bagian lain, seperti Telinga Hidung Tenggorok dan kardiologi perlu
2. Terapi Farmakologis
24
a. Terapi Kortikosteroid
prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral selama enam
b. Antiviral
Antiviral yang biasa diberikan pada pasien fasialis paralisis adalah asiklovir.
Pemberian antiviral pada pasien ini karena ditemukannya genom virus di sekitar
prednisolon saja. Kombinasi dari terapi valasiklovir dan prednison memiliki hasil
yang lebih baik. Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80
mg/kg/hari melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Untuk
dewasa diberikan dengan dosis oral 2.000-4.000 mg/hari dibagi dalam lima kali
pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar darah
3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1.000-3.000 mg/hari secara ora dibagi
25
2. Web of Causation (WOC) Fasial Paralisis
Sistem imun
Kompresi saraf
n. fasialis terjepit
Suhu dingin
Proses transdusi
26
Foramen sternokleidomastoideus bengkak
Ketidakstabilan otonom
Respons simpatis
Vasospasme
Spasme spontan
MK: Cemas
Penatalaksanaan
Ansietas
Iskemia
27
Fasialis paralisis
MK: Nyeri
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN
3. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan
adalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.
28
Pada pengkajian klien Bells palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot
wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah seisi.
Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat,
kelopak mata tidak dapat menutup bola mata dan berputarnya bola mata keatas
kapitis, penyakit virus (herpes simpleks, herves zoster), penyakit autoimun, atau
klien.
29
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat.
5. Pemeriksaan fisik
30
Fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Bells palsy biasanya
a. B1 (Breathing) :
1) Tingkat Kesadaran
Pada Bells palsy biasanya kesadaran klien composmentis. Fungsi Serebri Status
mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien Bells palsy
31
b.Saraf II : Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
sinkinetik.
persepsi.
i. Saraf XII : Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi
kurang tajam.
3) Sistem Motorik
Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, kontrol
32
4) Pemeriksaan Refleks
5) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, dan distonia. Pada beberapa keadaan
6) Sistem Sensorik
Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidak ada kalainan.
berkurang.
3. Diagnosa keperawatan
33
1. Perubahan body image yang berhubungan dengan kelumpuhan otot
wajah
3. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil :
a. Pasien mengungkapkan bahwa dirinya menerima kondisi yang ada pada dirinya
c. Pasien mampu melaksanakan peran dengan kondisi baik pada semua fungsi bio-
psiko-sosial
34
Intervensi Rasional
Kaji luasnya gangguan persepsi dan Penentuan faktor factor secara individu
Identifikasi arti dari disfungsi atau dengan sedikit penanganan, di lain pihak
kekurangannya.
perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan pasien untuk mengenal dan mulai
35
pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada perawat menerima kedua bagian tubuh
kenyataan yang ada tentang realita bahwa tersebut merupakan suatu bagian yang utuh
tubuhnya yang tidak sakit dan belajar untuk pasien untuk merasakan pengharapannya
mengontrol bagian tubuh yang sakit. secara penuh dan mulai menerima keadaan
Gunakan kata kata (lemah, sakit, kanan- yang dialami saat sekarang ini.
tubuh.
Mengkonsolidasikan keberhasilan
Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun
membantu menurunkan perasaan marah dan
baik menganai penyembuhan fungsi
ketidakberdayaan dan menimbulkan
tubuhataupun kemandirian pasien.
perasaan adanya perkembangan
36
Pantau gangguan tidur, meningkatnya
Mungkin merupakan indikasi serangan
kesulitan untuk berkonsentrasi, pernyataan
depresi yang mungkin memerlukan evaluasi
ketidakmampuan untuk mengatasi sesuatu,
dan intervensi lebih lanjut.
letargi dan menarik diri.
Rujuk pada evaluasi neuropsikologis atau perubahan peran yang perlu untuk
produktif.
2. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk
Kriteria hasil :Pasien menyatakan sudah tidak merasa nyeri atau nyeri sudah
berkurang dalam 3x24 jam, pasien tidak menunjukkan ada tanda-tanda merasa
nyeri.
Intervensi Rasional
37
Dengan posisi semi-fowler dapat
telentang
Anjurkan klien untuk tetap mengatur mencegah terjadinya perih pada ulu
relaksasi terkontrol
38
3. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan
komunikasi
Kriteria hasil :
lain.
Intervensi Rasional
komunikasi.
