Dosen Pembimbing :
KELAS : 2-B
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS KOTA PASURUAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
limpahannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Teori Medis dan Asuhan Keperawatan
Bell’s Palsy ini berjalan dengan baik.
Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Teori Medis dan Asuhan
Keperawatan Bell’s Palsy dengan benar. Ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar Teori Medis dan Asuhan
Keperawatan Bell’s Palsy ini. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah
pada tugas lain dan waktu mendatang.
Penulis,
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron akibat
paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut di luar sistem saraf pusat tanpa
disertai adanya penyakit neurologis lainnya. (Thamrinsyam,2020). Bell’s palsy adalah
suatu kondisi dimana otot " otot wajah di satu sisi menjadi bengkak dan meradang
yang mengakibatkan setengah wajah akan tampak terkulai dan tak bertenaga (Foster,
2008).
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell,
dokter dari Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus atau setelah
imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta
penderita hipertensi. Bukti-bukti dewasa ini menunjukkan bahwa Herpes simplex tipe
1 juga berperan pada kebanyakan kasus. Berdasarkan temuan ini, paralisis fasial
idiopatik sebagai nama lain dari Bell’s palsy tidak tepat lagi dan mungkin lebih baik
menggantinya dengan istilah paralisis fasial herpes simpleks atau paralisis fasial
herpetik. (Widowati, 2000).
B. ETIOLOGI
Awalnya, penyebab Bell’s Palsy dikatakan Idiopatik. Akan tetapi, beberapa waktu
terakhir ini telah diidentifikasi gen Herpes simpleks virus (HSV) dalam ganglion
genikulatum penderita Bell’s palsy. Murakami et all. melakukan tes PCR (Polymerase
Chain Reaction) pada cairan endoneural N-VIII penderita Bell’s palsy berat yang
menjalani pembedahan dan menemukan HRV dalam cairan endoneural. Apabila HRV
diinokulasi pada telinga dan lidah tikus, maka akan ditemukan antigen virus dalam
nervus fasialis dan ganglion genikulatum. Banyak kontroversi mengenai etiologi dari
Bell’s palsy, tetapi ada beberapa teori yang dihubungkan
dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan
adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih
cermat dengan menggunakan cermin.
Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka
bola mata tampak berputar ke atas.(tanda Bell). Penderita tidak dapat bersiul atau
meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang
lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat /
lokasi lesi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisis
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik
tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana
lokasi lesi di atas nucleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada
kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga
di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain
dalam batas normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan
diagnosis Bell’s palsy.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan
dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang,
stroke, sclerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien
Bell’s palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada
nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.
F. TEORI KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan dalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada
satu sisi.
4) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien Bell’s palsy meliputi beberapa penilaian
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognisi dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme
koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi
klien terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). (Arif Muttaqin, 2008)
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Bell’s palsy
biasanya didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
1) B1 (breathing)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan
inspeksi didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada
penggunaan otot bantu napas dan frekuensi pernapasan dalam batas
normal. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi
tidak didengar bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi
dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal
dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.
3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Blader)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5 (bowel)
Mulai sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien bell’s palsy menurun
karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta
gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral
menjadi berkurang.
6) B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran
menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.
(Arif Muttaqin, 2008)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Pathway
b) Daftar Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (mis,
proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan)
2) Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
c) SDKI
1. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
a. Definisi
Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan fungsi
fisik individu.
b. Etiologic
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis, amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat)
2. Perubahan fungsi tubuh (mis, proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan)
3. Perubahan fungsi kognitif
4. Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau system nilai
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
7. Efek tindakan/pengobatan (mis, pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi)
c. Tanda dan Gejala
I. Mayor
a) Subjektif
1) Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
b) Objektif
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
II. Minor
a) Subjektif
1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian
tubuh
2) Mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan
tubuh
3) Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang
lain
4) Mengungkapkan perubahan gaya hidup
b) Objektif
1) Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara
berlebihan
2) Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3) Focus berlebihan pada perubahan tubuh
4) Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh
5) Focus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6) Hubungan social berubah
b. Etilogi
1. Keteratasan kognitif
2. Gangguan fungsi kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu mengingat
7. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
2) Minor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
I. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
II. Menunjukkan perilaku berlebihan (mis, apatis, bermusuhan,
agitasi, hysteria)
INTERVENSI KEPERAWATAN
TG NO. DIAGNOSA SLKI SIKI TT
L KEPERAWATAN
1 Gangguan citra tubuh setelah dilakukan intervensi Promosi Citra Tubuh
berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 1x24 jam, maka
Observasi
fungsi tubuh (mis, proses diharapkan citra tubuh meningkat
penyakit, kehamilan, Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
kriteria hasil :
kelumpuhan) perkembangan
1. Melihat bagian tubuh membaik Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur
2. Verbalisasi kecacatan bagian terkait citra tubuh perubahan citra tubuh yang
tubuh membaik mengakibatkan isolasi social
3. Verbalisasi perasaan negative Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri
tentang perubahan tubuh sendiri
menurun Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh
4. Verbalisasi kekhawatiran pada yang berubah
penolakan/reaksi orang lain
menurun Terapeutik
5. Focus pada penampilan masa Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
lalu menurun
Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap
harga diri
Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan
penuwaan
Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra
tubuh (mis.luka, penyakit, pembedahan)
Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh
secara realistis
Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan perubahan
citra tubuh
Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra
tubuh
Anjurkan menggunakan alat bantu( mis. Pakaian ,
wig, kosmetik)
Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis.
Kelompok sebaya).
Latih fungsi tubuh yang dimiliki
Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain
maupun kelompok
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakukan dengan pendnekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan
planning). Dalam evaluasi ini dapat ditenukan sejauh mana keberhasilan rencana
tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi.