Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

ANEMIA APLASTIK

Dosen Pembimbing :

Edy Siswantoro, S.Kep., Ns., M.Kep

Kelompok 12 :

Meyra Adelia Putri S ( 0119029 )

Gigin Pidhiana ( 0119038 )

Viki Khamdatul Inayah ( 0119051 )

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020

i
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah judul “asuhan keperawatan Anemia Aplastik”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing keperawatan medikal bedah Bapak Edy Siswantoro, S.Kep., Ns., M.Kep yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Mojokerto, 01 Oktober 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

Cover......................................................................................................................... i
Kata pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar isi ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................ 5
1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 6
2.1 Konsep Dasar Anemia Aplastik.................................................................. 6
2.2.1 Definisi............................................................................................ 6
2.2.2 Etiologi ........................................................................................... 3
2.2.3 Klasifikasi ...................................................................................... 9
2.2.4 Patofisiologi ................................................................................... 9
2.2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 10
2.2.6 Komplikasi...................................................................................... 11
2.2.7 Penatalaksanaan.............................................................................. 13
2.2.8 Patway ............................................................................................ 14
2.2.9 Pemeriksaan penunjang .................................................................. 15
2.2 Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik..................................................... 16
2.2.1 Pengkajian ...................................................................................... 16
2.2.2 Diagnosa ......................................................................................... 20
2.2.3 Intervensi ........................................................................................ 20
2.2.4 Evaluasi .......................................................................................... 24
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 26
A. Kesimpulan ................................................................................................... 26
B. Saran .............................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………... 27

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia aplastik sering terjadi pada usia 15 & 25 tahun dan ada puncak kedua
yang lebih kecil pada kasus anemia aplastik setelah umur 60 tahun. Dimana usia rerata
dalam penelitian antara lain 38,0 kurang lebih 15,6 tahun pada pasien dewasa dengan
anemia aplastik. Sebagian besar penyebab kasus dari anemia aplastik ini bersifat idiopatik
dan dari beberapa kasus yang ada penyakit anemia aplastik bisa berhubungan dengam
infeksi, obat-obatan, racun, radiasi, kehamilan (Wong, 2012).
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan pada prekusor sel-sel sumsum tulang
dan penggatian sumsum dengan lemak. Anemia ini dapat di sebabkan oleh kongenital
atau didapat, idiopati akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta
kerusakan akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi
jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung
setelah terjadi tandatanda hipoplasi, depresi sumsung tulang hampir dapat berkembang
menjadi gagal sumsung tulang dan ireeversibel (Betz & Sowden, 2002).
Menurut data Riskesdas tahun 2013, Insiden anemia aplastik di sia timur adalah
4-6 per juta yang lebih tinggi dari 2 per juta di negara-negara barat. Tingkat kejadian
anemia aplastik di negara amerika dan eropa sekitar 0,23 per 100.000 penduduk per
tahun. Tingkat kejadian di asia adalah 0,39 -0,5 per 100.000 yang kira-kira dua sampai
tiga kali lipat lebih tinggi. Prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita
anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4 % berumur 15-24 tahun (Kemenkes
RI, 2014).
Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi
anemia pada balita sebesar 40,5%,ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%,
remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5 %.

4
Wanita mempunyai resiko terkena anemia aplastik paling tinggi terutama pada remaja
putri (Kemenkes RI, 2018).
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi
karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi. Dampak
anemia pada anak balita dan anak sekolah adalah meningkatnya angka kesakitan dan
kematian, terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak, terhambatnya perkembangan
motorik, mental dan kecerdasan. Anak-anak yang menderita anemia terlihat lebih penakut
dan menarik diri dari pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus dan lebih
pendiam. Kondisi ini dapat menurunkan prestasi belajar anak disekolah (Kusumawati,
2005). Berdasarkan angka kejadian tersebut maka penulis tertarik untuk membuat sebuah
pengelolaan kasus dalam bentuk studi kasus tentang ”Asuhan Keperawatan Anemia
Aplastik.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut:
 Tujuan Umum
Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang konsep serta asuhan keperawatan
dengan anemia aplastik
 Tujuan Khusus
 Diketahui pengertian Anemia Aplastik
 Diketahui Klasifikasi Anemia Aplastik
 Diketahui etiologi Anemia Aplastik berdasarkan klasifikasi
 Diketahui Manifestasi klinis Anemia Aplastik berdasarkan kalsifikasi