39
mampu mengenal kebutuhan mereka.
berkomunikasi.
terapi.
prosedur pengobatan
40
Kriteria hasil :
teratasi
mengontol cemas
Intervensi
NIC :
takut
41
j. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
persepsi
DAFTAR PUSTAKA
Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bells Palsy, Diagnosis and
Dewanto, George. 2010. Praktis diagnosa & tatalaksana penyakit saraf. EGC :
Jakarta
University Press
42
Marjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat
Jakarta:Gramedia
Kusuma
Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5.
Wong, Donna L., 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:
EGC
http://www.facialpalsy.org.uk/about-facial-palsy/what-is-facial-palsy/1395/
http://fkuwks2012c.files.wordpress.com/2013/06/pakar-bells-palsy.pdf diakses
43
PARESE NERVUS FASIALIS PERIFER
I.PENDAHULUAN
Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis lower motor neuron
yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis terganggu, yang
pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nukleus
levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan
44
stapedius di telinga tengah.
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
maksilaris.
4. Serabut somatosensorik rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari
bagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah
overlapping disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada lidah, platum, meatus
ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga
45
gendang telinga sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral
umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring dan sensasi proprioseptif
Inti motorik nervus fasialis terletak dipons. Serabut mengintari inti nervus
dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas yang berjalan di dalam
kanalis facialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang
otot-otot wajah.1
III. ETIOPATOGENESIS
Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses patogenesis
1.Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka
tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab.
Nervus fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akusik
46
2.Tumor
sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat.
Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann,
kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri
3. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati
elektroda dan berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan
diri maupun mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik
4. Kongenital
5.Bells Palsy
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau
tidak menyertai penyakit lain. Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk
47
angin atau dalam bahasa inggris cold nerfus facialis bisa sembab. Karena
6.Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM,
hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan
gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang.
intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis
48
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang
dan didalam liang telinga . Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya
nervus akustikus
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya
nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang juga nervus abdusen,
V.DIAGNOSA BANDING
Lesi kortikal pada lesi ini dapat ditemukan keterlibatan tanda kortikal dan tanpa
adanya gangguan pada otot dahi dan kelopak mata atas ini disebut sebagai lesi
supranuklear. Dan lagi, kelemahan pada lesi perifer adalah sama dalam setiap
jenis pergerakan, sementara pada lesi supranuklear dapat timbul perbedaan antara
tertawa.
Myasthenia Gravis, adalah satu cara untuk membedakannya dengan parese fasialis
adalah bahwa myasthenia gravis memberikan respon terhadap injeksi tensilon atau
49
neostigmin.
VI.PENATA LAKSANAAN
2. Masase otot yang lumpuh. Pasien hendaknya melakukan masase otot wajah
selama 5 menit dua kali sehari. Masase ini dimulai dari dagu dan bibir dan
diarahkan ke atas
3. Sebuah bidai untuk mencegah kendurnya otot wajah bagian bawah yang
sederhana yakni dengan membidai otot yang lumpuh dengan cara menggunakan
plaster adhesive yang direkatkan pada dahi yang dibelah pada bagian bawahnya
sehingga berbentuk seperti huruf Y terbalik kemudian direkatkan pada bibir atas
4. Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanik berenergi lemah dianggap cukup
bermanfaat.
50
6. Prosedur operasi biasanya cukup bermanfaat ketika penyembuhan spontan tidak
terjadi. Neurolisis atau sambungan end to end dapat diindikasikan untuk lesi di
eksrakranial atau pada cabang nervus fasialis. Ketika kerusakan saaf berada diatas
foramen stilomastodeus, maka cara tersebut tidak efektif lagi dan perbaikan
distalnya nervus fasialis dengan bagian pusat dari salah satu saraf kranialis
7. Tidak ada bukti yang nyata bahwa operasi dekompresi saraf fasialis cukup
VII.PROGNOSIS
Jika dengan stimulasi listrik teridentifikasi adanya aktivitas dari motorik unit dan
jika dalam beberapa hari nervus fasialis sama sekali tidak dapat terstimulasi maka
prognosisnya kurang baik. Dilaporkan bahwa adanya fibrilasi spontan dari otot
telah mengalami degenersi Wallerian. Kadang kadang dapat timbul gejala berupa
spasme klonik otot wajah meskipun hal tersebut jarang parah. Sindrom air mata
buaya, suatu lakrimasi unilateral pada saat makan bisa terjadi beberapa kasus,
51
glandula lakrimalis. Lebih dari 50% kasus Bells palsy sembuh sempurna dalam
VIII.KESIMPULAN
1. Parese nervus fasialis perifer dapat terjadi dengan berbagai etiologi diantaranya
2. Manifestasi klinik dari parese nervus fasialis tergantung dari lokasi lesinya
3. Prognosis parese nervus fasialis perifer tergantung dari cepat tidaknya tindakan.
CONTOH KASUS
I. IDENTITAS
Nama : TN .L
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Protestan
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Cedera di kepala dengan perdarahan di telinga kanan sejak kurang lebih 2 jam
52
SMRS.
