PENDAHULUAN
bersifat akut, dan penyebabnya belum diketahui secara pasti (idiopatik). Bell’s palsy
ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1812 oleh Sir Charles Bell, seorang
Kejadian sindrom Bell’s palsy ini berkisar 23 kasus per 100.000 orang setiap
mengganggap sindrom Bell’s palsy sebagai serangan stroke atau yang berhubungan
dengan tumor sehingga perlu diketahui penerapan klinis sindrom Bell’s palsy tanpa
Masalah kecacatan yang ditimbulkan oleh Bell’s palsy cukup kompleks, yaitu
kaku dan bahkan bisa berakibat terjadi kontraktur; disability atau ketidakmampuan
makan dan minum, menutup mata, serta gangguan berbicara dan ekspresi wajah;
handicap (di tingkat lingkungan) berupa keterkaitan dalam profesi terutama dibidang
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses non-
fasialis foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik
Bell’s palsy sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebabnya.
2. Kongenital4
3. Didapat4
2
b. Proses intracranial (tumor, radang, perdarahan)
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada empat teori
Saraf fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan
Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada
4. Teori imunologi
C. PATOGENESIS
3
Mekanisme Bell’s palsy telah diperdebatkan selama beberapa dekade, dengan
penyebab neropati tetap sukar dipahami dengan beberapa teori yang ada. Salah satu
teori menjelaskan bahwa Bell’s palsy adalah penyakit demyelinasi akut, yang
Diduga bahwa keduanya adalah inflamasi neuritis demyelinasi yaitu Bell’s palsy
retrograde ditandai ischemia saraf facialis. Walaupun etiologinya masih belum jelas,
teori yang menarik berasal dari vasospasme, dari beberapa penyebab, sepanjang
cabang saraf facialis mungkin juga melibatkan chorda tympani. Distensi vaskular
retrograde dan edema, di dalam epineurium dari kanalis facialis dan menekan saraf
dari luar selubung perineurium. Gaya tekanan ringan atau berat, menyebabkan variasi
derajat degenerasi ischemia reversible atau irreversible selubung myelin dan axon,
dengan derajat bervariasi dari reaksi seluler terhadap kerusakan myelin. Edema yang
terjadi dapat menyebabkan kerusakan saraf reversible atau irreversible, atau mungkin
herpes virus dalam ganglion geniculatum, dan berpindah ke saraf facialis. HSV-1 dan
HZV mungkin merupakan penyebab, dengan HZV yang dianggap lebih agresif
karena ini menyebar sepanjang saraf melalui sel satelit. Data tersebut didukung
4
dengan berhasilnya isolasi DNA HSV-1 dari cairan endoneural saraf facialis melalui
PCR selama fase akut Bell’s palsy. Saraf facialis membengkak dan mengalami
Canalis Fallopian dan menyebabkan iskemia. Dalam beberapa kasus ringan, terdapat
Akhir-akhir ini, vaksin influenza intranasal inaktif juga berkaitan dengan Bell’s
palsy. Mutsch et al (2004) melakukan studi kasus kontrol dengan analisis serial kasus,
pada 773 penderita Bell’s palsy yang mendapatkan vaksin flu. Setelah mengatur
variabel lain, dilaporkan bahwa terdapat hubungan spesifik antara risiko terjadinya
Bell’s palsy pada penderita yang mendapat vaksin mencapai 19 kali dibandingkan
insiden puncak Bell’s palsy antara 31-60 hari setelah pemberian vaksin. Dari data
tersebut, diduga bahwa aktivasi Bell’s pallsy bukan karena efek toksik langsung dari
coxsackie virus, CMV, EBV, influenza, mumps, dan rubella (Morgan and Nathwani,
1992). Rickettsia adalah penyebab infeksi yang jarang (Bitsori et al, 2001). Dugaan
(Schaitkin et al, 2000), ischemia dari atherosclerosis yang mengarah di edema saraf
facialis (Goroll et al, 2009), dan familial, dengan sekitar 4 - 8% penderita Bell’s palsy
5
Kondisi lain penyebab Bell’s palsy antara lain lesi struktural dalam telinga atau
kelenjar parotis (contoh cholesteatoma, tumor saliva) dapat menekan saraf facialis.
