Anda di halaman 1dari 17

Referat

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Paru Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda
Aceh Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Oleh
Giwa Putri Lestari
18174082

Pembimbing :
dr. Nurfitriani, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU


KESEHATAN PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MEURAXA BANDA ACEH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul
“Obstructive sleep Apnea”. Salawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Paru RSUD Meuraxa
Fakultas Kedokteran Abulyatama Aceh. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang
tulus penulis sampaikan kepada dr. Nurfitriani,Sp.P yang telah bersedia meluangkan
waktu membimbing penulis dalam penulisan Referat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya
dan ilmu penyakit dalam khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk Referat ini.

Banda Aceh, September2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2
2.1 Obstructive Sleep Apnea............................................................. 3
2.1.1 Definisi............................................................................ 4
2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko.............................................. 4
2.1.3 Patofisiologi..................................................................... 5
2.1.4 Gejala Klinis.................................................................... 6
2.1.5 Diagnosis......................................................................... 8
2.1.6 Penatalaksanaan............................................................... 9
2.1.7 Komplikasi....................................................................... 9
2.1.8 Edukasi............................................................................ 11
BAB III KESIMPULAN.......................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Faktor Resiko OSA.............................................................................. 7


Tabel 2Diagnosis OSA..................................................................................... 7

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patofisiologi OSA ........................................................................... 7

iv
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bernafas dan tidur merupakan bagian proses fisiologis dasar dalam kehidupan
manusia sehari-hari. Bila proses bernapas berhenti dalam beberapa menit, kehidupan
manusia juga dapat berhenti. Tidur merupakan bagian lain dari proses fisiologis dasar
tersebut, bila terjadi gangguan pada proses tidur dapat berakibat gangguan pada
kualitas hidup.1Tidur merupakan keadaan reversibel yang bermanifestasi berupa
penurunan kesadaran juga reaksi terhadap stimulus eksternal. Manusia dewasa
memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur dapat terbagi atas 2 fase yaitu NREM
(non rapid eye movement) sleep yang mengisi 75-80% fase tidur dan terbagi atas 4
stage, serta REM (rapid eye movement) sleep mengisi 20-25% dari fase tidur dan
terbagi atas 2 stage. Pada dewasa normal kedua fase ini muncul dalam siklus yang
semireguler yang berlangsung sekitar 90-120 menit dan muncul sebanyak 3-4 kali
setiap malam.2 Gangguan tidur sering terjadi pada fase REM.3

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah kelainan dan merupakan bagian dari
sleepdisorder breathing syndrome yang kompleks. Gejala OSA sering terjadi, namun
sulit untuk dideteksi. OSA yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat mengakibatkan
masalahkesehatan jangka panjang seperti gangguan jantung, gangguan sistem
metabolik, gangguan kognitif, tidur tidak berkualitas, nokturia, nyeri kepala pagi hari,
iritabilitas dan gangguan memori.4OSA adalah kondisi pernapasan yang berhubungan
dengan tidur. Kondisi ini ditandai dengan episode obstruksi jalan napas bagian atas
atau sebagian selama tidur.Hal ini menyebabkan desaturasi oksigen berulang dan
fragmentasi tidur. Diagnosa OSA dibuat berdasarkan polisomnografi saat indeks
apnea-hipopnea (AHI) adalah di atas 5 kejadian/jam dan ditemukan gejala dan tanda-
tanda seperti mendengkur, terengah-engah, kantuk di siang hari yang berlebihan serta
tidur yang tidak segar.5

1
Prevalensi OSA pada orang dewasa usia pertengahan di Amerika Serikat
sangat bervariasi. Suatu penelitian yang menuliskan 24% pada laki-laki dan 9% pada
perempuan. Beberapa penelitian studi kohort menuliskan bila terdapat obesitas
dengan Body Mass Index (BMI) 25-28 (moderately overweight), diperkirakan 1 dari 5
laki-laki tersebut akan mengalami OSA derajat berat, sedangkan OSA derajat sedang
adalah 1 dari 15 laki-laki.4,6Sebuah penelitian menuliskan sekitar 24% pria dan 9%
wanita dewasa memiliki Apnea-Hypoapnea Index (AHI) lebih 5x/jam. Dalam
penelitian yang sama dituliskan pula terdapat sekitar 4% pria, 2% wanita dan 1-3%
anak memiliki OSA, yaitu gejala daytime hypersomnolence yang diakibatkan oleh
kejadian apnea-hipopnea. Pada populasi usia pertengahan bangsa kaukasia usia
pertengahan memiliki prevalensi OSA ada dikisaran 4% pada pria dan 2% pada
perempuan. Sedangkan pada populasi usia di atas 65 tahun prevalensinya lebih dari
10%.7

Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko menderita OSA seperti
obesitas, usia, obat-obatan, riwayat keluarga, struktur saluran pernapasan yang tidak
normal, peminum alkohol, merokok dan memiliki riwayat keluarga penderita
OSA.8Banyak penelitian yang menyatakan bahwa obesitas merupakan faktor utama
terjadinya OSA pada orang dewasa.9Pada beberapa populasi yang berbeda
kebanyakan orang dengan obesitas memiliki risiko tinggi menderita OSA
dikarenakan adanya pembesaran struktur jaringan lunak yang menyebabkan
penyempitan saluran pernapasan dan penumpukan lemak yang dominan terjadi pada
dada danleher.Hal-hal tersebut dapat meningkatkan tekanan pada saluran pernapasan
atas.10Gejala yang paling sering timbul yaitu mendengkur.11

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
sekaligus mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan
terapi dari obstructive sleep apnea.Karena pada masyarakat sering ditemukan kasus
ini, oleh karena itu penyusunan referat ini bertujuan agar penyusun lebih memahami
mengenai obstructive sleep apnea.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obstructive Sleep Apnea


2.1.1 Definisi
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah keadaan apnea dan hipopnea akibat
sumbatan total atau sebagian jalan napas atas. Hal ini terjadi secara berulang selama
tidur non-REM atau REM yang menyebabkan aliran udara ke paru menjadi
terhambat.Sumbatan ini menyebabkan pasien terbangun saat tidur.Kejadian apnea
berlangsung 10-60 detik dan OSA ekstrim dapat berulang setiap 30 detik.Otak
merespon kurangnya oksigen dengan memperingatkan tubuh melalui rangsangan
tidur singkat yang memulihkan pernapasan normal. Hal ini terjadi ratusan kali dalam
satu malam dan mengakibatkan fragmentasi tidur, mendengkur dengan periode diam
ketika aliran udara berkurang.12

2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi berupa
neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi.Kegemukan terutama pada tubuh
bagian atas dipertimbangkan sebagai resikoutama untuk terjadinya OSA.Empat puluh
dua sampai empat puluh delapan persen prevalensi OSA pada laki-laki yang sangat
gemuk dan 8-30% prevalensi OSA pada perempuan yang gemuk.Penambahan berat
badan akan meningkatkangejala-gejala OSA. Beberapa faktor resiko OSA antara lain
obesitas, ukuran lingkar leher, umur, jenis kelamin, hormon dan kelainan anatomi
saluran napas.12,13

Tabel 1. Faktor resiko OSA


Faktor-faktor resiko yang berperan pada OSA

Umum

 Obesitas (IMT >30 kg/m2)

3
 Gender (laki-laki >perempuan)
 Riwayat OSA keluarga pasca menopause
Kongenital

 Sindrom Down
 Sindrom Pierre-Robin
 Sindrom Warfarin
Abnormalitas hidung /faring

 Rhinitis
 Polip nasi
 Hipertiroid tonsil dan adenoid
 Deviasi septum nasi
Penyakit lain

 Akromegali
 Hipotiroidisme
Kelainan struktur jalan napas
 Lingkar leher >40 cm
 Abnormalitas sendi temporo-mandibula
 Mikrognatia
 Retrognatia
 Makroglosia

Dikutip dari (14)

2.1.3 Patofisiologi

Obstructive sleep apneadisebabkan oleh kolapsnya faring selama


inspirasi.Keadaan normal inspirasi otot-otot dilator faring seperti genioglosus, otot-
otot palatal dan otot-otot hyoid berkontraksi 50 mili-detik.Hal ini menyebabkan