 Diketahui Patofisologi Anemia Aplastik


1.3 Manfaat Penulisan
 Bagi Mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tentang konsep
serta asuhan keperawatan dengan anemia aplastik, khusunya bagi mahasiswa/i
keperawatan
 Bagi Institusi

5
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk menunjang
proses pembelajaran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Risiko Perdarahan pada Anemia Aplastik


2.1.1 Definisi
Anemia aplastik yaitu suatu gangguan pada sel-sel induk dibagian sumsum tulang
yang dapat menyebabkan kematian bagi penderita anemia aplastik. Anemia
aplastik merupakan anemia yang disertai dengan pansitopenia pada bagian darah
tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia, hipoplasia tanpa terjadinya filtrasi, supresi, atau pendesakan sumsum
tulang (Bakta, 2006). Anemia aplastik biasanya terjadi penurunan produksi sel
darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan terjadinya retikulositopenia,
anemia, granulositopenia, serta trombositopenia. Anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter bahkan pansitopenia, sinonim lain
yang biasa digunakan seperti hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik, dan anemia paralitik toksik
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2006).
2.1.2 Etiologi
Penyebab anemia aplastik sebagian besar 50-70% adalah bersifat idiopatik atau
tidak diketahui yang disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-
lahan. Penyebab lainnya yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik yaitu
toksisitas langsung serta penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler.
Penyebab anemia aplastik dari faktor genetik meliputi anemia fanconi seperti

6
suatu sindrom hipoplasia sumsum tulang yang disertai oleh pigmentasi coklat
pada kulit, hipoplasia pada ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan
seksual, kelainan ginjal serta limpa. Anemia aplastik juga sering disebabkan oleh
radiasi atau paparan bahan kimia, obat-obatan serta dapat juga dikaitkan dengan
infeksi virus dengan penyakit lainnya seperti virus hepatitis, HIV, dengue,
kehamilan, iradiasi dan kelainan imunologis (Salonder, 2004).

Beberapa etiologi tersebut tercantum pada tabel berikut :

Klasifikasi Etiologi Anemia Aplastik

Primer : Sekunder :
1. Kelainan Kongenital 1. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat
a. Fanconi 2. Akibat obat – obat idiosinkratik
b. Nonfanconi 3. Karena penyebab lain :
c. Dyskeratosis kongenital a. Infeksivirus :
2. Idiopatik hepatitis virus /virus lain
b. Akibat kehamilan

 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana
stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis
sangat sensitive. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis.
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat
digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan
sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar
sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi
tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit
pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar

7
X). Jumlah sel darah dapat berkurang. secara reversibel pada dosis radiasi
antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel
terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal
disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali
pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis
rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.

 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan
kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan
dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan
pansitopenia
 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia
aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan
adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan
sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea
 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab
yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan
setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan
hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan
dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia
sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia,
sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise
dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu
bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.

8
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum
tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia.
Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu
dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung
melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan
pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma
penunjang
 Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia
Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang
ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit,
hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual,
kelainan ginjal dan limpa.

2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, anemia aplastik dapat dibedakan menjadi:
 Anemia Aplastik Didapat
Anemia aplastik didapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia seperti
senyawa benzena, ataupun hipersensitivitas terhadap obat atau dosis obat
yang berlebihan seperti kloramfenikol, fenilbutazon, sulfue, mileran, atau
nitroseurea. Selain itu, anemia aplastik didapat juga disebabkan oleh infeksi
seperti Epstein-Bar, influenza A, dengue, tuberkulosis, Hepatitis, HIV,
infeksi mikobakterial, kehamilan ataupun sklerosis tiroid (anemia
aplastik/hipoplastik).
 Anemia Aplastik Familial
Meskipun anemia aplastik paling banyak bersifat idiopatik, namun faktor
herediter juga diketahui dapat menyebabkan terjadinya anemia aplastik yang
diturunkan. Beberapa etiologi anemia aplastik yang diturunkan antara lain
pansitopenia konstitusional Fanconi, difisiensi pankreas pada anak, serta
gangguan herediter pemasukan asam folat ke dalam sel.

9
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat.

