Anda di halaman 1dari 32

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2023

UNIVERSITAS HASANUDDIN

INTERPRETASI PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS


PADA SISTEM REFLEKS

Oleh:
Muh Radjadhilah S C014221018
Steven Reinaldi C014222183
Sindi Rahmasari C014222191
Wulansari C014221053

Residen Pembimbing:
dr. Ibnu Ludi Nugroho

Residen Supervisor:
dr. Andi Zuldjumadi

Supervisor Pembimbing:
dr. Muhammad Yunus Amran, Ph. D, Sp. S, FIPM, FINR, FINA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN SARAF
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Muh Radjadhilah S C014221018


Steven Reinaldi C014222183
Sindi Rahmasari C014222191
Wulansari C014221053

Telah menyelesaikan referat yang berjudul “Interpretasi Pemeriksaan Refleks


Fisiologis Pada Sistem Refleks” pada Mei 2023 dan telah mendapatkan perbaikan.
Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kedokteran Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, Mei 2023

Residen Supervisor Residen Pembimbing

dr. Andi Zuldjumadi dr. Ibnu Ludi Nugroho

Supervisor Pembimbing

dr. Muhammad Yunus Amran, Ph. D, Sp. S, FIPM, FINR, FINA

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur tidak henti-hentinya kami panjatkan atas segala limpahan
rahmat, hidayah, kesehatan, kekuatan dan kasih sayang Allah SWT oleh karena- Nya
kami dapat menyelesaikan tugas refarat ini yang berjudul “Interpretasi Pemeriksaan
Refleks Fisiologis Pada Sistem Refleks”. Sepanjang penyusunan referat ini, berbagai
pihak telah mengontribusikan banyak waktu, ide, dan tenaga, sehingga refarat ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada yang dapat kami sampaikan kecuali
rasa terima kasih mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya
supervisor pembimbing kami, dr. Muhammad Yunus Amran, Ph. D, Sp. S, FIPM,
FINR, FINA.

Kami menyadari penyusunan refarat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan pembuatan refarat di masa yang akan datang.

Makassar, Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN REFLEKS.................................................................................. 3
2.2 MEKANISME TERJADINYA REFLEKS ......................................................... 4
2.2.1 Monosinaps ................................................................................................... 6
2.2.2 Disinaps ........................................................................................................ 7
2.2.3 Polisinaps ...................................................................................................... 8
2.3 REFLEKS REGANG OTOT .............................................................................. 8
2.3.1 Refleks Biseps............................................................................................. 11
2.3.2 Refleks Trisep ............................................................................................. 13
2.3.3 Refleks Brakhioradialis............................................................................... 15
2.3.4 Refleks Patella ............................................................................................ 17
2.3.5 Refleks Achilles .......................................................................................... 19
2.3.6. Refleks Rahang Bawah .............................................................................. 22
2.4 REFLEKS SUPERFISIALIS .......................................................................... 22
2.4.1 Refleks Superfisialis Kornea .......................................................................... 23
2.4.2 Refleks Superfisialis Abdominal ................................................................ 23
2.4.3 Refleks Superfisialis Kremaster.................................................................. 25
2.4.4 Refleks Superfisialis Anal .......................................................................... 25
BAB III........................................................................................................................ 26
PENUTUP ................................................................................................................... 26
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Refleks merupakan respon yang terjadi diluar kehendak atau terjadi secara
otomatis tanpa usaha sadar (involuntary response) akibat stimulus yang diterima dari
luar tubuh organisme yang melibatkan sistem saraf pusat dan perifer dalam
memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Keterlibatan sistem saraf pusat dan
perifer yang menyebabkan terjadinya refleks disebut dengan lengkung refleks (reflex
arc). Lengkung refleks terdiri dari lima komponen yaitu organ reseptor, neuron
sensorik (jalur aferen), pusat integrasi, neuron motorik (jalur eferen), dan organ
efektor.1

Secara fisiologis, refleks berfungsi untuk menjaga homeostasis dan menjaga


integritas fisik pada suatu organisme. Misalnya pada otot terdapat serabut intrafusal
sebagai organ reseptor yang dapat menerima sensor berupa regangan otot (refleks
dalam/ refleks tendon), lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis
melalui ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan
langsung bersinaps dengan lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan
mengkontraksikan otot yang terlibat melalui serabut ekstrafusal agar otot tersebut tidak
terjadi overstretching. Organ reseptor pada lengkung refleks tidak hanya menerima
respon peregangan otot saja, namun juga dapat terjadi melalui rangsangan respon
sensorik kulit atau membran mukus yang disebut refleks superfisialis sebagai
contohnya refleks korneal, abdominal, kremaster, dan anal yang akan mengakibatkan
kontraksi otot yang ada dibawahnya atau disekitarnya.1-2

Refleks tendon (muscle strecth reflexes) dan refleks superficialis ini merupakan
jenis refleks fisiologis. Refleks fisiologis ini umumnya terjadi pada orang yang normal
atau tidak terjadi gangguan pada sistem sarafnya. Sedangkan pada kelainan sistem
saraf, refleks fisiologis ini dapat menurun bahkan dapat menghilang, meningkat dan
juga dapat muncul refleks patologis. Masing-masing reflex melibatkan segmen-segmen
spinal yang mempersarafinya, oleh karena itu refleks fisiologis yang hilang/menurun

