Anda di halaman 1dari 34

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TUTORIAL
LEMAH SEPARUH
BADAN

OLEH
Sri Rahayu Firman (70700122028)
Rezky Inayah Alfatihah (70700122022)
Nomarihi Goraahe (707001220231)

PEMBIMBING
dr. Rauly Ramadhani, M.Kes, Sp.S

SUPERVISOR
dr. Nikmawati , Sp.S, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita
semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis
dapat menyelesaikan laporan tutorial modul “Lemah Separuh Badan”.
Adapun laporan tutorial modul ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan tutorial modul ini. Untuk itu, kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan laporan tutorial modul ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki laporan tutorial modul ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan tutorial modul ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Maros, 12 Desember 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Tutorial dengan judul


“Lemah Separuh Badan”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal 12 Desember 2023
Oleh :

Pembimbing Supervisor

dr. Rauly Ramadhani, M.Kes, Sp.S dr. Nikmawati , Sp.S, M.Kes

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Henny Fauziah, M.Kes, Sp. PK


19840425 201503 2 002

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Skenario.........................................................................................................1
B. Kata/Kalimat Kunci.......................................................................................1
C. Rumusan Masalah.........................................................................................1
D. Learning Outcome.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Anatomi, fisiologi organ yang terkait...........................................................3
B. Etiologi dan etiopetomekanisme hemiparesis...............................................8
C. Hubungan hemiparesis dengan trauma kapitis..............................................8
D. Hubungan hipertensi dengan hemiparesis...................................................10
E. Diagnosis Banding dari kasus tersebut........................................................11
F. Penegakan diagnosis terkait scenario..........................................................17
G. Penatalaksanaan dari diagnosis tersebut......................................................18
H. prognosis terkait scenario............................................................................19
I. Integrasi keislaman terkait skenario............................................................20
BAB III...................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Skenario

Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa ke Puskesmas karena mengalami


kelemahan separuh badan kanan setelah jatuh di kamar mandi dan kepalanya
terbentur pada dinding. Ia selama ini selalu datang berobat karena menderita
tekanan darah tinggi.

B. Kata/Kalimat Kunci

1. Laki-laki 60 tahun
2. Hemiparese dextra
3. Pasca trauma (kepala terbentur)
4. Hipertensi

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ terkait?


2. Bagaimana etiopatomekanisme terjadinya hemiparesis?
3. Bagaimana hubungan hemiparesis dengan trauma kapitis?
4. Bagaimana hubungan hemiparesis dengan hipertesi?
5. Apa diagnosis banding kasus ini?
6. Bagaimana penegakan diagnosis terkait scenario ?
7. Bagaimana penatalaksanaan terkait scenario ?
8. Bagaimana prognosis terkait scenario ?
9. Bagaimana integrasi keislaman terkait skenario ?

D. Learning Outcome

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, fisiologi organ yang terkait


2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiopetomekanisme hemiparesis

1
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan hemiparesis dengan trauma
kapitis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan hipertensi dengan hemiparesis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis Banding dari kasus tersebut
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosis terkait scenario
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari diagnosis tersebut
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis terkait scenario
9. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi, fisiologi organ yang terkait

a. Homunkulus sistem motorik


Dari bagian mesial girus presentralis(=area 4 = korteks
motorik) kebagian lateral bawah secar berurutan terdapat peta gerakan
kaki, tungkai, bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen, toraks, bahu,
lengan, tangan jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah dan
otot penelan. Yang menarik perhatian adalah luasnya kawasan peta
gerakan tangkas khusus dan terbatasnya kawasan gerakan tangkas
umum. Seperti diperlihatkan oleh homonkulus motorik, kawasan
gerakan otot-otot jari/tangan adalah jauh lebih luas ketimbang
kawasan gerakan otot jari/kaki. Melalui aksonnya neuron korteks
motorik menghubungi motorneuron di kornu anterius medulla
spinalis.

3
b. Upper Motor Neuron (UMN)
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN
tergolong ke dalam UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan
fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susnan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal.
 Susunan piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara
langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam
kelompok UMN neuron-neuron tersebut merupakan peenghuni
girus presentralis. Oleh karena itu girus tersebut dinamakan
korteks motorik. Mereka berada dalam lapisan keV dan masing-
masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang
berada di korteks motorik yasng menghadap ke fissura
longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki
dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik yang dekat
dengan fissura lateralis serebri mengurus gerak otot larings,
farings, dan lidah.penyelidikan dengan elektrosimulasi
mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat
dipetakan pada seluruh kawasan korteks motorik sisi
kontralateral. Peta itu dikenal sebagai homonkulus motorik.

