Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN STUDY KASUS

KLINIK SILOAM HOSPITALS

MAKASSAR

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN GERAK DAN


KELEMAHAN PADA KEDUA TUNGKAI ET CAUSA POST OP
MAMMAE

1. ANDYKA SAPUTRA RAMADHAN


2. ANGEL WINNIE PALOBORAN
3. HIJRI ALFIMAYANTI
4. LISDA OKTAVIANI
5. NUR FAJRI UMAR
6. MUSDALIFAH MUSTARI
7. PUTRI RISTIANTY KHAERUNISA
8. SADIK

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan study kasus
ini yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Gerak Dan Kelemahan
Pada Kedua Tungkai Et Causa Paraparese Post Op Mammae”.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan kami untuk mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak guna perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Makassar, 28 November 2022

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................5
A. Latar Belakang....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN KASUS............................................................................................8
A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi..................................................................8
B. Tinjauan Tentang Paraparese et causa Chemotherapy.....................................10
BAB III TINJAUAN ASSESMEN DAN INTERVENSI FISIOTERAPI......................17
A. Tinjauan Assesmen Fisioterapi.........................................................................17
B. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi...........................................................18
BAB IV PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI..........................................................23
A. Identitas Pasien.................................................................................................23
B. History Taking..................................................................................................23
C. Inspeksi/Observasi............................................................................................23
D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi................................................................24
E. Diagnosa Fisioterapi (ICF-ICD).......................................................................32
BAB V PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI.......................34
A. Rencana Intervensi Fisioterapi..........................................................................34
B. Strategi Intervensi Fisioterapi...........................................................................34
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi....................................................36
D. Edukasi dan Home Program.............................................................................38
E. Evaluasi.............................................................................................................38
BAB VI PEMBAHASAN..............................................................................................40
A. Pembahasan Assessment Fisioterapi.................................................................40
B. Pembahasan Tentang Intervensi Fisioterapi.....................................................41
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................44
A. Kesimpulan.......................................................................................................44
B. Saran.................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................45
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang

Paraparese merupakan hilangnya fungsi motorik kedua tungkai. Pada

saat ini, istilah paraparese umumnya dipakai untuk semua keadaan kelemahan

kedua tungkai, baik yang parsial maupun komplit (Satyanegara, 1998).

Penyebab dari paraparese kebanyakan karena kompresi yang hebat sehingga

dapat menghancurkan korpus vertebra yang menyebabkan kegagalan pada

kolum vertebralis anterior dan pertengahan dalam mempertahankan posisinya.

Bagian posterior korpus vertebra hancur sehingga fragmen tulang dan diskus

dapat bergeser ke kanalis spinalis. Jika vertebra berkurang lebih dari 50%, gaya

mekanik pada bagian depan korpus vertebra akan menyebabkan terjadinya

kolaps yang akhirnya dapat mengganggu fungsi neurologik (Apley, 1995).

Paraparese adalah terjadinya gangguan antara kedua anggota gerak tubuh

bagian bawah . Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi facet superior

dan inferior (pars interartikularis). paraparese adalah adanya defek pada pars

interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. paraparese terjadi pada 5%

dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya

hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif

memberikan hasil yang baik. paraparese dapat terjadi pada semua level

vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian

bawah(Iskandar, 2002).

5
Kondisi tersebut di atas dapat membawa konsekuensi langsung maupun

tidak langsung terhadap penderitanya. Konsekuensi langsung seperti gangguan

dalam mobilitas (duduk, berdiri, berjalan dan lari), sedangkan yang tidak

langsung dapat berupa gangguan terhadap pribadinya yaitu bagaimana penderita

mempersepsi kecacatannya yang dapat menimbulkan reaksi kecewa, rendah diri

dan merasa terisolir.

Paraparese, keadaan terjadi degenerasi diskus intervertebra yang

kemudian mengarah terjadinya pembengkokan satu tulang vertebra dengan

tulang lain yang berada di bawahnya yang di akibatkan kompresi pada tulang

belakang . Kira-kira 10 – 15% pasien dengan paraparese setelah dilakukan

operasi menggambarkan adanya nyeri. Nyeri berat yang bersifat radikuler, tidak

memperingan dengan pemberian terapi konservatif (Cox, 1990). Dalam kasus

cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma dan kurang lebih

setengahnya termasuk cedera pada vertebra , sekitar 50% dari kasus trauma

dikarenakan oleh kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan industri sekitar 26%,

kecelakaan dirumah sekitar 10%. Mayoritas dari kasus trauma ditemukan adanya

fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur saja (Bromley, 1991).

Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang terutama

paraparese yaitu impairment seperti penurunan kekuatan otot pada ke dua

ekstremitas bawah sehingga potensial terjadi kontraktur otot, keterbatasan LGS,

decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi. Fungsional limitation seperti

adanya gangguan fungsional dasar seperti gangguan miring, duduk dan berdiri

serta gangguan berjalan, dan disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan

kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan.

6
Dalam hal ini fisioterapis berperan dalam pemeliharan dan peningkatan

kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Dimulai sejak penderita berada

dalam stadium tirah baring hingga pasien menjalani program rehabilitasi.

Sehingga penderita mampu untuk kembali beraktifitas secara mandiri dengan

mengoptimalkan kemampuan yang ada.

Intervensi fisioterapi kerjasama dengan tenaga medis dan paramedis

lainnya pada kasus-kasus seperti ini sangat dibutuhkan, baik selama pasien

dirawat di rumah sakit maupun setelah kembali di keluarganya. Dalam hal ini,

penyusun akan membahas tentang penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan

gerak dan kelemahan pada kedua tungkai et causa paraparese post chemotherapy

di Rs. Siloam Hospitals Makassar.

7
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Tentang Anatomi Fisiologi

Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga sebagai

jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari substansia

alba (serabut saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri dari substansia grisea

(jaringan saraf tak bermielin). Substansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi

impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla spinalis dan otak.

Substansia grisea merupakan tempat integrasi refleks-refleks spinal.

Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai huruf

H capital, kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut

kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan

kornu posterior atau kornu dorsalis.

Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron

motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu

ventralis (lower motor neuron) biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena

setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia basalis

atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik) harus diterjemahkan

menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.

Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabutserabut

sensorik yang akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan

serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.

Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau

neuron asosiasi, serabut eferen sistem saraf otonom, serta aksonakson yang
berasal dari berbagai tingkatan SSP. Neuron internunsial menghantar impuls dari

satu neuron ke neuron lain dalam otak dan medulla spinalis. Dalam medulla

spinalis neuron-neuron internunsial mempunyai banyak hubungan antara satu

dengan yang lain, dan hanya beberapa yang langsung mempersarafi sel kornu

ventralis. Hanya sedikit impuls saraf sensorik yang masuk ke medulla spinalis

atau impuls motorik dari otak yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis

(lower motor neuron). Sebaliknya, sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan

lewat sel-sel internunsial dan kemudian impuls tersebut mengalami proses yang

sesuai, sebelum merangsang sel kornu anterior. Susunan seperti ini

memungkinkan respons otot yang sangat terorganisasi.

Lintasan beberapa traktus medulla spinalis. Traktus ascendens membawa

informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian medulla spinalis

dan otak. Traktus spinotalamikus lateralis merupakan suatu traktus ascendens

penting, yang membawa serabut-serabut untuk jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk

raba halus, propiosepsi sadar, dan getar mempunyai serabut-serabut yang

membentuk kolumna dorsalis substansia alba medulla spinalis. Impuls dari

berbagai bagian otak yang menuju neuron-neuron motorik batang otak dan

medulla spinalis disebut traktus descendens. Traktus kortikospinalis lateralis dan

ventralis merupakan jaras motorik voluntary dalam medulla spinalis. Traktus

asosiatif merupakan traktus ascendens atau descendens yang pendek; misalnya,

traktus ini dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis,

sehingga disebut juga traktus intersegmental.

9
B. Tinjauan Tentang Paraparese et causa Post OP Mammae

1. Definisi Paraparese et causa Chemotherapy

Paraparesis (para- + paresis) paralisis sebagian ekstremitas

bawah. Paralisis yaitu kehilangan atau gangguan fungsi motorik yang

disebabkan oleh lesi mekanisme saraf atau otot. Sedangkan akut

adalah pola perjalanan yang singkat dan relative berat. Jadi, paraparesis

akut adalah hilangnya atau adanya gangguan fungsi motorik yang

disebabkan olah lesi mekanisme saraf atau otot yang terjadi secara

singkat dan relative berat.

Paraparesis merupakan lesi intraspinal setinggi atau dibawah

level medulla spinalis thorakalis dengan deficit sensoris yang dapat

diidentifikasi setinggi dermatom medulla spinalis yang terkena lesi.

Paraparesis juga dapat berasal dari lesi pada lokasi lain yang

mempengaruhi UMN (terutama lesi parasagital dan hidrocepalus) dan

LMN (lesi pada cornu anterior, kauda equina, dan neuropati perifer).

2. Etiologi Paraparese et causa Chemotherapy

Penyebab paraparese inferior adalah sindrom klinis berupa berbagai

derajat disfungsi motorik, sensori, dan autonomy yang disebabkan oleh

peradangan fokal di medulla spinalis. Pasien biasanya mengalami kecacatan

karena cedera pada neural sensori, motorik dan autonomi di dalam medulla

spinalis(Anwar,2006).

Paraparese dapat di sebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua

segmen dari medulla spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung

dapat terjadi melalui emboli septik (Japardi, 2006).

1
Paraparese adalah suatu keadaan berupa kelemahan pada

ekstremitas.Paraparese bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri,

namun merupakan suatu gejala, ang disebabkan adanya kelainan patologis

pada medulla spinalis (Ngastiyah, 2005).

Kelainan-kelainan pada medulla spinalis tersebut diantaranya adalah

multiple sclerosis, suatu penyakit inflamasi dan demyelinisasi yang di

sebabkan oleh berbagai macam hal. Diantaranya adalah genetik, infeksi dan

virus dan faktor lingkungan (Sudoyo, 2006).

Selain itu paraparese juga dapat disebabkan oleh tumor yang

menekan medulla spinalis, baik primer maupun skunder. Juga dapat

disebabkan oleh kelainan vascular pada pembulu darah medulla spinalis,

yang bisa berujung pada stroke medulla spinalis (Iskandar, 2006).

Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya paraparese

inferior yang apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan

penderita. Sehingga diagnosis dan penanganan yang tepat pada kelainana-

kelainan diatas di harapkan dapat membantu penderita paraparese untuk

mewujudkan kondisi yang optimal (Iskandar, 2006).

Paraparesis akut (lebih sering terjadi pada hitungan hari

daripada hitungan jam atau minggu) merupakan permasalahan dalam

diagnosis. Terjadinya nyeri punggung dan adanya refleks tendon atau

tanda-tanda lesi upper motor neuron (tabel. 2) berarti telah

munculnya lesi kompresif.

Tabel 2. Tanda-tanda lesi Upper Motor Neuron


No Karakteristik Upper Motor Neuron (UMN)

1
1. Jenis dan distribusi  Lesi di otak: “distribusi piramidalis” yaitu
kelemahan bagian distal terutama otot-otot tangan;
ekstensor lengan dan fleksor tungkai lebih
lemah.
 Lesi di medula spinalis: bervariasi, bergantung
lokasi lesi.
2. Tonus Spastisitas: lebih nyata pada fleksor lengan dan ekstensor
tungkai
3. Massa Otot Hanya sedikit mengalami atrophy
4. Refleks Fisiologis Meninggi
5. Refleks Patologis Ada
6. Fasikulasi Tidak ada
7. Konus Seringkali ada

Berdasarkan umur, populasi lebih tua, penyebab terseringnya adalah

metastase tumor. Pada anak-anak atau dewasa muda, sindrom ini lebih tidak

menyenangkan karena disertai dengan nyeri yang penyebab terseringnya

adalah mielitis transversa akut. Pada anak-anak dan dewasa, selain

gangguan motorik, timbul pula gangguan sensorik. MRI spinal atau

mielografi diperlukan sebagai diferensiasi. Pada orang tua, kasus akut

paraplegia pada spinal cord jarang terjadi. Sindrom tersebut biasanya terjadi

setelah operasi klem aorta.

Jika refleks tendon hilang disertai tidak adanya sensorik pada pasien

dengan paraparesis akut maka kasus yang sering terjadi adalah sindrom

Guillain Barre. Ini terjadi pada semua umur. Hilangnya sensorik merupakan

gejala yang mengarah ke diagnosis sindrom Guillain Barre namun, kadang-

kadang tidak selalu demikian. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan

1
pemeriksaan CSF dan elektromiografi (EMG). Pada negara berkembang,

akut paralisis poliomyelitis juga merupakan penyebab akut paraplegia.