1
ataupun menigkat dapat membantu kita untuk megetahui lokasi terjadinya suatu lesi
yang patologik.3-4

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN REFLEKS
Refleks ialah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar atau secara
sederhana refleks dapat dikatakan sebagai jawaban atas rangsangan. Refleks
neurologik bergantung pada suatu lengkungan (lengkung refleks) yang terdiri atas
jalur aferen yang dicetuskan oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi
organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen ini.5
Organ sensorik (yang menerima impuls), serabut saraf sensorik (yang
menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang (serabut-serabut saraf
penghubung yang menghantarkan impuls), sel saraf motorik (menerima dan
mengalihkan impuls), dan organ motorik (yang melaksanakan gerakan). Gerak
refleks merupakan bagian dari mekanika pertahanan tubuh yang terjadi jauh lebih
cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena debu, menarik
kembali tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak
refleks dapat dihambat oleh kemauan sadar; misalnya, bukan saja tidak menarik
tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh permukaan panas.5
Lengkung refleks adalah jalur-jalur saraf yang terlibat dalam melaksanakan
aktivitas refleks yang biasanya mencakup lima komponen dasar : reseptor, jalur
aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan efektor. 5, 6

Gambar 2.1. Lengkung Refleks

3
Reseptor berespons terhadap rangsangan, yaitu perubahan fisik atau kimiawi
dalam lingkungan reseptor yang dapat dideteksi. Sebagai respons terhadap
rangsangan tersebut, reseptor menghasilkan potensial aksi yang dipancarkan oleh
jalur aferen ke pusat integrasi untuk diolah. Pusat integrasi biasanya adalah SSP.
Medula spinalis dan batang otak mengintegrasikan refleks- refleks dasar,
sementara pusat-pusat lebih tinggi diotak memproses refleks didapat. Pusat
integrasi memproses semua informasi yang tersedia baginya dari reseptor ini serta
dari semua masukan lain kemudian mengambil keputusan mengenai respons yang
sesuai. Instruksi dari pusat integrasi ini disalurkan melalui jalur eferen ke efektor
otot atau kelenjar yang melaksanakan respons yang diinginkan. 6
Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum,fungsi
nervus, dan koordinasi tubuh. Dari refleks atau respon yang diberikan oleh
anggota tubuh ketika sesuatu mengenainya dapat diketahui normal tidaknya fungsi
dalam tubuh.5

2.2 MEKANISME TERJADINYA REFLEKS


Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul
dinamakan gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan
yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin gerakan volunter,
maupun untuk membela diri. Gerakan reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh
anggota gerak akan tetapi setiap ototlurik dapat melakukan gerakan reflektorik.
Lagipula perangsangannya tidak saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi
semua impuls perseptif dapat merangsang gerakan reflektorik. Ketika suatu
perangsangan dijawab denganbangkitan suatu gerakan, hal tersebut menandakan
bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu
terdapat hubungan.7
Lintasan yang menghubungkan reseptor dan efektor itu dikenal sebagai
lengkung refleks. Lengkung refleks ini terdiri dari alat indera, serat saraf aferen,
satu atau lebih sinaps yang terdapat disusunan saraf pusat atau di ganglion simpatis,
serat saraf eferen dan efektor. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat

4
melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus cranialis, sedangkan
badan selnya akan terdapat di ganglion dorsalis atau diganglion homolog nervi
craniales. Serat neuron eferen keluarmelalui radiks ventralis atau melalui nervus
cranialis yang sesuai. Oleh karena itu, radiks dorsalis medulla spinalis bersifat
sensorik dan radiksventralis bersifat motorik. 8

Gambar 2.2. Mekanisme Terjadinya Gerak Refleks

Dasar bagi lengkung refleks ini adalah cabang sensoris yang utuh, sinaps-sinaps
yang fungsional di medulla spinalis, cabang motorik yang utuh, dan otot yang dapat
memberikan respon. Cabang aferen dan eferen berjalan bersama-sama didalam
saraf spinalis yang sama. Jika suatu otot yang sudah teregang tiba-tiba diregangkan
lebih besar lagi, cabang sensorik aferen mengirim impuls melalui saraf spinalnya
yang berjalan ke radiks dorsalis saraf itu. Setelah bersinaps di dalam substansia
grisea medullaspinalis, impuls ini disalurkan ke radiks nervus ventralis. Impuls ini
kemudian dihantarkan melalui radiks ventralis ke pertemuan neuro muscular,
dimana kontraksi otot yang cepat melengkapi lengkung refleks. 1
Cabang sensorik aferen tidak hanya penting di dalam lengkung refleks, tetapi
juga penting dalam penilaian sensasi secara sadar. Serabut- serabut yang membawa
sensasi proprioseptif dari otot, sendi, dan tendo memasuki radiks dorsalis dan
berperan dalam lengkung refleks. 8-9

5
Reseptor berespon terhadap stimulus (rangsangan), yaitu perubahan fisika,
kimia dilingkunagn reseptor yang dapat dideteksi. Sebagai respon terhadap
rangsangan tersebut, reseptor membentuk potensial aksi yang dipancarkan oleh
jalur aferen ke pusat integrasi untuk diolah. Biasanya, sebagai pusat integrasi
adalah SSP. Korda spinalis dan batang otang bertanggung jawab untuk
mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat-pusat otak yang lebih
tinggi biasanya mengolah refleks-refleks didapat. Bila hubungan dengan pusat
lebih tinggi ini terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal, hal ini
akan mengakibatkan refleksmeninggi. 5,9
Refleks neurologik bergantung pada suatu lengkungan (lengkung refleks) yang
terdiri atas jalur aferen yang dicetuskan oleh reseptor dan sistem eferen yang
mengakivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen ini. Refleks
neurologik timbul karena adanya stimulus (ketokan), reseptor, serabut aferen,
ganglion spinal, neuron perantara, sel neuron motorik, serabut eferen, dan efektor
(otot). Hal ini dinamakan lengkung refleks (refleks arc). Bila lengkung ini rusak
maka refleks akan hilang.5
Selain itu, didapatkan pula hubungan dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak yang tugasnya memodifikasi refleks tersebut. Bila hubungan dengan pusat
yang lebih tinggi ini terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal,
hal ini akan mengakibatkan refleks meninggi.5 Refleks dapat terjadi secara
monosinaps, disinaps, maupun polisinaps.6
2.2.1 Monosinaps
Monosinaps berarti ”satu sinapsis”; dengan demikian hanya terdapat
satu hubungan dalam spinal cord, yakni antara saraf sensorik (SN) dengan
saraf motorik (MN), pada refleks monosinaps. Contohnya adalah pada knee-
jerk reflex di mana saraf sensorik pada muscle spindle m. quadriceps femoris
terhubung langsung dengan saraf motorik pada serabut otot m. quadriceps
femoris, mengakibatkan kontraksi otot tersebut. 8

6
Gambar 2.3 Refleks Monosinaps
2.2.2 Disinaps
Disinaps menandakan adanya penghubung interneuron antara neuron
sensorik dan neuron motorik di dalam medulla spinalis, sehingga ada dua
sinapsis yang terjadi dalam busur refleks disinaps. Disinaps dapat terjadi
sebagai pelengkap dari monosinaps. Suatu pergerakan selalu berkaitan
dengan kontraksi dan relaksasi dua otot yang bekerja berlawanan. Knee-jerk
reflex melibatkan kontraksi m. quadriceps femoris dan relaksasi otot
Hamstring.8

Gambar 2.4 Refleks Disinaps

7
2.2.3 Polisinaps
Refleks polisinaps terjadi apabila neuron sensorik dan neuron motorik
terhubung oleh lebih dari satu interneuron sehingga ada dua lintasan di
dalam medulla spinalis ketika refleks, yakni langsung ke anterior motor
neuron melalui lintasan monosinaptik, atau melalui satu atau lebih
interneuron sebelum berjalan ke motor neuron. Refleks somatik (refleks
yang mempengaruhi otot) pada umumnya terjadi secara polisinaps, seperti
halnya flexor reflex, refleks jalan, refleks lari, loncat, memegang,
menggaruk, serta banyak lagi gerakan anggota tubuh yang terjadi secara
reflektoris. 10

Gambar 2.5 Refleks Polisinaps

2.3 REFLEKS REGANG OTOT


Refleks regang otot adalah timbulnya respon kontraksi pada saat otot rangka
dengan inervasi saraf yang utuh dirangsang. Rangsangannya berupa regangan pada
otot dan responnya berupa kontrkasi dari otot yang diregangkan. Reseptor yang
berperan adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat

8
peregangan kumparan otot yang dihantarkan menuju ke sistem saraf pusat melalui
jaras sensorik langsung bersinaps dengan neuron motorik dari otot yang
diregangkan. Refleks regang berfungsi sebagai bentuk mekanisme umpan balik
negatif dan defensif untuk perubahan panjang otot, sehingga panjang optimal dapat
tetap dipertahankan. Refleks regang otot sering disebut juga dengan istilah refleks
dalam, refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik, dan refleks fisiologis.
Refleks regang otot dapat dinamai berdasarkan otot yang memberikan respon atau
menurut tempat merangsang, yaitu insersio otot.6,11

Refleks regang otot dapat membantu mengevaluasi kelainan neurologi yang


mempengaruhi jaras aferen, koneksi sinaptik medulla spinalis, saraf motorik, dan
jaras eferen. Teknik yang tepat dan interpretasi dari hasil pemeriksaan sangat
penting dalam menentukan perbedaan antara proses patologis atau lesi yang terjadi
merupakan suatu lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor Neuron
(LMN) dengan adanya penurunan respon refleks (hiporefleks) atau peningkatan
respon refleks (hiperefleks). Refleks regang otot meningkat pada lesi UMN dan
menurun pada lesi LMN dan kelainan otot. Hiporefleks pada pasien bisa menjadi
tanda adanya kerusakan saraf pada tulang belakang dan saraf perifer. Neuropati
seperti yang terjadi pada palsi radial atau polineuropati HIV dan Guillain- Barré
Syndrome. Di sisi lain, pasien dengan hiperflexia dengan klonus atau tanda babinski
memiliki lesi UMN, seperti pada pasien dengan tumor otak, stroke atau beberapa
sklerosis. 6, 11-12

Untuk memberikan skala sebagai standar untuk mengevaluasi refleks regang


otot, pada tahun 1993, National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS) mengusulkan skala penilaian dari 0 hingga +4. Skala ini telah divalidasi
dan diterima secara universal. Penilaian NINDS untuk refleks regang otot disajikan
dalam Tabel 2.1.13

9
Skala Interpretasi
0 Arefleksia atau Refleks tidak ada
+1 Hiporefleksia atau refleks kecil, kurang dari normal
+2 Normal atau di bagian bawah kisaran normal
+3 Hiperefleksia atau refleks di bagian atas kisaran normal
Hiperrefleksia atau lebih dari normal, termasuk klonus jika ada, yang
+4 secara opsional dapat dicatat dalam deskripsi verbal tambahan dari
refleks
Tabel 2.1. Skala Penilaian Refleks Regang otot menurut NINDS
Nilai normal biasanya bergantung pada riwayat pasien dan tingkat refleks
sebelumnya, dikatakan abnormal jiika ditemukan hasil asimetris. Hasil
pemeriksaan refleks negatif dapat dipastikan dengan mudah. Pada refleks yang
meningkat, maka area untuk memberikan rangsang biasanya bertambah luas dan
kontraksi otot yang dihasilkan juga bertambah, sehingga mengakibatkan gerakan
yang kuat pada persendiannya, dan kadang-kadang didapatkan klonus. Setelah
pemeriksa memperoleh refleks di satu sisi, refleks di sisi berlawanan juga harus
diuji untuk perbandingan.13

Beberapa jenis refleks regang otot yang dapat diuji sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik dapat menggambarkan sesuatu tentang fungsi sistem saraf yang
berkontribusi terhadap masing-masing jenis refleks. Pemeriksaan refleks telah
digunakan selama lebih dari satu abad sebagai bagian dari pemeriksaan neurologis
rutin karena tidak ada risiko dalam pemeriksaan, biaya yang rendah, nilai prediktif,
dan dapat dilakukan dengan cepat, bahkan tanpa peralatan khusus. Penilaian refleks
regang otot didasarkan pada evaluasi subjektif pemeriksa terhadap amplitudo,
dengan rentang yang luas dari rentang normal kemudian di interpretasikan sesuai
dengan respon kontraksi yang ditunjukkan setelah memberikan regangan.
Berdasarkan lokasinya, refleks regang otot dibagi menjadi refleks regang otot
ekstremitas superior (yakni refleks biseps, refleks triseps, dan refleks

10
brakioradialis), refleks regang otot ekstremitas inferior (terdiri dari, refleks patella
dan refleks achilles), dan sering juga ditambahkan refleks rahang bawah.14

2.3.1 Refleks Biseps


Refleks biseps atau refleks tendo biseps adalah deep tendon reflex yang
dilakukan untuk menilai refleks fisiologis yang dimediasi oleh nerve root C5
dan C6 pada nervus musculocutaneous yang melibatkan otot biseps. Refleks
biseps sebagian besar merupakan indikator integritas neurologis untuk C5
seperti pada Gambar 2.1, dan sedikit komponen dari C6, karena refleks
biseps memiliki dua tingkat persarafan utama, kekuatan refleks harus sedikit
lebih lemah dari pada kekuatan sisi yang berlawanan untuk mengindikasikan
adanya kondisi patologis, sehingga sangat penting untuk membandingkan
sisi tubuh yang berlawanan. 5, 15

Gambar 2.6 Persarafan Level C5. Refleks biseps dimediasi secara dominan oleh
persararafan level cervical 5. 15

11
Pemeriksaan dilakukan dengan cara fleksikan siku dengan posisi rileks
dana lengan bawah sedikit pronasi. Pemeriksa meletakkan permukaan
palmar ataupun dorsal dari ibu jari atau jari lainnya pada tendon biseps.
Penting untuk melakukan lokalisasi tendon biseps agar hasil yang lebih
sesuai. Lokalisasi tendon dapat dilakukan dengan melakukan palpasi pada
area fossa antecubital sambil melakukan fleksi dan ekstensi ringan pada
sendi siku. Kemudian, pemeriksa memukul jari yang telah diletakkan di atas
tendon biseps dengan palu refleks dan mengamati gerakan fleksi dari
lenganbawah akibat kontraksi otot biseps brakhii seperti pada Gambar 2.7.
Tekanan pada tendon harus ringan. Terlalu banyak tekanan yang diberikan
dengan jari pada tendon membuat refleks lebih sulit diperoleh. Lengan
pasien dapat di letakkan di pangkuan pasien ataupun pemeriksa atau
pemeriksa memegang lengan pasien di bagian siku. Bahkan, dapat dilakukan
pada saat pasien dalam posisi berbaring. Pada refleks yang meningkat, dapat
terjadi fleksi pada pergelangan tangan, fleksi jari dan adduksi ibu jari.
Terkadang, refleks biseps tidak ditemukan, yang mengindikasikan adanya
lesi pada C5 atau C6.12, 15

Gambar 2.7. Cara Pemeriksaan Refleks Biseps 15

12
2.3.2 Refleks Trisep
Refleks triseps atau refleks tendon triseps juga salah satu deep tendon
reflex yang dilakukan untuk menilai refleks fisiologis yang dimediasi melalui
nerve root C6, C7 dan C8 pada nervus radialis yang melibatkan otot triseps.
Refleks triseps sebagian besar merupakan indikator fungsi neurologis untuk
C7 seperti pada Gambar 2.8. Sama halnya dengan refleks biseps, refleks
triseps juga harus dilakukan pada kedua sisi berlawanan, untuk menentukan
ada tidaknya patologis dengan membandingkan respon kontraksi yang
dihasilkan dari otot.5, 15

Gambar 2.8. Persarafan Level C7. Refleks triseps dimediasi secara dominan oleh
persararafan level cervical 7.15

13
Pemeriksaan dilakukan dengan fleksi lengan siku pasien 90o dan
meletakkan lengan pasien di lengan pemeriksa. Pasien dalam keadaan lengan
yang rileks. Pemeriksa merasakan ada tidaknya ketegangan pada otot triseps.
Jika pasien dalam posisi terlentang, lengan diletakkan di atas perutnya dengan
posisi fleksi siku dan sedikit adduksi pada sendi bahu. Setelah itu, pemeriksa
melakukan pengetukan pada tendon triseps yang melintasi olekranon seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Respon refleks akibat rangsangan yang
diberikan berupa ekstensi lengan bawah yang merupakan hasil dari kontraksi
otot triseps brakhii. Jika refleks triseps tidak ada, tetapi ditemukan kontraksi
dari biseps, itu disebut refleks trisep paradoks. Respons ini muncul ketika
arkus aferen dari refleks triseps rusak, seperti pada lesi segmen C7 dan C8,
terutama ketika ada elemen spastisitas, seperti pada spondilosis servikal
dengan radikulomielopati.5, 15, 16

Gambar 2.9. Cara Pemeriksaan Refleks Triseps.15

Kesalahan paling umum dalam melakukan pemeriksaan ini adalah


ketukan yang diberikan terlalu keras, ataupun pemeriksaan yang dilakukan

14
dengan keadaan triseps pasien dalam keadaan tegang atau tidak rileks, karena
akan mengganggu hasil pemeriksaan.14

2.3.3 Refleks Brakhioradialis


Refleks brakhioradialis atau refleks radius merupakan suatu deep
tendon reflex yang dilakukan untuk menilai integritas neurologis medulla
spinalis pada segmen C5 dan C6 melalui nervus radialis yang melibatkan otot
brakioradialis. Segmen C6 merupakan segmen yang secara predominan
berperan dalam refleks brakioradialis seperti pada Gambar 2.10, sehingga
kelainan yang ditemukan dalam pemeriksaan refleks ini akan
mengindikasikan adanya lesi pada saraf tersebut. Dalam sebuah penelitian
yang mengamati pasien dengan gejala yang terkait dengan disfungsi tulang
belakang servikal akan menunjukkan abnormalitas pada refleks
brakioradialis, sehingga pemeriksaan ini juga memiliki kepentingan klinis
untuk membantu mengesampingkan kelainan lain untuk suatu gejala yang
ada.5, 17

Gambar 2.10. Persarafan Level C6. Refleks brakioradialis dimediasi secara


dominan oleh persararafan level cervical 6.15

15
Pemeriksaan dilakukan dengan lengan bawah difleksikan sambil sedikit
dipronasikan. Kemudian melakukan perkusi pada prosesus stiloideus radius
seperti pada Gambar 2.6. Respon refleks berupa fleksi dan supinasi lengan
bawah. Tendon dapat diperkusi tidak hanya pada aspek lateral dasar prosesus
stiloideus tetapi juga di sepertiga tengah dan distal lengan bawah atau pada
tendon asalnya di atas epikondilus lateral humerus. Kesalahan yang paling
umum adalah perkusi tidak dilakuan tepat di tendon. Jika refleks berlebihan,
ada hubungan antara pergelangan tangan dan jari, dengan adduksi lengan
bawah. Ketika tungkai aferen refleks terganggu, mungkin ada kedutan refleks
pada tangan dan jari-jari tanpa fleksi dan supinasi siku; ini disebut inversi
refleks. Lengkung refleks melalui nervus radialis, yang pusatnya terletak di
C5-C6.16

Gambar 2.11. Cara Pemeriksaan Refleks Brakioradialis. 15

16
2.3.4 Refleks Patella
Refleks patella sering disebut juga dengan refleks tendon lutut/refleks
kuadriseps femoris. Refleks ini melalui L2, L3, dan L4 (Gambar 2.12) pada
nervus femoralis dan melibatkan otot kuadriseps femoris. Segmen refleks ini
sering juga disebut sebagai refleks KPR (Kniepees Reflex). Pemeriksaan ini
rutin dilakukan sebagai penilaian awal atas fungsi sistem saraf. Refleks
patella yang normal menunjukkan bahwa sejumlah komponen saraf, jaras
aferen, neuron motorik, jaras eferen, sinaps, dan otot itu sendiri berfungsi
normal. Hal ini juga menunjukkan keseimbangan masukan eksitatorik dan
inhibitorik ke neuron-neuron motorik dari pusat-pusat di otak yang lebih
tinggi. Refleks dapat dipengaruhi oleh masalah selain patologi neurologis,
misalnya, jika paha mengalami trauma, baru saja menjalani operasi lutut, atau
ada efusi sendi lutut, refleks mungkin tidak ada atau berkurang.5-6

