Anda di halaman 1dari 46

KEPERAWATN MEDIKAL BEDAH 3

MAKALAH & ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORIS (KATARAK)

Disusun oleh:

Kelompok 10 / Kelas: 5B

1. Siti Aemah (1130018059)


2. Silvia Anggraini (1130018060)

Dosen pembiming:
Umdatus Soleha, SST., M,Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN AJARAN
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah SWT. yang hanya dengan rahmat
serta petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah dan asuhan keperawatan
“Gangguan Persepsi Sensoris (Katarak)” Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3 .Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan
bimbingan saran dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat dosen Pmebimbing yang
telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk membuat dan menyusun
makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta
nasihat  hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis sadar masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang
berkaitan dengan penyusunan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati
untuk menyempurnakan penyusunan makalah dan Askep tersebut.

Semoga makalah Keperawatan Medikal Bedah 3 yang berjudul “Gangguan


Persepsi Sensoris (Katarak)” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Surabaya, 28 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan.......................................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................8
2.1 Pengertian.................................................................................................8
2.2 Etiologi.....................................................................................................9
2.3 Manifestasi Klinis...................................................................................10
2.4 Patofisiologi............................................................................................11
2.5 Komplikasi..............................................................................................14
2.6 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................14
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................15
2.8 Pencegahan ............................................................................................18
2.9 Jurnal Penelitian......................................................................................20
BAB 3 TINJAUAN KASUS........................................................................22
3.1 Pengkajian...............................................................................................22
3.2 Diagnosa.................................................................................................25
3.3 Intervensi................................................................................................25
3.4 Implementasi...........................................................................................27
3.5 Evaluasi...................................................................................................27
BAB 4 APLIKASI KASUS..........................................................................29
4.1 Kasus Semu............................................................................................29
4.2 Asuhan Kperawatan................................................................................29
BAB 5 PENUTUP........................................................................................45

3
5.1 Kesimpulan.............................................................................................45
5.2 Saran.......................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................46

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak umumnya didefinisakan sebagai kekeruhan lensa. Katarak
sebagian besar timbul pada usia tua. Terkadang hal ini disebut juga sebagai
katarak terkait usia. Apa bila terjadi pada usia 40 tahun tanpa disertai kelainan
lainnya disebut katarak senilis (Miller, 2016)

Sembilan puluh lima persen penduduk yang berusia 65 tahun telah


mengalami berbagai tingkatan kekeruhan pada lensa. Sejumlah kecil berhubungan
dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik. Dapat juga terjadi akibat
pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti
merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah. Dinegara-negara maju
pembedahan katarak dilakukan ketika gejala penglihatan mengganggu kualitas
hidup. (Pavan Debora-Langston, 2015)

Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan


menyebabkankualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada
kehilangan produktifitas sertamembutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan
pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil surveynasional tahun 2003 - 2006 angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. & angka inimenempatkan Indonesia pada
urutan pertama dalam masalah kebutaan di asia dan nomor dua di dunia pada
masa itu. Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. sekitar 1,5 % dari jumlah
penduduk diIndonesia 78% disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang kabur
atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa
kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika mengemudi di malam
hari, merupakan gejala katarak. Tetapi disiang hari penderita justru merasa silau
karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.

Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia untuk menderita katarak


memicu kitadalam upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup dan
lingkungan yang sehat danmenghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat
merusak akan membuta kita terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam stadium

5
yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya penyembuhan. Sehingga kami
sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah
danmenanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah
raangkuman makalahtentang katarak sebagai bahan bela'ar dan pendidikan bagi
mahasiswa keperawatan.

Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah


katarak (0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak
merupakan kelainan mata yang terjadi karena perubahan lensa mata yang keruh.
Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya. Selama ini katarak banyak
diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini sering diremehkan
kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena
katarak dan rata-rata diderita yang berusia 40-55 tahun. Penderita rata-rata berasal
dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak tersentuh pelayanan
kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif atau
semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90
persen orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang
berusia 75-85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari penyakit katarak ?
2. Bagaimana etiologi pada penyakit katarak ?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada pernyakit katarak ?
4. Bagaimana patofisiologi pada penyakit katarak ?
5. Bagaimana komplikasi pada penyakit katarak ?
6, Bagaimana pemeriksaan penunjang pada penyakit katarak ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit katarak ?
8. Bagaimana pencegahan pada penyakit katarak ?