Episode rekuren paraparesis biasanya disebabkan oleh adanya

multiple sklerosis atau adanya malformasi vascular medulla spinalis.

Kelainan akut pada medulla spinalis dengan deficit UMN biasanya

menunjukkan gejala inkontinensia, hilangnya sensoris dari ekstremitas

bawah yang menjalar kearah rostral tubuh setinggi dermatom medulla

spinalis yang terkena lesi, tonus otot bersifat flaccid dan reflex tendon

menghilang, pada beberapa kasus, penegakan diagnosis didasarkan pada

pencitraan radiologis pada medulla spinalis.

Kelainan-kelainan UMN tersebut dapat berupa:

a) Lesi kompresif (seperti tumor epidural, abscess, ataupun

hematoma)

b) Infark medulla spinalis (propriosepsi biasanya terganggu)

c) Fistula arteriovenous atau kelainan vaskular lainnya (trombosis

arteri spinalis anterior)

d) Mielitis transversa

Kelainan pada hemisfer serebral yang dapat menyebabkan

paraparesis akut yakni anterior cerebral artery ischemia (reflex

mengangkat bahu dapat terganggu), superior sagittal sinus atau

cortical venous thrombosis, dan acute hydrocephalus. Jika tanda

UMN disertai adanya drowsiness, confusion, seizures, atau tanda

hemisferik lainnya tanpa adanya gangguan sensoris maka penegakan

diagnosis dimulai menggunakan MRI otak. Paraparesis merupakan

bagian dari sindrom


1
kauda equine yang dapat disebabkan oleh trauma pada punggung

bawah, HNP, dan tumor intraspinal.

Meskipun jarang paraparesis dapat disebabkan oleh

neuropati perifer yang berkembang dengan cepat seperti pada

Sindrom GuillainBarre atau oleh miopati dan pada kasus ini studi

elektrofisiologis dapat membantu penegakan diagnosa.

Klasifikasi Paraparese Pembagian paraparese berdasarkan

kerusakan topisnya :

a) Paraparese spastik Parapeaese spastik terjadi kerusakan yang

mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan

peningkatan tonus otot atau hipertoni.

b) Paraparese Flaksid Paraparese flaksid terjadi karena krusakan

yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga

menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni.

3. Patofisiologi Paraparese et causa Chemotherapy

Lesi yang mendesak medula spinalis sehingga merusak daerah jaras

kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot –

otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingakt lesi. Lesi yang memotong

melintang (transversal) medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5

dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot yang berada di bawah C5,

yaitu sebagian dari kedua otot – otot kedua lengan yang berasal dari

miotoma C6 sampai miotoma C8, kemudian otot – otot thorax dan dan

abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas (Bromley, 2006).

1
Akibat terputusnya lintasan somatosensory dan lintas autonom

neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingakat lesi kebawah,

penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak

memperlihatkan reaksi neurovegetatif (Bromley, 2006).

Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat

torakal atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada

dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada

tingkat lesi terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-

otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen,

namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan

peranan dari otot-otot tersebutkurang menonjol, hal ini dikarenakan lesi

dapat mengenai kornu anterior medulla spinalis. Dan dibawah tingkat lesi

dapat terjadi gangguan motoric berupa kelumpuhan UMN karena jaras

kortikospinal lateral segmen thorakal terputus (Apley, 2006).

Gangguan fungsi sensori dapat terjadi karena lesi yang mengenai

kornu posterior medulla spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi

sensibilitas dibawah lesi, sehingga penderita berkurang merasakan adanya

rangsangan taktil, rangsangan nyeri, rangsangan thermal, rangsangan discrim

dan rangsangan lokas (Apley, 2006).

Gangguan fungsi autonomy dapat terjadi karena terputusnya jaras

ascenden spinothalamicu sehingga inkotinensial urin dan inkotinensial

alvi.Tingkat lesi transversal di medulla spinalis mudah terungkap oleh batas

defisit sensorik.Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan

pada kedua tungkai secara lengkap (Apley, 2006).

1
4. Gambaran Klinis et causa Chemotherapy
Paraparese memiliki gejala sendri yang spesifik, gejala utama adalah

(Japardi, 2004).

a) Sensitivitas kulit pada kaki berkurang.

b) Nyeri dibagian ekstremitas bawah.

c) Kesulitan membungkuk dan meluruskan kaki.

d) Ketidak mampuan untuk menginjak tumit.

e) Kesulitan berjalan.

f) Goyah/mudah terjatuh.

Gejala ini mulai muncul dengan cepat dan pada saat yang sama

disimpan untuk waktu yang lama. Dalam kasus yang parah, paraparese

dari ekstremitas bawah pada orang dewasa bergabung dan disfungsi

organ panggul. Selain itu dapat didiagnosis kelemahan otot yang parah,

manusia menjadi apati, hamper tidak makan dan tidur perubahan suasana

hati, gangguan usus, peningkatan suhu tubuh dan mempengaruhi

pertahanan tubuh (Ngastiyah, 2005).

Pada anak-anak penyakit ini didiagnosis dan tanpa adanya

penyakit. Pada usia yang lebih tua, diagnosa harus baik dihapus atau di

komfirmasikan (Carpenito, 2005).

Ketika lebih rendah spastik paraparese orang merasakan apa-apa

dikakinya yang terkena , dia sering dapat dibakar atau menyakiti diri

sendiri dan tidak ada itu tidak merasa. Oleh karena itu orang-orang

dengan gejala ini membutuhkan perawatan khusus dan observasi

(Hariyono S,2003).

1
BAB III

TINJAUAN ASSESMEN DAN INTERVENSI FISIOTERAPI

A. Tinjauan Assesmen Fisioterapi


ALGORITMA ASESSMENT

History
Taking
Inspeksi kemo terapi pada bulan 7
5 bulan yang lalu pasien melakukan
Statis: Pemeriksaan dan Pengukuran
2022, setelah melakukan kemo terapi, pasien mengalami drop, dan
kaki pingsan
pasien spastik,
selamakaki Nampak
3 hari. Setelahsemi fleksi, merasakan
itu pasien Kontrakturlemas, dan

Dinamis:
pasien datng menggunakan kursiVas
Palpasi roda MMT
Kesulitan melakukan Gerakan fullDiam: 0 Sinistra:3 Dextra: 3
Tidak
ROM terdapat Tekan: 5
Pasien Nampak meringis ketika menggerakkan
Gerak:
spasme pada otot- otottungkai (hamstring, 8 kaki
quadriceps,

Nyeri,keterbatasan gerak dan Gangguan gerak pada tungkai bawah akibat paraprese

1
B. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation ) TENS


Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

adalah perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua

pasang elektroda yang berperekat dipasang pada punggung,

dikedua sisi dari tulang punggung. Elektroda ini dihubungkan

dengan sebuah kotak kecil yang mempunyai tombol-tombol putar

dan tekan.Tombol putar mengendalikan kekuatan dan frekuensi

denyut listrik yang dihasilkan oleh mesin. Denyut ini

menghambat pesan nyeri yang dikirim ke otak dari rahim dan

leher rahim serta merangsang tubuh mengeluarkan bahan pereda

nyeri alaminya, yaitu endorfin.