4
Neuron motorik terdapat di girus presentralis tepatnya di lapisan
V pada area 4. Melalui aksonnya, neuron korteks motorik
menghubungkan motor neuron yang membentuk inti motorik
saraf kranial dan motor neuron di kornu anterior medulla spinalis.
Akson-akson itu menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal .
Sebagai berkas saraf kompak, mereka turun dari korteks motorik
dan membentuk kapsula interna (antara talamus dan ganglia

5
basalis) yang terbagi menjadi krus anterior dan krus posterior . Di
mesencephalon, serabut-serabut itu berkumpul di 3/5 bagian
pedunculus serebri dan diapit oleh serabut frontopontin di bagian
medial dan serabut parietotemporopontin di bagian lateral. Kedua
serabut itu menduduki pes pontis dan berakhir di situ. Bangunan
lanjutan pes pontis adalah piramis (di ventral medulla oblongata)
yang hanya terdiri dari jaras kortikobulbar dan kortikospinal saja.
Sepanjang batang otak, serabut kortikobulbar meninggalkan
kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir
langsung di motor neuron saraf kranial motorik di sisi kontralateral
dan ipsilateral.
Di perbatasan medulla spinalis dan medulla oblongata,
serabut kortikospinal sebagian besar mentilang dan membentuk
traktus piramidalis lateralis. Sebagian dari mereka tidak
menyilang tapi berlanjut ke medulla spinalis membentuk traktus
piramidalis centralis. Serabut tersebut semakin ke kaudal
semakin kecil. Mayoritas motor neuron menerima impuls
motorik dari intumescentia cervicalis dan lumbalis, yang
mengurus otot-otot ekstremitas superior dan inferior.
 Susunan ekstrapiramidal

6
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari korpus striatum,
globus pallidus, nuklei talamik, nukleus subtalamikus,
substansia nigra, formatio retikularis truncus cerebri,
cerebellum, serta korteks motorik tambahan yaitu area
4,6, dan 8. Komponenkomponen tersebut dihubungkan
oleh akson membentuk lintasan melingkar yang disebut
sirkuit striatal. Sirkuit striatal dibedakan menjadi sirkuit
striatal utama (prinsipal) dan sirkuit striatal penunjang
(assesoris). Sirkuit ini memiliki sistem input dan output.
Eksteroceptif diterima cerebellum menuju ke nuklei
intertalaminares talami dan ke talamus. Inti talamus yang
menerimanya adalah nukleus ventralis lateralis talami dan
nukleus ventralis anterior talami. Kedua lintasan itu
disebut sistem input sirkuit striatal. Impuls yang telah
diproses dalam sirkuit striatal dikirim ke area 4 dan area 6
melalui globus pallidus dan nuklei talami dan pesan-
pesan striatal dikirim ke nukleus ruber, formasio
retikularis,
- Pons : berfungsi sebagai penghubung kedua hemisfer
hemisferium serebri, serta menghubungkan
mesencephalon di sebelah atas dengan medulla
oblongata di bawah.
- Sistem limbik Fungsi utamanya berkaitan dengan
pengalaman dan ekspresi alam perasaan, perasaan dan
emosi, terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang
berhubungan dengan perilaku seksual.
- Medulla spinalis Berfungsi sebagai pusat refleks
spinal dan juga sebagai jaras konduksi impuls dari
atau ke otak. Medulla spinalis terbagi menjadi dua
7
yaitu Substansia alba, befungsi sebagai jaras
konduksi

8
impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat
medulla spinalis dan otak serta substansia grisea
sebagai tempat integrasi refleks - refleks spinal.
Sarpini (2018)