1.3 Tujuan

6
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dari penyakit katarak.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi pada penyakit katarak.
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis pada penyakit katarak.
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada penyakit katarak
5. Mahasiswa mampu memahami komplikasi yang terjadi pada penyakit katarak,
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang pada penyakit katarak.
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada penyakit katarak.
8. Mahasiswa mampu memahami pencegahan pada penyakit katarak.

7
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup
air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa atau akibat keduanya ( Anas Tamsuri, 2016 )

Katarak atau kekeruhan lensa yang tersering terjadi pada orang yang
berusia tua disebut sebagai kekeruhan lensa atau katarak senilis (katarak terkait
usia). Sejumlah kecil kekeruhan lensa atau katarak juga dapat berhubungan
dengan penyakit mata seperti glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma,
uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, dan tumor intraokular.
Selain itu bisa juga dipengaruhi oleh penyakit sistemik spesifik. Misalnya
diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela
kongenital, distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan.
Radiasi sinar X turut diduga dapat memengaruhi kekeruhan lensa mata.

Katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia,
namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan
penuaan (Vaughan, 2000). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada
saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata
tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan
mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001) Hal 1996. Katarak
adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi
keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup

8
oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2. Jadi dapat disimpulkan,
katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke
retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan
penglihatan.

2.2 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami
katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam
kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata
mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks
lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga
kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada
usia 45 tahun dimana mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada
usia 60 tahun hampir 60% mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak
biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda.
Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang
sebelahnya. Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam
bulan hingga tahun. Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak
lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya
kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B dari
cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang vitamin E, dan
radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya
katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin,
indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata (Ilyas, 2016) .

9
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2011).

2.3 Manifestasi Klinis


Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak
secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang
menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung
menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang
hari (Smeltzer, 2011).

10
2.4 Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70
tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak
dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata
lokal menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya
ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan
dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan
kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak
tidak mengandung glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan
kimiawi ini dengan cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun
implikasinya tidak diketahui. Akhir – akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet
sebagai salah satu faktor dalam pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata.
Penyelidikan epidemiologi mennjukan bahwa di daerah – daerah yang spanjan g
tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia
65 tahun atau lebih. Pada penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet memang
mempengaruhi efek terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan tindakan
pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam
intraokular. ( Anas Tamsuri, 2016 )

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal

11
terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.

12
Pathyway

Trauma Degeneratif Perubahan Kuman

Perubahan serabut Mata keruh Jumlah protein

Densitas pada mata Membentuk massa dimata

Katarak

Pembedahan Menghambat penglihatan

Pre oprasi Post oprasi


Gangguan
presepsisensori
(penglihatan)
Ansietas Nyeri

13
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu
penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis. Komplikasi yang dapat muncul pasca operasi tergolong rendah. Namun
bila operasi katarak atau kekeruhan lensa mengalami komplikasi, maka mungkin
saja terdapat kehilangan penglihatan sebagian maupun total.

Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat operasi katarak atau


kekeruhan lensa misalnya infeksi mata (endoftalmitis), pembengkakan dan
terdapatnya cairan pada pusat lapisan saraf mata (edema makula sistoid),
pembengkakan lapisan bening mata (edema kornea). Selain itu juga dapat terjadi
komplikasi berupa perdarahan di depan mata (hifema), dan lepasnya lapisan retina
mata (ablasio retina) akibat operasi katarak atau kekeruhan lensa. Sebagian orang
juga dapat merasa silau pasca operasi kekeruhan lensa atau katarak .

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai
berikut:

1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan


kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

14
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

2.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak.
Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah
keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas, 2016). Meski telah banyak usaha
yang dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya
katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan (James, 2016). Untuk menentukan
waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan
bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-
hari penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur
didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Prof. Dr
Sidarta Ilyas, dkk, 2012).

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan


penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal
diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal.
Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior,
diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi
harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang
dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi).

  Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu


dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan

15
tindakan operasi. Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan
operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak
terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:

1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.