Gambar 2.12. Persarafan Level L4. Refleks patella dimediasi secara dominan
oleh persararafan level lumbal 6 15

17
Untuk menguji refleks patella, pasien diminta untuk duduk di tepi meja,
tungkai diposisikan dalam keadaan fleksi dan dibiarkan menjuntai pada tepi
tempat tidur. Pasien juga dapat duudk di kursi dengan satu kaki disilangkan
di atas lututnya atau, jika pasien di tempat tidur, dengan lutut ditopang
beberapa derajat fleksi. Dalam posisi tersebut, tendon infrapatellar
diregangkan dan disiapkan. Palpasi jaringan lunak pada kedua sisi tendon
untuk lokalisasi yang akurat. Lalu ketuk tendon otot muskulus kuadriseps
femoris yang terletak di bawah atau di atas patella seperti pada Gambar 2.8.
Dianggap positif ketika otot kuadriseps berkontraksi sehingga terjadi ekstensi
pada tungkai bawah.5, 15

Gambar 2.13. Cara Pemeriksaan Refleks Patella. 15

Jika refleks sulit diperoleh, dapat diperkuat dengan meminta pasien


menggenggam tangannya dan berusaha menariknya saat dilakukan
pengentukan tendon. Manuver ini dikenal sebagai Manuver Jendrassik
(Gambar 2.14) yang berfungsi untuk mencegah pasien dari secara sadar

18
menghambat atau mempengaruhi responsnya terhadap pengujian refleks.
Prosedur diulangi pada kaki yang berlawanan.15

Gambar 2.14. Manuver Jendrassik. 16

Pada refleks yang meninggi daerah tempat memberikan rangsang


biasanya bertambah luas, sehingga tempat merangsang tidak saja di tendon
patella tetapi dapat meluas sampai tulang tibia, kontraksi otot pun bertambah
hebat sehingga mengakibatkan gerakan yang kuat pada persendiannya
kadang didapatkan klonus. Pada refleks yang lemah kita perlu mempalpasi
otot untuk mengetahui apakah ada kontraksi. Misalnya bila kita hendak
memeriksa refleks kuadriseps femoris, kita meminta pasien mendorongkan
tungkai bawahnya sedikit ke depan sambil kita menahannya kemudian kita
beri rangsang pada tendon di patella.5, 15

2.3.5 Refleks Achilles


Dalam bahasa Belanda, refleks ini disebut Achilles Pees Reflex, yang
disingkat menjadi APR. Refleks Achilles adalah refleks yang dimediasi
melalui nerve root S1-S2 dominan S1 seperti pada Gambar 2.10 melalui
nervus iskiadikus, Jika akar S1 dipotong, refleks tendon Achilles hampir
tidak ada. 5,15
Untuk menguji refleks tendon Achilles, pasien diminta duduk di tepi
meja dan diperiksa dengan posisi kaki menjuntai. Letakkan tendon ke dalam
sedikit peregangan dengan melakukan dorsofleksi kaki. Tempatkan ibu jari
dan jari-jari pemeriksa ke jaringan lunak di kedua sisi untuk menemukan

19
tendon Achilles secara akurat, dan pukul dengan ujung datar palu refleks
untuk menginduksi fleksi plantar kaki yang tiba-tiba dan tidak disengaja
seperti pada Gambar 2.16. Mungkin bermanfaat untuk memperkuat refleks
dengan meminta pasien menggenggam tangannya dan mencoba menariknya
(atau mendorongnya bersama) tepat saat tendon dipukul.

Gambar 2.15. Persarafan Level S1. Refleks Achilles dimediasi secara dominan
oleh persararafan level sakral 1. 15

Untuk menguji refleks tendon Achilles, pasien diminta duduk di tepi


meja dan diperiksa dengan posisi kaki menjuntai. Letakkan tendon ke dalam
sedikit peregangan dengan melakukan dorsofleksi kaki. Tempatkan ibu jari
dan jari-jari pemeriksa ke jaringan lunak di kedua sisi untuk menemukan
tendon Achilles secara akurat, dan pukul dengan ujung datar palu refleks
untuk menginduksi fleksi plantar kaki yang tiba-tiba dan tidak disengaja
seperti pada Gambar 2.16. Mungkin bermanfaat untuk memperkuat refleks
dengan meminta pasien menggenggam tangannya dan mencoba menariknya
(atau mendorongnya bersama) tepat saat tendon dipukul.

