Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN HEMIPARESIS


DEXTRA ET CAUSA POST STROKE ISKEMIK

Oleh :

Def Reinhard Kabo


17014101022
Masa KKM : 27 Desember – 31 Desember 2017

Supervisor Pembimbing :

dr. Elfrida Marpaung, Sp.KFR

Residen Pembimbing :

dr. Fredy

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul “ Rehabilitasi Medik pada Pasien Hemiparesis


Sinistra Et Causa Stroke Iskemik” telah dibacakan, dikoreksi,
dan disetujui pada tanggal Desember 2017

Mengetahui,
Residen Pembimbing

dr. Fredy

Supervisor Pembimbing

dr. Elfrida Marpaung, Sp.KFR


BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan masalah penting bagi kesehatan masyarakat, karena


menimbulkan kesakitan, kecacatan, serta kematian dan memerlukan biaya yang
tinggi. Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1,2
Berdasarkan patofisiologinya stroke terdiri dari stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik.Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda
klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian. Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-
anak. Namun, sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas
40 tahun. Makin tua umur, resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga
tidak mengenal jenis kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak dialami pada laki-laki
dari pada perempuan. Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna
berpeluang terkena stroke lebih besar dari pada orang berkulit putih. 2
Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling sering terjadi, hampir
80% dari semua stroke. Disebabkan oleh gumpalan atau sumbatan lain pada arteri
yang mengalir ke otak. Pada pasien terdapat kelemahan anggota gerak, dan parese
nervus VII dan XII yang mengarah pada stroke non hemoragik. Sehingga
diperlukan penaganan segera untuk menghindari komplikasi lebih lanjut. Terdapat
beberapa faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik, antara lain usia lanjut,
hipertensi, DM, penyakit jantung, hiperkolesterolemia, merokok dan kelainan
pembuluh darah otak. Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi. Gejala utama
stroke non hemoragik ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak,
didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun tidur dan kesadaran
biasanya tidak menurun. 3

1
Di Inggris, stroke adalah penyebab kematian ke-dua tertinggi setelah infark
miokard akut sebagai penyebab utama kematian. Di Amerika Serikat, stroke
menempati urutan ke-tiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 bahwa stroke
merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia dengan prevalensi 8,3 per
1000 penduduk dan penyebab kematian tertinggi yakni sebesar 15,4%.
Pada tahun 2012 jumlah pasien stroke yg masuk di Instalasi Rehabilitasi
Medik BLU RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado sebanyak 156 kasus.4
Pengobatan yang tepat dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup
dan meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan. Peningkatan
pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam
tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir. Rehabilitasi diperlukan untuk
memperbaiki fungsi akibat gangguan ini.5,6
Adanya permasalahan akibat gangguan motorik dan sensorik setelah
penderita stroke melewati masa kritis menyebabkan diperlukannya rehabilitasi
medis agar penderita dapat meningkatkan kemampuan fungsional yang dimilikinya
semaksimal mungkin.7
Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak
dari semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta
memungkinkan penyandang disabiliti dan atau handicap untuk berpartisipasi secara
aktif dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.8
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rahabilitasi, pekerja sosial
medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi
akan menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan
diadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan
kendala tiap pasien serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara penderita
dan keluarganya dengan personil medik.8
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
ke arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit

2
neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik.8
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis dekstra et causa stroke non hemoragik yang dirawat di bagian
Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Menurut WHO stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.9

B. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor dua
di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.2,10
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan
darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia.Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan
pekerjaan.Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.11

C. KLASIFIKASI STROKE
1. Berdasarkan Waktu
a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.12
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.12

4
c. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.12
d. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.12