Pasien laki-laki datang di hantar ke IGD RSOB dengan keluhan cedera kepala
meter.
Menurut OS, sebelum jatuh dia sempat berpaut pada kayu staging dan bagian
muka sebelah kirinya sempat di hentam serpihan kayu sebelum OS jatuh ke tanah.
Posisi ketika jatuh tidak diketahui. OS sempat pingsan, mual, muntah dan pusing.
Lama pingsan tidak diketahui tapi OS sudah sadar penuh sewaktu datang ke IGD.
telinga kanan agak terganggu serta bagian muka sisi kanan terasa agak baal dan
agak tidak nyaman. OS merasa sakit di seluruh tubuh dan agak sedikit pusing.
53
Keluhan di telinga pertama kali dirasakan. Sebelumnya OS tidak pernah terlibat
Riwayat hipertensi (-), sakit gula (-), infeksi kronis (-), asma (-), tumor (-). Tiada
E. Riwayat Kebiasaan :
Makan minum biasa 3 kali sehari, riwayat merokok (+), konsumsi alcohol (+),
olahraga (-), Riwayat pemakaian alat pelindung diri sewaktu bekerja (-),
Tanda Vital
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 37.6 oC
Pernafasan : 16 x/menit
54
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya
Hidung : normal
Mulut : normal
Leher : tidak tampak distensi vena, trachea teraba lurus di tengah, KGB dan tiroid
Thorax
Paru
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I & II normal, splitting (-), irama regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatosplenomegali (-),
Ekstremitas
Atas : tidak sianosis, akral hangat, tidak ada oedem, pulsasi arteri radialis teraba
Bawah : tidak sianosis, akral hangat, tidak edema, pulsasi arteri dorsalis pedis dan
55
arteri tibialis posterior teraba, vulnus laseratum di paha kanan
Pemeriksaan Penunjang :
LED 27 47 Normal
56
MCV 88 fl 80-97 fl Normal
Hasil interpretasi:
- Tegmen tympani baik. Sinus sigmoid kanan tampak menyempit (tertekan oleh
fragmen tulang)
57
- Cerebellum dan batang otak baik
Kesimpulan:
Fraktur multiple pada temporal mastoid kanan disertai perdarahan pada telinga
58
Hasil interpretasi:
Tympanogram: normal
RESUME
Pasien laki-laki berusia 36 tahun datang di hantar ke IGD RSOB dengan keluhan
59
cedera kepala di sertai perdarahan di telinga kanan sejak 2 jam SMRS. OS
sebelumnya ada riwayat jatuh dari ketinggian 20m. OS sempat pingsan, mual
segar, CAE kanan menyempit dengan sedikit tonjolan tulang, vulnus excoriatum
di pelipis kanan bawah, vulnus laseratum di wajah, lengan kanan bawah dan paha
kanan.
Status neurologis:
Pemeriksaan penunjang:
60
3.Timpanometri: cairan di telinga tengah auris dextra
Paresis nervus fasialis perifer dextra dan tuli konduktif derajat sedang auris dextra
Dasar: dari hasil anamnesis dengan riwayat cedera kepala akibat terjatuh dari
tempat tinggi, hasil dari pemeriksaan motorik N.VII dengan skor 20%, hasil CT-
scan menunjukkan adanya tanda fraktur di temporal mastoid dextra dan hasil
audiometri yang menunjukkan AC> BC dengan gap > 10 dB pada telinga kanan.
V. DIAGNOSIS BANDING
V. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
VI. PENATALAKSANAAN
61
5. Hentikan perdarahan di telinga dengan depth tampon
DAFTAR PUSTAKA
1989.p.1557
62
6. Harsono.Kapita Selekta Neurologi: Neuropati dan Miopati.Edisi II.Yogyakarta
63