20
Gambar 2.16. Cara Pemeriksaan Refleks Achilles.15
Ada berbagai metode alternatif untuk menguji refleks tendon Achilles,
beberapa di antaranya dijelaskan di sini. Pilih metode yang tepat, tergantung pada
kondisi pasien tertentu yang Anda periksa. Jika pasien terbaring di tempat tidur,
silangkan satu kaki di atas lutut yang berlawanan sehingga gerakan sendi
pergelangan kaki tidak terhalang. Utamakan tendon dengan sedikit dorsofleksikan
kaki dengan satu tangan di atas bola kaki dan serang tendon. Jika pasien berbaring
telungkup di tempat tidur, minta pasien untuk menekuk lutut hingga 90° dan
menggerakkan tendon dengan sedikit dorsofleksi kaki sebelum melakukan tes.
Jika sendi pergelangan kaki pasien bengkak, atau jika sangat menyakitkan
untuk mengetuk tendon Achilles secara langsung, pasien diminta berbaring
telungkup dengan pergelangan kaki di tepi tempat tidur atau meja periksa. Tekan
bagian depan jari ke bola kaki untuk melakukan dorsofleksi dan pukul jari Anda
dengan palu neurologis. Refleks positif hadir jika otot gastrocnemius berkontraksi
dan plantar kaki sedikit tertekuk. Anda harus dapat mendeteksi gerakan ini melalui
tangan Anda.

21
2.3.6. Refleks Rahang Bawah
Refleks rahang bawah disebut juga dengan jaw reflex. Pemeriksaan dilakukan
dengan meminta pasien membuka mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa
ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk diketok dengan palu refleks
yang mengakibatkan kontraksi dari otot masseter sehingga mulut merapat. Pusat
refleks ini terletak di pons.

Gambar 2.17. Cara Pemeriksaan Refleks Rahang Bawah. 18

2.4 REFLEKS SUPERFISIALIS


Refleks superfisialis merupakan respon yang timbul dengan merangsang kulit
atau membran mukus melalui sentuhan yang halus atau goresan. Respon yang
terjadi umumnya akan sama dengan tempat dimana refleks diberikan. Fungsi
utama dari refleks superfisialis mengidentifikasi adanya lesi pada traktus
piramidal, yang secara karateristik pemeriksaan ini biasanya dikombinasikan
dengan pemeriksaan refleks tendon dalam yaitu apabila terjadi peningkatan refleks
tendon dalam maka dapat diikuti dengan penurunan atau hilangnya refleks
superfisialis. Hilangnya refleks superfisialis secara unilateral merupakan indikator
awal yang sensitif untuk mengidentififkasi adanya lesi pada traktus

22
kortikospinalis. Refleks superfisialis terdiri dari refleks kornea, refleks abdominal,
refleks kremaster, dan refleks anal. 16

2.4.1 Refleks Superfisialis Kornea


Pemeriksaan refleks superfisialis dilakukan dengan cara menggoreskan
dengan halus kornea mata menggunakan sepotong kapas yang ujungnya
dibuat runcing. Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (musculus
orbicularis oculi). Pada pemeriksaan ini, harus dijaga agar datangnya kapas
ke mata tidak dilihat oleh pasien. Misalnya dengan menyuruhnya melirik ke
arah yang berlawaan dengan arah datangnya kapas. Pada gangguan N.V
sensorik,refleks ini negatif atau berkurang. Sensibilitas kornea diatur oleh
N.V sensorik ramus ophthalmic. Refleks konea juga akan menghilang atau
berkurang bila terdapat kelumpuhan musculus orbicularis oculi yang
diinnervasi oleh N.VII.5

Gambar 2.18. Refleks superfisialis Kornea 4

2.4.2 Refleks Superfisialis Abdominal


Refleks superfisialis abdomen merupakan refleks superfisial yang
melibatkan rangkaian neuro yang suprasegmental sehingga bila terjadi
kerusakan suprasegmental, refleks dinding perut ini menjadi negatif.
Pemeriksaan refleks abdomen dilakukan dengan posisi pasien berbaring
dan pemeriksa menggores dindingperut menggunakan benda yang agak
runcing seperti ujung gagang palu refleks. Penggoresan dilakukan dari arah

23
lateral ke medial. Pemeriksaan refleks ini dilakukan di berbagai bagian
dinding perut. Pada segmen epigastrium, otot yang berkontraksi diinervasi
oleh oleh T6 – T7, segmen umbilikus diinervasi oleh T9 - T11, dan segmen
infraumbilikus diinervasi oleh T11, T12, dan lumbal atas. Pada kontraksi
otot, terlihat pusar bergerak ke otot yang berkontraksi. 5

Gambar 2.19. Refleks Superfisialis Abdomen 16


Refleks superfisialis abdomen sering didapatkan negatif pada wanita
normal yang memiliki banyak anak (sering hamil), yang dinding perutnya
lembek, demikian juga pada orang obesitas dan lanjut usia, keterlibatan
traktus piramidal di atas lesi tersebut atau kelainan saraf tepi. Pada orang
dengan usia muda yang masih mempunyai otot- otot dinding perut yang
berkembang baik, bila didapatkan nilai refleks negatif, hal ini mempunyai
nilai patologis. Refleks superfisialis abdomen biasanya lekas lelah, yang
akan menghilang setelah beberapa kali dilakukan. 5

24
2.4.3 Refleks Superfisialis Kremaster
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentuh
bagian medial pangkal paha. Terlihat skrotum yang berkontraksi. Pada lesi
traktus piramidalis, refleks ini negatif. Refleks ini dapat negatif pada orang
lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimitis.
Lengkung refleks melalui L1, L2.5