2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga
mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata
bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi
katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social
atau atas indikasi medis lainnya

Indikasi dilakukannya operasi katarak :

1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam


melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3
m didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

16
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai
akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis
ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan
proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami
retinal detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa
intraokuler. Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa
dibekukan dengan probe super dingin dan kemudian diangkat.

2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)

Terdiri dari 2 macam yakni:

a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa


secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan
sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang
terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan
nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui
insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius
lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening
mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi)
kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah
diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit
disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik
jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu,
ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan
kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa

17
intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan

Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi,
yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat
jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang
yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi
laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali
menjadi jelas.

2.8 Pencegahan
Beberapa cara di bawah ini dapat membantu mencegah mata katarak, terutama
bagi Anda yang memiliki keluarga dengan riwayat katarak, yaitu:

1. Memeriksa kondisi mata secara rutin


Jika Anda rutin memeriksakan kesehatan mata, dokter akan cepat
mendeteksi apabila muncul tanda-tanda mata katarak. Katarak yang masih
berada pada tahap awal dapat lebih mudah ditangani dan diobati dokter mata.
Orang dewasa dianjurkan untuk memeriksakan mata ke dokter tiap dua tahun
sekali sampai usia 50 tahun. Di atas usia 50 tahun, Anda disarankan
memeriksakannya sebanyak dua kali dalam setahun. Sementara, bagi orang
dengan riwayat diabetes yang lebih berisiko mengalami penyakit mata,
disarankan untuk lebih sering memeriksakan kondisi mata.
2. Melindungi mata dari papran sinar UV
Pajanan sinar ultraviolet (UV) pada mata dapat menambah risiko
terjadinya mata katarak, selain juga membuat katarak yang sebelumnya sudah
dialami menjadi makin parah. Hal ini karena sinar ultraviolet (UV) dapat
merusak protein di lensa mata. Hindari mata dari paparan sinar matahari
langsung dengan menggunakan kacamata hitam atau topi lebar, terutama saat
sedang beraktivitas di bawah terik matahari langsung. Pilihlah kacamata
hitam yang dapat memblokir 100% sinar UV dan berukuran lebar, sehingga
perlindungan yang didapat maksimal.

18
3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
Anda dianjurkan untuk selalu menjaga dan memantau kesehatan
tubuh, sebab ada beberapa penyakit yang dapat meningkatkan risiko mata
terkena katarak. Misalnya diabetes, kondisi mata yang tidak sehat, serta
komplikasi dari operasi mata yang pernah dijalani. Anda juga sebaiknya
berhati-hati terhadap penggunaan kortikosteroid jangka panjang, karena dapat
mempertinggi risiko terkena katarak.
4. Mengatur pola makan
Pilih makanan bernutrisi yang banyak mengandung vitamin serta
antioksidan. Selain menyehatkan tubuh, asupan makanan ini dapat menjaga
berat badan sekaligus mengurangi risiko terhadap katarak. Makanan
bernutrisi yang baik untuk mata misalnya biji-bijian, serta sayuran dan buah-
buahan berwarna terang. Contohnya bayam, brokoli, paprika, dan kacang-
kacangan.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi antiokisidan, seperti vitamin C dan
lutein, berdampak signifikan dalam menekan risiko terbentuknya katarak.
Mata katarak terjadi ketika lensa mata menjadi keruh karena oksidasi dalam
jangka panjang. Vitamin C dan lutein diketahui dapat menghentikan oksidasi
pada lensa  mata. Sumber alami vitamin C di antaranya adalah jeruk, tomat,
stroberi, brokoli, melon, dan kiwi.
5. Menjaga berat badan ideal
Kelebihan berat badan atau obesitas akan meningkatkan risiko
terkena diabetes, yang merupakan faktor risiko mata katarak. Cara yang dapat
Anda lakukan adalah menjaga pola makan yang baik dan nutrisi yang
seimbang, diimbangi dengan rutin berolahraga, seperti berenang, berlari, atau
sekadar berjalan kaki ringan mengitari lingkungan tempat tinggal di pagi hari.
6. Hentikan kebiasaan merokok sekarang juga
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terkena mata
katarak. Merokok menciptakan lebih banyak radikal bebas di mata Anda.
Untuk menurunkan risiko katarak, disarankan untuk mengurangi atau
menghentikan kebiasaan merokok. Apabila Anda merasa upaya ini begitu
berat, cobalah berkonsultasi kepada dokter.