Penelitian menunjukkan bahwa TENS paling efektif

meredakan nyeri (Nolan, 2004). Transcutaneous ElectricalNerve

Stimulation (TENS) adalah penerapan arus listrik melalui kulit

untuk kontrol rasa sakit, dihubungkan dengan kulit menggunakan

dua atau lebih elektroda, diterapkan pada frekuensitinggi (>50Hz)

atau frekuensi rendah (<10 Hz) dengan intensitas yang

mengahasilkan sensasi getar (Robinson, 2008).

2. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan

menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk

pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan

kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,

keseimbangan dan

1
kemampuan fungsional. Indikasi Terapi Latihan.

1
Indikasi terapi latihan berikut ini beberapa keadaan yang umumnya

dapat diperbaiki dengan terapi latihan :

a. Nyeri

b. Kelemahan dan penurunan ketahanan otot

c. Pengurangan jangkauan gerak yang dapat dikarenakan oleh kekakuan

kapsul sendi maupun pengurangan panjang otot.

d. Gangguan keseimbangan, stabilitas postur, koordinasi, perkembangan

dan tonus otot

e. Gangguan kardiovaskular seperti pengurangan kapasitas aerobik

(ketahanan kardiopulmoner) dan gangguan sirkulasi.

Jenis-jenis terapi latihan yang diberikan adalah :

Latihan mobilitas, dapat berupa latihan pasif, latihan aktif dengan

bantuan, latihan aktif dengan bantuan mandiri, latihan aktif dan latihan

stretching (penguluran).

1) Latihan Pasif

2) Latihan Aktif

3. Positioning (Duduk Ke Berdiri)

Latihan duduk berdiri dapat melatih penguatan otot punggung dan

otot panggul sehingga memudahkan pasien kedepan untuk mobilisasi

berdiri. Cara olahraga duduk berdiri pasine perlu dilakukan agar pasien

terbiasa melakukan latihan diatas dan mudah untuk dilatih ke tahap berjalan.

Kelemahan pada punggung dan pada tungkai berpengaruh pada pola

geraknya sehingga terkadang pasien malas untuk menggerakkan betisnya

dan punggungnya. Cara melakukan latihan position duduk ke berdiri:

2
a. Tempatkan bantal di atas dudukan kursi roda dan kunci ban kursi roda

supaya ban tidak tergelincir.

b. Latihlah pasien dengan mengangkat bokongnya 3x dulu jika kuat 8x

dengan kaki lurus dan tangan kanan pasien memegang pegangan kursi

roda

c. Latihan ini paling baik dilakukan sehari 2x atau pagi sore supaya pasien

dapat diberdayakan akan kesehatannya.

d. Sebelumnya lihat kekuatan ototnya jika pasien lemah di ekstremitas

tangan jika lemah memang harus dihentikan latihan ini mengingat

pasien belum mampu mengangkat.

e. Jika pasien kuat dengan pegangan di kursi roda maka tahap selanjutnya

pasien haruis dilatih di bawah atau di lantai namun pegangan masih erat

di kursi roda menggunakan bantal sebagai alas dudukan

f. Latihan mengangkat bokong berdiri ke duduk diatas lantai dilakukan

sehari 2x minimal 3x jika kuat 8x naik turun

4. Balance

Latihan keseimbangan adalah latihan khusus yang bertujuan untuk

membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota tubuh bagian bawah

(kaki) dan meningkatkan sistem vestibular atau kesimbangan tubuh,

dimana seluruh organ berperan dalam sistem keseimbangan tubuh yaitu

balance perception.

2
Keseimbnagan statis adalah keseimbangan yang

ruang geraknya sangat kecil. Contoh untuk keseimbangan

dalam pemanasan statis misalnya:

1. Berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api)

2. Melakukan hand stand

3. Mempertahankan keseimbangan setelah berputar-putar di tempat

Kemampuan dinamis adalah kemampuan

untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan

mempertahankan keseimbangan. Keseimbangan untuk

contoh pemanasan dinamis misalnya:

a) Menari

b) Latihan pada kuda-kuda atau palang sejajar

c) Ski air

d) Skating

e) Sepatu roda

Terdapat beberapa macam latihan keseimbangan yang bisa kita

lakukan, antara lain:

a) Latihan berdiri dengan satu kaki

b) Latihan berdiri dengan satu kaki dan satu tangan diangkat

c) Latihan berdiri dengan satu kaki dan mata ditutup

d) Latihan berdiri dengan satu kaki diangkat ke belakang

e) Latihan berdiri dengan satu kaki diangkat ke depan

2
f) Latihan duduk dan tarik badan ke belakang

g) Latihan duduk lalu berdiri

h) Berjalan dengan latihan beban di atas kepala

i) Latihan berjalan dengan lurus

j) Latihan mengayunkan kaki

k) Latihan memutar tangan searah jarum jam

l) Latihan memutar kaki searah jarum jam

m) Latihan berdiri di permukaan yang tidak rata

n) Latihan squat dengan satu kaki

o) Latihan squat dengan beban

2
BAB IV
PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. R P

Umur : 60 thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Makassar

B. History Taking

Keluhan utama : Kelemahan kedua anggota gerak bawah

Lokasi Keluhan : Kedua kaki pasien

Faktor penyebab : Tumor

RPP : 5 bulan yang lalu pasien melakukan kemo


terapi pada bulan 7 tahun 2022, setelah
melakukan kemo terapi, pasien mengalami
drop, dan pingsan selama 3 hari. Setelah itu
pasien merasakan lemas, dan tidak bisa
berjalan. Awal bulan September pasien
mulai terapi.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

