Gangguan Gerak
Oleh:
Pembimbing:
dr. Selly Marisdina, Sp.S (K), MARS
BAGIAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Gangguan Gerak
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan
Klinik di Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 16 Desember 2019 – 20 Januari 2020.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan
Gerak”. Referat ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraaan Klinik di Bagian Neurologi
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Selly Marisdina, Sp.S (K),
MARS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan referat ini, serta pihak yang telah banyak membantu hingga laporan
referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan referat ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi perbaikan di masa mendatang.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iiii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................8
A. Pengertian......................................................................................................................8
B. Patofisiologi...................................................................................................................8
1. Sirkuit Pertama.............................................................................................................9
2. Sirkuit Kedua .............................................................................................................10
3. Sirkuit Ketiga .............................................................................................................11
C. Jenis-Jenis Gerakan Involuntar ....................................................................................12
1. Tremor........................................................................................................................12
2. Khorea .......................................................................................................................16
3. Atetosis ......................................................................................................................17
4. Hemibalismus.............................................................................................................19
5. Tic ..............................................................................................................................19
6. Mioklonus ..................................................................................................................20
7. Diskinesia Tardis........................................................................................................21
8. Distonia ......................................................................................................................21
KESIMPULAN ......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan involunter (GI) ialah suatu gerakan spontan yang tidak disadari, tidak
bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan, bertambah
jelas waktu melakukan gerakan volunter atau dalam keadaan emosi dan
menghilang waktu tidur.
PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka memerlukan kerjasama
yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem P
terutama untuk gerakan volunter sedang sistem EP menentukan landasan untuk
dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang-trampii dan mahir. Dengan kata
lain, sistem EP mengadakan persiapan bagi setiap gerakan volunter berupa
pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut tonus
otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan.
Sistem EP terdiri atas: 1). Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8; 2). Inti-
inti subkortikal ganglia- basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus
palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis; 3).
Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan 4). Serebelum. Inti-inti tersebut
saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang membentuk tiga lintasan
lingkaran (sirkuit). Sedangkan sistem P, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-
jalur kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower
motor neuron (LMN).
1) Sirkuit pertama
Lintasan sirkuit pertama akan dilalui oleh impuls motorik yang dicetuskan di area
4 dan 6, lalu dihantarkan ke inti basal pons, korteks serebelum, inti dentatus, inti
ruber dan inti ventro-lateralis dan akhimya kembali ke korteks motorik P dan EP
area tersebut.
Merupakan lintasan yang akan dilalui oleh impuls motorik dari korteks serebri
area 4, 4S dan 6, menuju ke substansi nigra, putamen, globus palidus, inti
ventrolateralis talami dan kembali ke korteks motorik P & EP area 4, 4S dan 6.
3) Sirkuit ketiga
Impuls motorik dan area 4S dan 8 akan melalui sirkuit ini menuju ke inti
kaudatus, globus palidus dan inti ventrolateralis talami dan selanjutnya kembali ke
korteks motorik area P dan EP area 6. Sebagian impuls tersebut akan diteruskan
ke inti Luys sebelum kembali ke korteks yang bersangkutan.
Bila ada gangguan pada salah satu jalur sirkuit atau inti ganglia basalis
atau serebelum, maka gangguan umpan balik ke korteks motorik P dan EP akan
timbul. Hal ini disebabkan karena impuls motorik yang semula dicetuskan di
korteks motorik area bersangkutan tidak dapat diteruskan melalui jalur sirkuit atau
tidak dapat dikelola oleh inti-inti ganglia basalis dan serebelum yang terganggu.
Dengan demikian akan bangkit gerakan yang tidak terkendali sistem EP berupa
gerakan involunter. Bergantung pada lokalisasi lesi maka GI dapat berbentuk
tremor bila lesi pada serebelum atau substansi nigra, korea pada inti kauthtus dan
globus palidus, atetosis path bagian luar putamen dan globus palidus, distonia path
bagian dalam putamen dan inti kaudatus dan hemibalismus pada inti Luys .
Pada suatu penyakit tertentu dapat dijumpai satu atau beberapa jenis GI.
Seperti pada kelumpuhan otak tipe subkortikal, dapat ditemukan semua jenis GI
tersebut di atas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, tidak
diketehendaki, dan tidak bertujuan.
B. PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan kerjasama
yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem
piramidal terutama untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal
menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang
terampil dan mahir.
1) Sirkuit pertama
Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati
korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks
serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami, korteks
pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK
kepada korteks piramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks
serebellum.
– Dismetria
Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik piramidalis &
ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus ventrolateralis
talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk
mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar
gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan
pada substansia nigra menimbulkan:
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh
nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.
sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan
involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan
Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus
akibat lesi di Nukleus Luysii.
C. JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER
1. Tremor
Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis yang
involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain
(resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari
klonus (klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis)
dan tremor abnormal (patologis).
b) Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri:
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otot-
otot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak tangan), lalu otot-otot
proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz.
Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan
kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan volunter, pola bacaan
EMG pada otot yang bekerja berlawanan, serta respons terhadap pemberian
obat tertentu.
Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi ketika
tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu terutama
untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua
lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tersebut dibutuhkan
kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan aktif dan
meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor menghilang apabila
ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang bekerja diaktifkan.
Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada neuron
motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan,
tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.
Tremor Parkinson
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan
aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja
berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada
penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai
akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul
belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua
lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika
lengan dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat
pindah sikap atau lengan ditopang dengan mantap.
Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan gerakan
aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan jari
telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat
mendekati target yang dituju. Disebut ―ataxic‖ karena disertai oleh ataxia
cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase
inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan
pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya,
terutama pada pedunkulus cerebelar superior.
Tremor lainnya:
Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari Chorea adalah gerakan di
luar kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai
satu bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara
terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya.
Merupakan salah satu gejala klinik penyakit Huntington. Penyakit ini bersifat
herediter yang diturunkan secara autosom dominan, akibat degenerasi ganglia
basalis terutama pada inti kaudatus yang bersifat menahun progresif. Lebih sering
pada orang dewasa di atas umur 30 tahun, sangat jarang pada anak. Sekitar 1—5%
terdapat pada anak di atas umur 3 tahun (juvenile type). Pada tipe juvenilis, 75%
dengan riwayat keluarga positif yakni ayahnya. Manisfestasi klinik lain berupa
kekakuan, bradikinesi, kejang dan retardasi intelektual. Tidak ada pengobatan
khusus. Prognosis jelek. kematian biasanya terjadi 3—10 tahun sesudah timbul
gejala klinik.
2) Korea minor
Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita.
Patogenesisnya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reuma
sebab 75% kasus menunjukkan riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi
antigen-antibodi pasca infeksi streptokok betahemolitikus grup A yang berperan.
Selain pada demam rematik, korea ini dapat juga bermanifestasi pada
ensefalitis/ensefalopati dan intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus terdapat pada
usia 5—15 tahun, perempuan: lelaki = 2—3 : 1. Gejala klinik berupa gerakan-
gerakan koreatik pada tangan/lengan menyerupai gerakan tangan seorang
penari/pemain piano, adakalanya pada kaki/tungkai dan muka. Perjalanan
penyakit bervariasi, dapat sembuh spontan dalam 2—3 bulan tetapi dapat pula
sampai setahun. Tidak ada pengobatan khusus selain sedativa.
3) Korea Iatrogenik
Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada umunya
obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat antipsikosis seperti
haloperidol dan fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga
disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti
membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus.
3. Atesosis
Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih
lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke
proksimal. Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia
basal. Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar
kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan.
Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak non-
progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk
kelumpuhan otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis.
Tipe ini meliputi 5—15% kasus kelumpuhan otak. Terdapat 2 faktor perinatal
sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe subkortikal ialah
hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.
2) Sindrom Lesch-Nyhan
Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 6—8 bulan, kemudian diikuti
gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan
sindrom yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam
tiga kali pemberian. Prognosis jelek.
3) Penyakit Hallervorden-Spatz
Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter dan
diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan
dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut.
Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya.
Penyakit ini jarang dijumpai.
Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan
atetotik, kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif.
Kadang-kadang timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada
pengobatan, prognosis jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.
4. Hemibalismus
5. Tic
Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic
merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat,
sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk
majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan ‗tic diberi
tambahan sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal
istilah tic facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic
orbikularis okuli. Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial
lainnya.
a. Tik Fonik
Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi berubah-
ubah karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui mulut, kadang
sengau karena melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut juga tik verbal.
Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak, atau
mengangkat bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin termasuk
gerakan-gerakan seperti tangan bertepuk tangan, leher peregangan, gerakan mulut,
kepala, lengan atau kaki tersentak, dan meringis wajah.
Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih lama.
Mereka mungkin melibatkan sekelompok gerakan dan muncul terkoordinasi.
Contohnya menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda-benda,
ekopraksia/gerakan latah dan koprolalia/ngomong jorok.
Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor
komplek berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya
diucapkan oleh orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya
diucapkan sendiri), lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan
coprolalia (ucapan spontan sosial pantas atau tabu kata atau frase).
6. Mioklonus
7. DISKINESIA TARDIF
Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari
pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang dan
tidak disadari yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat antipsikotik
khususnya pada orang sakit jiwa.
8. Distonia
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang
abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher)
atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa
kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan. Beberapa
penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada
awal masa dewasa.
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
KESIMPULAN
Gerakan involunter ialah suatu gerakan yang timbul spontan, tidak disadari,
tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan
sebagai akibat lesi pada ganglia basalis dan/atau serebelum.
Dikenal beberapa jenis gerakan involunter, antara lain tremor, korea, atetosis,
distonia dan hemibalismus bergantung pada lokasi lesi.
Kelainan ini bukan suatu penyakit dalam arti sebenarnya, tetapi hanya
manifestasi klinik sesuatu penyakit dengan gangguan ganglia basalis dan/atau
serebelum.
Pengobatan bersifat konservatif atau pembedahan, bergantung jenis gerakan
involunter dan penyakit dasar.
24
DAFTAR PUSTAKA
Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi Duus: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2010. h. 292-308.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 2013
Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007, h. 148.
Abdo WF., et al. The Clinical Approach to Movement Disorder. 2010. p 29-37
Jones R,Srivisan J, Allam G, Baker R. Netter’s Neurology: Gait and Movement Disorder:
2012. p.318.
25