2. Berdasarkan Etiologi
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah di otak.Pembuluh darah pecah dan kemudian
melepaskan darah ke otak.Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak
mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan
lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang mengalir ke
otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk gumpalan di dalam
otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada
penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun
juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral hemorrhage (ICH) dan
subarachnoid hemorrhage (SAH).13

b. Stroke Non Hemoragik


Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian
otak tertentu. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah
menyumbat di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak,
maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini
dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang
diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan
berakhir dengan kematian neuron. Dapat berupa iskemia, emboli, spasme

5
ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya
baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP) juga dikenal sebagai
Bamford, membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke yaitu total
anterior circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI),
lacunar infarct (LACI), dan posterior circulation infarct (POCI).13

D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu: 13,14
1. Tidak dapat dimodifikasi: Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik.
2. Dapat dimodifikasi: Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas fisik
obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi.

E. PATOGENESIS
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis
pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke
area trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan
oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya
blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat
dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.5

2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial

6
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intra
kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul
kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada
sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.5

F. MANIFESTASI KLINIK
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta
terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah.15
Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah beristirahat
cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah dan tidak
terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh
karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.15

G. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat membantu
menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya
dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu
menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.10

H. DIAGNOSIS TOPIS
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan
cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna,
ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis. 16

1. Gejala klinis pada topis di kortikal

7
a. Afasia
b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
c. Kejang
d. Gangguan sensoris kortikal
e. Deviasi mata ke daerah lesi
2. Gejala klinis pada topis subkortikal
a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
b. Gangguan sensorik
c. Sikap distonik
3. Gejala klinis pada topis di batang otak
a. Hemiplegi alternans
b. Nistagmus
c. Gangguan pendengaran
d. Tanda serebelar
e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
a. Gangguan sensorik setinggi lesi
b. Gangguan miksi dan defekasi
c. Wajah tidak kelainan
d. Brown Sequard syndrome

I. PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA STROKE


Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien
dengan rehabilitasi yang intensif.Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan
fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah
seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam
mencapai tujuan rehabilitasi.14
1. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi
fungsi yang tersisa.Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan

8
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan
begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.16
2. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi
dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita
secara medik telah stabil.Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik,
biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.Penderita dengan
perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program
pada fase ini meliputi: 17,18
a. Fisioterapi
1) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
2) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
3) Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
4) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
5) Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
6) Latihan mobilisasi.

b. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan,
AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.
Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. 17,18

c. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara: 17,18
1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan
kata-kata.

9
3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan
kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

d. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO). 17,18

e. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat.Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi. 17,18

f. Sosial Medik dan Vokasional


Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.19

10
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. AK
Tanggal Lahir / Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wanea
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Tanggal pemeriksaan : 27 Desember 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Kelemahan pada anggota gerak kanan dan bicara pelo

2. Riwayat penyakit sekarang


Adanya kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan dialami penderita
sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu. Saat pasien sedang melakukan aktivitas
pekerjaan sebagai penjual ikan, tangan dan kaki sebelah kanan mengalamai
kelemahan. Awalnya pasien merasa lengan kanan dan kaki kanan seperti mati rasa
dan sulit digerakkan. Pasien masih dapat berjalan biasa saat itu dan merasa sedikit
pusing tapi tidak sampai kehilangan kesadaran. Didapatkan pasien bicara pelo.
Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit Bayangkara. Riwayat penurunan
kesadaran tidak ada, terdapat bicara pelo, kesulitan saat makan dan minum dan
menelan ada. Ketika menelan, terdapat sisa makanan dan minuman di mulut sebelah
kanan. Saat ini, sudah bisa makan dan minum dengan lancar. Nyeri kepala hebat
tidak ada, muntah tidak ada, kejang tidak ada, dan tidak ada riwayat trauma. Pasien
dirawat selama kurang lebih 5 hari.
Saat ini pasien melakukan aktifitas sehari-hari seperti makan, mandi dan
berjalan dengan bantuan orang lain. Pasien datang di poli Rehabillitasi Medik

11
menggunakan alat bantu tongkat. Saat ini penderita masih merasakan adanya
kelemahan pada anggota gerak kanan sehingga pasien masih membutujkan bantuan
orang lain untuk naik turun tangga, mandi, dan berpakaian. Saat ini pasien dapat
berjalan menggunakan alat bantu tongkat ke ruangan-ruangan di rumah dan masih
perlu bantuan untuk pergi ke toilet. Pasien belum kembali bekerja di pasar. Saat ini
pasien rutin kontrol di Instalasi Rehabilitasi Medik sejak Oktober 2017.