B. Etiologi dan etiopetomekanisme hemiparesis

Etiologi yang menyebabkan hemiparesis adalah multifaktoral, yang


disebabkan oleh vascular, infeksi, tumor, dan trauma. Pada, kasus skenario di atas
dikatakan bahwa mengalami kelemahan separuh badan setelah terbentur
kepalanya di dinding kamar mandi. Oleh sebab itu, trauma menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang memperdarahi area korteks cerebri, di mana
pembuluh tersebut telah mengalami kelainan endothelial akibat riwayat hipertensi
yang di alami pasien. Hafsari (2018)
Adapun salah satu patomekanisme hemiparese adalah sebagai berikut:
adanya lesi vaskuler di otak (hemisfer kiri), dikarenakan adanya lesi tersebut
maka suplai darah ke hemisfer cerebri bagian sinistra mengalami gangguan dan
menyhebabkan infark. Jika terjadi infark pada daerah tersebut, terutama area
motorik( girus precentralis kortex cerebri) maka akan menyebabkan gangguan
fungsi saraf motorik di otak. Jika gangguan tersebut terjadi, maka manifestasinya
adalah terjadinya kelumpuhan yang kontralateral, di mana kelumpuhan motorik
tejadi pada anggota tubuh sebelah kanan, hal ini dikarenakan karena system saraf
motorik akan mengalami persilangan pada Decussatio pyramidal , di mana jika
lesi berada di hemisfer kiri maka akan terjadi kelumpuhan di bagian kanan tubuh.
Pratiwi (2021)

C. Hubungan hemiparesis dengan trauma kapitis

9
Hemiparesis dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah
trauma pada kepala atau trauma kapitis. Trauma kapitis adalah suatu trauma
mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan
mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. Lesi benturan otak menimbulkan
beberapa kejadian berupa gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok
depolarisasi pada sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System yang
bermula dari brain stem), retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian,
peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri), perdarahan petechiae
parenchym ataupun perdarahan besar, kerusakan otak primer berupa cedera pada
akson yang bisa merupakan peregangan ataupun sampai robeknya akson di
substansia alba yang bisa meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak,
kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi
sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis. Xu Y (2019)
Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan
serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel
dinding pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun
akan terganggu, dan terjadilah edema otak regional atau diffus (vasogenik oedem

10
serebri) edema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma
dan kemudian edema akan menyebar membesar. Edema otak lebih banyak
melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di
substansia alba. Dan edema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan
tekanan intra kranial meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik
hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi
transtetorial ataupun serebellar yang berakibat fatal. Xu Y (2016)
Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral
sehingga terjadi serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.
Otak yg terdesak akan mengalami penurunan fungsi dari motorik dan sensorik
primer pada korteks serebrum yang mengakibatkan rangsangan dari saraf afferent
tidak dapat diterjemahkan secara normal, sehingga menimbulkan kelemahan
separuh sisi tubuh / hemiparese yg kontralateral dengan lesi pada otak. Hafsari
(2018)

D. Hubungan hipertensi dengan hemiparesis

Ada 2 kemungkinan terjadinya hemiparese karena hipertensi:


a. Hipertensi merupakan faktor pencetus utama terjadinya serangan stroke.
Hipertensi dapat timbul akibat adanya plak aterosklerotik di endotel
pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Jika terjadi oklusi arteri
serebri maka akan timbul penurunan suplai darah ke otak. Akibat jaringan
otak tidak mendapat nutrisi yang adekuat sehingga bias nekrosis lalu
terjadilah infark serebri. Selain itu, hipertensi dapat menyebabkan timbulnya
kelainan pada endotel ppembuluh darah akibat terlalu tingginya tekanan
darah seperti Berry Aneurysm dan Charcol-Bouchard Aneurysm. Aneurisma
menyebabkan pembuluh darah sangat rapuh dan mudah ruptur. Bila
pembuluh darah pecah maka akan terjadi pendarahan subaraknoid atau
intraserebral tergantung dimana arteri yang rupture. Akibatnya akan terjadi