2.1.4 Patofisiologis
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh kegagalan dari sel induk hematopoieti
atau terjadinya penurunan sel precursor pada sumsum tulang dan terjadi
penggantian sumsum tulang dengan lemak. Kegagalan tersebut disebabkan oleh
kelainan dari sel-sel induk hematopoietik sendiri atau bisa dari beberapa faktor
yang menekan atau menghancurkannya. Penyabab lain pansitopenia dari penyakit
anemia aplastik seperti mielodisplasia, anemia megaloblastik, dan leukemia akut.
Penyakit anemia aplastik sel-sel yang bersifat normal atau hanya memiliki
kelainan morfologi ringan. Adanya eritrosit berinti atau berbentuk tidak normal,
neutrofil hipersegmen atau leukosit abnormal lainnya, sel-sel prematur, atau
fragmen megakariosit dapat terjadi karena terjadi gangguan lain selain anemia
aplastik (Kiswari, 2014). Hipoplasia muncul maka depresi sumsum tulang akan
berkembang sampai titik dimana akan terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel.
Pemeriksaan darah lengkap sangat penting dan dilakukan sesering mungkin pada
penderita anemia aplastik karena pengobatan yang teratur terkena bahan kimia
yang dapat menyebabkan anemia aplastik (Muttaqin, 2014).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ. Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat
berupa:

10
 Sindrom anemia :
a) Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah
jantung.
b) Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata
berkunang – kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi
jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin pada
ekstremitas
c) Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut
kembung, enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
d) Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.
e) Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah,
rambut tipis dan kekuning kuningan.
 Gejala perdarahan :
ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi,
hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita. Perdarahan organ dalam
lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat
fatal.
 Tanda-tanda infeksi :
ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsis atau syok
septik.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pada pasien anemia aplastik terbagi menjadi 2 yaitu :
 komplikasi yang berhubungan dengan penyakit
a) komplikasi dari pansitopenia
kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius pada pasien anemia
aplastik. Anemia yang berat dapat menimbulkan komplikasi distres
pernapasan, gagal ginjal, dan failure to thrive pada pasien anak.
Neutropenia dapat menyebabkan pasien mudah mengalami infeksi.

11
Sedangkan trombrositpenia dapat menimbulkan gangguan perdarahan
misalnya petekie, epistaksis, menoragia.
b) Komplikasi berhubungan evolusi penyakit klonal dan resiko
transformasi keganasan
Resiko evolusi penyakit klonal dan transformasi keganasan pada pasien
anemia aplastik ( seperti sindrom mielodisplasia, acute myeloid
leukemia / AML dan proksismal nocturnal hemoglobinuria ) masih
dapat dipahami dengan jelas. Data studi klinis menemukan resiko ini
terjadi pada pasien pasien yang sudah mendapatkan terapidenitif dan
pulih. Kulasekararaj, et al. melaporkan bahwa mutasi somatic ( ASXL1,
DMNT3A, BCOR ) pada pasien anemia berhubungan dengan 40%
risiko transformasi ke sindrom mielodisplasia. Bacilagupo, et al.
melaporkan risiko transformasi keganasan pada pasien anemia aplastik
sebesar 9% dalam 5 tahun dan 19% dalam waktu 10 tahun.
Bacilagupo, et al. melaporkan risiko transfromasi keganasan pada
pasien anemia aplastik sebesar 9% dalam lima tahun dan 19 persen
dalam waktu 10 tahun. Griscelli-Bennaceur et al. dan Schubert et al.
melaporkan sekitar 15 hingga 33 persen pasien anemia aplastik yang
pulih dengan imunoterapi mengalami kejadian paroksismal nokturnal
hemoglobinuria

 Komplikasi yang Berhubungan Dengan Terapi


a.) Serum Sickness:
Serum sickness sering terjadi 7 hingga 10 hari setelah terapi
dengan anti thymocyte globulin (ATG). Komplikasi ini dapat dicegah
dengan pemberian prednison dalam waktu dua minggu pertama setelah
pemberian ATG
b.) Risiko Infeksi Oportunistik :
Terapi definitif pasien anemia aplastik meliputi terapi imunosupresif
dan transplantasi sel hematopoietik. Sebelum transplantasi, pemberian
regimen imunosupresif turut diberikan pula untuk