Riwayat obat-obatan : Mengonsumsi vitamin

C. Inspeksi/Observasi

1. Statis

a) Kaki Nampak semi fleksi

b) Kontraktur

c) Otot-otot pada kedua kaki Nampak mengecil

2. Dinamis

a) Pasien datang menggunakan kursi roda

2
b) Pasien kesulitan mengangkat kedua kakinya

c) Saat kaki digerakkan pasien merasakan kesakitan

D. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi

1. Vital sign

a) Tekanan darah : 140/80 mmHg

b) Denyut nadi : 81x/ menit

c) Frekuensi pernapasan : 26x/ menit

d) Suhu : 36 C

2. Palpasi

a) Suhu : Normal

b) Kontur kulit : Tidak ada

c) Oedema : Tidak ada

d) Tonus otot : Tidak ada

3. Pemeriksaan Fungsi Gerak

Dasar Hip

Gerak Aktif Pasif TIMT

Fleksi ROM terbatas, ROM terbatas, soft Tidak Mampu

Kelemahan otot end feel melawan

tahanan minimal

Ekstensi ROM terbatas, ROM terbatas, Tidak Mampu

Kelemahan otot firm end feel melawan

tahanan minimal

2
Abduksi ROM terbatas, ROM terbatas, Tidak Mampu

Kelemahan otot firm end feel melawan

tahanan minimal

Adduksi ROM terbatas, ROM terbatas, Tidak Mampu

Kelemahan otot firm end feel melawan

tahanan minimal

Internal ROM terbatas, ROM terbatas, Tidak Mampu

Rotasi Kelemahan otot firm end feel melawan

tahanan minimal

Eksteral ROM terbatas, ROM terbatas, soft Tidak Mampu

Rotasi Kelemahan otot end feel melawan

tahanan minimal

Knee

Gerak Aktif Pasif TIMT

Fleksi ROM terbatas ROM terbatas, Soft Tidak mampu

Kelemahan otot end feel melawan

tahanan

Ektensi ROM terbatas ROM terbatas, Tidak Mampu

Kelemahana otot Hard End Feel melawan

tahanan minimal

Ankle

2
Gerak Aktif Pasif TIMT

Plantar ROM terbatas ROM terbatas, Tidak mampu

Fleksi Kelemahan otot Hard end feel melawan

tahanan

Dorso ROM terbatas ROM terbatas, Tidak mampu

Fleksi Kelemahan otot Firm end feel melawan

tahanan

4. Pemeriksaan Sensory integrity

a) Tes tajam tumpul : Normal

5. Manual Muscle Testing (MMT)

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan ditemukan hasil

Nilai otot
Grup otot Dextra Sinistra
Extremitas Inferior M. Hamstring 3 3
M. Quadriceps
M. Gastrocnemius

Nilai Keterangan
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
1 Adanya kontraksi otot, dan tidak ada pergerakan sendi
2 Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan sendi full ROM
3 Adanya kontraksi otot, dan adanya pergerakan sendi ROM dan mampu
melawan gravitasi
4 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM, mampu
melawan gravitasi dan tahanan minimal
5 Mampu melawan tahanan maksimal

2
6. Visual Analog Scale

a) Nyeri diam = 0

b) Nyeri gerak = 8

c) Nyeri tekan = 6

7. Pemeriksaan Activity Daily Living (Index Barthel)

No Item yang dinilai Skor Nilai


1 Makan 0 = Tidak mampu mandiri 2
1 = Perlu bantuan memotong
mengoles
mentega,dsb, atau perlu
mengubah diet
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tidak mampu 0
mandiri 1 = Mandiri
3 Merawat diri 0 = Perlu bantuan untuk perawatan 1
diri
1 = Mandiri untuk wajah/rambut/gigi
4 Berpakaian 0 = Tidak mampu mandiri 1
1 = Perlu bantuan untuk bisa
melakukan sendiri atau setengah
dibantu
2 = Mandiri (termasuk
kencing,resleting,dsb)
5 Buang air besar 0 = Tidak mandiri 0
(BAB) 1 = Kadang-kadang
mandiri 2 = Mandiri
6 Buang air kecil 0 = Tidak mandiri 0
(BAK) 1 = Kadang-kadang
mandiri 2 = Mandiri
7 Menggunakan toilet 0 = Tidak mandiri 0
1 = Kadang-kadang
mandiri 2 = Mandiri
8 Bergerak 0 = Tidak mampu, tidak 1
seimbang 1 = Butuh bantuan satu
atau dua orang
2 = Bantuan minimal
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Tidak mampu berjalan 1
1 = Bergantung pada kursi roda

2
2 = Berjalan dengan bantuan satu
orang
3 = Mandiri
10 Naik tangga 0 = Tidak mampu 1
mandiri 1 = Butuh
bantuan
2 = Mandiri
Total 0-8 7

Interpretasi :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9- 11 : Ketergantungan sedang
8-5 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
Hasil : 7 (Ketergantungan berat)

8. Pemeriksaan Postural dan Berg Balance

No Item Berg Balance Scale


1. Duduk ke berdiri
Instruksi:“Silahkan berdiri. Cobalah untuk tidak
menggunakan tangan anda untuk menumpu.”
( ) 4 Mampu tanpa menggunakan tangan dan berdiri stabil ( ) 3Mampu
berdiri stabil tetapi menggunakan support tangan
( ) 2 Mampu berdiri dengan stabil support tangan setelah beberapa kali
mencoba
( ) 1 Membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri stabil
( ) 0 Membutuhkan bantuan sedang sampai maksimal untuk berdiri

2. Berdiri tak bersangga


Instruksi : Silahkan berdiri selama 2 menit tanpa
penyangga. ( ) 4 Mampu berdiri dengan aman selama 2
menit
( ) 3 Mampu berdiri selama 2 menit dengan pengawasan
( ) 2 Mampu berdiri selama 30 detik tanpa penyangga ( ) 1 Butuh
beberapa kali mencoba untuk berdiri 30 detik tanpa penyangga
(  ) 0 Tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantua, Jika subyek mampu
berdiri selama 2 menit tak tersangga, maka skor penuh untuk item 3 dan
proses dilanjutkan ke item 4
3. Duduk tak tersangga tetapi kaki tersangga pada lantai atau

2
stool
Instruksi : Silahkan duduk dengan melipat tangan selama 2
menit. ( ) 4 Mampu duduk dengan aman selama 2 menit
( ) 3 Mampu duduk selama 2 menit dibawah
pengawasan ( ) 2 Mampu duduk selama 30 detik
( ) 1 Mampu duduk selama 10 detik
(  ) 0 Tidak mampu duduk tak tersangga selama 10 detik

