Disusun Oleh :
Disusun oleh :
KELAS A3 2018 – Kelompok 1
Cinthia Jessica Meylinda (131811133039)
M.Robith Ikhwana R (131811133041)
Adelia Putri Yanmartika (131811133043)
Munasaroh 131811133044)
Firda Alicia Rahma (131811133045)
An Nisa’U Sholeha (131811133048)
Muhammad Fikri Alfaruq (131811133086)
Ike Ayunda Nasifah (131811133087)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa untuk
dapat menyelesaikan penulisan makalah Keperawatan Medikal Bedah II. Tak lupa
shalawat serta salam selalu kita haturkan untuk junjungan nabi Agung kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan sebuah petunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.
Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-
banyaknya kepada Dr. Ika Yuni. Widyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB
selaku dosen penanggung jawab mata ajar Keperawatan Medikal Bedah II, serta Dr.
Abu Bakar, S.Kep., Ns., M.Kep., Ns.Sp.KMB selaku dosen pemimpin dan
pembimbing dalam pembuatan makalah ini.
Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh agar makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan sistem persarafan.
Selain itu, kami juga sadar bahwa pada makalah ini banyak sekali kekurangan serta
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan saran
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini dan kedepannya dapat kami aplikasikan
dalam pembuatan makalah selanjutnya. Di akhir pengantar ini, kami berharap
makalah ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca. Serta tidak lupa juga
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah kami terdapat
perkataan dan pernyataan yang tidak berkenan di hati para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan......................................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1. Konsep Alzheimer ................................................................................ 8
2.1.1. Definisi Alzheimer .................................................................... 8
2.1.2. Klasifikasi Alzheimer ................................................................ 8
2.1.3. Etiologi Alzheimer .................................................................... 9
2.1.4. Manifestasi Klinis Alzheimer ................................................... 11
2.1.5. Patofisiologi Alzheimer ............................................................ 13
2.1.6. WOC Alzheimer ....................................................................... 15
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang Alzheimer ............................................ 15
2.1.8. Penatalaksanaan Alzheimer ....................................................... 20
2.1.9. Komplikasi Alzheimer .............................................................. 22
2.1.10 Asuhan Keperawatan Alzheimer .............................................. 23
2.2. Konsep Stroke ...................................................................................... 33
2.2.1. Definisi Stroke ......................................................................... 33
2.2.2. Klasifikasi Stroke ..................................................................... 34
2.2.3. Etiologi Stroke ......................................................................... 37
2.2.4. Manisfestasi Klinis Stroke ....................................................... 40
2.2.5. Patofisiologi Stroke ................................................................... 41
2.2.6. WOC Stroke ............................................................................. 44
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang Stroke ................................................. 45
2.2.8. Penatalaksanaan Stroke ............................................................ 46
2.2.9. Komplikasi Stroke .................................................................... 47
2.2.10 Asuhan Keperawatan Stroke .................................................. 48
3
3.1. Kasus Alzheimer ........................................................................................ 55
3.2. Kasus Stroke .............................................................................................. 62
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
Medula terdiri dari medula oblongata (otak kecil) dan medula spinalis. Medula
oblongata berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan,
menelan, batuk, bersin,sendawa. Sedangkan medula spinalis berfungsi sebagai pusat
gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ
tubuh. Saraf sadar/saraf cranial terdiri dari 12 pasang saraf mulai dari saraf cranial ke-
1 sampai ke-12, yang memiliki fungsi berbeda dan saraf otonomik terdiri dari saraf
simpatis dan parasimpatis yang memiliki fungsi secara berlawanan. Jaringan otak
sangat rentan terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Setiap kekurangan suplay
sedikit saja pasti akan menimbulkan gangguan. Metabolisme otak selalu konstan
tanpa di selingi istirahat.
Perawat merupakan suatu profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan komunitas dalam mencapai, memilihara, dan menyembuhkan kesehatan
yang optimal. Perawat yang profesional ialah perawat yang selalu mengkaji
kebutuhan klien dengan benar dan tepat dalam pemberian asuhan keperawatan
lanjutan. Mengkaji kebutuhan klien merupakan salah satu tonggak utama dalam
menegakkan suatu diagnosa keperawatan. Pengkajian klien dalam berbagai hal yang
mendasari kebutuhan klien agar terpenuhinya diagnosa yang benar dan tepat sehingga
nantinya akan memperlancar dan menyempurnakan sebuah asuhan keperawatan agar
klien tercapai kesembuhan dengan optimal.
Pada makalah kali ini kelompok akan menjelaskan tentang gangguan atau
penyakit yang berhubungan dengan sistem persarafan. Penyakit yang berhubungan
dengan persarafan ini meliputi: Alzheimer dan Stroke. Serta kami akan membahas
mengenai salah satu contoh kasus gangguan sistem persarafan dan asuhan
keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan sistem persarafan.
Kembali lagi pada konsep awal bahwasaanya seorang perawat yang menjadi
bagian vital dalam penyembuhan klien harus sangat bisa membedakan gejala, tanda,
dan kegawat daruratan sebuah penyakit yang dialami oleh klien sehingga perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal pada klien.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang makalah di atas, permasalahan dalam
pembahasan ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan alzheimer ?
2. Bagaimana etiologi dari alzheimer ?
3. Bagaimana patofisiologi dari alzheimer ?
4. Apa saja manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari alzheimer ?
5. Apa yang dimaksud dengan stroke ?
6. Bagaimana etiologi dari stroke ?
7. Bagaimana patofisiologi dari stroke ?
8. Apa saja manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari stroke ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami tentang konsep alzheimer
2. Mengetahui dan memahami tentang konsep stroke
3. Mengetahui dan memahami contoh kasus serta asuhan keperawatan pada
klien dewasa dengan alzheimer dan stroke
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Alzheimer
2.1.1 Definisi Alzheimer
Alzheimer disease (AD) adalah gangguan neurodegeneratif dengan
manifestasi klinik menurunnya secara drastis memori dan kognitif atau demensia,
disertai penurunan fungsi memori, berpikir, berbahasa dan kapasitas belajar. (Murray,
2013, Duthey,2013 ).
Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga
menyebabkan kematian sel otak. Penyakit Alzheimer terjadi secara bertahap, bukan
merupakan bagian dari proses penuaan normal, dan merupakan penyebab paling
umum dari demensia.
Penyakit Alzheimer (AD) ditandai dengan demensia yang biasanya dimulai
dengan penurunan daya ingat, penurunan kemampuan mengenali sesuatu yang
perlahan menjadi semakin parah akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya
progresif atau perlahan-lahan hingga akhirnya penderita menjadi tidak mampu
mengingat dan mengenali sesuatu. Tanda lainya yaitu kebingungan, penilaian yang
buruk, gangguan berbicara, agitasi, penarikan diri, dan halusinasi (Aguila, et al.,
2015).
Penyakit Alzheimer merupakan sebagian besar penyebab umum demensia,
menyumbang sekitar 60 persen sampai 80 persen kasus. Kesulitan mengingat
percakapan terakhir, nama atau peristiwa sering kali merupakan gejala klinis awal,
apatis dan depresi juga gejala sering yang terjadi diawal. Termasuk gangguan
8
komunikasi, disorientasi, kebingungan, penilaian buruk, perubahan perilaku, pada
akhirnya kesulitan berbicara, menelan dan berjalan. (Alzheimer’s Association, 2015).
9
meskipun hal ini jauh lebih jarang. Sementara usia adalah faktor risiko
terbesar.
2. Faktor genetik
Genetik berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada beberapa kasus,
seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial
telah memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis alzheimer
disease familial, dan , mungkin sporadik. Mutasi di paling sedikit empat
lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD familial.
Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan kelainan mirip AP di otak
yang sudah lama diketahui, mungkin tidaklah mengherankan bahwa mutasi
pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom 21
yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai
protein prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid
yang ditemukan di berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita
Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan
presenilin 2, yang masing- masing terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya
lebih berperan pada AD familial terutama kasus dengan onset dini
3. Pengendapan suatu bentuk amiloid,
Pengendapan berasal dari penguraian APP merupakan gambaran yang
konsisten pada Alzheimer disease. Produk penguraian tersebut yang dikenal
sebagai β- amiloid (Aβ) adalah komponen utama plak senilis yang
ditemukan pada otak pasien Alzheimer disease, dan biasanya juga terdapat di
dalam pembuluh darah otak.
4. Hiperfosforilisasi protein tau
Ini merupakan keping lain teka-teki Alzheimer disease. Tau adalah suatu
protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intra akson.
Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton merupakan gambaran
yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan
bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu
pemeliharaan mikrotubulus normal.
10
5. Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE)
Dapat dibuktikan pada AD sporadik dan familial, Diperkirakan ApoE
mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan molekul APP. ApoE
yang mengandung alel ε4 dilaporkan mengikat Aβ lebih baik daripada
bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut
meningkatkan pembentukan fibril amiloid.
6. Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang
normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala
yang mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan
dengan dua kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya
dibandingkan dengan tidak ada cedera kepala.
7. Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan
peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang
rendah. Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih
rangsangan otak. Selain itu, pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat
mencerminkan status sosial ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang mengalami gizi buruk dan mengurangi kemampuan
seseorang untuk membayar biaya perawatan kesehatan atau mendapatkan
perawatan yang disarankan. (Alzheimer’s Association, 2015)
11
Muncul pada tahap awal, gangguan memori hal-hal yang baru lebih berat
dari yang lama, memori verbal dan visual juga terganggu, memori
procedural relatif masih baik. Seperti hilangnya ingatan yang mengganggu
kehidupan sehari-hari
2. Gangguan perhatian
Muncul pada tahap awal, sulit untuk mengubah mental set, sulit untuk
mendorong perhatian dan perservasi, gangguan untuk mempertahankan
gerakan yang terus menerus.
3. Gangguan fungsi visuo-spasial
Muncul pada tahap awal, masalah pemahaman gambar visual dan
hubungan spasial sehingga akan mengalami gangguan dalam hal
menggambat dan mencari menemukan alur.
4. Gangguan dalam pemecahan masalah
Muncul pada tahap awal, gangguan hal abstraksi, menyatakan pendapat
dan sulit dalam memecahkan masalah sederhana.
5. Gangguan dalam kemampuan berhitung
Muncul pada tahap awal.
6. Gangguan kepribadian
Ditandai kehilangan rem, agitasi, mudah tersinggung
7. Gangguan isi pikiran
Waham
8. Gangguan afek
Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.
9. Gangguan berbahasa
Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis, mulai sulit
menemukan kata yang tepat, artikulasi dan komprehensi relative masih
baik.
10. Gangguan persepsi
Gangguan visual, penghiduan, dan pendengaran : halusinasi, ilusi.
11. Gangguan praksis
12
Apraksia ideasional dan ideomotor
12. Gangguan kesadaran dari penyakit
Menolak pendapat bahwa dia sakit, mungkin diikuti waham,konfabulasi,
dan indifference.
13. Gangguan kemampuan sosial yang muncul dikemudian hari
14. Defisit motoric muncul dikemudian hari, relative ringan
15. Inkontinensia urin dan alvi yang muncul dikemudian hari
16. Kejang/epilepsy yang muncul dikemudian hari.
13
ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel
saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen
sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya
dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada
penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,
demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam,
penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut.
Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus,
substansia nigra, dan lokus sereleus. Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih
kuat mendukung untuk diagnosis penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut
juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada
proses penuaan yang normal.
Mutasi pada gen berikut ini menyebabkan terjadinya demensia alzheimer
dominan autosomal onset cepatyaitu gen amyloid precursor protein (APP) pada
kromosom 21, gen presenilin-1 (PSEN-1) pada kromosom 14, dangen presenilin-2
(PSEN-2) pada kromosom 1. Ketiga gen tersebut mengarah kepada kelebihan
produksi bentuk peptida asam amino 42 daripada bentuk asam amino 40. Hal ini
mengakibatkan terjadinya kematian neuron, kehilangan sinapsis dan pembentukan
NFTs dan SPs. Genotip apolipoprotein E ε4 tanpa polimorfisme pada gen yang lain
ditemukan berhubungan dengan demensia alzheimer onset lambat.