Lyme disease, otitis media, Ramsay Hunt sydnrome, sarcoidosis. Kerusakan langsung
saraf facialis karena trauma pada wajah atau fraktur tengkorak juga dapat
D. PATOFISIOLOGI
melalui bagian os temporalis disebut sebagai facial canal. Suatu teori menduga edema
dan ischemia berasal dari kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang tersebut.
Kompresi ini telah nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis.7
Bagian pertama dari canalis facialis segmen labyrinthine adalah yang paling
sempit, foramen meatus dalam segmen ini hanya mempunyai diameter 0,66 mm.
Yang bertempat dan diduga paling sering terjadi kompresi saraf facialis pada Bell’s
palsy. Karena sempitnya canalis facialis, keadaan ini nampaknya wajar apabila
Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion geniculatum. Jika
abnormalitas pengecapan dan autonom. Lesi antara ganglion geniculatum dan chorda
6
tympani menyebabkan efek sama, namun tanpa gangguan lakrimasi. Jika lesi berada
Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai
kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu lima
hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu atau dua
kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit
juga terpengaruh, garis dahi menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin
mata tidak tertutup. Kantong mata bawah dan punctum jatuh, disertai air mata yang
menetes melewati pipi. Makanan yang mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva
yang menetes dari sudut mulut. Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa
Jika lesi berada di saluran saraf facialis di atas chorda tympani tetapi di bawah
ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul ditambah kehilangan rasa di lidah
2/3 anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi mempengaruhi saraf di otot
stapedius maka dapat terjadi hyperakustikus yaitu penderita sensitif dan merasa nyeri
produksi air mata dan air liur mungkin berkurang. Lesi di daerah ini Onset Bell’s
palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai kelumpuhan
maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu lima hari. Nyeri
7
di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu atau dua hari.
di seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit juga
terpengaruh, garis dahi menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin mata
tidak tertutup. Kantong mata bawah dan punctum jatuh, disertai air mata yang
menetes melewati pipi. Makanan yang mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva
yang menetes dari sudut mulut. Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa
dan terkadang mengeluh nyeri di wajah. dapat berpengaruh juga pada saraf
(dizziness).4
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis8
neoplasma
a. Inspeksi
1) Kerutan dahi
8
2) Pejaman mata
3) Lipatan nasolabiais
4) Sudut mulut
b. Motorik
2) Memejamkan mata
4) Mencucurkan bibir
5) Menggembungkan pipi
c. Sensorik
1) Schirmer test
asam dan asin di samping lidah dan rasa pahit di belakang lidah.
9
Setiap selesai pemeriksaan, penderita berkumur dengan air
pemeriksaan berikutnya.8
3) Refleks stapedius
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk Belss’s palsy, tetapi
penyakit lain:8
palsy).8
dan aliran saliva dibandingkan antara kedua kelenjar. Sisi yang normal
menjadi control.8
10
CT-Scan digunakan apabila paresis menjadi progresif dan tidak
G. DIAGNOSIS BANDING
Inflamasi saraf facialis dan ganglion geniculate yang disebabkan oleh virus
2. Lyme disease
Sering bilateral, pada daerah endemic dan diketahui disebabkan oleh gigitan
3. Fascial diplegia
(Heefordt syndrome).8
11
4. Sarcoidosis
saraf facialis daripada saraf kranialis lainnya. Gejala akut diikuti demam,
5. Tumor
7. Melkersson-Rosenthal syndrome
8. Hemifacial spasm
Idiopatik, melibatkan otot wajah disalah satu sisi dan diikuti dengan
9. Fasial hemiatrophy
hilangnya lemak dari kulit dan jaringan subkutan di satu atau kedua sisi
12
wajah. Keadaan tersebut dimulai pada usia remaja atau dewasa. Perjalanan
penyakit lambat.8
palsy.8
H. TERAPI
1. Non-Medikamentosa
a. Penggunaan selotip untuk menutup kelopak mata saat tidur dan eye
2. Medikamentosa
a. Kortikosteroid
b. Antivirus
13
Dikarenakan adanya kemungkinan keterlibatan HSV-1 di Bell’s palsy,
I. PROGNOSIS
membaik dalam waktu dua minggu setelah onset gejala dan membaik secara penuh,
fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6 bulan. Tetapi untuk beberapa penderita
bisa lebih lama. Pada beberapa kasus, gangguan bisa muncul kembali di tempat yang
J. KOMPLIKASI
14
2. Usia lebih dari 60 tahun
4. Hipertensi
5. Diabetes
6. Kehamilan
Sekitar 14% penderita mungkin terserang Bell’s palsy di kemudian hari pada
sisi wajah lain. Hal ini cenderung muncul apabila ada Riwayat Bell’s palsy pada
keluarga.8
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Nn. A
Umur : 16 Tahun
Agama : Kristen
No.RM : 13-89-50
B. ANAMESIS
16
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis (Pasien)
Keluhan Utama : Wajah sebelah kiri kaku serta tidak dapat di gerakkan.