4. Berdiri ke duduk
Instruksi : Silahkan duduk.
( ) 4 Duduk aman dengan bantuan tangan
minimal ( ) 3 Mengontrol gerakan duduk dengan
tangan
( ) 2 Mengontrol gerakan duduk dengan paha belakang menopang
dikursi
( ) 1 Duduk mandiri tetapi dengan gerakan duduk tak terkontrol
(  ) 0 Membutuhkan bantuan untuk duduk
5. Transfer
Instruksi : Atur jarak kursi . Mintalah subyek untuk berpindah dari kursi
yang memiliki sandaran tangan ke kursi tanpa sandaran atau dari tempat
tidur ke kursi.
( ) 4 Mampu berpindah dengan aman dan menggunakan tangan minimal.
(√ ) 3 Mampu berpindah dengan aman dan menggunakan tangan
( ) 2 Dapat berpindah dengan aba-aba atau dibawah pengawasan
( ) 1 Membutuhkan satu orang untuk membantu
(  ) 0 Membutuhkan lebih dari satu orang untuk membantu

6. Berdiri tak tersangga dengan mata tertutup


Instruksi : Silahkan tutup mata anda dan berdiri selama 10
detik. ( ) 4 Mampu berdiri dengan aman selama 10 detik
( ) 3 Mampu berdiri 10 detik dengan pengawasan
( ) 2 Mampu berdiri selama 3 detik
( ) 1 Tidak mampu menutup mata selama 3 detik
(  ) 0 Butuh bantuan untuk menjaga agar tidak jatuh

7. Berdiri tidak tersangga dengan kaki rapat


Instruksi : Tempatkan kaki anda rapat dan pertahankan tanpa topangan.
( ) 4 Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama 1
menit ( ) 3 Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama
1 menit dibawah pengawasan
( ) 2 Mampu menempatkan kaki secara mandiri dan berdiri selama 30
detik (  ) 1 Membutuhkan bantuan memposisikan kedua kaki, mampu
berdiri 15 detik
( ) 0 Membutuhkan bantuan memposisikan kedua kaki, tdk

3
mampu berdiri 15 Detik

8. Meraih kedepan dengan lengan lurus secara penuh


Instruksi : Angkat tangan kedepan 90 derajat. Julurkan jarijari anda dan
raih kedepan. (Fisioterapis menepatkan penggaris dan mintalah meraih
sejauh mungkin yang dapat dicapai, saat lengan mencapai 90 derajat. Jari
tidak boleh menyentuh penggaris saat meraih kedepan. Catatlah jarak
yang dapat dicapai, dimungkinkan melakukan rotasi badan untuk
mencapai jarak maksimal).
( ) 4 Dapat meraih secara meyakinkan >25 cm (10
inches) ( ) 3 Dapat meraih >12.5 cm (5 inches) dengan
aman.
(  ) 2 Dapat meraih >5 cm (2 inches) dengan
aman. ( ) 1 Dapat meraih tetapi dengan pengawasan
( ) 0 Kehilangan keseimbangan ketika mencoba
9. Mengambil objek di lantai dari posisi berdiri
Instruksi : Ambil sepatu/sandal yang berada di depan kaki anda.
( ) 4 Mampu mengambil dengan aman dan mudah
( ) 3 Mampu mengambil, tetapi butuh pengawasan (√ ) 2 Tidak
mampu mengambil tetapi mendekati sepatu 25cm (1- 2 inches)
dengan seimbang dan mandiri. ( ) 1Tidak mampu mengambil,
mencoba beberapa kali dengan pengawasan
( ) 0 Tidak mampu mengambil, dan butuh bantuan agar tidak jatuh

10. Berbalik untuk melihat ke belakang


Instruksi : Menoleh kebelakan dengan posisi berdiri ke kiri dan kekanan
Fisioterapis dapat menggunakan benda sebagai obyek yang mengarahkan
( ) 4 Melihat kebelakang kiri dan kanan dengan pergeseran yang baik
( ) 3 Melihat kebelakan pada salah satu sisi dengan baik, dan sisi lainnya
kurang
( ) 2 Hanya mampu melihat kesamping dengan
seimbang ( ) 1 Membutuhkan pengawasan untuk
berbalik
( ) 0 Membutuhkan bantuan untuk tetap seimbang dan tidak jatuh
11. Berbalik 360 derajat
Instruksi : Berbalik dengan satu putaran penuh kemudian diam dan
lakukan pada arah sebaliknya.
( ) 4 Mampu berputar 360 derajat selama
( ) 3 Mampu berputar 360 derajat dengan aman pada satu sisi selama 4
detik atau kurang
( )2 Mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi
perlahan ( ) 1 Membutuhkan pengawasan dan panduan
(  ) 0 Membutuhkan bantuan untuk berbalik

3
12. Menempatkan kaki bergantian ke stool dalam posisi berdiri tanpa
penyangga
Instruksi : Tempatkan kaki pada step stool secara bergantian.
Lanjutkan pada stool berikutnya
( ) 4 Mampu berdiri mandiri dan aman, 8 langkah selama 20 detik
( ) 3 Mampu berdiri mandiri dan aman, 8 langkah selama >20 detik
( ) 2 Mampu malakukan 4 langkah tanpa alat bantu dengan pengawasan
( ) 1 Mampu melakukan >2 langkah, membutuhkan bantuan minimal
( ) 0 Membutuhkan bantuan untuk tidak jatuh

13. Berdiri dengan satu kaki di depan kaki lainnya


Instruksi : (Peragekan kepada subyek) Tempatkan satu kaki didepan kaki
yang lainnya. Jika anda merasa kesulitan awali dengan jarak yang luas.
( ) 4 Mampu menempatkan dgn mudah, mandiri dan bertahan 30 detik
( ) 3 Mampu menempatkan secara mandiri selama 30 detik ( ) 2
mampu menempatkan dgn jarak langkah kecil, mandiri selama 30 detik
( ) 1 Membutuhkan bantuan untuk menempatkan tetapi bertahan 15
detik (  ) 0 Kehilangan keseimbangan ketikan penempatan dan berdiri

14. Berdiri dengan satu kaki


Instruksi : Berdiri dengan satu kaki dan pertahankan.
( ) 4 Mampu berdiri dan bertahan >10 detik 3 Mampu berdiri dan
bertahan 5-10 detik
( ) 2 Mampu berdiri dan bertahan >3 detik
( ) 1 Mencoba untuk berdiri dan tidak mampu 3 detik, tetapi
mandiri ( ) 0 Tidak mampu, dan membutuhkan bantuan agar tidak
jatuh
Skor total = 4
Interpretasi : 41-56 = resiko jatuh

ringan 21-40 = resiko jatuh

sedang 0-20 = resiko jatuh

tinggi

Hasil : skor BBS 4 (Resiko jatuh tinggi)