19
7. Kurangi konsumsi minuman beralkohol

Jika Anda termasuk penggemar minuman keras, sebaiknya kurangi atau


hentikan kebiasaan mengonsumsi minuman keras sama sekali. Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terkena mata katarak.

2.9 Jurnal Penelitian

Judul : Hubungan Persepsi Penderita Katarak Dengan Motivasi Mengikuti


Operasi Katarak Massal Di Wilayah Kerja Puseksmas Cibereum Tasikmalaya

Peneliti : Mahmudah

Latar Belakang : Masalah kesehatan mata di Indonesia telah menjadi masalah


social akibat angka kebutaan yang cukup tinggi, dengan penyebab utamanya
katarak 71%. Katarak adalah opasitas lensa atau kekeruhan lensa. Kondisi ini akan
mengakibatkan penglihatan mata terganggu dan dapat mempengaruhi jarak
pandang mata. Salah satu cara penanganan katarak ialah dengan operasi. Upaya
pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengadakan program
operasi katarak massal.

Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi dan motivasi penderita
katarak terhadap operasi katarak massal

Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan


menggunakan metode penelitian korelasional. Populasi responden berjumlah 47
orang, dengan menggunakan total sampling. Alat pengumpulan data
menggunakan angket dan analisis data menggunakan chisquare.

Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian diperoleh data yaitu persepsi baik sebanyak

59,6% dan motivasi baik 53,2%. Berdasarkan analisis statistik terdapat hubungan

20
antara persepsi penderita katarak dengan motivasi mengikuti operasi katarak
massal

dengan pvalue 0,006. Dengan demikian persepsi yang baik akan menghasilkan
motivasi yang baik, begitupun sebaliknya. Untuk meningkatkan persepsi dan
motivasi yang baik perlu peningkatan pelayanan dalam penyelenggaraan operasi.

Kata Kunci: motivasi, persepsi, operasi katarak massal

Pustaka: 24 (2009 – 2017)

21
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah


primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda,
atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah
masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien
sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah
pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang
terakhir diderita pasien.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan


kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus)
pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton
televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan
penglihatan lateral atau perifer?

22
d. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.

3. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).

4. Perubahan pola fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai
berikut:

a. Persepsi tehadap kesehatan

Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan


merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi
terhadap obat, makanan atau yang lainnya.

b. Pola aktifitas dan latihan

Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri,


dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3=
perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai
melalui : Aktifitas 0 1 2 3 4

c. Pola istirahat tidur

Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau
masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.

23
d. Pola nutrisi metabolic

Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah
diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami
perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat
badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.

e. Pola eliminasi

Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk
BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna,
bau dan frekuensi.

f. Pola kognitif perseptual

Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar,


melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri
karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.

g. Pola konsep diri

Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri,
ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.

h.Pola koping

Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi
perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.

i. Pola seksual reproduksi

Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah
masalah saat menstruasi.

j. Pola peran hubungan

Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam


menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di
rumah sakit.

24
3.2 Diagnosa

Menurut SDKI (2016) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori katarak adalah :

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


dibuktikan dengan melihat, bersikap seolah melihat sesuatu.

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri dibuktikan dengan


merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan
sulit tidur

3. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh


nyeri, tampak meringis, sulit tidur.

3.3 Intervensi

No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Paraf


D
X
1. Setelah dilakukan intervensi Minimalisi Rangsangan
selama 2 x 24 jam maka Observasi
gangguan persepsi sensori a. Periksa status mental, status
membaik, dengan kriteria hasil: sensori, dan tingkat
1. Verbalisasi melihat kenyamanan
bayangan 4 (cukup menurun) Terapeutik
2. Verbalisasi meraskan a. Diskusikan tingkat toleransi
sesuatu 4 (cukup menurun) terhadap beban sensori
b. batasi stimulus lingkungan
Edukasi
a. Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus
Kolaborasi