11
Cerebral Haemorrhage

12
yang berlanjut ke Cerebrovascular Disease atau Stroke. Bila hemorragik
sudah timbul, maka jaringan otak tidak lagi mendapatkan intake oksigen dan
nutrisi yang adekuat sehingga terjadi disfungsi. Cerebrovascular Disease
dapat menyebabkan lesi di Upper Motor Neuron yaitu di susunan piramidalis
dan ekstrapiramidalis. Lesi UMN yang mengatur semua gerakan motorik
voluntar akan hilang yaitu pada sisi kontralateral dari lesi di cerebrum.
Akibatnya terjadi hemiparesis kontralateral berupa penurunan kekuatan otot.
Hafsari (2018)
b. hipertensi akibat sumbatan menyebabkan darah ke otak kurang sehingga
seseorang menjadi pusing karena pusing, seseorang akan mengalami
penurunan keseimbangan. Karena mengalami penurunan keseimbangan,
maka seseorang akan terjatuh. Jika pada saat terjatuh, bagian tubuh yang
terbentur adalah kepala, maka akan menimbulkan trauma kapitis. Dengan
terjadinya trauma kapitis, maka akan timbul pendarahan di bagian lapisan
subarakhnoid korteks cerebri yang mengakibatkan konduksi saraf terhambat
sehingga terjadilah hemiparesis. Hafsari (2018)

E. Diagnosis Banding dari kasus tersebut

1. Trauma kapitis
Trauma Capitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
ganguan fungsional jaringan otak.
Kelainan Struktural adalah gangguan / lesi anatomis dari struktur
kepala , misalnya luka kulit kepala , fraktur tulang tengkorak , lacerasi
jaringan otak dan perdarahan.
Gangguan Fungsional jaringan otak misalnya penurunan kesadaran ,
kelumpuhan saraf otak , kelumpuhan motorik dan lain-lain.
Ada dua tahapan kerusakan di dalam terjadinya kerusakan jaringan
otak (brain damage) setelah trauma capitis.

13
 Primary damage, yaitu kerusakan yang terjadi pada saat kejadian
trauma capitis yaitu , laserasi dan contusio (luka dan memar) dari
jaringan otak dan diffuse axonal injury (DAI). Diffuse Axonal Injury
disebabkan banyaknya serabut-serabut saraf pada jaringan otak yang
rusak pada waktu terjadinya trauma. Tetapi masih ada beberapa
peneliti yang mengatakan bahwa diffuse axonal injury (DAI) terjadi
karena edema jaringan otak , hypoxia atau karena kerusakan batang
otak. Diffuse axonal injury ditandai dengan adanya coma yang lama
yang terjadi segera setelah trauma capitis yang berat.
 Secondary damage, yaitu kerusakan yang terjadi akibat komplikasi
dari proses-proses yang terjadi pada saat trauma capitis dan baru
menunjukkan gejala beberapa saat kemudian (biasanya beberapa jam
kemudian). Secondary damage misalnya : perdarahan intracranial ,
cerebral edema , peningkatan tekanan intracranial ,ischemic brain
damage dan infeksi. Perdarahan intracranial adalah perdarahan yang
terjadi di dalam rongga tengkorak. Cerebral edema ialah
bertambahnya volume cairan didalam jaringan otak . Ischemic brain
damage adalah kerusakan jaringan otak karena keadaan hypotensi
yang berlansung lama pada saat terjadi trauma capitis.
Pola – pola (bentuk – bentuk ) kelainan yang mungkin terjadi pada
trauma capitis adalah:
 Luka dan Avulsi Kulit Kepala
Luka dan avulsi (kehilangan sebagian) kulit kepala dapat
menyebabkan perdarahan yang berat sehingga menyebabkan
shock. Luka pada kulit dapat menunjukkan lokasi (area) dimana
terjadi trauma. Bila dibawah luka terdapat fraktur yang menekan
jaringan otak maka luka tersebut dapat merupakan jalan masuk
kuman-kuman untuk terjadinya infeksi intracranial.
 Fraktur Tulang Tengkorak
14
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap
tengkorak), disebut Fraktur Calvarium dan fraktur pada basis
cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium. Amila
(2019)
2. Perdarahan intrakranial
 Perdarahan Epidural ( Epidural Hemorrhage – EDH )
Perdarahan ini disebabkan pada umumnya karena fraktur di
daerah Temporal yang memutuskan Arteri Meningea Media yang
berjalan didalan suatu alur di tulang temporal. Darah dengan
segera akan terkumpul di rongga di antara dura mater dan tulang
tengkorak. Darah ini akan menekan jaringan otak ke arah medial
dan menyebabkan penekanan terhadap Nervus III sehingga pupil
yang sepihak dengan epidural hematoma akan melebar (midriasis)
dan perangsangan cahaya pada pupil mata ini tidak akan
menggerakkan musculus ciliaris (rangsang cahaya negatif).
Epidural Hematoma harus segera di operasi (craniotomy).
Riwayat penyakit yang khas pada Epidural Hematoma ialah
adanya ‘Lucid Interval”. Pada waktu baru terjadi trauma kapitis,
penderita tetap berada dalam keadaan sadar , bahkan masih
mampu menolong dirinya sendiri , baru beberapa jam kemudian
(biasanya antara 6 – 8 jam) kesadaran mulai menurun , kedua
pupil akhirnya berdilatasi penuh dan rangsang cahaya pada kedua
mata menjadi negatif dan penderita meninggal. Tenggang waktu
antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan
kesadaran disebut “lucid interval”. Kedua pupil yang berdilatasi
penuh dengan rangsang cahaya yang negatif menujukkan keadaan
yang disebut “herniasi tentorial” . Herniasi tentorial terjadi akibat
peningkatan tekanan intracranial dimana batang otak terdesak
kearah caudal dan akhirnya terperangkap oleh tentorium (lihat
15
atlas anantomi).