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom
21. Proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor
amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah
suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein
prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga
cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang terjadi
pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses patologis yang
menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan.
14
2.1.6 WOC Alzheimer
15
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atrofi yang bilateral, simetris, sering
kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh. Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit
Alzheimer terdiri dari :
3) Degenerasi neuron
16
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks
terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan
frontalis.Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak
termasuk lobus serulues, raphe nukleus, dan substanasia nigra.Kematian
sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada
nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.Telah ditemukan
faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada
lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit Alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada
korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak.
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.Sejumlah kecil
pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital.Lewy body kortikal
ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang
otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan varian dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang
17
terjadi.Tes psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan
memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian, dan pengertian berbahasa.
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting karena :
1) Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan
yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit
selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan
gangguan psikiatri.
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan
oleh demensia karena berbagai penyebab.
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
18
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kuantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multi infark dan
tumor serebri.Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multi
infark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan
penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran
ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan
status mini mental.
Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan
periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral).Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal.Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya
atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia
dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan
ukuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis.Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang
lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran
darah, metabolisme O2, dan glukosa di daerah serebral. Uptake I. 123 sangat
menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan
fungsi kognisi dan selalu sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi.
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
19
Aktivitas I. 123 terendah pada regio parieral penderita Alzheimer.
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit
kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.
1. Kolinesterase inhibitor
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada penderita
Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Cholinesterase inhibitor
telah diakui untuk pengobatan penyakit Alzheimer ringan sampai sedang
yang juga dapat dijadikan standar perawatan untuk pasien dengan penyakit
Alzheimer. Kerja farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan
galantamine adalah menghambat cholinesterase, dengan menghasilkan
peningkatan kadar asetilkolin di otak .Untuk mencegah penurunan kadar
asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase. Pemberian obat ini dikatakan
dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. 4
jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering digunakan adalah
1) Donepezil (merk dagang ARICEPT® ) disetujui untuk pengobatan
semua tahap Alzheimer disease.
20
2) Galantamine (merk dagang RAZADYNE® ) disetujui untuk tahap
ringan sampai sedang.
3) Rivastigmine (merk dagang EXELON® ) untuk tahap ringan sampai
sedang.
4) Tacrine (COGNEX® ) merupakan kolinesterase inhibitor pertama
yang disetujui untuk digunakan sejak tahun 1993, namun sudah
jarang digunakan saat ini karena faktor resiko efek sampingnya, salah
satunya adalah kerusakan hati.
21
methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine yang
dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang tidak,
tampaknya dapat memperlambat kerusakan kognitif pada pasien dengan AD
yang moderat.
3. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan
dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna
terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
4. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari
selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita
Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(Amitryptiline 25-100 mg/hari)
5. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa di dalam mitokondria
dengan bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa
ALC dapat meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase, kolin
asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun
dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif. 6. Antioksidan Pada pasien dengan
AD sedang-berat, penggunaan antioksidan selegiline, α-tokoferol (vitamin
E), atau keduanya, memperlambat proses kematian. Karena vitamin E
memiliki potensi yang rendah untuk toksisitas dari selegiline, dan juga lebih
murah, dosis yang digunakan dalam penelitian untuk diberikan kepada
pasien AD adalah 1000 IU dua kali sehari. Namun, efek yang
menguntungkan dari vitamin E tetap kontroversial, dan sebagian peneliti
22
tidak lagi memberikan dalam dosis tinggi karena ternyata memiliki potensi
dalam menimbulkan komplikasi kardiovaskular.
2.1.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit Alzheimer yaitu :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian
23
pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia empat
puluhan.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik
yang jelas. Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunujukkan tipe
yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar
(FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya
komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.
4. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
masyarakat. Adanya pperubahan hubungan dan peran kerana klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif.
5. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien,
oemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan pada B3(Brain) dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan klien.
1) Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan
kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses
senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan.
B1 (BREATHING)
24
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi,
inaktivitas, aspirasi , makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran napas.
a. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan
penggunaan otot bantu napas.
b. Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
c. Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.
B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan
juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf
otonom.
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
status kognitif klien.
2) Pemeriksaan Fungsi Serebri
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status
3) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada
perubahan status kognitif klien.
4) Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
25
Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai
tingkat usia. Klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan
ketajaman penglihatan.
Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya
tidak ditemukan adanya kelainan pada nervus ini.
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis dan penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
5) Sistem Motorik
Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan
dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus otot didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan
karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien
dengan metode pemeriksaan.
5) Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien
kehilangan refleks postural , apabila klien mencoba untuk berdiri klien
akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menimbulkan sering jatuh.
6) Sistem Sensorik
26
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami
penurunan terhadap sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang
ada merupakan hasil dari neuropati yang dihubungkan dengan disfungsi
kognitif dan persepsi klien secara umum.
B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada
tempatnya, biasanya yang berhubungan dengan penurunan status
kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan refleks kandung kemih yang
bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urin,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi
yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status
kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien sering mengalami
konstipasi.