12
3. Riwayat penyakit dahulu
Penderita memiliki hipertensi ± sejak 6 tahun yang lalu, hipertensi tidak
terkontrol. Pasien perna bicara pelo dan kelemahan otot wajah sebelah kanan 6
tahun yang lalu. Kolesterol ± sejak 5 tahun yang lalu tidak terkontrol. Riwayat
diabetes melitus, penyakit ginjal, dan hiperurisemia sebelumnya disangkal.
4. Riwayat penyakit keluarga
Hanya pasien yang menderita sakit seperti ini.

5. Riwayat kebiasaan
Penderita memiliki kebiasaan merokok, dengan frekuensi ±12 batang sehari.
Penderita tidak memiliki kebiasaan minum alkohol.

6. Riwayat sosial ekonomi


Penderita seorang penjual ikan di pasar Karombasan dan saat ini sudah berhenti
bekerja. Pasien sudah menikah dan mempunyai 4 orang anak. Saat ini penderita
tinggal bersama istri dan anak-anaknya di sebuah rumah permanen, atap seng,
dinding beton, berlantai keramik. Rumah pasien tidak rata dengan halaman.
Rumah lebih tinggi daripada halaman dan jalan. Akses menuju rumah naik ke
atas, dan menaiki tangga ±5 anak tangga. Kamar mandi dan Water Closed (WC)
berada di dalam rumah, dengan menggunakan kloset jongkok. Sumber
penerangan menggunakan listrik, dan sumber air minum menggunakan air
PAM. Untuk biaya pengobatan penderita saat ini ditanggung oleh KIS. Biaya
hidup sehari-hari dibiayai oleh anak-anak.

7. Riwayat psikologis
a. Pasien memiliki kecemasan akan kelemahan tubuhnya, pasien khawatir
tubuhnya tidak dapat kembali sebelum terkena penyakit, pasien berkeinginan
untuk dapat beraktivitas tanpa bantuan orang lain atau alat.
b. Pasien cemas keterbatasan fisiknya saat ini akan berdampak pada
pekerjaannya karena pasien merupakan tulang punggung keluarga

13
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Mampu melakukan aktivitas normal dengan usaha,
dimana gejala dan tanda penyakit masih ada (Karnofsky
Performance Status Scale = 60).
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah = 145/80 mmHg
Nadi = 89 x/menit
Respirasi = 24 x/menit
Suhu = 36,8°
Tinggi Badan :162 cm
Berat Badan : 68 kg
IMT : BB (kg )/TB (m ) 2 = 68/2,56 = 26,56
Kepala : Normosefali
Mata : Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+,
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik(-)
Hidung : Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)
Telinga : Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intake
Mulut : Sianosis (-), mulut mencong saat tersenyum (+)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Paru : Gerakan dada simetris kiri = kanan, strem fremitus kiri =
kanan, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas
vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal,
bising (-)
Abdomen : Datar, lemas BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status Neurologis
c. Refleks Fisiologis : Meningkat
d. Refleks Patologis : Hoffman Tromer (+)
e. Tanda RangsangMeningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-).