12
tujuan conditioning guna meningkatkan probabilitas kesuksesan.
Meskipun hal ini dilakukan untuk tujuan terapeutik, namun di sisi lain
meningkatkan risiko pasien untuk infeksi oportunistik (seperti infeksi
jamur atau cytomegalovirus) karena status kekebalan tubuh pasien yang
sedang disupresi.
c.) Toksisitas Regimen Obat Imunosupresif :
Komplikasi lainnya akibat dari pemberian obat imunosupresif baik
saat conditioning   pra transplantasi sel hematopoietik maupun untuk
terapi definitif (seperti ATG, siklosporin) adalah toksisitas obat yang
bersangkutan. Toksisitas yang ditimbulkan bervariasi mulai
dari hipertensi, nefrotoksik, hipertrofi gingiva, hingga koagulasi
intravaskular diseminata.
d.) Graft Versus Host Disease (GVHD) :
Graft versus host disease merupakan hasil langsung dari salah satu
fungsi utama sistem imun yakni mengenali self dari non-self. Penyakit
ini dijumpai setelah upaya transplantasi sel hematopoietik karena sel-
sel imun pihak donor bisa ikut ditransplantasikan ke resipien. Sel-sel
imun donor akan mengenali sel-sel pasien penerima (resipien) sebagai
benda asing, sehingga memicu inflamasi dan menyebabkan GVHD
serta kegagalan transplantasi. [1,3,17]
Dengan kemajuan di bidang medis saat ini, GVHD dapat ditekan
dengan cara mencari donor HLA match sibling dan pemberian
imunosupresif pratransplantasi. Sudah ada studi klinis yang
menyarankan penggunaan regimen imunosupresif conditioning dengan
basis alemtuzumab dan siklofosfamid dalam mereduksi probabilitas
timbulnya GVHD setelah transplantasi sel hematopoietik pada pasien
anemia aplastik

2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan anemia aplastik yang biasa dilakukan ada dua yaitu yang pertama
transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoesti yang masih dapat berfungsi, agar transplantasi dapat berhasil
13
diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dengan resipien serta mencegah
terjadinya komplikasi selama proses penyembuhan dengan penggunaan
imunosupresan clyclosporine. Kedua terapi imunnosupresif yaitu dengan ATG
(globulin antitimosit) diberikan untuk menghentikan fungsi imunologis yang
memperpanjang aplasia sehingga sumsum tulang memungkinkan untuk
mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral
selama 7 sampai 10 hari, pasien yang merespon terapi biasanya akan sembuh
dalam beberapamminggu sampai 3 bulan (Wijaya & Putri, 2013).

2.1.8 Patway

Depresi Sumsum Tulang Belakang

Mengganggu sel perkuser

Pansitopeni

Anemia Aplastik

Trombosit Eritrosit Granulosit

Dx : Risiko Perdarahan Hb Dx : Risiko Infeksi

O2

Sirkulasi O2 ke
Jaringan

Metabolisme Suplai darah ke Otak Iskemia


14

Energi Metabolisme Anaerob Kunang-Kunang Nyeri


Kelelahan Penumpukan
Asam Laktat ATP

Lemah Lelah
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Anemia Aplastik
Menurut (Salonder, 2004) pemeriksaan penunjang pada penderita anemia aplastik
meliputi :
 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik sangat bervariasi. Pasien
anemia aplastik 100% terlihat pucat dan pasien dengan perdarahan hanya
63% yang ditemukan. Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam
ditemukan pada sebagian kecil pasien, sedangkan splenomegali tidak
ditemukan pada satu kasus pun. Splenomegali dan limfadenopati justru
meragukan diagnosis.
 Pemeriksaan Laboratorium
a.) Sel Darah
b.) Laju endap darah
c.) Faal hematosis
d.) Sumsum tulang
e.) Virus
f.) Tes ham atau tes hemolisis sukrosa
g.) Kromosom
h.) Defisiensi imun
i.) Dan lain-lain seperti hemoglobin F meningkat pada anak dengan
anemia aplastik dan sering ditemukan pada anemia aplastik
konstitusional. Kadar eritropoetin meningkat pada anemia aplastik.
 Pemeriksaan radiologis
a.) Nuclear magnetic resonance imaging
b.) Radionuclide bone marrow imaging ( bone marrow scanning)