B6 (BONE)
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif
menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan aktivitas
sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam
melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gay berjalan
dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fifik
bila melakukan aktivitas
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan
sensori
27
2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan
dengan perubahan proses pikir
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat dan perubahan proses pikir.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan
disfungsi karena perkembangan penyakit
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik
dan kerusakan komunikasi
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengenal bahaya dalam lingkungan
28
7. Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama
Rasional : Mudah mengingat dan lebih kooperatif
8. Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin
Rasional : Melatih orientasi pasien
Dx 2
Tujuan : Terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi
1. Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional : Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini dilakaukan
untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
2. Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas
Rasional : Dukungan pada klien selama aktifitas dapat meningkatkan
perawatan diri
3. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur
Rasional : Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa
bantuan orang lain serta mencegah klien mengalami trauma
4. Modifikasi lingkungan
Rasional : Untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi
5. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas
Rasional : Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
6. Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses atau pencahar
Rasional : Pertolongan pertama terhadap fungsi bowell atau BAB
Dx 3
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil : Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, Memperlihatkan
kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
29
Intervensi
1. Evaluasi kemampuan makan klien
Rasional : Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badan
mereka, mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan
2. Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan
Rasional : Tanda kehilangan berat badan dan kekurangn intake nutrisi
menunjang terjadinya masalah katabolisme
3. Kaji fungsi sistem Gastrointestinal yang meliputi suara bising usus
Rasional : Fungsi sistem gastrointestinal sangant penting untuk makanan
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / hari selama tidak terjadi gangguan
jantung
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator
selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi
5. Lanjutkan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum,
transferin, dan glukosa
Rasional : Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang
dibutuhkan klien
Dx 4
Tujuan : Terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif
Kriteria Hasil : Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai
kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi
1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi
Rasional : Gangguan bicara ada pada banyak klien yang mengalami penyakit
Alzheimer
2. Menentukan cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata
Rasional : Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik
selama komunikasi
30
3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan
penjelasan cara menggunakannya
Rasional : Ketergantungan klien pada ventilator akan lebih baik, rileks,
perasaan aman, dan mengerti bahwa selama menggunakan ventilator perawat
akan memenuhi segala kebutuhannya
4. Buatlah catatan dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat
berbicara
Rasional : Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama
memberikan perawatan
Dx 5
Tujuan : Koping menjadi efektif
Kriteria Hasil : Mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi yang terjadi dan Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi
2 Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan
Rasional : Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan
3 Dukung kemampuan koping
31
Rasional : Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu
memperlambat kemajuan penyakit
4 Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat
Rasional : Mendukung penolakan terhadap perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh
5 Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
Rasional : Klien Alzheimer sering merasakan malu, sehingga klien dibantu
dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
6 Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
Rasional : Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegah
waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada tidak adanya
keinginan dan apatis.
Dx 6
Tujuan : Tidak terjadi injuri pada pasien
Kriteria Hasil : Injuri dapat dicegah dan Tidak terjadi injuri
Intervensi
1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan
Rasional : Menetapkan kemungkinan jatuh
2. Berikan alat bantu tongkat atau kursi roda
Rasional : Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur tidak langsung melakukan
pergerakan
Rasional : Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga dapat
mengakibatkan pasien jatuh
4. Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin
Rasional : Mengurangi resiko jatuh
5. Letakkan benda-benda berbahaya pada tempat yang aman
Rasional : Menghindari terjadinya cedera
32
6. Letakkan benda-benda pada tempat semula dan hindari merubah-rubah
tempat
Rasional : Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan daya ingat
Dx 7
Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria Hasil : Tidak mengalami trauma, Keluarga mengenali risiko potensial di
lingkungan.
Intervensi
1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah
laku yang impulsif.
Rasional : Mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan
mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya
2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.
Rasional : Seseorang dengan gangguan kognitif merupakan awal untuk
mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung
jawab terhadap keamanan
3. Alihkan perhatian pasien keitka berperilaku berbahaya
Rasional : Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya trauma
4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu
Rasional : Perlambatan proses metabolisme secara umum mengakibatkan
penurunan suhu tubuh
5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat
Rasional : Pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda atau gejala dan
obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
33
2.2 Konsep Stroke
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke atau Cerebrovascular disease menurut World Health Organization
(WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global, akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan atau sumbatan
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena; dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat
gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.
Kurangnya aliran darah didalam jaringan otak menyebabkan serangkaian reaksi
biokimia, yang dapat merusak atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian
jaringan otak juga dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu. Aliran darah yang berhenti juga dapat membuat suplai oksigen dan zat
makanan ke otak juga berhenti. Stroke merupakan penyakit neurogenik yang
menyebabkan gangguan fungsi otak baik fokal maupun global dan penyebab
kecacatan paling banyak (Arya, 2011).
Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan
perubahan pola makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup tinggi.
Peningkatan jumlah penderita tidak saja menjadi isu yang bersifat regional akan tetapi
sudah menjadi isu global (Rahmawati, 2009).
34
tumpukan thrombus pada pembuluh darah otak, sehingga aliran darah
ke otak menjadi terhenti. Stroke iskemik merupakan sebagai kematian
jaringan otak karena pasokan darah yang tidak kuat dan bukan
disebabkan oleh perdarahan. Stroke iskemik biasanya disebabkan oleh
tertutupnya pembuluh darah otak akibat adanya penumpukan
penimbunan lemak (plak) dalam pembuluh darah besar (arteri karotis),
pembuluh darah sedang (arteri serebri), atau pembuluh darah kecil
(Arya, 2011). Arya (2011) menyatakan bahwa stroke iskemik secara
patogenesis dibagi menjadi:
a) Stroke trombolitik
Stroke iskemik yang disebabkan karena trombosis pada arteri
karotik interna secara langsung masuk ke arteri serebri madia.
b) Stroke embolik
Stroke iskemik yang disebabkan karena embolik yang pada
umumnya berasal dari jantung.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak,
sehingga menimbulkan perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke
hemoragik biasanya terjadi akibat kecelakaan yang mengalami
benturan keras di kepala dan mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah di otak.
Stroke hemoragik juga bisa terjadi karena tekanan darah yang terlalu
tinggi. Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan darah
menggenangi jaringan otak di sekitar pembuluh darah yang
menjadikan suplai darah terganggu, maka fungsi dari otak juga
menurun. Penyebab lain dari stroke hemoragik yaitu adanya
penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang rapuh (aneurisme),
mudah menggelembung, dan rawan pecah, yang umumnya terjadi
pada usia lanjut atau karena faktor keturunan (Arya, 2011).
35
Menurut Arya (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kategori,
yaitu:
a) Stroke Hemoragik Intraserebral (SHI)
SHI yaitu pendarahan terjadi dalam jaringan otak. Adapun gejala
klinis dari SHI ini beragam. Nyeri kepala berat, lemah, muntah,
dan adanya darah pada rongga subarakhnoid pada pemeriksaan
fungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Penyebab
yang paling utama dari SHI pada lansia yaitu hipertensi, robeknya
pembuluh darah, rusaknya formasi/bentuk pembuluh darah, tumor,
gangguan pembekuan darah, dan sebab lain yang tidak diketahui.