4
lumen faring tidak kolaps akibat tekanan negatif (mengubah tekan di dalam faring
menjadi relatif terhadap tekanan atmosfer luar) oleh karena kontraksi otot dinding
dada dan diafragma yang dapat mengurangi ukuran saluran napas. Kondisi tidur
aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga timbul kecenderungan
lumen faring menjadi menyempit saat inspirasi.13
Obstructive sleep apnea dapat disebabkan oleh 3 faktor utama.Pertama,
OSA disebabkan oleh obstruksi saluran napas sekitar faring akibat pendorongan lidah
dan palatum ke belakang yang menyebabkan oklusi nasofaring saat tidur.Kedua, OSA
disebabkan oleh kelainan fungsi neuromuskular (mekanoreseptor) pada otot dilator
faring sehingga menyebabkan terlambatnya refleks otot dilator saat tidur. Ketiga,
kelainan anatomis kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring serta penyakit
tertentu seperti hipotiroid, deviasi septum nasal serta hipertrofi tonsil dapat
menyebabkan penyempitan saluran napas atas.13

Gambar 1. Saluran napas atas yang normal dibandingkan dengan penderita


mendengkur
Dikutip dari (15)

2.1.4 Gejala Klinis


Gejala paling menonjol pada OSA adalah mendengkur dan timbulnya
kantuk berlebihan. Gejala lain dapat berupa jeda dalam bernapas saat tidur, kelelahan,
berkurangnya konsentrasi, sakit kepala pada pagi hari dan impotensi. Hampir 30%
pria dan 40% wanita dewasa dengan nilai AHI di atas 5 kali/jam mengeluh tidak

5
segar saat bangun tidur. Dua puluh lima persen laki-laki dan 30% perempuan dewasa
mengeluh mengalami rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari.16

2.1.5 Diagnosis
Polisomnografi merupakan baku emas diagnosis OSA. Pemeriksaan ini
terdiri dari elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), elektrookulogram
(EOG), parameter respirasi, elektrokardiogram (ECG), saturasi oksigen dan mikrofon
untuk merekam dengkuran. Penderita dimonitor selama 6 jam 10 menit.Mendengkur
dan obesitas merupakan faktor resiko OSA.Bila tidak ditemukan gejala klinis maka
tidak menjadi indikasi pemeriksaan PSG. Pemeriksaan ini hanya untuk mengevaluasi
gangguan tidur selama rekaman satu malam dengan beberapa variabel yang direkam
selama penelitian tidur seperti yang di tabel 2.14
Tabel 2. Variabel yang direkam pada polisomnografi

Stadium tidur

Upaya pernafasan

Aliran udara

Saturasi oksihemoglobin arteri

Posisi tubuh

Gerakan anggota badan

Dikutip dari (14)

Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari tiga kategori, yaitu
apnea tidur ringan dengan AHI 5-15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea
tidur sedang dengan AHI 15-30, saturasi oksigen 80-85% dan keluhan mengantuk
dan sulit konsentrasi, apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari
80% dan gangguan tidur. Seseorang dikatakan menderita OSA jika:14

6
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena
sebab lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak waktu tidur, terbangun beberapa kali
saattidur yang menyebabkan badan tidak segar, perasaan lelah sepanjang hari
dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunujukan AHI di atas 5 (jumlah total apnea ditambah
terjadinyahipopnea perjam selama tidur)
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.
Penderita OSA tidak menunjukan tanda dan gejala yang khas untuk
menentukan diagnosa OSA. Beberapa kuesioner klinis dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis OSA seperti:17,18,19
1. Kuesioner STOP-Bang: kuesioner ini terdiri dari 8 poin termasuk informasi
mendengkur, apnea yang terobservasi, tekanan darah, IMT, usia, lingkar leher
dan jenis kelamin. Skor 3 atau lebih memiliki sensitivitas84% dan spesifitas
56% untuk diagnosa OSA dengan menggunakan ambang AHI di atas 5
kejadian/jam dan sensitivitas 93% dan spesifitas 43% menggunakan AHI di
atas 15 kejadian/jam (OSA sedang hingga berat).
2. Sleep apnea clinical score(SACS): kuesioner ini terdiri dari 4 poin yang
mencantumkan lingkar leher, hipertensi, kebiasaan mendengkur dan gasping
nokturnal atau tersedak dengan skor dari 0-100. Skor di atas 15 memiliki
probabilitas OSA 25-50% (AHI di atas 10 kejadian/jam).
3. Kuesioner Berlin: kuesioner ini terdiri dari 10 poin yang berhubungan dengan
mendengkur, tidur tidak puas, rasa mengantuk saat berkendara, apnea saat tidur,
hipertensi dan IMT. Hasil penilaianpasien sebagai resiko rendah atau tinggi
OSA. Skor resiko tinggi sensitivitasnya 80% dan spesifisitasnya 46% pada AHI
di atas 5 kejadian/jam. Sensitivitas 91% dan spesifisitas 37% pada AHI di atas
15 kejadian/jam.