keluhan wajah sebelah kiri tidak dapat di gerakkan, keluhan dirasakan sejak 20
desember 2020 hingga saat ini. awalnya pasien merasakan merasakan kebas
pada wajah pada saat bangun pagi. sebelumnya pasien mengaku melakukan
perjalanan di malam hari dengan mobil dan duduk di bagian sudut kiri mobil
dengan kaca terbuka. pasien juga mengeluhkan mulut miring ke kanan dan
adanya bengkak pada bagian telinga kiri dan terasa sangat nyeri dan
sempurna serta pasien juga mengeluh air mata sering keluar pada mata sebelah
kiri dan pasien juga mengeluh sulit minum air dikarenakan tiap kali ingin
minum pasien tidak dapat minum dengan sempurna. keluarga pasien tidak
pernah mengalami hal yang serupa dan hal ini baru pertama kali dialami oleh
pasien. pasien memiliki hobi lari pagi sekitar jam 5 pagi setiap seminggu sekali.
serupa sebelumnya.
serupa
17
d. Riwayat Pengobatan : Pasien mengonsumsi obat
Vitamin B1,B6,B12.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Pemeriksaan Umum
b. Vital sign
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 21x/menit
Suhu : 36.3°C
SPO2 : 98%
18
Leher : Simetris, Pembesaran kelenjar getah bening-/-
Thorax :
a. Paru-paru
Abdomen :
parut (-)
Ekstremitas :
19
Ikterik - - - -
Gerakan Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas SDE SDE SDE SDE
Atrofi otot eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Akral dingin - - - -
Luka - - - -
D. STATUS NEUROLOGIS
Saraf Kranial :
20
2. N. I (Optikus)
OD OS
➢ Celah kelopak mata - -
➢ Ptosis - -
➢ Exoftalmus/endoftalmus - -
➢ Ptosis bola mata - -
➢ Pupil:
Anisokor
o Ukuran/bentuk
+/+ -/-
➢ o Gerakan
Isokor/anisokor
bola mata Sulit dievaluasi Sulit
➢ Parese kearah Sulit dievaluasi Sulit
dievaluasi
dievaluasi
21
➢ Nistagmus Sulit dievaluasi Sulit
dievaluasi
4. N. V (Trigeminus)
Sensibilitas
Motorik N. V3
5. N. VII (Facialis)
mimic
Sensorik khusus :
6. N. VIII (Vestibulokoklearis)
Pendengaran
22
2. Tes Weber : tidak dilakukan
Takikardi/brakikardi : -/-
8. N. XI (Asesorius)
9. N. XII (Hipoglosus)
Fasikulasi : (-)
Atrofi : (-)
Tremor : (-)
Ataxia : (-)
23
Kernig sign : (-)
Brudinzki I : (-)
Brudinzki II : (-)
F. PEMERIKSAAN MOTORIK
Superior Inferior
Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Trofi otot eutrofi eutrofi Eutrofi eutrofi
Pergerakan normal normal normal normal
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus otot normal normal Normal Normal
Otot terganggu - - - -
24
Oppenheim - -
Klonus
1. Lutut : -/-
2. Kaki : -/-
G. SENSORIK
Eksteroseptif
1. Nyeri : (+)
2. Suhu : (+)
Proprioseptif
25
Tes Romberg : tidak dilakukan
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
J. DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis Klinis : Parese N. VII sinistra tipe perifer et causa Bells Palsy
c. Etiologi : idiopatik
d. Tambahan :-
K. DIAGNOSIS BANDING
2. Herpes zoster
3. Stroke Iskemik
26
L. PENATALAKSANAAN
BAB IV
DISKUSI
bersifat akut, dan penyebabnya belum diketahui secara pasti (idiopatik). Bell’s palsy
ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1812 oleh Sir Charles Bell, seorang
Insiden Bell's palsy adalah sekitar 11-40 kasus per seratus ribu orang. Ini dapat
terjadi pada usia berapa pun, tetapi insiden puncak biasanya telah dilaporkan sekitar
usia 30 hingga 45 tahun. Risiko seumur hidup bell's palsy yang dilaporkan adalah 1
dari 60 individu. Ini terjadi sama di kedua jenis kelamin, meskipun. Studi terbaru
tentang bell's palsy menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kambuh dilaporkan
pada wanita antara usia 17 dan 30 tahun. Pada kasus pasien berusia 16 tahun datang
27
dengan keluhan lemah pada satu sisi wajah dan hal ini merupakan kali kedua keluhan
Gejala klinis utama adalah keluhan nyeri telinga ipsilateral dan paresthesia pada
sisi wajah. Hal ini bisa kongenital atau didapat. Pada pasien keluhan utama adalah
kelemahan pada satu sisi wajah. Awalnya pasien merasakan kebas pada satu sisi
wajah saat bangun pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mulut mencong pada
satu sisi. Pasien juga mengatakan terdapat nyeri pada telinga sebelah kiri yang
dirasakan sejak satu minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan air mata yang sering
keluar pada mata kiri serta tidak dapat minum secara sempurna.