Pada perdarahan intrakranial, bisa terjadi penurunan kesadaran
sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan
kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan
terutama pada usia lanjut.
b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
PSA merupakan keadaan yang akut. Pendarahan ini terjadi pada
ruang subarakhnoid (ruang sempit antar permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak). Darah di rongga
subarakhnoid merangsang selaput otak dan menimbulkan
meningitis kimiawi. Darah yang sampai pada ventrikel (rongga-
rongga kecil) dapat menggumpal dan mengakibatkan hidrosefalus
akut. Penderita PSA mengeluh nyeri kepala yang hebat, juga
dijumpai nyeri di punggung, rasa mual, muntah dan rasa takut.
Dampak yang paling mencelakakan dari PSA yaitu apabila
perdarahan pembuluh darah itu menyebabkan cairan yang
mengelilingi otak dan mengakibatkan pembuluh darah di
sekitarnya menjadi kejang, sehingga menyumbat pasokan darah ke
otak.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
36
1) Serangan iskemik sepintas, yaitu merupakan gangguan neurologis
fokal atau saraf pusat yang timbul secara mendadak dan menghilang
beberapa menit sampai beberapa jam. Stroke ini bersifat sementara,
namun jika tidak ditanggulangi akan berakibat pada serangan yang
lebih fatal.
2) Progresif atau inevolution (stroke yang sedang berkembang), yaitu
perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stroke di mana
deficit neurologisnya terus bertambah berat atau gangguan pada sistem
saraf pusat mengalami gangguan.
3) Stroke lengkap/completed, yaitu gangguan neurologis maksimal sejak
awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke di mana fungsi sistem
saraf menurun pada saat onset/serangan lebih berat. Stroke ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen jika tidak segera ditanggulangi.
37
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan
(stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik
intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial,
pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat
hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau
pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada
pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan
pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang
subarakhnoidal (Misbach, 2007)
2) Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama
disebabkan oleh trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya
dapat menyebabkan penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak
(CBF) yang mempengaruhi fungsi neurologis akibat perampasan glukosa
dan oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus
arteri kecil atau besar, 20% adalah emboli berasal, dan lain-lain memiliki
penyebab yang tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan oleh
gangguan aliran darah arteri ke daerah tergantung dari parenkim otak oleh
trombus atau embolus. Dengan kata lain, stroke iskemik didefinisikan
sebagai onset akut, (menit atau jam), dari defisit neurologis fokal
konsisten dengan lesi vaskular yang berlangsung selama lebih dari 24
jam. Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa
etiologi dan manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada
aliran darah ke otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan
otak. EEG menunjukkan penurunan aktivitas listrik dan seacara klinis
otak mengalami disfungsi (Nemaa, 2015).
38
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi
lebih negatif (Wijaya, 2012). Sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap
terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah
10 ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis
yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion
H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi (Trent MW, 2011). Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga
terjadi perluasan daerah iskemik.
Terdapat dua patologi utama stroke iskemik adalah :
a) Trombosis
Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi akibat
perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas
dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini
merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan
endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah
terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki
sel otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding
arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi
sama sekali aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya
aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah
39
atau trombus yang teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah
dan akan membentuk fibrin kecil ya ng menjadikan sumbatan atau plak
pada pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu akibat plak
tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan
perfusi terganggu, sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan
mengaktifkan banyak enzim fosfolipase yang akan memacu mikroglia
memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan pelepasan sitokin pada
daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel (
Lakhan et al, 2009). Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding
arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri yang lebih kecil,
maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri tersebut, bagian
dari trombus yang terlepas tadi disebut emboli.
b) Emboli
Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari
jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan
untuk rekuren relatif tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung
meningkat dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya
prevelansi fibrilasi atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke
kardioemboli buruk dan menyebabkan kecacatan yang lebih besar.
Timbulnya perdarahan otak tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan
terjadi 12-48 jam setelah onset stroke emboli yang disertai infark
besar.
40
lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
1) Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
2) Kesulitan menilai jarak
3) Diplopia
2. Defisit Motorik
1) Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
2) Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
3) Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
4) Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
5) Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
1) Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
2) Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
3) Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
1) Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
2) Penurunan lapang perhatian
3) Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
4) Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
1) Kehilangan kontrol diri
2) Labilitas emosional
3) Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
4) Depresi
5) Menarik diri
41
6) Rasa takut, bermusuhan dan marah
7) Perasaan isolasi
42
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hamper
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses
metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
2.2.6 WOC Stroke
43
44
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke
1. Pemeriksaan Radiologi
1) CT Scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan
stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold
standar untuk menegakan diagnosis stroke. (Rahmawati, 2009)
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
lebih sensitive dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan
mampu melihat adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2-3
jam setelah onset stroke non hemoragik. MRI juga digunakan pada
kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan
fraktur. Kelemahan lainnya adalah tidak bisa memeriksa pasien yang
menggunakan protese logam dalam tubuhnya, preosedur pemeriksaan
yang lebih rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih
mahal (Notosiswoyo, 2004).
3) Pungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragiksubarakhnoid
atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4) Angiografi serebral
Dapat membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ruptur.
5) Ultrasonografi Doppler
Dapat mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) EEG (Electroencephalography)
45
Dapat mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X
Dapat menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah, elektrolit,
analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim
jantung, prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin
time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi
hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat
dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk
mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk natrium, kalium,
kalsium, fosfat maupun magnesium (Rahajuningsih, 2009).
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan
gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi
serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat
diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke (Rahajuningsih, 2009).
46
1) Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasidari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat pentingdalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9%dengan
kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis sepertidekstrosa 5% sebaiknya
tidak digunakan karena dapatmemperhebat edema serebri.
2) Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3) Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4) Pemeriksaan EKG
5) Pemeriksaan rontgen toraks.
6) Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitungtrombosit, Kimia
darah (glukosa, ureum, kreatinin danelektrolit), PT (Prothrombin
Time)/PTT (PartialThromboplastin time)
7) Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut :
Kadar alcohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
47
2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena)
harus menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
48
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya
embolisme/malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3. Integritas Ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih
Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
5. Makanan/ Cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,kehilangan
sensasipada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi
koma pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif,
49
pada wajahterjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama,
kekakuan,kejang.
7. Kenyamanan / Nyeri
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernapasan
Gejala : merokok
Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
9. Keamanan
Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,gangguan berespons
terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam
memutuskan.
10. Interaksi Sosial
Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alcohol
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Interupsi aliran
darah, Gangguan oklusif, hemoragi, Vasospasme serebral dan Edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan neuromuskuler ,
Kelemahan, paresthesia, Paralisis spastis, Kerusakan perseptual/ kognitif
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan sirkulasi
serebral, Kerusakan neuromuskuler, Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial,
Kelemahan/ kelelahan
50
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Perubahan resepsi sensori,
transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit), Stress psikologis
(penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan,kehilangan kontrol/ koordinasi otot,
Kerusakan perseptual/ kognitif, Nyeri/ ketidaknyamanan dan Depresi
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan Perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif
7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan Kerusakan
neuromuskuler/ perceptual
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
Kurang pemajanan, Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi,
kurang mengingat, Tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien denganStroke (
Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :1.
Intervensi Keperawatan
Dx 1
Tujuan : kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabiltidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala komaglascow
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional : autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional : aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Intra Kranial (TIK).
51
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional : meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebraldan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
Dx 2
Tujuan : dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil : mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkankekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang terkena,mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapatmemberikan
informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif padasemua
ekstremitas
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihandengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
52
Rasional : program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.3.
Dx 3
Tujuan ; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil ; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesalahpahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (Bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan
yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi
Dx 4
Tujuan : tidak ada perubahan perubahan persepsi.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,tajam/ tumpul,
rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
53
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
Evaluasi Keperawatan
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke
adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot
bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan
kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan
diri secara mandiri, klien dapat mengungkapkan penerimaaan atas kondisinya, dan
klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.
54
BAB 3
PEMBAHASAN
55
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi dan penyakit vaskuler serebral/sistemik.
Riwayat penyakit keluarga : -
2. Tanda-Tanda Vital :
1) TD : 180/90 mmHg
2) HR : 75x/menit
3) RR : 20x/menit
4) T : 36 ͦ c
3. Pengkajian berdasarkan respon
1) Pengkajian fungsi serebral :
• Saraf I. Ny D masih mampu menyebutkan bau
• Saraf II. Mata sebelah kanan visusnya 6/300 yaitu hanya bisa melihat
gerak jari-jari dari jarak 6 meter.
• Saraf III, IV dan VI. tidak ditemukan adanya kelainan pada Ny D.
• Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
• Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
• Saraf IX dan X. Ny D kesulitan dalam menelan makanan
• Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
• Saraf XII. Lidah tampak bersih
2) Pengkajian sistem motorik
Inspeksi : klien mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik
secara umum.
3) Pengkajian Refleks
Klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong.
4) Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, Ny D mengalami penurunan terhadap sensasi
sensorik secara progresif.
4. Aktivitas/Istirahat
56
Klien mengalami gangguan dalam aktivitasnya. Klien merasa kelelahan dan
tampak gelisah
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Data Subjektif :
Klien mengeluh tidak kuat
untuk berdiri lama dan
bekerja seperti mencuci
baju/ peralatan makan dan
menyapu terasa mudah Perubahan dalam
lelah. Sindrom stress
1. aktivitas kehidupan
Data Objektif : relokasi
sehari-hari
Klien tampak lelah dan
lemah
Vital sign TD 180/90,
HR 75x/menit, RR
20x/menit, T 38,5oC.
Data Subjektif :
Klien mengeluh tidak kuat
untuk berdiri lama dan
bekerja terasa mudah lelah
dan mengatakan sendi-sendi Kelemahan, otot-otot Trauma,risiko
2.
tangan dan jari terasa linu yang tidak terkoordinasi terhadap
Data Objektif :
Sendi-sendi tangan
dan jari kaku.
Klien terlihat
57
bingung
Data Subjektif :
Klien mengatakan kurang Perubahan fisiologis
mengingat lagi pada masa (degenerasi neuron
Proses
3. lalu nya dan mengatakan ireversibel) ditandai
pikir,perubahan
lupa jika meletakkan benda dengan hilang ingatan
Data Objektif : atau memori
Klien tampak kebingungan
Data Subjektif :
Klien mengatakan tidak bisa
tidur dan tidak menentukan Perubahan pola
4. Perubahan pola tidur
kebutuhan/waktu tidur aktivitas
Data Objektif :
Klien tampak gelisah
Data Subjektif :
Klien mengatakan
kebiasaan mandi 1x kali Menurunnya daya tahan
Kurang perawatan
5. dalam sehari dan dan kekuatan
diri
mengatakan mencuci
rambut hanya 1x kali dalam
seminggu
Intervensi Keperawatan
No. Dx.Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Sindrom stress Mampu beradaptasi pada Tempatkan pada ruangan
relokasi b.d perubahan lingkungan pribadi jika mungkin dan
perubahan dalam dan aktivitas kehidupan bergabung dengan orang
aktivitas kehidupan sehari-hari terdekat dalam aktivitas
sehari-hari d.d Mampu menunjukkan perawatan waktu makan,
58
kebingungan,kepriha rentang perasaan yang seterusnya.
tinan,gelisah, tampak sesuai dan rasa takut Tentukan jadwal aktivitas
cemas, mudah yang berkurang klien dan masukkan dalam
tersinggung Tidak menyimpan kegiatan rutin
pengalaman yang Berikan penjelasan,informasi
mengguncangkan yang menyenangkan
mengenai kegiatan
Catat tingkah
laku,munculnya perasaan
curiga,mudah tersingung.