14
f. Berbahasa : Normal
Pemeriksaan Status Mini Mental State (MMSE)
Aspek Pemeriksaan Normal = Nilai
Kognitif Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa ? 5 3
Kita dimana ? (negara, propinsi, kota, rumah) 5 4
Registrasi Sebutkan 3 objek. Tiap 1 objek 1 detik, pasien disuruh
mengulang nama objek tadi. Nilai satu untuk tiap nama 3 3
objek yang benar.
Perhatian Pengurangan 100 dengan 7 terus menerus. Nilai 1
dan untuk tiap jawaban yang benar, hentikan setelah 5
kalkulasi jawaban. Atau eja terbalik kata “WAHYU”. Nilai
5 5
diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan,
mis. “UYAHW” (nilai 2), bila dieja secara terbalik
benar semua “UYHAW” nlai (5)
Mengenal
kembali Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas 3 2

Bahasa pasien disuruh menyebut pensil, arloji 2 2


Pasien disuruh untuk mengulang; tanpa bila dan atau
1 1
tetapi
Pasien mengikuti perintah “ambil kertas itu dengan
tangan kanan Anda, lipatlah menjadi dua, letakkan di 3 3
lantai”
Pasien disuruh membaca dan mengikuti perintah
1 1
“PEJAMKAN MATA ANDA”
Pasien disuruh menulis secara spontan dibawah ini 1 1
Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini

1 1

Total 30 26

Penilaian :
<24  pada pasien ini dianggap terdapat gangguan kognitif
>24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif Sulit dievaluasi

15
g. Nervus Kranialis
Nervus Teknik Pemeriksaan Hasil
I
Mengidentifikasikan bahan yang di hidu (kopi, Normal
tembakau,teh)
II Pemeriksaan penglihatan sentral (Visual acuity),
penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, Normal
pemeriksaan fundus okuli serta tes buta warna
III Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil Normal
IV Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak
mata ke lateral bawah, strabismus konvergen, Normal
diplopia
V Cabang ophtalmicus : Memeriksa refleks
berkedip klien dengan menyentuhkan kapas
halus saat klien melihat ke atas
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi Normal
wajah, lidah dan gigi
Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan
rahang dan gigi
VI Pergerakan bola mata ke lateral Normal
VII Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi,
mimik, mengangkat alis, menutup mata, Tidak Normal
moncongkan bibir / nyengir, memperlihatkan
gigi, bersiul (mulut mencong kiri)
VIII pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan
Paresa
fungsi vestibuler
IX Inspeksi palatum untuk melihat pergeseran uvula Normal
X tes refleks muntah Normal
XI Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu ke
bawah dan raba massa otot trapezius
Putar kepala pasien melawan tahanan tangan Normal
pemeriksa, raba massa otot sternokleido
mastoideus.
XII Inspeksi lidah untuk melihat atrofi atau fasikulasi
Paresa
atau deviasi

16
Kesan : Paresis N. VII dan N.XII UMN

h. Status motorik : Kesan hemiparesis Dekstra


i. Status sensorik : normoestesia

Status Motorik dan Sensorik :


Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Status
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Gerakan Menurun Normal Menurun Menurun
Kekuatan otot 1/0/0/0 5/5/5/5 3/4/2/2 5/5/5/5
Tonus otot Menurun Normotonus Menurun Normotonus
+++ ++ +++ ++
Refleks fisiologis
(Meningkat) (Normal) (Meningkat) (Normal)
Hoffman
Refleks patologis (-) (-) (-)
Tromer (+)
Sensibilitas:
Protopatik Normal Normal Normal Normal
Proprioseptik Normal Normal Normal Normal

17
Penilaian tonus otot :
Modified Ashworth Scale
Derajat Penjelasan
0 Tidak ada kenaikan dalam tonus otot (normal)
Kenaikan ringan dalam tonus otot. Muncul ketika dipegang dan
dilepas atau dengan tahanan minimal pada akhir ROM ketika
1
bagian yang terkena digerakkan dalam gerakan fleksi atau ekstensi
(sangat ringan)
Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika dipegang diikuti
1+
dengan tahanan minimal pada sisa (<50%) dari ROM (ringan)
Kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot, pada sebagian besar
2 ROM tetapi bagian yang terkena dapat digerakkan dengan mudah
(sedang)
Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana gerakan pasif sulit
3
dilakukan (agak berat)
Bagian yang terkena kaku dalam gerakkan fleksi atau ekstensi
4
(berat)

j. Status Otonom : Inkontinensia urin et alvi tidak ada.