2.1.6 Penatalaksanaan

7
Penanganan pasien OSA berdasarkan gejala klinis, beratnya gangguan dan
edukasi pasien mengenai faktor resiko dan komplikasi OSA. 19Rekomendasi
TheAmerican College of Chest Physiciansdikutip dari 20
untuk penanganan OSA pada
dewasa antara lain:
1. Seluruh pasien overweight dan obesitas yang terdiagnosa OSA harus
menurunkan berat badan.
2. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan terapi inisial pasien
OSA.
3. Peralatan mandibularadvancement dapat digunakan sebagai alternatif CPAP
atau pada pasien dengan efek samping yang berhubungan dengan CPAP.
Continuous Positive Airway Pressure menghantarkan tekanan positif saluran
napas pada tingkat konstan melalui siklus pernapasan.Cara ini paling banyak
digunakan karena paling sederhana.Kondisi pemberian tekanan yang dikurangi
(seperti menurunkan tekanan positif pada saat awal ekshalasi) dapat digunakan untuk
meningkatkan kenyamanan dan toleransi pasien terhadap CPAP.

2.1.7 Komplikasi
OSA dapat menyebabkan beberapa masalah seperti hipertensi dan kecelakaan
lalu lintas.Pada penderita OSA yang juga mengalami hipertensi berisiko mengalami
serangan jantung dan stroke.Oleh karena itu, dengan mengurangi berat badan dan
olahraga teratur dapat mencegah terjadinya hipertensi. Kecelakaan lalu lintas juga
dapat terjadi pada penderita OSA, karena kehilangan konsentrasi dan sering
mengantuk yang menyebabkan kecelakaan terutama tabrakan mobil.8

2.1.8 Edukasi
Pada penderita OSA harus diberikan edukasi mengenai penyebab dan faktor
risiko OSA.Penderita OSA diberikan edukasi untuk memperhatikan kebersihan
tempat tidur demi kenyamanan pada saat beristirahat, posisi tidur yang baik, dan
risiko kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan. Pada penderita yang

8
melakukan terapi menggunakan nasal CPAP harus menerima edukasi tentang
penggunaan nasal CPAP yang benar dari petugas kesehatan untuk mendapatkan hasil
terapi yang baik.21

BAB III
KESIMPULAN

Obstructive Sleep apnea merupakan suatu kondisi dimana adanya


penyempitan saluran nafas pada keadaan tidur. OSA sangat sering terjadi dengan
banyak etiologi serperti adanya kelainan dalam struktur anatomi saluran pernafasan,
obesitas, konsumsi rokok dan alkohol yang berlebihan yang dapat menyebabkan

9
keabnormalan dalam mekanisme jalannya pernafasan sehingga dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti sulit bernafas pada saat tidur, mengorok pada saat tidur, rasa
mengantuk pada siang hari, berkurangnya waktu tidur, tersedak pada saat tidur, sakit
kepala pada pagi hari, perubahan personaliti.
Diagnosa pasien dapat dilakukan anamnesis dengan melihat adanya gejala-
gejala tersebut dan juga melihat kondisi pasien adanya penyakit seperti gagal jantung,
hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi pulmonal, stroke untuk melihat ada atau
tidaknya secondary infection.Gold Standard untuk mendiagnosis pasien OSA adalah
dengan menggunakan polisomnografi. OSA yang tidak dapat diobati dengan baik
akan menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti gagal jantung, stroke dan akhirnya
dapat menimbulkan kematian. Dalam pengobatan OSA dapat dilakukan sesuai
dengan derajat keparahan dan patofisiologinya. Dengan mengetahui definisi, etiologi,
cara diagnosis, merupakan kunci utama dalam memberi penatalaksanaan yang benar
kepada pasien penderita OSA sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 6. Jakarta: Papdi; 2014.