Pertahankan dalam keadaan
tenang.
Beri dorongan
2. Trauma resiko Tidak mengalami trauma Kaji derajat gangguan
terhadap cedera b.d Keluarga mengenali kemampuan
kesulitan resiko potensial di Hilangkan/minimalkan
keseimbangan, lingkungan dan sumber bahaya dalam
kelemahan, otot mengidentifikasi tahap lingkungan
tidak terkoordinasi. untuk memperbaikinya Alihkan perhatian pasien
ketika perilaku berbahaya
Berikan tanda untuk
mengidentifikasi klien
3. Perubahan proses Mampu mengenali Kaji derajat gangguan
pikir b.d perubahan perubahan dalam kongnitif,seperti perubahan
fisiologis berpikir/tingkah laku dan orientasi terhadap
(degenerasineuron faktor-faktor penyebab orang,tempat,waktu,kemamp
ireversibel) d.d jika memungkinkan uan berpikir.
hilang ingatan atau Mampu memperlihatkan Pertahankan lingkungan yang
memori, hilang penurunan tingkah laku menyenangkan dan tenang.
59
konsentrsi, tidak yang tidak diinginkan. Tatap wajah ketika berbicara
mampu dengan klien.
menginterpretasikan Panggil klien dengan
stimulasi dan namanya.
menilai realitas Gunakan suara yang agak
dengan akurat. rendah dan berbicara dengan
perlahan pada klien.
4. Perubahan pola Mampu menciptakan Beri kesempatan untuk
tidur b.d perubahan pola tidur yang adekuat beristirahat/tidur
lingkungan d.d dengan penurunan sejenak,anjurkan latihan saat
keluhan verbal terhadap pikiran yang siang,turunkan aktivitas
tentang kesulitan melayang-layang mental pada sore hari
tidur, terus-menerus Tampak atau melaporkan Evaluasi tingkat stres
terjaga, tidak mampu dapat beristirahat yang Lengkapi jadwal tidur dan
menentukan cukup. ritual secara teratur
kebutuhan / waktu
tidur
5. Kurang perawatan Mampu melakukan Identifikasi kesulitan dalam
diri b.d intoleransi aktivitas perawatan diri berpakaian/perawatan diri
aktivitas, sesuai dengan tingakat Identifikasi kebutuhan akan
menurunnya daya kemampuan diri sendiri. kebersihan diri
tahan dan kekuatan Gabungkan kegiatan sehari-
d.d penurunan hari ke dalam jadwal
kemampuan aktivitas.
melakukan aktivitas Lakukan pengawasan namun
sehari-hari. berikan kesempatan untuk
melakukan sendiri
Beri banyak waktu untuk
melakukan tugas
60
Proses Asuhan Keperawatan
Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi
Sindrom stress relokasi b.d Mengatur jadwal aktivitas S : Klien mengatakan
perubahan dalam aktivitas klien secara rutin cukup membaik dan cukup
kehidupan sehari-hari d.d Menjelaskan aktivitas mampu dalam melakukan
kebingungan,keprihatinan, klien aktivitas sehari-hari
gelisah, tampak cemas, Mencatat tingkah laku O: Berkurangnya kebingung
mudah tersinggung klien an ,dan gelisah
61
realitas dengan akurat.
Perubahan pola tidur b.d Mengatur jadwal tidur dan S : Klien mengatakan
perubahan lingkungan d.d ritual cukup bisa tidur walaupun
keluhan verbal tentang Mengkaji pola tidur pikiran melayang-layang
kesulitan tidur, terus- Mengevaluasi tingkat O : Perubahan tingkah laku yg
menerus terjaga, tidak stress baik
mampu menentukan Kolaborasi : berikan obat A : Tujuan teratasi
kebutuhan / waktu tidur Antidepresi sesuai indikasi P : Pertahankan kondisi klien
dan lanjutkan intervensi
62
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Alzheimer
Pengkajian
Identitas Klien
Tgl. Pengkajian : 12 Februari 2020
Nama : Tn H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
1. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas fisik yang berat, dia kesulitan
untuk bertani karena merasa otot-ototnya tidak sekuat dulu. Klien juga
merasa nyeri dan kaku pada bagian sendi tangan dan kaki semenjak 2
bulan yang lalu. Beberapa hari terkahir klien mengeluh mengompol. Klien
juga sulit untuk berkomunikasi karena berbicara tidak jelas.
Riwayat Penyakit : Hipertensi
2. Tanda-Tanda Vital
TD : 170/90 mmhg, HR : 80 x/menit, RR : 16 x/menit, Suhu : 36°C
3. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
4. Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, riwayat hipertensi.
