Di susun oleh :
Pitriani Dati Boroallo
Kristina Tira lolongan
Yustin Pali padang
DIII KEPERAWATAN
2021
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemologi
Insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak
hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada
dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 %
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat
2
terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai
atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.2,4
2.3 Etiologi
3. Teori herediter
4. Teori imunologi
3
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.
2.4 Patofisiologi
4
2.5 Gambaran Klinis dan Keluhan
5
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan
cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan
seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila
paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.2,3,7
Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan
dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan
bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis.
Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang
lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau
hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum
dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5
- Lagoftalmus
- Alis Jatuh
- Erosi Kornea
- Crocodile-tears tearing
6
Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana
80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.
Spasme Fasial4,5,8
Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat
kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat
stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan
pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih
sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis
yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup
mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum
atau ketika mengedipkan mata.
Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,4,5
c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus
stapedius
7
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.
Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya
seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes
Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang
disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik
terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada
pinna.
Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar
nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis.
Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus
rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.
g. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan
involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab
dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai
sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun
demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga
sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan
involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam
secara berlebihan.
8
2.6 Diagnosa
Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.
Anamnesa : 4,5,8
- Rasa nyeri.
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
9
Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi
- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.
10
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8
11
suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius
yang lumpuh
12
proses inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan
metabolit di dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia
dan paresis fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan
titer antibodi terhadap virus varisela-zoster.
3. Trauma kapitis
Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan
paresis hampir selalu bilateral.
5. Tumor Intrakranialis
6. Leukimia
2.8 Terapi
13
1. Terapi medikamentosa :2,9
14
spontan dan mungkin lebih mungkin memperoleh manfaat dari
pengobatan.10
- Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan
ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat
penyembuhan.2,9
2. Terapi operatif
- Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.
15
Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi
nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam
kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve
graftingdan direct brow lift.2
3. Rehabilitasi Medik
16
Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.
1) Program Fisioterapi4,5,9
- Pemanasan
- Stimulasi listrik
17
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.
18
3) Program Sosial Medik 4,5,9
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.
19
b. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan
dari sisi wajah yang sehat
a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep mata.
2.9 Komplikasi2,4,9
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari
regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva
tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.
b. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:
20
Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi.
Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi
sakit manjadi tertutup.
d. Kontraktur
21
tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.
2.10 Prognosis1
BAB III
KESIMPULAN
22
1. Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara
akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
2. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu teori
iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.
3. Gambaran klinis bell’s palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter
pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan
lagoftalmus.
23