3. Pemeriksaan Antopometri
Lingkar lengan atas kanan : 21 cm
Lingkar lengan atas kiri : 24 cm
Lingkar lengan bawah kanan : 17 cm
Lingkar lengan bawah kiri : 18 cm

18
4. Indeks Barthel

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Makan Mandiri (independent) 10 5


Memerlukan bantuan dalam memotong, mengoles 5
mentega, dll atau memerlukan modifikasi diet 0
Tidak dapat makan sendiri

Mandi Mandiri (or in shower) 5 0


Perlu bantuan (dependent) 0

Mengurus Mandiri dalam perawatan wajah/tubuh/rambut/gigi 5 5


Diri
(Grooming) Perlu bantuan dalam perawatan diri 0

Berpakaian Mandiri (termasuk memasang kancing, menutup 10 5


resleting, mengikat sepatu, dll)
Perlu bantuan, tapi dapat mengerjakan sebagian 5
tanpa dibantu
Perlu bantuan dalam berpakaian 0

Pencernaan Dapat menahan BAB (continent) 10 10


Kadang-kadang tidak dapat menahan BAB 5
Inkontinensia (atau perlu pemberian enema) 0

Kandung Dapat menahan BAK (continent) 10 10


Kemih Kadang-kadang tidak dapat menahan BAK 5
Inkontinensia atau dengan kateter dan tidak dapat 0
mengatur sendiri

Penggunaan Mandiri (on and off, dressing, wiping) 10 5


Toilet Perlu bantuan, namun dapat melakukan sendiri 5
Tidak mandiri 0

Berpindah Mandiri 15 10
Tempat Sedikit dibantu (verbal atau fisik) 10
Sebagian besar dibantu (1 atau 2 orang, fisik), dapat 5
duduk
Tidak dapat berpindah, tidak seimbang saat duduk 0

Naik turun Independent 10 5


tangga Perlu bantuan (verbal, fisik, membawa peralatan) 5
Tidak dapat naik/turun tangga 0

19
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Mobilitas Mandiri (tetapi dapat menggunakan alat apapun 15 10


misalnya tongkat) > 50 yards
Berjalan dengan bantuan satu orang (verbal/fisik), 10
> 50 yards
Dapat menggunakan kursi roda sendiri, 5
Immobile atau > 50 yards 0

Total 100 65
Nilai Interpretasi:
0-20 :Ketergantungan total 60-95 : Ketergantungan ringan
25-40 :Ketergantungan berat 100 : Mandiri
45-55 :Ketergantungan sedang

D. RESUME
Laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan kelemahan sisi tubuh sebelah
kanan dan bicara pelo dialami penderita sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu.
Terjadi secara tiba-tiba saat penderita melakukan aktivitas. Ekstremitas kanan atas
tidak bisa digerakkan sama sekali. Ekstremitas kanan bawah masih bisa digerakkan.
Pasien sudah tidak bisa melakukan aktivitas berjualan. Terdapat bicara pelo,
kesulitan saat makan dan minum dan menelan ada.
Saat ini, pasien masih mengalami kelemahan anggota gerak kanan dan
belum dapat berjalan, berpindah tempat menggunakan alat bantu, naik turun tangga
dengan bantuan dan tidak dapat berpakaian sendiri. Saat ini pasien sudah bisa
makan dan minum. Saat ini, pasien sudah dapat ke toilet masih memerlukan bantuan
atau ruangan lain di rumah dengan bantuan tongkat. Terdapat riwayat hipertensi
sebelumnya dan tidak minum obat teratur.
Penderita mengalami hipertensi ± sejak 6 tahun yang lalu, hipertensi
terkontrol. Riwayat kolesterol 5 tahun yang lalu tidak terkontrol. Tanda-tanda vital
TD: 145/80 mmHg, Nadi 89 x/m, Respirasi 24 x/m, suhu 36,5ºC. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan nervus kranialis paresis N.VII DAN N.XII UMN. Pada
pemeriksaan motorik, kesan hemiparesis dextra dengan kekuatan otot ekstremitas
superior dextra 1/0/0/0 dan ekstremitas inferior dextra 3/4/2/2, tonus otot dan

