Nama penyakit ini diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter ahli
bedah dari Skotlandia adalah orang pertama yang meneliti tentang sindroma
kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi dan fungsi
saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis setiap
kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui (Taylor DC, 2016)
1
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin seperti
naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum
menderita bell’s palsy.
a. Segmen supranuklear
b. Segmen batang otak
c. Segmen meatal
d. Segmen labirin
2
e. Segmen timpani
f. Segmen mastoid
g. Segmen ekstra temporal
3
menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan
venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik.
b. Teori infeksi virus
Bell’s palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit
virus, sehingga menurut teori ini penyebab bell’s palsy adalah virus. Juga
dikatakan bahwa perjalanan klinis bell’s palsy menyerupai viral
neurophaty pada saraf perifer lainnya.
c. Teori herediter
Penderita bell’s palsy kausanya herediter, autosomal dominan.
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada
keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis.
d. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi
terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian
imunisasi. Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan
pengobatan kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan
edema di dalam kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
4
merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada N.VI pada Bell’s
Palsy, karena bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka
terjadinya inflamasi, demielinisasi, iskemia ataupun proses kompresi paling
mungkin terjadi. Lokasi terserangnta nervus fasialis di Bell’s Palsy bersifat
perifer dari nucleus saraf tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak
didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian
proksimal ganglion genikulatum maka akan timbulkelumpuhan motoric
disertai dengan ketidaknormalan fungsi gustatorium dan otonom. Apabila lesi
terletak di foramen stilomastoideus dapat menimbulkan kelumpuhan fasial
saja (Mardjono M, 2005).
5
didokumentasikan dalam fase akut penyakit dibandingkan dengan pasien
kontrol (Baehr M, 2005).
6
otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila
paresis benar-benar bersifat Bell’s Palsy
2. Lesi pada kanalis fasialis mengenai nervus chorda tympani
Terdapat seluruh gejala diatas, ditambah dengan hilangnya sensasi
pegecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena
yang merupakan kawasan sensorik khusus N. Intermedius. Sepertiga
pasien Bell’s Palsy melaporkan gangguan pengecapan. Jika mengenai m.
stapedius maka gejala dapat ditambah adanya hiperakusis
3. Lesi pada ganglion geniculatum
Gejala seperti di atas ditambahonset seringkali akut dengan rasa
nyeri di belakang dan di dalam telinga. Sindrom Ramsay Hunt merupakan
Bell’s Palsy yang disertai infeksi virus herpes zoster pada ganglion
geniculatum. Lesi herpetic terlihat pada membrane tympani, canalis
auditorium eksterna dan pada pinna. Tic fasialis atau spasmus klonik
fasialis juga dapat terjadi. Sebab dan mekanisme sebenarnya belum
diketahui. Tetapi diduga sebagai suatu rangsangan iritatif di ganglion
geniculatum namun. Namun gerakan otot wajah involunter bisa terjadi
sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan
involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam
secara berlebihan
4. Lesi di dalam meatus auditorius internus
Gejala-gejala Bell’s Palsy di atas ditambah ketulian akibat
terkenanya N.VII
5. Lesi pada tempat keluarnya nervus facialis dari pons
Lesi di pons yang terletak di sekitar inti nervus adducens bias
merusak akar nervus facialis, inti nervus abducens dan fasikulus
longitunalis medialis. Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan
kelumpuhan m. rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.
7
Gambar 2. Manifestasi Klinis Bell’s Palsy
8
penderita lebih rendah . bell’s Palsy hampir selalu unilateral, namun
pernah dilaporkan terjadi secara bilateral
Nyeri postauricular: hamper 50% pasien menderita nyeri di region
mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis
tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25%
Aliran air mata: dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mereka. Ini deisebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis okuli
dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat
mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan.
Produksi air mata tidak dipercepat
Perubahan rasa: hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan
rasa, empat dari lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal in
terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat
Mata kering
Hiperakusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada telinga
akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris
b. Pemeriksaan fisik
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain dari paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua
cabang nervus fasialis tidak mengalami gangguan
Defines klasik Bell’s Palsy menjelaskan tentang keterlibatan
mononeuron dari nervus fasialis, meskipun nervus cranialis yang
menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena
perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral
Kelemahan dan atau paralisis akibat gangguan pada nervus fasialis
tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah)
9
pada sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunteer bagiasn atas
wajah pada sisi yang diserang
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motoric di atas
nucleus fasialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami
kelemahan dan dua pertiga bagian bawahnya mengalami paralisis.
