Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Keperawtan Medikal Bedah (KMB) 3
Dosen Pengampu: Saiful Nurhidayat S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 3/6B
Nama NIM

Mufaliha Sabila Iswari 18631725


Imaniar Dwi Alda 18631716
Rizka Safitri 18631712
Viseis Nandi Sutomo 18631708
Lina Desi Utami 18631699
Retno Meilani Purbaningsih 18631660
Dela Trika Buana 18631652

PROGRAM STUDI Sl KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

202l
İ
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha esa atas segala rahmat, serta taufik dan
hidayah- Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Saiful Nurhidayat, S.Kep.Ns.,M.Kep. selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 yang telah memberikan tugasini kepada
kami.
Karena kami menyadari keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, mengingat tidak ada sesuattu yang
sepurna tanpa saran yang membangun. Oleh karena itukami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Dan dari harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi parapembaca, untuk kedepannnya dapat memperbaiki isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi dan sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata.

Ponorogo, 18 Juni 2021

Penulis

İİ
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
@A@ l PENDAHULUAN.............................................................................................................. 6

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 6


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 5
1.6 Manfaat ...................................................................................................................... 5
@A@ 2 PEM@AHASAN ........................................................................................................ 1
2.1 Konsep Penyakit ........................................................................................................ 6
2.1.1 Definisi ............................................................................................................... 6
2.1.2 Klasifikasi .......................................................................................................... 7

2.1.3 Ctiologi ............................................................................................................... 11


2.1.6 Patofisiologi ....................................................................................................... 12
2.1.5 Manifestasi Klinis .............................................................................................. 16
2.1.6 Pathway .............................................................................................................. 16
2.1.7 Komplikasi ......................................................................................................... 17
2.1.8 Penatalaksanaan ................................................................................................. 17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................................... 18
2.2.1 Pengkajian .......................................................................................................... 18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI) ......................................................................... 21
2.2.3 Intervensi ............................................................................................................ 22
2.2.6 Implementasi ...................................................................................................... 29
2.2.5 Cvaluasi .............................................................................................................. 29
@A@ > PENUTUP ................................................................................................................. >0
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 30
3.2 Saran ............................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ >l

İ
@A@ l
PENDAHULUAN
l.l Latar @ciagakm
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa
gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem
otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering
terjadi pada pederita epilepsy.
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak
dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap
munculnya bangkitan.Selain itu penyebab epilepsy cukup beragam; cedera otak,
keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsy dapat terjadi pada laki-
laki maupun

perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsy meliputi 1-2%
dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsy menunjukkan
pola bimodal: puncak insidensi terdapat pda golongan anak dan usia lanjut.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.Pengguna
narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin
mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan
terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara
131 orang mengidap epilepsi. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para
orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup.
Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir.
Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia
mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).

l.2 Rumusak Masaiao


1. Bagaimana Konsep Penyakit Epilepsi?

6
2. Bagaiamana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Epilepsi?

6
l.3 Tujuan
1. Mengetahui Konsep Penyakit Epilepsi
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien Epilepsi
l.4 Manfaat
1. Menambah Pengetahuan Tentang Konsep Penyakit Epilepsi
2. Menambah Pengetahuan Tentang Asuhan Keperawatan Untuk Penyakit Epilepsi

3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.l KONSEP PENYAKIT

2.1.1 Definisi
Epilepsi adalah istilah untuk cetusan langsung listriklokal pada subtansi
grisea otak yang terjadi sewaktu waktu, mendadak, dan sangat cepat.
Secara klinis epilepsi merupakan gangguan paroksimal dimana cetusan
neuronkorteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang
intermiten dan stereotipik. Epilepsi adalah gangguan kronis pada otak yang
terdapat di seluruh dunia yang ditandai dengan kejang berulang. Di beberapa
bagian dunia, orang- orang yang menderita epilepsi dan keluarga mereka
menerima stigma yang buruk sehingga mengakibatkan terjadinya diskriminasi.
Epilepsi juga dapat diartikan adalah salah satu kelainan neurologi kronik
yang bisa terjadi pada segala usia terutama pada usia anak. Epilepsi merupakan
manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang khas yaitu kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksismal. Epilepsi ditandai dengan sedikitnya 2 kali atau lebih kejang tanpa
provokasi dengan interval waktu lebih dari 24 jam.
Keadaan ini tidak hanya berdampak pada segi medis tetapi juga

berdampak pada neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Kejang


merupakan ciri yang harus ada pada epilepsi, tetapi tidak semua kejang dapat di
diagnosis sebagai epilepsi. Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom
epilepsi. Kejang epilepsi yaitu timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang
ditandai dengan serangan tunggal atau tersendiri. Sedangkan sindroma epilepsi
adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan kejang
berulang, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor
pencetus, kronisitas.
Definisi menurut ILAE (International League Against Epilepsy) Epilepsi