16
 Perdarahan Subdural. ( Subdural Hemorrhage – SDH )
Perdarahan ini terletak diantara permukaan jaringan otak dan di
bawah duramater, biasanya di daerah Parietal. Perdarahan ini
dapat terjadi karena mekanisme rotasi maupun mekanisma
aselerasi – deselerasi kepala sehingga memutuskan Bridging
Veins ( vena vena yang menghubungkan permukaan jaringan otak
dan duramater ) atau pecahnya pembuluh – pembuluh cortical
jaringan otak (baik arteri maupun vena yang berada pada
permukaan otak). Bila terjadi akut , segera setelah trauma kapitis ,
ini menunjukkan suatu trauma kapitis yang cukup berat. Kasus
Perdarahan Subdural Akut ( Acute SDH ) memerlukan tindakan
operasi segera. Sering perdarahan subdural baru manifest setelah 2
– 3 minggu setelah Trauma Kapitis , terdapat sakit kepala,
kelemahan anggota gerak sesisi dan bahkan penurunan kesadaran.
Keadaan ini disebut Perdarahan Subdural Kronis ( Chronic SDH ).
Dengan melakukan operasi membuang darah tersebut , penderita
akan segera pulih kembali.
 Perdarahan Intracerebral ( Intracerebral Hemorrhage – ICH )
Perdarahan ini terjadi karena putusnya pembuluh darah di dalam
jaringan otak. Penderita akan cepat kehilangan kesadaran .
Tergantung dimana letak perdarahan, operasi dapat menolong
penderita tetapi biasanya dengan cacat yang menetap. Perdarahan
juga dapat terjadi di dalan sistim ventrikel , disebut Perdarahan
Intraventrikular ( Intraventricular Hemorrhage – IVH ). Darah
akan menyumbat sistim ventrikel sehingga liquor cerebrospinal
tidak dapat mengalir dan terkumpul di dalam sisitim ventrikel dan
menyebabkan sisitim ventrikel melebar dan mengandung banyak
cairan , sehingga terjadi Hydrocephalus. Bila perdarahan cukup

17
banyak maka seluruh fungsi jaringan otak akan terganggu.
Oliveira (2020)
3. Stroke
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya
aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan
bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang
lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke
hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke
adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
- Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
18
- Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
- Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
- Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
- Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
Tanda dan Gejala-gejala Stroke
- Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik
- Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial
atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu,
pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
- Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun,
hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.
Faktor Penyebab Stroke
- Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan
darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam
keluarga, Migrain.

19
- Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif),
Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang
olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba,.
- Obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis,
Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada
hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman
(marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang
mengkonsumsi makanan yang berlemak. Mutiarasari (2019)

F. Penegakan diagnosis terkait scenario

1) Pemeriksaan Fisik:
- Inspeksi :
Hemiparesis
jelas
Tidak ada ketangkasan gerakan
Gangguan Motorik
Gait
- Palpasi
Motorik : pemeriksaan ketangkasan gerakan, penilaian tenaga otot,
penilaian tonus otot.
Sensorik : Menilai kepekaan indera peraba
Refleks tendo dan patologik
- Pemeriksaan Tekanan Darah
Untuk stroke hemoragik dihitung dengan Mean Artery Blood Pressure
(MABP)