9. Tes Myotom dan

Dermatom

Interpretasi:

3
Adanya gangguan pada tes dermatom miotom L4 dan L5 yang mempengaruhi

3
 Dermatom L4: Aspek media kaki ke ibu jari kaki
 Miotom L4: Dorsofleksi pergelengan kaki/inversi pergelangan kaki
 Dermatom L5: Dorsum sentral kaki ke jari tengah
 Miotom L5: Ekstensi ibu jari

E. Diagnosa Fisioterapi (ICF-ICD)

Gangguan Kemampuan Aktivitas Fungsional et causa Paraparese

Problematik Fisioterapi

-Nyeri pada kedua lutut -


- -
-

No. Komponen ICF Pemeriksaan dan


Pengukuran yang
membuktikan
1. Impairment

Nyeri pada kedua lutut Palpasi

Kelemahan pada extremitas MMT


inferior sisi dextra dan sinistra

Nyeri pada hip Palpasi

3
Keterbatasan ROM PFGD

Gangguan keseimbangan Berg balance scale

2. Activity Limitation

Kesulitan mengerakan kaki Indeks Barthel

Kesulitan saat duduk dan berdiri Inspeksi

3. Participation Retriction

Kesulitan dalam melakukan


kegiatan sehari hari Index Barthel

3
BAB V
PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

Memperbaiki kemampuan fungsional pasien yang berhubungan dengan

aktivitas mempertahankan posisi berdiri dalam keadaan statis dan perubahan

posisi berjalan secara mandiri sehingga mampu melakukan aktivitasnya

seperti semula dengan baik.

2. Tujuan Jangka Pendek

 Meningkatkan kekuatan otot


 Meningkatkan keseimbangan

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Intervensi

1. Impairment
a. Nyeri pada kedua Untuk mengurangi nyeri TENS
lutut

b. Kelemahan pada Untuk meningkatkan Strengthening, Aktif


ekstremitas inferior kekuatan otot Exercise
sisi dextra
b. Gangguan Untuk meningkatkan Balance
keseimbangan keseimbangan

2 Activity Limitation

3
a.Kesulitan Untuk mengembalikan pasif exercise, aktif
exercise
mengerakan kaki kemampuan melakukan
aktivitas menggerakkan
kaki tanpa keluhan.
b. Kesulitan saat duduk Untuk mengembalikan Latihan duduk ke
dan berdiri kemampuan duduk ke berdiri
berdiri tanpa keluhan.

3. Participan Restriction
Untuk mengembalikan Terapi Latihan, Ltihan
Kesulitan dalam Balance
aktivitas sosial baik di
melakukan kegiatan
lingkungan keluarga
sehari hari
maupun pekerjaan tanpa
keluhan dan hambatan

3
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Prosedur pelaksanaan

Impairment
a. Nyeri pada kedua lutut Untuk mengurangi nyeri a. TENS
 Posisi pasien :
supne lying
 Posisi fisioterapis :
berada di samping
bed pasien
 Penatalaksanaan :
pasien dalam posisi
berbaring, fisioterapi
memberikan
pemanasan TENS
pada bagian medial
dan lateral kedua
lutut pasien

b. Kelemahan pada Untung meningkatkan a.Strenghtening


 Posisi pasien: Supine
ekstremitas inferior sisi kekuatan otot
lying
dextra  Posisi fisioterapis:
berada di samping bed
pasien
 Penatalaksanaan: Pasien
dalam posisi berbaring,
fisioterapi memberikan
Latihan strengthening
pada kedua tungkai
pasien
b.Aktif exercise
 Posisi pasien:Supine
lying
 Posisi fisioterapis:
berada di samping bed
pasien
 Penatalaksanaan:Pasien
dalam posisi baring,
fisioterapi
menginsturksikan pasien
untuk melakukan
Gerakan aktif

3
c. Gangguan Untuk melatih a.Balance
 Posisi pasien: duduk
keseimbangan keseimbangan pasien
 Posisi Fisioterapis:
Berdiri di depan pasien
 Penatalaksanaan: Pasien
dalam posisi duduk di
pinggir bed, kemudian
terapis membantu pasien
berdiri di dengan
tongkat 4 kaki,
kemudian terapis
melepaskan tubuh
pasien agar pasien bisa
menjaga
keseimbangannya

Activity Limitation
a.Kesulitan menggerakkan Untuk mengembalikana.pasif exercise
 Posisi pasien:Supine
kaki kemampuan melakukan
lying
aktivitas menggerakkan  Posisi fisioterapis:
berada di samping bed
kaki tanpa keluhan.
pasien
 Penatalaksanaan:Pasien
dalam posisi baring,
fisioterapi menggerakan
kaki pasien secara pasif
b.Aktif exercise
 Posisi pasien: Supine
lying
 Posisi
Fisioterapis:berada di
samping bed pasien
 Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan:Pasien
dalam posisi baring,
fisioterapi
mencontohkan Gerakan
kepada pasien kemudian
menginsturksikan pasien
untuk mengulangi
Gerakan secara mandiri
c.Latihan Balance
 Posisi pasien: duduk
 Posisi Fisioterapis:
Berdiri di depan pasien
 Penatalaksanaan: Pasien
dalam posisi duduk di

3
pinggir bed, kemudian
terapis membantu pasien
berdiri di dengan
tongkat 4 kaki,
kemudian terapis
melepaskan tubuh
pasien agar pasien bisa
menjaga
keseimbangannya

D. Edukasi dan Home Program

a. Edukasi

Meminta pasien untuk menghindari hal-hal yang dapat memperberat

keluhan seperti hindari pergerakan yang mendadak atau tekanan berlebih.