15
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik
2.2.1 Pengkajian
a.) Identitas Pasien dan Keluarga
Nama, TTL, nama orang tua, nomer RM, jenis kelamin, umur pasien,
agama, pendidikan, tanggal MRS, tanggal pengkajian, pekerjaan orang tua,
dan alamat.
b.) Keluhan Utama
 Petekie
Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat pendarahan dibawah kulit,
petekie ditemukan bila jumlah trombosit <30.000/mm3.
 Ekimosis
Darah yang terperangkap dijaringan bawah kulit, ekimosis yang
bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan
pada jumlah trombosit <50.000/mm3.
 Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil yang berisi cairan dengan diameter kurang dari 0,5 cm,
sedangkanbulae lesi yang menonjol melingkar >0,5 cm yang berisi
serosa.
 Perdarahan dibawah membran mukosa
Saluran Gastro Intestinal, kemih, genital, dan respirasi.
c.) Riwayat kesehatan dahulu
 Pernah menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi
 Pernah memiliki riwayat trauma, perdarahan
 Pernah memiliki riwayat demam tinggi
 Pernah memiliki riwayat penyakit ISPA
d.) Riwayat penyakit sekarang
 Pasien pucat
 Kelemahan
 Nyeri Kepala
 Lethargi

16
 Pandangan kunang-kunang
 Sesak nafas
 Epitaksis
Perdarahan yang terjadi pada hidung akibat adanya kelainan lokal pada
rongga hidung.
 Menoragia
Periodik menstruasi yang terjadi perdarahan berat atau berkepanjangan
(abnormal) yang disertai dengan kram.
 Malaise :
Nafsu makan menurun, kelelahan dan kelemahan. Kelemahan dapat
terjadi dengan atau tanpa disertai saat perdarahan terjadi akibat
kekurangan suplai darah tak seimbang dengan kebutuhan.
 Menometroraghia
Bentuk campuran dari menoragia (perdarahan haid dalam jumlah yang
melebihi 80 ml) dan metroragia (perdarahan berupa bercak bercak
diluar siklus haid).
e.) Riwayat penyakit keluarga
Penderita trombositopenia biasanya memiliki kecenderungan dalam
genetiknya pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarganya, serta
adanya kecenderungan mengahasilkan autoantibody pada anggota keluarga
yang sama.
f.) Pemeriksaan Fisik
 Breathing yang meliputi :
 Inspeksi : terjadi perdarahan spontan pada hidung
 Palpasi : kemungkinan vocal vremitus menurun akibat kualitas
pernafasan buruk karena perdarahan pada saluran respires.
 Perkusi : suara paru sonor atau pekak.
 Auskultasi : adanya suara napas tambahan wheezing atau rochi
akibat gejala komplikasi lain.

17
 Blood yang meliputi :
 Inspeksi : adanya petekie atau ekimosis pada kulit.
 Palpasi : sebagai bentuk takikardia kompensasi (adanya petekie
pada permukaan kulit).
 Auskultasi : tekanan darah terjadi peningkatan sistolik namun
normal pada diastolik.
 Brain yang meliputi :
 Inspeksi : kesadaran kompos mentis, sakit kepala, perubahan
tingkat kesadaran, gelisah.
 Bladder yang meliputi :
 Inspeksi : adanya hematuria (kondisi dimana urin mengandung
darah).
 Palpasi : kemungkinan adanya nyeri pada kandung kemih.
 Bowel yang meliputi :
 Inspeksi : adanya hematemesis dan melena, penurunan nafsu
makan dan mual muntah.
 Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali dan
perdarahan pada saluran cerna.
 Perkusi : bunyi pekak deteksi adanya perdarahan pada daerah
abdomen.
 Auskultasi : bising usus menurun.
 Bone yang meliputi :
 inspeksi : kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung,
mobilitas dibantu akibat kelemahan.
g.) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Darah Lengkap meliputi jumlah trombosit rendah sehingga
mencapai 100.000/mm3 (batas normal trombosit yaitu 150.000-
530.000/mm3), penurunan jumlah hemoglobin, kadar trombopoietin
dibawah/tidak terjadi peningkatan, masa koagulasi pt dan ptt memanjang,
foto toraks dan uji fungsi paru, terjadi peningkatan pada tes kerapuhan

18
kapiler, skrining antibody, terjadi aspirasi pada sumsum tulang, terjadi
peningkatan jumlah megakariosit, tes sensitive menunjukan igg
antitrombosit pada permukaan trombosit atau dalam serum (Handayani &
Haribowo, 2008).
h.) Analisa

