Anda di halaman 1dari 35

Referat

Bells palsy
Pembimbing : dr Novi sp.S

Definisi
suatu

keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan


idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer

Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis
fasial akut. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar
23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden
Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita
diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.
Laki-laki :wanita (1:1), wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih
rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama.
Puncak umur 15-50 tahun.
Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak
hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.

Anatomi
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator
palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah
Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan
lakrimalis.
Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Etiologi
Idiopatik
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu: 2,4
Teori iskemik vaskuler
Terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke N.VII. Terjadi vasokontriksi arteriole yang
melayani N.VII sehingga terjadi iskemik, kemudian diikuti oleh dilatasi kapiler dan
permeabilitas kapiler yang meningkat dengan akibat terjadi transudasi. Cairan
transudat yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe sehingga menutup.
Selanjutnya akan menyebabkan keluar cairan lagi dan akan lebih menekan kapiler dan
venula dalam kanalis fasialis sehingga terjadi iskemik.
Teori infeksi virus
Bells palsy sering terjadi setelah penderita mengalami penyakit virus, sehingga
menurut teori ini penyebab bells palsy adalah virus. Juga dikatakan bahwa perjalanan
klinis bells palsy menyerupai viral neurophaty pada saraf perifer lainnya.

Teori herediter
Penderita bells palsy kausanya herediter, autosomal dominan. Bells
palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada
keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis.
Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian
imunisasi. Berdasarkan teori ini maka penderita bells palsy diberikan
pengobatan kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi
dan edema di dalam kanalis Fallopii dan juga sebagai immunosupresor.

Patofisiologi

Cont

Gejala klinis
Biasanya timbul secara mendadak,
penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada
waktu bangun pagi
bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang
lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah.
Bells palsy hampir selalu unilateral.
Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada
kelumpuhan total.
Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau
berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan
sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang

Komplikasi

ke bagian mata antara lain :4,5,8


Lagoftalmus
Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah
Retraksi kelopak mata atas
Erosi Kornea
Crocodile-tears syndrome

Komplikasi
a)
b)

ke bagian telinga antara lain: 4,5,8


Nyeri telinga belakang
hiperakusis

Gangguan Pengecapan: 4,5,8


Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan,
dimana 80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan
kemampuan merasa.
Spasme Fasial4,5,8
Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy,
terjadi akibat kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme
ini biasanya terjadi pada saat stress dan timbul akibat kompreksi
dari akar Nervus VII akibat gangguan pembuluh darah, tumor,
ataupun proses demielinisasi akar saraf.

Keluhan dan gejala bergantung kepada


lokasi lesi sebagai berikut
Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang
masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut.
a. Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang
lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat,
maka penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan
matanya.
b. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi /
tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah
mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula
lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan
mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan

c. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda


tympani.
Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan
mengenai muskulus stapedius
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah
adanya hiperakusis.

d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.


Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c)
ditambah onsetnya seringkali akut dengan rasa nyeri
di belakang dan didalam telinga. Lesi di dalam Meatus
Auditorius Internus
Gejala - gejala Bells Palsy di atas ditambah ketulian
akibat terkenanya nervus VIII.

Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons


Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus
abdduces bisa merusak akar nervus fasialis + paralisis
m.rektus lateralis kadang dijumpai tic facialis

Penegakan diagnose
Anamnesa :
Rasa nyeri.
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang
dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di
luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita
seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes.

Pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis :
Pemeriksaan motoric nervus fasialis
Pemeriksaan sensorik nervus fasialis
Pemeriksaan reflek
a) Stethoscope Loudness Test
b) Schirmer Blotting Test
)Pemeriksaan laboratorium
)Pemeriksaan radiologis

Diagnosis banding
Otitis

Media Supurativa dan Mastoiditis


Herpes Zoster Otticus
Trauma kapitis
Sindroma Guillain Barre dan Miastenia Gravis
Tumor Intrakranialis
Leukimia

Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
Kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah
prednison atau methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal
dan diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7 hari.
Dosis anak 2 mg/kg bb maks seperti dosis dewasa selama 7 hari
Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid.
Penggunaan Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O
selama 10 hari. Atau penggunaan Valacyclovir 500 mg
sebanyak 2 kali per hari P.O selama lima hari, penggunaan
Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik

Vitamin

B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan


vasodilatasi perifer selama 2 minggu dapat dipercepat
penyembuhan.2,9
Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri.

Terapi operatif :
Indikasi terapi operatif yaitu:
Produksi air mata berkurang menjadi < 25%
Aliran saliva berkurang menjadi < 25%
Respon terhadap tes listrik antara sisi sehat dan sakit berbeda
2,5 mA
Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain
dekompresi nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF),
Implantasi alat ke dalam kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi
otot muskulus temporalis, facial nerve grafting dan direct brow lift. 2

Program Fisioterapi
1. Pemanasan :
Pemanasan superfisial dengan infra red.
Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy.
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi
dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang
tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih
fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan
perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah


Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah
fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5
detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan
mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup
(dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Program Terapi Okupasi


Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum
dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin,
latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.

Program Sosial Medik


Pindah bagian yang kurang banyak bertemu dengan
orang banyak.

Home Program
Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama
20 menit
Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan
menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat
Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan
mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan,
mengunyah permen karet

Perawatan mata :
Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan
salep mata.
Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.
Kelopak mata diplaster agar tetap dalam keadaan tertutup.
Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan tarsorafi ataupun
blefarofati dengan menjahit dan mendekatkan kedua kelopak
atas dengan bawah. Pada tempat jahit diberikan salep
antibiotika.

Komplikasi
Regenerasi

motorik yang tidak sempurna.


Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.
Reinervasi aberan dari nervus facialis.

Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau
meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk
prognosis Bells palsy adalah:
Usia di atas 60 tahun.
Paralisis komplit.
Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada
sisi yang lumpuh.
Nyeri pada bagian belakang telinga.
Berkurangnya air mata.

Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 %


penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa
ada kecacatan.
Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang
40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.
Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki
perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan
meninggalkan gejala sisa.
Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung
meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan
kadang spasme hemifasial.

TERIMA

KASIH

Anda mungkin juga menyukai