Penyebab Bell’s palsy yang didapat oleh karena berbagai faktor risiko seperti
infeksi (sebagian besar disebabkan oleh virus herpes) atau media otitis, trauma (bedah
atau setelah cedera kepala), iskemia vaskular, neurologis (multiple sclerosis, sindrom
kali idiopathic Bell's palsy. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa migrain
sebagai faktor risiko terkait untuk bell's palsy. Beberapa keadaan juga seperti,
umum. Pada pasien berdasarkan hasil anamnesis tidak didapatkan informasi yang
bermakna terkait factor risiko pada pasien, sehingga dapat dipikirkan etiologic
penyebab pada pasien adalah idiopatic. Namun perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
Asimetri wajah dan kelemahan dapat terjadi pada tipe perifer maupun sentral,
yang dapat dibedakan berdasarkan hasil anamnesis dan temuan klinis. Tidak ada
28
pemeriksaan pasti Bell’spalsy, oleh karena itu pemeriksaan klinis sangat penting
pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dilakukan. Tes lain termasuk
pemeriksaan dan tes serologis serebrospinal. Pada Bell's palsy, penyebab kelemahan
wajah biasanya periferal dan dalam banyak kasus tidak ada penyebab yang jelas akan
ditemukan. Dalam kasus ini, penyebabnya adalah idiopatik, dan pasien menunjukkan
prognosis yang baik setelah kedua episode. Tipe Bell’s palsy pada pasien ada perifer
terapi kombinasi lebih efektif dibandingkan dengan steroid saja. Dalam kasus,
Hampir 70% pasien memiliki prognosis yang baik jika diobati dalam onset
waktu kurang dari 72 jam. Namun, pada kasus yang tidak diobati dan 30% pasien
yang diobati dapat mengalami perburukan, berupa kelemahan pada sisi wajah,
gangguan pisological dan nyeri pada sau sisi wajah. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan prognosis adalah usia tua, penyakit gabungan seperti hipertensi atau diabetes,
gangguan rasa sensoris, nyeri telinga dan kelemahan seluruh wajah. Sekitar 2/3 dari
pasien bell's palsy pulih sepenuhnya, sedangkan prognosis lebih rendah dalam kasus
kekambuhan dibandingkan dengan palsy Bell primer. Namun, ada banyak perbedaan
yang dilaporkan dalam prognosis dari bell's palsy berulang. Beberapa penelitian
29
mencatat bahwa dibandingkan dengan palsies yang tidak berulang, palsies berulang
kekambuhan berkitan dengan usia pasien; lebih muda pasien lebih tinggi
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kartadinata dan Tjandra R, 2011, Rehabilitasi Medik Bell’s palsy, Siaran RRI,
2. Lowis H dan Gaharu MN, 2012. Bell’s palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di
Press.
31
6. Mutsch M, Zhou W, Rhodes P, et al, 2004. Use of the inactivated intranasal
influenza vaccine and the risk of Bell’s palsy in Switzerland. N Engl J Med.
350(9):896–903.
7. Seok Jl, Lee DK and Kim KJ, 2008. The usefulness of clinical findings in
8. Adam OM. Bell’s palsy Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. 2019
Januari;8(1):137-149
32