Rajin menggerakan anggota badannya terutama bagian ekstremitas bawah

b. Home Program

Meminta pasien untuk sering sering Latihan berdiri menggunakan tongkat

secara mandiri di rumah

E. Evaluasi

Evaluasi
No Problematik Intervensi Fisioterapi
Awal Terapi Akhir Terapi
Evaluasi Jangka Pendek
1 Nyeri pada TENS VAS : VAS :
kedua lutut Nyeri diam : 0 Nyeri diam : 0
Nyeri tekan : 6 Nyeri tekan : 5
Nyeri gerak : Nyeri gerak :
8 7
2 Kelemahan Strengthening,
MMT MMT
pada
Aktif exercise
ekstremitas -Dextra: 3 -Dextra: 3
superior sisi
-Sinistra: 3 -Sinistra:4
dextra dan
sinistra

4
3 Gangguan Latihan Balance BBS: 4(Resiko jatuh BBS: 7 (Resiko
Keseimbangan tinggi) jatuh tinggi)

4 Kesulitan Pasif exercise, aktif Sangat sulit Sudah mampu


menggerakk exercise namun masih
an kaki perlu di bantu

5 Kesulitan Latihan duduk ke Tidak mampu Sudah mampu


saat duduk berdiri berdiri lama, kaki berdiri lebih lama
ke berdiri langsung tremor dari sebelumnya

4
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi

1. History Taking

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan

oleh pasien melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang

pemeriksa sudah mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam

pemeriksaan klinis selanjutnya, karena dengan anamnesis yang baik

membawa kita menempuh setengah jalan kearah diagnosis yang

tepat.Secara umum sekitar 60- 70 %kemungkinan diagnosis yang benar

dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.

2. Inspeksi

Inspeksi adalah suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati keadaanpasien secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi 2,

yaitu inspeksi statis (inspeksi pada saat diam atau tidak bergerak) dan

inspeksi dinamis (inspeksi padasaat bergerak).

3. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi.

a. Visual Analog Scale (VAS)

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang

pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyerimulai

dari ”tidak nyeri, ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS

umumnya berupa garis horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti

yang di ilustrasikan pada gambar. Pasien menandai garis dengan

menandai sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang di rasakan

4
pasien saat ini.

b. Manual Muscle Testing (MMT)

Manual Muscle Testing adalah metode pengukuran kekuatan otot

paling popular dan banyak digunakan oleh fisioterapis.Dalam

pemeriksaan MMT, fisioterapis akan menggerakkan bagian tubuh tertentu

dan pasien akan diminta menahan dorongan tersebut, lalu nilai atau skor

akan dicatat sesuai dengan penilai berdasarkan skala MMT. Penilaian

kekuatan otot ini mempunyai rentang nilai 0-5.

B. Pembahasan Tentang Intervensi Fisioterapi

a. (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation ) TENS


Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda yang

berperekat dipasang pada punggung, dikedua sisi dari tulang punggung.

Elektroda ini dihubungkan dengan sebuah kotak kecil yang mempunyai

tombol-tombol putar dan tekan.Tombol putar mengendalikan kekuatan dan

frekuensi denyut listrik yang dihasilkan oleh mesin. Denyut ini menghambat

pesan nyeri yang dikirim ke otak dari rahim dan leher rahim serta merangsang

tubuh mengeluarkan bahan pereda nyeri alaminya, yaitu endorfin. Penelitian

menunjukkan bahwa TENS paling efektif meredakan nyeri (Nolan, 2004).

Transcutaneous ElectricalNerve Stimulation (TENS) adalah penerapan arus

listrik melalui kulit untuk kontrol rasa sakit, dihubungkan dengan kulit

menggunakan dua atau lebih elektroda, diterapkan pada frekuensi tinggi

(>50Hz) atau frekuensi rendah (<10 Hz) dengan intensitas yang

mengahasilkan sensasi getar (Robinson, 2008).

4
b. Terapi Latihan
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan

menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan

dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas

dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan

kemampuan fungsional.

Jenis-jenis terapi latihan yang diberikan adalah :

Latihan mobilitas, dapat berupa latihan pasif, latihan aktif dengan

bantuan, latihan aktif dengan bantuan mandiri, latihan aktif dan latihan

stretching (penguluran).

• Latihan Pasif

• Latihan Aktif

c. Positioning (Duduk Ke Berdiri)

Latihan duduk berdiri dapat melatih penguatan otot punggung dan otot

panggul sehingga memudahkan pasien kedepan untuk mobilisasi berdiri.

Cara olahraga duduk berdiri pasine perlu dilakukan agar pasien

terbiasa melakukan latihan diatas dan mudah untuk dilatih ke tahap berjalan.

Kelemahan pada punggung dan pada tungkai berpengaruh

pada pola geraknya sehingga terkadang pasien malas untuk

menggerakkan betisnya dan punggungnya.

d. Balance

Latihan keseimbangan adalah latihan khusus yang bertujuan untuk

membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota tubuh bagian bawah

4
(kaki) dan meningkatkan sistem vestibular atau kesimbangan tubuh, dimana

seluruh organ berperan dalam sistem keseimbangan tubuh yaitu balance

perception. Keseimbangan statis adalah keseimbangan yang ruang geraknya

sangat kecil.

4
BAB VII
KESIMPULAN DAN
SARAN

A. Kesimpulan

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap wanita, 60 tahun dengan keluhan

kelemahan kedua anggota gerak bawah yang dialami pasien sejak ± 5 bulan

yang lalu setelah melakukan kemotherapy. Kelemahan anggota gerak yang

dirasakan pasien barlangsung secara perlahan-lahan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan kedua mengalami kelemhan kekuatan otot kedua, terdapat nyeri

pada kedua tungkai dam tidak bisa berdiri. Awal bulan September pasien mulai

terapi sampai sekarang dan berdasarkan hasil evaluasi telah ditemukan

perubahan namun tidak signifikan

B. Saran

Dari kesimpulan di atas maka disarankan kepada keluarga pasien untuk

tetap rutin membawa pasien untuk terapi serta home program yang diberikan

tetap dilaksankan secara rutin dan mandiri di rumah.

4
DAFTAR PUSTAKA
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1091/AYU%20MELINDA%20KT I.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

http://eprints.ums.ac.id/36344/7/BAB%20I.pdf

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-3_Trauma-
Medulla-Spinalis.pdf

√ Pengertian Latihan Keseimbangan, Jenis, Teknik Melakukan, dan Manfaatnya |


DosenPenjas.Com

https://www.bing.com/search?q=tens&qs=n&form=QBRE&sp=-1&pq=t&sc=10-
1&sk=&cvid=DC2656FEDB62456C9E55F2F58A351D67&ghsh=0&ghacc=0&ghpl=

https://www.bing.com/search?q=terapi+latihan&qs=n&form=QBRE&sp=-
1&pq=&sc=0-
0&sk=&cvid=B83DABC5709140349976F691070395BE&ghsh=0&ghacc=0&ghpl
=

Anda mungkin juga menyukai