Anda di halaman 1dari 23

BELL’S PALSY

Di susun oleh :
Pitriani Dati Boroallo
Kristina Tira lolongan
Yustin Pali padang

DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN TORAYA

2021
BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi


secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis atau kelumpuhan
fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif
primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di
foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.1,3

2.2 Epidemologi

Insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan karena penderita tidak
hanya berobat ke dokter saraf saja, tetapi kemungkinan ada yang berobat kepada
dokter umum, dokter THT maupun dokter mata. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 %
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat

2
terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai
atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy.2,4

2.3 Etiologi

Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:2,4

1. Teori iskemik vaskuler

Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi


vasokontriksi arteriole yang melayani N.VII sehingga terjadi iskemik,
kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler yang
meningkat dengan akibat terjadi transudasi. Cairan transudat yang keluar akan
menekan dinding kapiler limfe sehingga menutup. Selanjutnya akan
menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan venula
dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik.

2. Teori infeksi virus

Bell’s palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus,


sehingga menurut teori ini penyebab bell’s palsy adalah virus. Juga dikatakan
bahwa perjalanan klinis bell’s palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf
perifer lainnya.

3. Teori herediter

Penderita bell’s palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bell’s


palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau
keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis
fasialis.

4. Teori imunologi

3
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bell’s palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi timbulnya Bell‘s Palsy secara pasti masih dalam perdebatan.


N.VII berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan kanalis
fasialis. Adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari N.VII dalam
kanalis tulang ini, karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideum dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan
MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen
labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramien ini memiliki
diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering
terjadinya kompresi pada N.VII pada Bell‘s Palsy, karena bagian ini merupakan
tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi, demielinisasi, ischemia,
ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya Nervus
Fasialis di Bell‘s Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana
timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika
lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum maka akan timbul
kelumpuhan motorik disertai dengan ketidak abnormalan fungsi gustatorium dan
otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan
kelumpuhan fasial saja.4,5,6,7

4
2.5 Gambaran Klinis dan Keluhan

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya


kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin
atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran
klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.
Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur
air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura
papebra melebar serta kerut dahi menghilang.1,2,3

Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata


pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang
mempersyarafi m.orbikularis okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra
tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma
konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga konjungtiva dan
kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk
konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas.
Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola
mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu
dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat

5
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan
cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan
seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila
paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.2,3,7

Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan
dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan
bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis.
Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang
lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau
hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum
dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schirmer.2,4,5

 Komplikasi ke bagian mata antara lain :4,5,8

- Lagoftalmus

- Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah

- Alis Jatuh

- Retraksi kelopak mata atas

- Erosi Kornea

- Crocodile-tears tearing

 Komplikasi ke bagian telinga antara lain: 4,5,8

Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri


pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya
gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari
sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa pasien juga mengeluhkan terjadinya
hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat
sekunder dari kelemahan otot stapedius.

 Gangguan Pengecapan: 4,5,8

6
Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana
80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.

 Spasme Fasial4,5,8

Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat
kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat
stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan
pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih
sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis
yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup
mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum
atau ketika mengedipkan mata.

 Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut :1,4,5

a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang


masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut
turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh
tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka
penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya.
Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak
bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi
berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang
berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari
kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan

b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.

Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi


pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus
stapedius

7
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.

d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.

Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya
seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes
Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang
disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik
terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada
pinna.

e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus

Gejala - gejala Bell’s Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya


nervus VIII.

f. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons

Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar
nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis.
Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus
rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi.

g. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan
involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab
dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai
sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun
demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga
sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan
involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam
secara berlebihan.

8
2.6 Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan


fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis
suatu bell’s palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer,
kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis
tersebut.2

Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang
terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja.

 Anamnesa : 4,5,8
- Rasa nyeri.
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

9
 Pemeriksaan : 4,5,8
1. Pemeriksaan neurologi

Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi


dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu:

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4

- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.

- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat

- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak


mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke
atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih
lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.

- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh


meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat
diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan
juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

10
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis


diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan
rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam
sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak
sehat kurang tajam.

c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bell’s Palsy


adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak
langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa
pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak
ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra
pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua
alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,
sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan
kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).

Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan


untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :

- Stethoscope Loudness Test


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari
muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop
kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka

11
suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius
yang lumpuh

- Schirmer Blotting Test.


Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi.
Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis
sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan
antara sisi yang lumpuh dan yang normal.

2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8

Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bell‘s Palsy


antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada
pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus
fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita
mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan
apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis
ataupun terdapat tumor.

2.7 Diagnosa Banding2,3,4

1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis

Disamping kemungkinan adanya paresis fasialis, maka ditemukan adanya


rasa nyeri di dalam atau di belakang telinga. Pada foto mastroid ditemukan
gambaran infeksi. Pada otitis media terjadi proses radang di dalam kavum
timpani sehingga dinding tulang kanalis fasialis ikut mengalami kerusakan
sehingga terjadi paresis fasialis.