63
Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
5. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih
Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, mengalami mengompol
6. Makanan/ Cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
8. Kenyamanan / Nyeri
Gejala : sakit pada sendi ekstrimitas
Tanda : ketegangan pada otot dan sendi terasa kaku
9. Interaksi Sosial
Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif :
Klien mengatakan sulit Kelemahan, otot-otot
Gangguan Mobilitas
1. melakukan aktifitas, yang tidak
Fisik
mudah lelah terkoordinasi
Data Objektif :
64
Kekuatan otot menurun,
sendi kaku, rentang
gerak ROM menurun
Data Subjektif :
Klien mengeluh nyeri
pada tangan dan kaki
Data Objektif :
2. Kekakuan sendi-sendi Nyeri
TD : 170/90 mmhg,
HR : 80 x/menit,
RR : 16 x/menit,
Suhu : 36°C
Data
3 Subjektif :
3
Klien mengatakan
Perubahan pola Distensi abdomen dan
beberapa hari ini
3. berkemih kandung kemih
mengompol
Data Subjektif :
Klien mengeluh susah
4
untuk
5 berkomunikasi Ketidakmampuan Gangguan Komunikasi
Data
4 Objektif : untuk berkomunikasi Verbal
Klien sulit memahami
komunikasi
NDiagnosis
Luaran Intervensi
o Keperawatan
65
kendali otot, nyeri, Mobilitas Fisik meningkat • Identifikasi adanya nyeri atau
kekakuan sendi d.d dengan kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
kekuatan otot -Pergerakan ekstremitas (5) • Monitor frekuensi nadi dan
menurun, nyeri sat -Kekuatan otot (5) tekanan darah sebelum memulai
bergerak -Rentang gerak (ROM) (5) mobilisasi
- Terapeutik :
• Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
• Fasilitasi melakukan pergerakan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
• Ajarkan mobilisasi sederhana
Pemantauan Neurologis
Observasi :
• Monitor tingkat kesadaran
• Monitor tanda-tanda vital
• Monitor karakteristik berbicara
Terapeutik :
• Hindari aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial
• Atur interval waktu pemantauan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
• Informasikan hasil bila perlu
Pengaturan posisi
Terapeutik :
• Tempatkan pada posisi
66
terapeutik
• Atur posisi tidur yang disukai,
jika tidak ada kontraindikasi
• Motivasi melakukan ROM aktif
atau pasif
• Hindari posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
Edukasi :
• Ajarkan cara menggunakan
postur yang baik dan mekanika
tubuh yang baik
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
Keluhan nyeri, d.d selama 3 jam. Maka tingkat Observasi :
Frekuensi nadi nyeri menurun, dengan kriteria • Identifikasi lokasi, karakteristik,
meningkat, dan hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
Tekanan darah - Keluhan nyeri (5) intensitas nyeri
meningkat. - Meringis (5) • Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif (5) • Monitor efek samping
- Gelisah (5) penggunaan analgetik
- Kesulitan tidur (5) Terapeutik :
• Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
• Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi :
67
• Kolaborasi pemberian analgetik
bila perlu
Pemberian Analgesik
Observasi :
• Identifikasi riwayat alergi obat
• Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik :
• Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk hasil optimal
• Dokumentasi respon pemberian
analgesik
Edukasi :
• Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik
Pemantauan nyeri
Observasi :
• Monitor kualitas nyeri
• Monitor lokasi dan penyebaran
nyeri
Terapeutik :
• Atur interval waktu pemantauan
• Dokumentasikan pemantauan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan pemantauan
10.
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan intervensi Perawatan Inkontinensia Urine
3. urin b.d penurunan selama 3 jam. Maka Observasi :
68
kapasitas kandung Kontinensia Urine membaik, • Identifikasi penyebab
kemih d.b dengan kriteria hasil: inkontinensia urine
mengompol dan - Nokturia (5) • Identifikasi perasaan dan
distensi kandung - Residu volume urine setelah persepsi pasien terhadap
kemih berkemih (5) inkontinensia urine yang
- Distensi kandung kemih (5) dialaminya
- Dribbling (5) Terapeutik :
- Hesitancy (5) • Bersihkan genital dan kulit
sekitar secara rutin
• Ambil sampel urine untuk
pemeriksaan urine lengkap atau
kultur
Edukasi :
• Jelaskan definisi, jenis dan
penyebab inkontinensia urine
• Anjurkan membatasi konsumsi
cairan 2-3 jam sebelum tidur
• Anjurkan menghindari kopi,
soda, teh, dan cokelat
Manajemen lingkungan
Observasi :
• Identifikasi keamanan dan
kenyamanan lingkungan
Terapeutik :
• Atur suhu lingkungan yang
sesuai
• Sediakan pewangi ruangan, bila
perlu
• Ganti pakaian secara berkala
69
• Izinkan keluarga untuk
mendampingi pasien
• Berikan bel untuk memanggil
perawat
11.
Gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi komunikasi : defisit
Komunikasi Verbal selama 3 jam. Maka bicara
b.d Tidak mampu komunikasi verbal meningkat, Observasi :
berbicara jelas, dengan kriteria hasil: • Monitor proses kognitif,
Tidak bisa - Kemampuan berbicara (5) anatomis, fisiologis yang
menggunakan - Kemampuan mendengar (5) berkaitan dengan bicara
ekspresi wajah atau - Kesesuaian ekspresi Terapeutik :
tubuh dan Pelo wajah/tubuh (5) • Gunakan metode komunikasi
- Kontak mata (5) alternatif
• Berikan dekungan psikologis
Edukasi :
• Anjurkan bicara perlahan
Kolaborasi :
• Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
70
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel neuron yang memiliki
fungsi mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk atau
menghentikan masukan dari hasil sensasi pancaindra, dan mengaktifkan aksi.
Komponen utama dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel
neuroglia, neuron memainkan peranan penting dalam koordinasi. Sistem saraf
dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer/tepi. Sistem saraf
pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi/perifer terdiri dari
sistem saraf sadar (saraf somatik) dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf
otonom). Otak manusia kira-kira 2 % dari BB, otak mendapatkan suplay dari kira-
kira 15% dari curah jantung (CO) dan membutuhkan kira-kira 20% pula dari
seluruh pemakaian oksigen tubuh, serta butuh 400 kkal ATP per hari.
Ada beberapa penyakit yang dapat menyerang sistem persarafan, dalam
makalah ini kelompok kami mengambil 2 contoh penyakit yang dapat menyerang
sistem persarafan pada manusia, seperti :
1. Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga
menyebabkan kematian sel otak. Penyakit Alzheimer (AD) ditandai dengan
demensia yang biasanya dimulai dengan penurunan daya ingat, penurunan
kemampuan mengenali sesuatu yang perlahan menjadi semakin parah akibat
gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau perlahan-lahan hingga
akhirnya penderita menjadi tidak mampu mengingat dan mengenali sesuatu.
2. Stroke
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah otak.
71
4.2. Saran
1. Seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah
yang berhubungan dengan gangguan sistem persarafan pada pasien, agar
perawat mampu melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standart
operasional prosedur kepada klien secara profesional.
2. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi
dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah
satunya adalah kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pernapasan.
3. Perawat diharapkan untuk mempu menangani permasalahan yang dialami
klien dengan mengikutsertakan tenaga medis lainnya sesuai peraturan
yang telah berlaku.
72
DAFTAR PUSTAKA
Hani, Widya P. (2017). Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Stroke Hemoragik di
Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Tesis : Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Diaskes 16 Februari 2020
http://repository.ump.ac.id/3987/
Daftar isi
73