Sistolik  2Diastolik
MABP  3

20
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium:
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan GDS
- Pemeriksaan kadar asam urat
- Pemeriksaan Ureum-Kreatinin
- Pemeriksaan SGOT-SGPT
- Pemeriksaan Fraksi Lipid
b. Pemeriksaan Radiologik:
- Sinar-X untuk mendeteksi kardiomegali dan infiltrate paru
- Pungsi Lumbal untuk mengetahui kausa stroke
- CT-Scan untuk membedakan antara stroke hemoragik dan stroke
non-hemoragik
- EKG untuk mengetahui keadaan jantung
- EEG untuk mengetahui area lokasi secara spesifik
- Angiografi cerebral untuk mencari secara spesifik penyebab stroke
- MRI untuk menunjukkan daerah yang mengalami infark
- Dopler Transkranium untuk mengetahui aliran darah yang
kemungkinan stenosis pada arteri (Prakasita, 2018)

G. Penatalaksanaan dari diagnosis tersebut

Penanganan Umum
1. B1: BREATHING
Airway Clear : jalan napas harus bebas, respirasi terjamin
2. B2: Blood
Terjaminnya sirkulasi umum jantung, tekanan darah, darah (Hb dll),
viskositas intake cairan, Asam-Basa, K; N; Ca
3. B3: BRAIN
Cerebral function

21
- Koma dipantau
- Kejang diobati dengan anti konvulsan
- Kadar gula darah (GD) : bila tinggi turunkan pelan-pelan
4. B4: BLADDER FUNCTION
- Fungsi ginjal di pelihara, hindri infeksi, batu, gangguan balans elektrolit,
pH, air, dsb
- Atasi retensi/ inkontinensi : kateter
5. B5: BOWEL FUNCTION
Nutrisi yang cukup/ optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi alvi)
& inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll
Medikamentosa
- Anti Edema (otak)
- Kortikosteroid : Deksametason. Dewi, (2017)

H. prognosis terkait scenario

1. Prognosis stroke hemoragik


Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap
kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 10-21 hari.
Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin
mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari
jumlah tersebut:
 1/3 --> bisa pulih kembali,
 1/3 --> mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
 1/3 sisanya --> mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal
seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita
Stroke

22
menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang
stroke.
2. Prognosis Trauma Capitis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama
pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit
memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki
kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif,
sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal
atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan
sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang
pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih
dengan gejala depresi. Dewi (2017)

I. Integrasi keislaman terkait skenario

‫َك‬
َ َ َّ َ ُ ِ ‫ف ˜`ى ا‬
ِ
‫ى صر ما شٓا ر‬
‫َء كَّ َب‬ „
‫` ة‬
‫و‬
“dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”

Dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia menyusun tubuhmu dengan
sempurna. Tidak ada manusia yang sama persis dengan lainnya. Karena
mempunyai bentuk tubuh yang sempurna, semestinya manusia bersyukur kepada
Allah dan tidak bermaksiat bahkan menyekutukanNya. Pada ayat ini, Allah
menyebutkan bahwa penciptaan manusia sesuai dengan kehendaknya. Allah telah
menjadikan susunan tubuh manusia seimbang. Bila kita melihat morfologi (bentuk

23
tubuh fisik manusia) dari depan, akan jelas tampak sekali keseimbangan itu.
Morfologi manusia tampak simetris dan seimbang apabila kita tarik garis tengah
dari kepala, -melalui titik tengahnya-, sampai ke bawah, akan tampak
keseimbangan susunan fisik tubuh manusia itu. Belahan kiri dan kanan seolah
merupakan bayangan cermin satu dengan yang lainnya. Masing-masing belahan

24
mempunyai satu mata, satu telinga, satu lubang hidung, satu kuping, satu tangan,
dan satu kaki, yang satu belahan dengan belahan yang lainnya, merupakan
bayangan cermin yang simetris seimbang.
Allah telah menganugerahkan sistem syaraf pada manusia, yang berfungsi
untuk mengatur keseimbangan dan kesetimbangan tubuh manusia, serta
kemampuan manusia untuk berorientasi pada ruang 3 dimensi. Sistem syaraf yang
mengatur keseimbangan manusia itu berada di dalam Sistem Syaraf Perifer (SSP)
manusia. Dalam SSP terdapat sistem syaraf yang mengatur keseimbangan tubuh
manusia, yaitu yang dikenal dengan syaraf ke-VIII, atau disebut pula
Vestibulocochlear nerve (syaraf "siput-telinga" depan). Syaraf ke-VIII ini
mempunyai fungsi bagi adanya balance (keseimbangan), equillibrium
(kesetimbangan), serta orientation in three-dimensional space. Shihab (2018)