20
refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas kanan, refleks patologis Hoffman
tromer (+), indeks barthel: 65 (ketergantungan ringan), karnofsky scale: 60, MMSE
26 (tidak ada gangguan kognitif).

E. SIRIRAJ SKOR
Skor Stroke Siriraj
Rumus:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan:
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
2 = sopor/koma
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina;
penyakit pembuluh darah)
Hasil:
Skor > 1 Stroke Hemoragik
Skor <-1 Stroke Iskemik
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 80) - (3 x 1) – 12 = -8 Stroke Iskemik

F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis Dextra
Diagnosis topis : Subcortical
Diagnosis etiologi : Stroke Iskemik
Diagnosis Fungsional :
 Body founction and Structure : Kelemahan ekstremitas sebelah kanan atas
dan bawah
 Body Structure : Otak hemisfer kiri, paresa N.VII dan N.XII
 Activity and participation : Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) berupa menaiki tangga dan pekerjaan rumah lainnya, tidak bisa
melakukan pekerjaannya sebagai penjual ikan.
 Environment : Sulit untuk berjalan jauh, didalam rumah
tanpa pegangan, toilet jongkok, tangga sebelum masuk rumah

21
 Personal Factor : Penderita merasa kurang percaya diri dan
cemas dengan penyakitnya karena tidak mau membebani keluarganya

G. PROBLEM REHABILITASI MEDIK


1. Kelemahan anggota gerak kanan (kekuatan otot ekstremitas superior dextra
1/0/0/0 dan inferior dextra 3/4/2/2.
2. Gangguan AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) dalam hal mandi, mengurus
diri, berpakaian, dan penggunaan toilet.
3. Bicara pelo
4. Penderita kurang percaya diri dan merasa cemas dengan penyakitnya.
5. Penderita sudah tidak lagi mencari nafkah

H. PROGRAM REHABILITASI MEDIK


1. Fisioterapi
a. Evaluasi:
 Kelemahan anggota gerak kanan (kekuatan otot ektremitas superior
1/0/0/0 dan inferior dextra 3/4/2/2.
 Gangguan AKS dalam mandi, berpakaian, mengurus diri, dan
penggunaan toilet.
b. Program:
 NMES pada ekstremitas superior dextra
 Latihan lingkup gerak sendi pasif pada ekstremitas superior dan inferior
dextra
 Latihan lingkup gerak sendi aktif pada ekstremitas superior dan inferior
dextra
 Latihan kegiatan hidup sehari-hari (ADL), misalnya naik turun tangga
dan berpakaian.
 Latihan jalan di parallel bar

2. Okupasi Terapi
a. Evaluasi:

22
 Kelemahan anggota gerak kanan dengan kekuatan otot ektremitas
superior 1/0/0/0 dan inferior dextra 3/4/2/2.
 Gangguan AKS dalam hal mandi, berpakaian, mengurus diri, dan
penggunaan toilet.
b. Program:
 Latihan peningkatan AKS dengan cara berjalan dan berpakaian.
 Penderita dilatih untuk dapat meningkatkan kekuatan otot serta
meningkatkan durasi ketahanan otot dengan cara melakukan aktivitas
sambil berdiri.
 Penderita dilatih untuk dapat melakukan dan mempertahankan fungsi
tangan dalam hal pola memegang.