25
a. kolaborasi pemberian obat
yyang mempengaruhi persepsi
stimulus
2. Setelah dilakukan intervensi Terapi Relaksasi
selama 2 x 24 jam maka Observasi
ansietas menurun, dengan a. Periksa ketegangan otot,
kriteria hasil: frekuensi nadi, tekanan darah,
1. Merasa khawatir akibat suhu sebelum dan sesudah
kondisi yang dihadapi 4 (cukup latihan
menurun) b Monitor respon terhadap
2. Sulit tidur 4 (cukup terapi relaksasi
menurun) Terapeutik
3. Perilaku gelisah 4 (cukup a. Ciptakan lingkungan tenang
menurun) tanpa ada gangguan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia
b. Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
c. Anjurkan sering mengulangi
teknik relaksasi yang dipilih
3. Setelah dilakukan intervensi 2 Manajemen Nyeri
x 24 jam maka nyeri menurun, Obseervasi
dengan kririteria hasil : a. Identifikasi lokasi, durasi,
1. Keluhan nyeri 4 (cukup frekuensi, kualitas, dan
menurun) intensitas nyeri
2. Meringis 4 (cukup menurun) b. Identifikasi skala nyeri
3. Pola tidur 4 (cukup c,. Identifikasi factor yang
membaik) memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik

26
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
Terapeutik
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

3.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam intervensi (rencana keperawatan).

3.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
evektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan, dan
pelaksanaan (Nursalam, 2011).

Ada model pendokumentasian yang sering digunakan :

1. SOAP

Subjektif : menggambarkan pendokumentasian hanya mengumpulkan data klien


melalui anamneses (apa yang dikatakan klien)

27
Objektif : menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klie, hasil
laboratorium, dan test diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk
mendukung assessment

Assesment : masalah atau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data atau


informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan

Planning : menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi


berdasarkan assessment.

28
BAB 4
APLIKASI KASUS

4.1 Kasus Semu


Ny. W berusia 50th datang ke poli mata RS Cipta Medika dengan keluhan pusing
dan penglihatannya kabur sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien juga merasa
kesulitan untuk melihat dari jarak jauh maupun dekat. Setelah dilakukan
pemeriksaaan pasien didiagnosa katarak dan harus segera di oprasi. Setelah
prosedur oprasi pasien mengatakan nyeri pada daerah mata, pasien merasa gelisah
akan kondisi yang dihadapinya sehingga kesulitasn tidur. TTV, Suhu : 37ºC , Nadi
: 80x/menit, RR : 20x/ menit, TD : 135 / 90 MmHg

4.2 Asuhan Kperawatan


4.2.1 Pengkajian
Identitas Klien

Nama : Ny. W

Umur : 50 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Suku Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Tgl masuk RS : 1 November 2020

No. Register : 896xxx

Penanggung Jawab

Nama : Tn. F

29
Umur : 56 th

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Driyorejo, Gresik

Keluhan utama

Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur,


kesulitan melihat dari jarak jauh ataupun dekat.

Riwayat kesehatan Sekarang

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya


kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa
silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh
atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari. Setelah dilakukan
pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada lensa
menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat, terdapat gangguan
keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga
kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan
pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia
karena panyakit diabetis yang dideritanya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak


kurang lebih 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus


/gejala-gejala yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

Pemeriksaan Fisik

a. Pola fungsi kesehatan

30
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :

Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa
cepat sembuh

- Penggunaan tembakau) : tidak menggunakan tembakau

- Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol

- Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : tidak ada

2) Pola nutrisi dan metabolisme

- Diet/suplemen khusus : tidak ada

- Nafsu makan : menurun

- Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah

- Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun

- Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia

- Gigi : Lengkap

- Frekuensi makan : 1-2x sehari

- Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan

- Pantangan/alergi : ikan

3) Pola eliminasi

BAB :

- Frekuensi : lebih dari 3x sehari

- Warna : kuning

- Waktu : tidak teratur

- Konsistensi : cair

- Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia

BAK :