1
adalah penyakit otak yang didefinisikan oleh salah satu kondisi berikut

1
1. Minimal terdapat dua bangkitan tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama6
dengan (minimal 60%) bila terdapat dua bangkitan tanpa provokasi/
bangkitan refleks.
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi. Bangkitan refleks adalah
bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik, seperti
stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan somatomotor. Epilepsi
dianggap terselesaikan bagi individu yang memiliki sindrom epilepsi
tergantung usia tetapi sekarang melewati usia yang berlaku atau mereka
yang telah bebas kejang selama 10 tahun terakhir, dengan tidak ada
menggunakan obat kejang selama 5 tahun terakhir.

2.1.2 Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum klasofikasi epilepsi
dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang.
a) Klasifikasi epilepsi dan sindrom
epilepsi Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik : bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada
anak dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik : bila ada penyebabnya, letak fokus pada semua lobus otak
b) Klasifikasi tipe kejang epilepsi ( brown, 2008 )
1. Epilepsi kejang parsial (lokal fokal )
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan
kesadaran tetap normal.
Dengan gejala motorik :
• Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi pada satu bagian
tubuh saja
• Fokal motorik menjalar : epilepsi di mulai dari satu bagian
tubuh dan menjalar meluas kedaerah lain. Disebut juga
epilepsi jacson.

7
• Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh
• Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu
• Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi bunyi tertentu.
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial ( epilepsi
di sertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indra
dan bangkitan yang disertai vertigo )
• Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti di tusuk
tusuk jarum.
• Visual : terlihat cahaya
• Auditoris : Terdengar sesuatu
• Gustoris : terkecap sesuatu
• Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf atonom (sensasi
epigastrium, pucat , berkeringat, membera, pioreksi, dilatasi pupil)
Dengan gejala psikis ( gangguan fungsi luhur )
• Disfagia : gangguan bicara misalnya mengulag suatu suku
kataatau bagian kalimat
• Dimensia : gangguan proses ingatan seperti merasa sudah
mengalami, mendengar, melihat atau sebalinya. Mungkin

mendadak suatu peristiwa dimasa lalu, merasa seperti


melihatnya lagi
• Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
• Afektif : merasa sangat senang susah, marah, takut
• Ilusi : perubahan persepsi bendayang dilihat tampak lebih
kecil atau lebih besar.
• Halusinasi kompleks : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu dll.

8
b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang ditandai gangguan
kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
mula mulai baik kemudian baru menurun
• Dengan gejala parsial sederhana A1-A4, gejala gejala pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunya kesadaran
• Dengan Automatisme, gerak gerakan perilaku yaang timbul
dengan sendirinya, misal gerak menelan, mengunyah, raut
muka berubah seringkali seperti ketakutan, memegang
kancing baju, berjalan.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan: kesadaran
menurun sejak pemulaan kesadaran.

Hanya dengan penurunan kesadaran

Dengan automatisme
c. Epilepsi Parsia yang berkembang menjadi bangkitan umum (
tonik- klonik )
• Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi
bangkitan umum
• Epilepsi parsial kompleks yang berkembang yang menjadi
bangkitan umum

Epilepsi parsial sederhan yang menjadi bangkitan parsia


kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Epilepsi kejang umum
a. Lena atau kejang absant ( petit mal
) Lena khas ( tipical absence )
Pada epilepsi ini kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, maka
tampak membengon, bola mata dapat memutar keatas, tak ada
reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama
¼ - ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
• Hanya menurun kesadaran
5
• Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan
biasanya dijumpai pada kelopok mata atas, sudut mulut, atau
otot otot lainya bilateral.
• Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijimpai otot-otot
leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga
tampak mengulai.
• Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-
otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang,
kepala, badan menjadi melengkug kebelakang, lengan dapat
ngetul atau mengedang.
• Dengan automatisme
• Dengan komponen autonom
Lena tak khas ( atipical absence
)
• Gangguan tonus yang lebih jelas
• Pemulaan dan berakirnya bangkitan tidak mendadak
b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak,
sebentar, dapat kuat, atau lemah sebagian otot atau semua otot,
seringkali atau berulang ulang.bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.

Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerak menyentak, repetitif,
tajam, dan tunggal multiple, di lengan tungkai atau torso.
Dijumpai sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot otot
hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas,
flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada
anak.
8
Kejang tonik-klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda tandayang mendahului epilepsi. Pasien mendadak
jatuh pingsan, otot otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira kira ¼-½ menit bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembetuka ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan nafas.mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah berhenti pasien tidur berapa
lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang rendah, atau
langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal pegal, lelah,
nyeri kepala

Kejang Atonik
Pada keadaan ini otot otot seluruh badan mendadak
melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik
atau menurun sebentar. Epilepsi ini sering dijumpai pada anak.
c. Epilepsi Kejang tak tertolongkan
Ini termasuk golongan bangkitan pada bayi berupa gerak
bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenaang,
menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sebentar.
2.1.3 Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadipada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera kepala, infeksi sistem saraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
4. Demam, gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007)

8
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab
utama, ialah epilepsy idopatik, remote simtomatik epilepsy (RSE), epilepsy
simtomatik akut, dan epilepsy pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otakpada saat peri atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsy menonjol, ialah epilepsy idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologic dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi deficit neurologic maka dalam waktu
12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang. Apabila
deficit neurologic terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya
bangkitan ulang

adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali
itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut
akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan petama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukkan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
2.1.4 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain dinamakan
GABA (gama- amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsy dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini

8
aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron
disekitarnya dan demikian

seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan

8
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke anggota/bagian gerak yang
lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada thalamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, disebabkan oleh instabilitas memban sel saraf, sehinggal sel
lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx
natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane
sel itu masuk ke dalam membrane sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang menggangu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron.

Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan


neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggua akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi
muatanynag berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum
dan batang otak umumnya tidak memcu kejang. Di tingkat membrane sel, sel
fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut:
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara belebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dala repolarisasi) yang disebabkan oleh asetilkolin atau

8
defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).

8
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastic
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saarf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamate mungkin mengalami deplesi (proses
berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi
yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas

kejang.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari Epilepsi, yaitu :
1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak
atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosionalkompleks. Pada kejang parsial
sederhana, kesadaran penderita masih baik.
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana,
tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan
otomatisme.
2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak

8
atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan

kesadaran penderita umumnya menurun.

8
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan,
leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat
dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata

mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan


diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase
tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang
yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami
jatuh akibat hilangnya keseimbangan.

8
2.1.6 Pathway
TrauTmr aulmahairla,
Faktor idiopatik KeruKsaekraunsan hcierd, ecreadkeerapala,
keaunron
demam,
gkaenpgalgau,adnemaemtab,
PenurunaPnenstuarb olic, tumor otak
uinliasnasi
membranstsaibnia KKeteidtiadkaksesiemimbabnagnagnan
lipssasi neurnoeturarontsrmanisttmeriter

Invlux Na ke
intraseluler
Invlux Na ke Depolarisasi asetilkolin (zat GABAGmABenAurmunenz
uartuinhziabtitif

PeniPngeknaintagnkaNt
GanggGuaanngpgaulanripsasliar(ihsiapsei r( hpiapl ae r i s a s i ) Kerusakan
andNalam intrasel berfikir
berlebihan

KetKideatkidsaekimseb GanggGuangPgeura
iamnbgangiaon snepsi
Niaon&NKa SenPseorsiepsi
&Ka

KeKtiedtaidkaksesimei
bmabnagnagnan Risiko Cedera
eleketrloeklitrol
it

Gangguan depolarisasi
Kejang Isolasi Sosial
(kelistrikan syaraf)

Kesadaran Napas
Akumul
menurun asi Tidak

Refleks menelan
Bersihan
menurun
Jalan
Gangguan peredaran Aktivitas otot
darah meningkat

CO menurun Metabolisme
meningkat

Permeabilitas kapiler
menurun

Risiko Perfusi
81
Serebral Tidak
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang di akibatkan oleh epilepsi adalah terjadinya gangguan
listrik di otak yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan kerusakan otak
akibat hypoksia bahkan bisa berakibat kematian.
Menurut Baticaca (2008), komplikasi penyakit epilepsy antara lain;
kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental, timbul depresi dan keadaan
cemas.
Purba (2008): Retradasi mental, IQ rendah, Kerusakan otak akibat hipoksia
jaringan otak (Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan prestasi
belajar terutama bagi penderita yang masih dalam masa belajar (penurunan fungsi
kognitif)).
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi.
a. Amati faktor pemicu.

b. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, konsumsi kopi dan
alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
2. Farmakologi.
Menggunakan obat-obat antiepilepsi, yaitu :
a. Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivitasi kanal Na, meurunkan kemampuan syaraf untuk meghantarkan
muatan listrik. Contoh: Fenitoin, Karbamazepin, Lamotrigin, Okskarbazepin,
Valproat.
b. Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitor GABAergik:
• Agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dengan
mengaktifkan kerja reseptor GABA. Contoh: Benzodiazepin, Barbiturat.
• Menghambat GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat.
Contoh: Vigabatrin.
• Menghambat GABA transporter, memperlama aksi GABA. Contoh:
Tiagabin.
• Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal dengan
menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikularpool, contoh:

1
Gabapentin

1
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengakjian
a. Pengumpulan data
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.
b) Keluhan Utama Klien
Pada anamnese ini yang perlu dikaji adalah apa yang diperlukan pada
saat itu seperti yang sering menjadi alasan klien adalah terjadinya
kejang berulang dan penurunan tingkat kesadaran.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Dalam pengkajian ini meliputi riwayat terjadinya seperti kapan mulai

serangan, stimulus yang menyebabkan respon kejang, dan seberapa jauh


saat kejang dengan respon fisik dan psikologis klien. Apakah
sebelumnya klien pernah mengalami trauma kepala dan infeksi serta
kemana saja klien sudah meminta pertolongan setelah mengalami
keluhan. Tanyakan tentang pemakaian obat sebelumnya seperti obat-
obatan antikonvulsan, antipiretik dan lain-lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita sebelumnya (apakah mengalami
keadaan yang sama seperti sekarang, seperti mengalami kejang
berulang).
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit saraf,
dan penyakit lainnya.
2. Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual
Klien akan lebih banyak menarik diri, ketakutan akan serangan kejang
berulang dan depresi akan prognosis dari kondisi yang akan datang.
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala yaitu keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam

1
beraktivitas yang ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang lain. Tanda

2
yaitu perubahan tonus, kekuatan otot, gerakan involunter, kontraksi
otot.
b) Sirkulasi
Gejala yaitu hipertensi, peningkatan nadi, sianosis.
c) Eliminasi
Gejala yaitu inkontinensia ditandai dengan peningkatan tekanan
kandung kemih, dan tonus sfingter.
d) Makanan dan Cairan
Gejala yaitu sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang. Ditandai dengan kerusakan
jaringan lunak dan gigi (cedera selama kejang)
e) Neurosensori
Gejala riwayat sakit kepala, kejang berulang, pingsan, pusing dan

riwayat trauma kepala, anoksia, infeksi serebral.


f) Nyeri dan Kenyamanan
Gejala yaitu sakit kepala, nyeri otot, nyeri abnormal paroksismal,
ditandai dengan sikap atau tingkah laku yang hati-hati, distraksi,
perubahah tonus otot.
g) Pernafasan
Gejala yaitu gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat dan dangkal,
peningkatan sekresi mukus, fase postikal apnea.
h) Keamanan
Riwayat terjatuh, fraktur, adanya alergi. Ditandai dengan trauma pada
jaringan lunak, penurunan kesadaran, kekuatan tonus otot secara
menyuluruh.
i) Interaksi sosial
Gejalanya yaitu terdapat masalah dalam hubungan interpersonal
dalam keluarga atau lingkungan sosial melakukan pembatasan,
penghindaran terhadap kontak sosial.

1
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum Klien
Pada pengkajian fisik secara umum sering didapatkan pada awal
pasca kejang klien mengalami konfusi dan sulit untuk bangun. Pada
kondisi yang lebih berat sering dijumpai adanya penurunan
kesadaran.
Pengkajian untuk peristiwa kejang perlu dikaji tentang bagaimana
kejang sering terjadi pada klien, tipe pergerakan atau aktivitas, berapa
lama kejang berlangsung, diskripsi aura yang menimbulkan peristiwa,
status poskial, lamanya waktu klien untuk kembali kejang, adanya
inkontinen selama kejang.
b) Selain itu juga dilakukan pemeriksaan 6B yaitu:
• B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas dan

peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada


klien epilepsy disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan.
• B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada
klien epilepsy tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.
• B3 (Brain)
Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengakjian pada sistem lainnya.

Tingkat kesadaran: Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap


lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk disfungsi sistem
persarafan.
Fungsi serebral, status moral: observasi penampilan dan tingkah
laku, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah, aktifitas
motorik pada klien epilepsi tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan status mental seperti adanya gangguan perilaku, alam
perasaan, dan persepsi.

Anda mungkin juga menyukai