25
BAB III

PENUTUP
A. Tabel Diagnosis
Kata Kunci Trauma Perdarahan Stroke
Kapitis Intrakranial
Laki laki + + +

Usia 60 tahun + + +

Hemiparese + + +
dextra
Kepala terbentur + + +
pada dinding

Riwayat + + +
hipertensi

B. Kesimpulan
Etiologi yang menyebabkan hemiparesis adalah multifaktoral, yang
disebabkan oleh vascular, infeksi, tumor, dan trauma. Pada, kasus skenario
di atas dikatakan bahwa mengalami kelemahan separuh badan setelah
terbentur kepalanya di dinding kamar mandi. Oleh sebab itu, trauma
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang memperdarahi area korteks
cerebri, di mana pembuluh tersebut telah mengalami kelainan endothelial
akibat riwayat hipertensi yang di alami pasien.

26
Adapun salah satu patomekanisme hemiparese adalah sebagai berikut:
adanya lesi vaskuler di otak (hemisfer kiri), dikarenakan adanya lesi
tersebut maka suplai darah ke hemisfer cerebri bagian sinistra mengalami
gangguan dan menyhebabkan infark. Jika terjadi infark pada daerah
tersebut, terutama area motorik( girus precentralis kortex cerebri) maka
akan menyebabkan gangguan fungsi saraf motorik di otak. Jika gangguan
tersebut terjadi, maka manifestasinya adalah terjadinya kelumpuhan yang
kontralateral, di mana kelumpuhan motorik tejadi pada anggota tubuh
sebelah kanan, hal ini dikarenakan karena system saraf motorik akan
mengalami persilangan pada Decussatio pyramidal , di mana jika lesi
berada di hemisfer kiri maka akan terjadi kelumpuhan di bagian kanan
tubuh.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyani, N., Hasriana, & Anisa, N. R. (2020). Pengaruh Pola Makan


dan Hipertensi Terhadap Kejadian Penyakit Stroke Di Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, 15(2), 117–123.
2. Xu Y, Liu L. Ipsilateral hemiparesis and contralateral lower limb
paresis caused by anterior cerebral artery territory infarct.
Neurosciences (Riyadh). 2019;21(3):256-259.3.
3. Pratiwi MD, Rahmayani F. (2021) HEMIPARESIS ALTERNANS:
LAPORAN KASUS. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia.
9(1).
4. Duta Hafsari, R.A. Neylan, Zam Zanariah. (2018). Hemiplegia
Sinistra dan Paresis Nervus VII dan XII Et Causa Stroke Non
Hemoragik. 7(3).
5. Sarpini, Rusbandi. (2018). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia
Untuk Paramedis-edisi revisi. Bogor : IN MEDIA.
6. Mutiarasari D. (2019). Ischemic Stroke: Symptomps, Risk Factors,
and Prevention. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran. Vol. 6,
No.1.
p. 61

28
7. Amila, A., & Sariani, S. (2019). Lama Rawat Pada Pasien Dengan
Cedera Kepala Ringan. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(2), 136–142.

29
https://doi.org/10.33024/hjk.v13i2.1391
8. Oliveira Manoel AL de. Surgery for spontaneous intracerebral
hemorrhage. Crit Care 2020;24(1).
9. Shihab, Quraish M. 2018. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
10. Prakasita M, Tugasworo D, Ismail A. (2018). Hubungan antara Lama
Pembacaan CT Scan terhadap Outcome Penderita Stroke Non
Hemoragik. Thesis. Universitas Dipenogoro.
11. Dewi RTA. (2017). Pengaruh Latihan Bola Lunak Bergerigi dengan
Kekuatan Genggam Tangan pada Pasien Stroke Non Hemoragik di
RSUD Prof dr Margono Soekarjo Purwokerto. Thesis. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

30

Anda mungkin juga menyukai