Musculus orbicularis, frontalis dan corrugator iinervasi secara bilateral
sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah
Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan
biasanya normal
Membrane timpani tidak boleh mengalami inflamasi: infeksi yang
tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang
mengalami komplikasi
c. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis Bell’s Palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah
atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien
tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemerksaan kadar serum HSV juga
bias dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana
virus berasal
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya tidak diperlukan karena pasien
Bell’s Palsy pada umunya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu.
Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan
mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya
tumor (missal schwannoma, hemangioma dan meningioma). Bila pasien
memiliki riwayat trauma maka pemeriksaan CT-SCAN harus dilakukan.
10
Gambar 3. Gambaran MRI Bell’s Palsy
11
Otitis media supuratif dan mastoiditis apabila terjadi reaksi radang
dalam kavum timpani dan foto mastoid menunjukkan suatu gambaran
infeksi
Herpes zoster otikus bila ditemukan adanya tuli perseptif, tampak
vesikel yang terasa amat nyeri di pinna dan/atau pemeriksaan darah
menunjukkan kenaikan titer antibodi virus varicella-zoster
Sindroma Guillain-Barre saat ditemukan adanya paresis bilateral dan
akut
Kelainan miastenia gravis jika terdapat tanda patognomonik berupa
gangguan gerak mata kompleks dan kelemahan otot orbikularis okuli
bilateral
Tumor serebello-pontin (tersering) apabila disertai kelainan nervus
kranialis V dan VIII
Tumor kelenjar parotis bila ditemukan massa di wajah (angulus
mandibular)
Sarcoidosis saat ditemukan tanda-tanda febris, perembesan kelenjar
limfe hilus, uveitis, parotitis, eritema nodosa, dan kadang
hiperkalsemia.
12
P.O selama lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang
lebih baik.
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros
dengan ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat
penyembuhan
Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri.
b. Terapi operatif:
Indikasi terapi operatif yaitu:
Produksi air mata berkurang menjadi < 25%
Aliran saliva berkurang menjadi < 25%
Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.
13
Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi
Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada
sisi sakit manjadi tertutup
Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot
wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi. Penyebabnya adalah
innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi
bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah/keliru
c. Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm):
Timbul “kedutan” (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya mengenai 1 sisi
wajah saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya.
Bila mengenai kedua sisi wajah, maka tidak terjadi bersamaan pada kedua
sisi wajah. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini.
Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul
dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kecuali sebagai
komplikasi bell’s palsy, maka hemifacial spasm dapat disebabkan oleh
kompresi N.VII oleh tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo
pontis atau lengkungan arteri serebeler antero inferior yang berlebihan
atau arteri auditorius internus.
d. Kontraktur:
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan
nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi
yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur
tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot
wajah bergerak.
14
10. Prognosis Bell’s Palsy
Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3
bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan
tanda prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu
menunjukkan bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini
menunjukkan pemulihan yang lebih lama dan tidak sempurna. Pemulihan
daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan biasanya berkaitan
dengan pemulihan paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14 hari, maka hal
tersebut menunjukkan prognosis yang buruk
15
Daftar Pustaka
Lumantobing SM. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008.p.59-68.
Munilson, J., Yan Edward., Wahyu Triana. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Bell’s Palsy. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP.
Owis, H., Maula, N.G. 2012. Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan
(P2KB). Universitas Pelita Harapan,Tangerang. Departemen Saraf Rumah
Sakit Jakarta Medical Center. Jakarta.
Ropper AH, Brown RH. Bells palsy disease of the cranial nerve. Adams and victor’s
principles of neurology. 8 th ed. New york: Mc Graw Hill, 2005.p.1181-4
Taylor DC, Zachariah, S., Khoromi, S. Bells palsy. In: Benbadis SR, editor.
Available at: http://emidicine.medscape.com/article/1146903. Accessed on:
March 16th, 2016
16