3. Psikologi
a. Evaluasi:
 Kecemasan penderita dan keluarga terhadap penyakit yang dialami
penderita.
b. Program:
 Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita
tidak cemas dengan sakitnya.
 Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan tekundalam
menjalankan terapi.
4. Speech Therapy
a. Evaluasi
 Kemampuan pasien untukk bicara
b. Program
 Oral motor exercise/stimulasi

5. Sosial Medik
a. Evaluasi :
 Rumah permanen 1 lantai.
 Menggunakan WC jongkok yang berada dalam kamar penderita.
 Sumber penerangan menggunakan listrik (PLN).

23
 Sumber air minum dari mata air setempat dengan menggunakan PAM.
 Penderita seorang bidan.
 Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS.

b. Program:
 Home visite untuk menilai tempat tinggal penderita dan
menyesuaikannya dengan keadaan penderita saat ini.
 Memberikan edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan secara
teratur.

6. Ortostik Prostetik
c. Evaluasi :
 Gangguan berjalan dan berpindah tempat
d. Program:
 Saat iini menggunakan tongkat

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

J. EDUKASI
1. Saat melakukan aktifitas disarankan menggunakan sisi yang sehat dengan
mengikut sertakan sisi yang sakit, seperti saat sedang memakai pakaian.
2. Sedapat mungkin untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari secara
mandiri.
3. Rajin berlatih yang diselingi dengan fase istirahat,serta kontrol secara teratur.
4. Tetap optimis dan menghindari stress.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaga M, Sengkey L, Angliadi E. Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Non


Hemoragik Menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) Di Instalasi
Rehabilitasi Medik BLU RSUP Prof Dr.R.D Kandou Manado. Jurnal e-
Clinic.2014;2:2. h.1-5.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007; hal: 1-13.
3. Khairunnisa N, Fitriyani. Hemiparese Sinistra, Parese Nervus VII,IX,X,XII, ec
Stroke Non-Hemorrhagic. Jurnal Medula. 2014; 2:3. h. 52-59.
4. Hanas M, Lestari E, Asni EK. Gambaran Fungsi Kognitif Pada Pasien Pasca Stroke
Di Poliklinik Saraf RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM. 2016; 3:1. h. 1-12.
5. Van Gijn J. Main Groups Of Cerebral and Spinal Vascular Disease: Overview. In:
Ginsberg MD, Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular Disease: Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. 1 ed. Malden: Blackwell Science; 1998:1369-1372
6. Soendoro T, On Behalf Of RISKESDAS Team. Report On Result Of National Basic
Health Research (RISKESDAS) 2007. Jakarta: The National Institute Of Health
Research and Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008.
7. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat, 1995
; 269-302.
8. Prawirosumarto K. Rehabilitasi Fisik Pada Pasien Stroke; REHABILTASI
MEDIK, Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik.Jakarta. 1987:
121-25.
9. Steven. Hubungan derajat spastisitas maksimal berdasarkan modified ashworth
scale dengan gangguan fungsi berjalan pada penderita stroke iskemik [thesis].
Semarang: Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro; 2008. p. 1.
10. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke dalam pelayanan kesehatan primer. SMF
Rehabilitasi Medis RS Fatmawati. Jakarta; 2009.p.61-2.
11. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
12. Misbach J, Wendra A. Stroke in indonesia. A first large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in indonesia. Jakarta. 1996.

25
13. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke
update. Manado. Perdosi; 2001.
14. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.p.55-9.
15. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF RSUP
Manado. Manado, 1995; 1-12.
16. Angliadi LS. Rehabilitasi medik pada stroke. Proceeding symposium stroke
update. Manado. Perdosi; 2001.
17. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In: basic clinical rehabilitation
medicine. Philadelphia. Mosby, 1993; p. 87-8.
18. Kolb, Bryan, Whishaw, Ian Q. Fundamentals of Human Neuropsychology, Fourth
Edition. New York: W. H. Freeman and Company, 1996.
19. Harvey RL, et all. Stroke syndromes. In: Braddom LR. Physical Medicine and
Rehabilitation. Second Volume. New York: Elsevier Saunders. 2011; p. 1180-1

26

Anda mungkin juga menyukai