No Symptom Etiologi Problem

DO: Pansitopeni
1. -Pansitopeni ( Trombosit Risiko Perdarahan
menurun ) Anemia Aplastik
-Hemoglobin 5 gr/dl
Trombosit
DS: Menurun
Klien mengatakan badan terasa
lemas dan cepat lelah, lesu, Risiko Perdarahan
Nyeri kepala dan pusing,
Pandangan kunang kunang
( Lethargi )

DO: Pansitopeni
2. -Pansitopeni ( Granulosit Resiko Infeksi
menurun ) Anemia Aplastik
-Hemoglobin 5 gr/dl
Granulosit
DS:
Klien mengatakan badan terasa Resiko Infeksi
lemas dan cepat lelah, lesu,
Nyeri kepala atau pusing,
Pandangan kunang kunang
( Lethargi )

DO: Pansitopeni
3. -Pansitopeni Kelelahan
-Hemoglobin 5 gr/dl Anemia Aplastik

DS: Eritrosit
Klien mengatakan badan terasa
lemas dan cepat lelah, lemah, Hb
lesu, Nyeri kepala atau pusing,
Pandangan kunang kunang O2
( Lethargi )
Sirkulasi O2 ke
Jaringan

19
Metabolisme

Energi

Kelelahan

2.2.2 Diagnosa
1. Resiko Perdarahan b.d penurunan trombosit
2. Resiko Infeksi b.d penurunan granulosit
3. Kelelahan b.d anemia penurunan eritrosit, penurunan sirkulasi O2
kejaringan, metabolism dan energy menurun.

2.2.3 Intervensi

No
Diagnosa Tujuan Intervensi
.

1. Resiko Selama dilakukan Pencegahan Pendarahan


Perdarahan b.d tindakan keperawatan
1. Observasi
penurunan diharapkan penurunan
 Monitor tanda dan gejala
trombosit trombosit meningkat
perdarahan
dengan kriteria hasil :
 Monitor nilai hematokrit
- Jumlah trombosit
meningkat atau hemoglobin
- Pembekuan darah
meningkat sebelum dan setelah
- Hematokrit meningkat kehilangan darah
 Monitor tanda tanda vital
ortostatik
 Monitor koagulasi ( Mis.
Prothombin time (PT),
partial thombroplastin
time (PTT), fibrinogen,
degradasifibrin dan/atau
20
platelet )

2. Terapeutik
 Pertahankan bed rest
selama perdarahan
 Batasi tindakan invansif
(jika perlu)
 Gunakan kasur
pencegah dekubitus
 Hindari pengukuran
suhu rectal
3. Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
 Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari
aspirin antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
 Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat pengontrol

21
perdarahan ( jika perlu )
 Kolaborasi pemberian
produk darah ( jika
perlu )
 Kolaborasi pelunak tinja
( jika perlu )

2. Resiko Infeksi Selama dilakukan Pencegahan Infeksi


b.d penurunan tindakan keperawatan
1. Observasi
granulosit diharapkan penurunan
 Monitor tanda dan
trombosit meningkat
gejala infeksi local dan
dengan kriteria hasil :
sistemik
- Jumlah sel darah putih
2. Terapeutik
meningkat
 Batasi jumlah
- Klien bebas dari tanda
pengunjung
dan gejala infeksi
 Berikan perawatan kulit
- Menunjukkan
kemampuan untuk pada area edema
mencegah timbulnya  Cuci tangan sebelum
infeksi dan sesudah kontak
- Klien mampu dengan pasien dan
menjelaskan faktor lingkungan pasien
risiko dari  Pertahankan teknik
lingkungan/perilaku
aseptic pada pasien yang
- Klien Mampu
beresiko tinggi
memodifikasi gaya
3. Edukasi
hidup untuk mencegah
 Jelaskan tanda gejala
infeksi
infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar

22
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

3. Kelelahan b.d Selama dilakukan Manajement Energi


anemia tindakan keperawatan
1. Observasi
penurunan diharapkan penurunan
 Identifikasi gangguan
eritrosit, trombosit meningkat
tubuh yang
penurunan dengan kriteria hasil :
mengakibatkan
sirkulasi O2 - Level Oksigen Darah
kelelahan
kejaringan, Meningkat
 Monitor kelelahan fisik
metabolism dan - Hemoglobin
dan emosional
energy menurun Meningkat
 Monitor pola tidur
- Kelelahan menurun
 Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
2. Terapeutik
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus ( mis. Suara,
cahaya, kunjungan )
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau

23
aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan yang
tidak berkurang
 Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.