2. Herpes Zoster Oticus

Terjadi infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum. Di samping


adanya paresis fasialis juga ditemukan adanya tuli persetif dan tampak
vesikel-vesikel yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya

12
proses inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan
metabolit di dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia
dan paresis fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan
titer antibodi terhadap virus varisela-zoster.

3. Trauma kapitis

Paresis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya fraktur os temporal,


fraktur basis kranii atau trauma lahir/forceps) atau karena operasi. Pada
cedera kepala sering terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang selalu
terlihat pada foto rontgen.

4. Sindroma Guillain – Barre dan Miastenia Gravis

Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan
paresis hampir selalu bilateral.

5. Tumor Intrakranialis

Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat


menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu
tumor sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga
biasanya ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya
Ca-nasofaring (biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan
tumor kelenjar parotis.

6. Leukimia

Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi


bilateral dan simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau
telinga dan tuli.

2.8 Terapi

13
1. Terapi medikamentosa :2,9

- Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah prednison


atau methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara
bertahap (tappering off) selama 7 hari. 2,9

- Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan


Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau
penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak 2 kali per hari P.O selama
lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik. 2,9

Kortikosteroid oral mengurangi peradangan saraf wajah pada


pasien dengan Bell’s palsy. Tiemstra JD and Khathare N melalui
penelitian Meta-analisis dari tiga uji coba terkontrol secara acak
membandingkan kortikosteroid dengan plasebo ditemukan pengurangan
kecil dan secara statistik tidak signifikan dalam persentase.10

Ada Karena Peran Kemungkinan HSV-1 dalam penyebab Bell


palsy, obat antivirus acyclovir (Zovirax) dan valacyclovir (Valtrex) telah
mempelajari tulang manfaat dalam pengobatan. Asiklovir 400 mg lima
kali per hari selama tujuh hari atau valacyclovir 1 g tiga kali per hari
selama tujuh hari. Dua terakhir uji coba terkontrol plasebo menunjukkan
pemulihan penuh dalam persentase yang lebih tinggi pasien diobati dengan
obat antivirus dalam kombinasi dengan prednisolon dibandingkan dengan
prednisolon saja (100 persen dengan 91 persen dan 95 persen dengan 90
persen).10

Namun, tidak bermanfaat terlihat Ketika pengobatan tertunda


lebih dari empat hari setelah timbulnya gejala (86 persen dengan 87
persen). Mengingat profil keamanan kortikosteroid oral asiklovir,
valasiklovir, dan jangka pendek. Pasien yang hadir di dalam-tiga hari dari
timbulnya gejala dan yang tidak harus menentukan kontraindikasi obat
harus ditawarkan terapi kombinasi. Pasien yang datang dengan
kelumpuhan saraf wajah lengkap memiliki tingkat lebih rendah pemulihan

14
spontan dan mungkin lebih mungkin memperoleh manfaat dari
pengobatan.10

Penelitian lain Numthavaj .P et al menyimpulkan dalam mengobati


Bell’s palsy dengan antiviral ditambah kortikosteroid dapat menyebabkan
sedikit lebih tinggi tingkat pemulihan dibandingkan dengan mengobati
dengan prednison saja tapi ini tidak cukup bermakna secara statistik,
prednisone merupakan pengobatan berbasis bukti terbaik.11

Berbeda dengan Frank M et al yang menyatakan pasien dengan


Bell’s palsy, perawatan dini dengan prednisolon secara signifikan
meningkatkan kemungkinan pemulihan lengkap pada 3 dan 9 bulan. Tidak
ada bukti dari manfaat mengingat pengobatan tunggal atau manfaat
tambahan dalam kombinasi dengan prednisolon atau asiklovir.12

Goudakos JK and Markou KD pada penelitian meta-analisis,


berdasarkan bukti yang tersedia menunjukkan bahwa agen antivirus untuk
kortikosteroid pengobatan Bell’s palsy tidak terkait meningkat dalam
tingkat pemulihan lengkap dari fungsi motorik wajah.13.

- Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan
ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat
penyembuhan.2,9

- Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri. 2,9

2. Terapi operatif

Indikasi terapi operatif yaitu:2

- Produksi air mata berkurang menjadi < 25%

- Aliran saliva berkurang menjadi < 25%

- Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda 2,5 mA.