Gambar 2.20. Refleks Superfisialis Kremaster 5

2.4.4 Refleks Superfisialis Anal


Bila kulit di sekitar anus dirangsang; misalnya dengan tusukan ringan
atau goresan, hal ini dapat mengakibatkan musculus sphincter ani externus
berkontraksi. Refleks ini dimediasi oleh nervus hemorrhoidalis bagian
bawah yaitu S2-S5. Refleks ini dilakukan untuk menilai integritas dari
cauda equina, segmen sacrum inferior dan conus medullaris.5

Gambar 2.21. Refleks Superfisialis Anal 19

25
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Refleks adalah setiap respons yang terjadi secara otomatis tanpaupaya sadar.
Terdapat dua jenis refleks refleks sederhana atau dasar dan refleks didapat atau
terkondisi. Satuan dasar aktivitas refleks terpadu adalah lengkung refleks.
Lengkung refleks adalah jalur-jalur saraf yang terlibat dalam melaksanakan
aktivitas refleks yang biasanya mencakup lima komponen dasar yakni jalur aferen,
pusat integrasi, jalur eferen, efektor.
Berdasarkan mekanisme terjadinya, refleks fisiologis terbagimenjadi tiga, yaitu
monosinaps, disinaps dan polisinaps. Berdasarkan responnya, refleks fisiologis
digolongkan menjadi refleks otot regang seperti refleks bisep, refleks trisep, refleks
brakioradialis, refleks patella dan refleks achilles dan refleks superfisialis seperti
refleks kornea, refleks abdomen, refleks kremaster, refleks anal superficialis, dan
refleks plantar.
Bila terdapat kelainan atau lesi pada susunan saraf, maka dapat mempengaruhi
gerakan refleks. Jika terdapat lesi UMN, maka akan terjadi peningkatan gerakan
refleks fisiologi (hiperrefleksia) dan lesi pada LMN, maka refleks fisiologi dapat
menurun (hiporefleksia), bahkan negative (arefleksia).

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Costa, Andre & Argus, Ana & Pisetta, Franciele & Gonçalves Evangelista, Alberto.
(2020). Basic background in reflex physiology. Journal of Molecular
Pathophysiology. 9. 1. 10.5455/jmp.20200107080528. available
from:https://www.jmolpat.com/jmolpat-articles/basic-background-in-reflex-
physiology.pdf
2. Reinhard Rohkamm, M. (2004). Color Atlas of Neurology. New York: Thieme.
Page 40.
3. Merchut P. Neurological Examination of Sensation, Reflexes and Motor Function.
Stritch School of Medicine. 2020. Available from:
http://www.stritch.luc.edu/lumen/MedEd/neurology/Neurologic%20Examination
%20of%20Sensation%20Reflexes%20and%20Motor%20Function.pdf
4. S. Bickley L, G. Szilagyi P. Bates’ Guide to Physical Examination and History
Taking. 11th ed. Philadelphia: Lippincott; 2013. Page 689-690.
5. Lumbantobing S.M, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan Mental. Etekan 14.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Kedokteran EGC ;
2014
7. Shidarta Priguna, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi.jakarta: DianRakyat.
2010
8. Ganong, et al., 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. 24th ed. Jakarta:
EGC Penerbit Buku Kedokteran
9. Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : Kedokteran EGC; 2001
10. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th ed.
Amerika Serikat: Saunders Elsevier.
11. Barrett, Kim E., et al. Ganong’s Review of Medical Physiology, Twenty Sixth
Edition. 26th ed., McGraw-Hill Education/Medical, 2019.
12. Rodriguez-Beato, Freddie Y., and Orlando De Jesus. Physiology, Deep Tendon
Reflexes. StatPearls Publishing, 2022.
13. Lin-Wei, Ooi, et al. “Deep Tendon Reflex: The Tools and Techniques. What

27
Surgical Neurology Residents Should Know.” The Malaysian Journal of Medical
Sciences: MJMS, vol. 28, no. 2, 2021, pp. 48–62, doi:10.21315/mjms2021.28.2.5.
14. Zimmerman, Barret, and John B. Hubbard. Deep Tendon Reflexes. StatPearls
Publishing, 2022.
15. Hoppenfeld, Stanley. Orthopaedic Neurology: A Diagnostic Guide to Neurologic
Levels 2nd Edition. Lippincott-Raven, 2018.
16. Campbell, William W., and Richard J. Barohn. DeJong’s The Neurologic
Examination. 8th ed., Lippincott Williams and Wilkins, 2019.
17. Cao, Talia, and Prasanna Tadi. Brachioradialis Reflex. StatPearls Publishing,
2022.
18. Biller, Jose, et al. DeMyer’s the Neurologic Examination: A Programmed Text,
Seventh Edition. 7th ed., McGraw-Hill, 2016.19
19. Kirshblum, S., Eren, F. Anal reflex versus bulbocavernosus reflex in evaluation of
patients with spinal cord injury. Spinal Cord Ser Cases 6, 2 (2020). Available from:
https://doi.org/10.1038/s41394-019-0251-3

28

Anda mungkin juga menyukai