2.2.4 Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi

S : Lemas, Nyeri kepala atau pusing,


1. Resiko Perdarahan b.d penurunan Pandangan kunang kunang

24
trombosit O : Pansitopeni ( Trombosit menurun )

A : Masalah teratasi jika memenuhi


criteria hasil :
 Jumlah Trombosit Meningkat
 Pembekuan Darah Meningkat
 Hematokrit Meningkat
P : Lanjutkan Intervensi 1

S : Klien mengatakan badan terasa lemas


2. Resiko Infeksi b.d penurunan dan cepat lelah, lesu, Nyeri kepala atau
granulosit pusing, Pandangan kunang kunang.

O : Pansitopeni ( Granulosit
menurun )

A : Masalah teratasi jika memenuhi


criteria hasil :
 Jumlah sel darah putih meningkat
 Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
 Kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
 Klien mampu menjelaskan factor
resiko dari lingkungan/perilaku
personal
 Klien Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah infeksi
P : Lanjutkan Intervensi 2

3. Kelelahan b.d anemia penurunan S : Klien mengatakan badan terasa lemas


eritrosit, penurunan sirkulasi O2 dan cepat lelah, lesu
kejaringan, metabolism dan
O : Pansitopeni & Hemoglobin 5 gr/dl
energy menurun
A : Masalah teratasi jika memenuhi

25
criteria hasil :
 Level Oksigen Darah Meningkat
 Hemoglobin Meningkat
 Keletihan Menurun
P : Lanjutkan Intervensi 3

BAB III
PENUTUP

2.3 Kesimpulan
Anemia aplastik yaitu suatu gangguan pada sel-sel induk dibagian sumsum tulang yang
dapat menyebabkan kematian bagi penderita anemia aplastik. Anemia aplastik
merupakan anemia yang disertai dengan pansitopenia pada bagian darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia, hipoplasia
tanpa terjadinya filtrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. Terapi pada anemia
aplastik secara umum diantaranya, mengeliminasi penyebab yang dapat diidentifikasi,
langkah-langkah tindakan cepat dan tepat, seperti transfusi SDM kemasan, trombosit, dan
histokompatibilitas eksperimental leukosit cocok antigen, memberikan bantuan
pernapasan dengan oksigen, melakukan pencegahan infeksi dari cuci tangan sering
sampai aliran terfilter, diet seimbang, tindakan kewaspadaan neutropenik. Pengobatannya
meliputi, pemberian antibiotik, agens penstimulasi sumsum tulang, seperti eritropoiten
dan faktor penstimulasi-koloni, seperti filgrastim dan sargramostim, imunosupresan.
Pembedahan transplantasi sumsung tulang (untuk aplasia berat dan pasien yang
memerlukan SDM konstan. Diagnosa pada kasus diatas adalah resiko perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia, keletihan berhubungan dengan anemia, risiko
infeksi berhubungan dengan faktor risiko leukopenia.

2.4 Saran
Dengan adanya kelompok ini saya mengharapkan mahasiswa mampu memahami konsep
dan asuhan anemia aplastik dan bisa mengaplikasikanya

26
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Billota, K. A. J. (2011). Kapita selekta penyakit dengan implikasi keperawatan. Jakarta: EGC
Baradero, M., Dayrit, M. W. & Siswadi, Y. (2009). Seri asuhan keperawatan klien gangguan
ginjal. Jakarta : EGC

Ganong,W.F dan McPhee, S.J. (2010). Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran
klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC
Handayani, W. dan Haribowo, A. S. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer, A. (2007). Kapita selekta kedokteran edisi 7. Jakarta: EGC
Panjaitan, suryadi. 2003. Beberapa aspek anemia penyakit kronik pada lanjut usia. Bagian ilmu
penyakit dalam fakultas kedokteran universitas sumatra utara. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6338/1/D0300606.pdf [ Accessed 11
maret 2015 ].
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Ed 6.
Jakarta: EGC
Sudoyo, A., et all. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Buku Kedokteran FK
U

27

Anda mungkin juga menyukai