15
Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi
nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam
kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve
graftingdan direct brow lift.2

Tiemstra JD and Khathare N dalam American Academy of Neurology


saat ini tidak merekomendasikan dekompresi bedah untuk Bell’s palsy.
Komplikasi yang paling umum dari pembedahan adalah pasca operasi yaitu
berkurangnya pendengaran yang mempengaruhi 3 sampai 15 persen pasien.
Berdasarkan potensi yang signifikan untuk kerugian dan kurangnya manfaat
data pendukung, American Academy of Neurology saat ini tidak
merekomendasikan dekompresi bedah untuk Bell’s palsy.10

McAllister K pada penelitian juga menyimpulkan demikian bahwa ada


bukti kualitas yang sangat rendah dan ini tidak cukup untuk memutuskan
apakah operasi akan bermanfaat atau merugikan pada pengelolaan palsy Bell.
Penelitian ini tidak secara statistik membandingkan kelompok tetapi nilai dan
ukuran kelompok menyarankan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik. Studi kedua melaporkan tidak ada perbedaan statistik yang
signifikan antara kelompok mereka dioperasikan dan kontrol. Satu pasien yang
dioperasikan dalam studi pertama memiliki 20 dB kehilangan pendengaran
sensorineural dan vertigo yang persisten. Penelitian lebih lanjut ke dalam peran
operasi tidak mungkin dilakukan karena pemulihan spontan terjadi dalam
banyak kasus. 14

3. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang


ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan
kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial.9

Tujuan rehabilitasi medik adalah :9

 Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

16
 Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

 Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif


dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas
sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.9

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu


dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada
Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah
dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita
tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program
yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi
wicara tidak banyak berperan. 9

1) Program Fisioterapi4,5,9

- Pemanasan

a. Pemanasan superfisial dengan infra red.

b. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave


Diathermy.

- Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot


untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi
dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta

17
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.

- Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.


Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi,
menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum,
bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan


tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut,
Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama.
Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan
relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut
diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot
wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap
pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa
metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi
serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler
sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4
area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan
keatas, lamanya 5-10 menit.

2) Program Terapi Okupasi 4,5,9

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot


wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam
bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat
kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat
berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan,
latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.

18
3) Program Sosial Medik 4,5,9

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.

4) Program Psikologik 4,5,9

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat


menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita
muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan
ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat
diperlukan.

5) Program Ortotik – Prostetik 4,5,9

Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut


mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.
Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan
“Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada
penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya
kontraktur.

6) Home Program: 4,5,9

a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

19
b. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan
dari sisi wajah yang sehat

c. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang


sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata :2,4,15,16

Tindakan yang dilakukan antara lain:

a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep mata.

b. Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.

c. Kelopak mata diplaster agar tetap dalam keadaan tertutup.

d. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan tarsorafi ataupun blefarofati


dengan menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas dengan bawah.
Pada tempat jahit diberikan salep antibiotika.

2.9 Komplikasi2,4,9

a. Crocodile tear phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari
regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva
tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.

b. Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan bersama. Contohnya yaitu:

20
 Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan
(involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi.

 Pada saat meperlihatkan gigi (menyeringai), maka mata penderita pada sisi
sakit manjadi tertutup.

 Bila penderita menggerakkan suatu bagian wajahnya, maka semua otot


wajah pada sisi lumpuh manjadi kontraksi.

Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang


mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang
salah/keliru.

c. Clonic fasial spasm (Hemifacial spasm)

Timbul “kedutan” (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak


terkendali) pada wajah yang pada stadium awal hanya mengenai 1 sisi wajah
saja tetapi kemudian kontraksi ini dapat mengenai pada sisi lainnya. Bila
mengenai kedua sisi wajah, maka tidak terjadi bersamaan pada kedua sisi
wajah.

Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini.


Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam
beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kecuali sebagai komplikasi bell’s
palsy, maka hemifacial spasm dapat disebabkan oleh kompresi N.VII oleh
tumor atau aneurisme pada daerah sudut serebelo pontis atau lengkungan
arteri serebeler antero inferior yang berlebihan atau arteri auditorius internus.

d. Kontraktur

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan


nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi
yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak

21
tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.

2.10 Prognosis1

Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.


Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda
prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan
bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan
yang lebih lama dan tidak sempurna.

Pemulihan daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan


biasanya berkaitan dengan pemulihan paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14
hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.

BAB III
KESIMPULAN

22
1. Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara
akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai
penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.

2. Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu teori
iskemik vaskuler, teori infeksi virus, teori herediter, teori imunologi.

3. Gambaran klinis bell’s palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter
pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini dan
lagoftalmus.

5. Penatalaksanaannya dengan terapi medikamentosa yaitu kortikosteroid,


vitamin B1, B6 dan B12, analgesic, penggunaan obat antiviral (acyclovir).
Juga dilakukan rehabilitasi medik, perawatan mata seperti memakai obat
salap mata (golongan artifial tears), memakai kaca, kelopak mata diplaster
dan jika keadaan terlalu berat pada lagoftalmus dilakukan tarsorafi ataupun
blefarofati.

6. Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan.


Paralisis ringan atau sedang pada saat gejala awal terjadi merupakan tanda
prognosis baik.

23

Anda mungkin juga menyukai