2325 p.

10
2. Lalwani K. Anil. Current diagnosis and treatment of otolaryngology head and
neck surgery.Edisi ke dua.McGrawl-Hill. 2007.
3. Febriani, Debi dkk. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan
Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia 2011; 32:45-52.
4. Spicuzza L, Caruso D, Maria G Di. Obstructive sleep apnoea syndrome and
its management. Sage J. 2015;273–85.
5. Sateia MJ. International classification of sleep disorders-third edition:
highlights and modifications. Chest. 2014;146: p. 1387–94.
6. Ye L, Pien GW, Ratcliffe SJ, Bjo E, Arnardottir ES, Pack AI, et al. The
different clinical faces of Obstructive Sleep Apnoea : a Cluster Analysis.
EurRespir J. 2014;1600–7.
7. Arnardottir ES, Bjornsdottir E, Olafsdottir KA, Benediktsdottir B, Gislason T.
Obstructive sleep apnoea in the general population : highly prevalent but
minimal symptoms. Eur Respir J [Internet]. 2015;194–202. Available from:
http://dx.doi.org/10.1183/13993003.01 148-2015.
8. Junaidi I. Mendengkur. Dalam: Penyakit Paru & Saluran Napas. Jakarta:

http://www.nhs.uk/conditions/sleep-apnoea/pages.

9. Schwarts R, Patil P, Squier S, Schneider H, Kirkness P, Smith L. Obesity and


upper airway control during sleep. J Appl Physiol. 2010. 108: 430–435.

10. Bonsignore RM, Nicholas TW, Montserrat MJ, Eckel J. Adipose tissue in
obesity and obstructive sleep apnea. Eur Repir J. 2012; 39:746-67.

11. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep
Apnea.Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
12. Antariksa B. Patogenesis, Diagnostik dan Skrining OSA (Obstructive Sleep
Apnea). Dep Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RS Persahabatan
FKUI Jakarta.2010; hal.1-10.
13. Vearrier D, Philips B, Greenberg MI. Adressing Obstructive Sleep Apnea in
the Emergency Departement. J Emer Med. 2011;41(6): p. 728-740.

11
14. Arter JL, Chi DS, Girish M, Fitzgerald SM, Guha B, Krishnaswany G.
Obstructive sleep apnea. Inflammation and cardiopulmonary disease.
Frontiers in Bioscience 2004;1(9): p. 2892-900.
15. Sleep AHEAD Research Group. Obstructive sleep apnea among obese
patients with type 2 diabetes.Diabetes Care. 2009;32: p. 1017-19.
16. Tuomilehto H, Seppa J, Uusitupa M. Obesity and Obstructive Sleep Apnea –
Clinical Significance of Weigh Loss. SMRV. 2013;17(3): p. 321-29.
17. Flemons WW, Whitelaw WA, Brant R, Remmers JE. Likelihood ratios for a
sleep apnea clinical prediction rule. Am J Respir Crit Care Med. 2010;150(5):
p. 1279-85.
18. Netzer NC, Stoohs RA, Netzer CM, Clark K, Steani KP. Using the Berlin
Questionnaire to identify patients at risk for the sleep apnea syndrome. Ann
Intern Med 2010;131(7): p. 485-91.
19. Qaseem A, Holly JEC, Owens DK, Dallas P, Starkey M, Shekelle P.
Management of obstructive sleep apnea in adults: A clinical practice guideline
from the American College of Physicians. Ann Intern Med. 2013; 159(7): p.
471-83.
20. Kryger MH, Malhotra A, Collop N, Eichler AF. Management of obstructive
sleep apnea in adults. J Clin Sleep Med. 2014;13: p. 745-7.

21. Downey R. Obstructive Sleep Apnea. Dalam: Medscape Drugs Diseases &
Procedures.2014.Available from : http://emedicine.medscape.com. [Accesed
10 August 2014].

12

Anda mungkin juga menyukai