31
- Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang

- Kesulitan : inkotinensia

4) Pola aktivitas dan latihan

- Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh

- Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak

- Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas

5) Pola istirahat dan tidur

- Lama tidur : 4-6 jam sehari

- Waktu : malam

6) Pola kognitif dan persepsi

- Status mental : penurunan kesadaran

- Bicara : aphasia ekspresif

- Kemampuan memahami : tidak

- Tingkat ansietas : berat

- Penglihatan : pandangan kabur

- Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder

8) Pola peran hubungan

- Pekerjaan : swasta

- Sistem pendukung : keluarga

9) Pola koping dan toleransi aktivitas

- Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau
keluarga

32
- Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada

- Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang

10) Keyakinan dan kepercayaan

- Agama : islam

- Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya


diserahkan pada agamanya

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung

2. Penampilan umum : bersih dan rapi

3. Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit

4. Kesadaran : Composmentis

5. BB : 50 kg

6. TB : 155 cm

7. Tanda-tanda vital

- TD : 150/ 110mmHg

- N : 90 x/m

- RR :22 1x/m

- S : 36,5 derajat celcius

8. Kulit

- Warna kulit : tidak sianosis

- Kelembapan : kering

- Turgor kulit : elastic berkurang

- Ada/tidaknya edema : ada edema

9. Kepala :

33
- Inspeksi : rambut bersih

- Palpasi :tidak Ada benjolan

10. Mata

- Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual
katarak Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak
timbul refeksi merah.

- Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan

- Ukuran pupil : pupil dilatasi

- Konjungtiva : anemis

- Sklera : putih

11. Telinga

- Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran

- Kebersihan : bersih

- Sekret : tidak ada

12. Hidung dan sinus

- Fungsi penciuman : baik

- Pembegkakan : tidak ada

- Perdarahan : tidak ada

- Kebersihan : bersih

- Sekret : tidak ada

13. Mulut dan tenggokan

- Membran mukosa : kering

- Kebesihan mulut : bersih

- Keadaan gigi : lengkap

34
- Tanda radang : Lidah

- Trismus :tidak ada

- Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada

14. Leher

- Trakea : simetris

- Kelenjar limfe : ada

- Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran

15. Thorak/paru

- Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan

- Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus

- Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)

16. Jantung

- Inspeksi : iktus kordis terlihat

17. Abdomen

- Inspeksi : simetris

- Auskultasi : peristaltik usus

Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites

18. Ekstremitas

- Ekstremitas atas : pergerakan normal

- Ekstremitas bawah : pergerakan normal

ROM :

- Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot

19. Neurologis

35
- Kesadaran (GCS) :

- Status mental : penurunan kesadaran

- Motorik : kejang

- Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan


gangguanpendengaran

- Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

ANALISA DATA
No Data Etiologi Diagnosa
1. DS : Gangguan Gangguan Persepsi
Pasien mengatakan penerimaan Sensori
mengalami penglihatan sensori / status
kabur, kesulitan melihat dari organ indra
jarak jauh maupun dekat penglihatan
DO :
Pupil berwaran putih dan ada
dilatasi pupil, nucleus pada
lensa menjadi coklat kuning,
lensa menjadi opak, retina
sulit dilihat
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg
2. DS: Luka pasca Nyeri
Pasien mengatakan nyeri oprasi
pada daerah sekitar mata
DO :
Pasien tampak meringis, dan
sesekali ingen menyentuh

36
bagian mata
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg
3. DS : Perubahan status Ansietas
Pasien mengatakan cemas kesehatan
akan kedaannya dan merasa
sulit tidur
DO :
Pasien Nampak gelisah
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg

4.2.2 Diagnosa

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


dibuktikan dengan melihat, bersikap seolah melihat sesuatu.

2. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh


nyeri, tampak meringis, sulit tidur.

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri dibuktikan dengan


merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, dan
sulit tidur.

4.2.3 Intervensi

37
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Paraf
D
X

1. Setelah dilakukan intervensi Minimalisi Rangsangan


selama 2 x 24 jam maka Observasi
gangguan persepsi sensori a. Periksa status mental, status
membaik, dengan kriteria hasil: sensori, dan tingkat
1. Verbalisasi melihat kenyamanan
bayangan 4 (cukup menurun) Terapeutik
2. Verbalisasi meraskan a. Diskusikan tingkat toleransi
sesuatu 4 (cukup menurun) terhadap beban sensori
b. batasi stimulus lingkungan
Edukasi
a. Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus
Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian obat
yyang mempengaruhi persepsi
stimulus

2. Setelah dilakukan intervensi 2 Manajemen Nyeri


x 24 jam maka nyeri menurun, Obseervasi
dengan kririteria hasil : a. Identifikasi lokasi, durasi,
1. Keluhan nyeri 4 (cukup frekuensi, kualitas, dan
menurun) intensitas nyeri
2. Meringis 4 (cukup menurun) b. Identifikasi skala nyeri
3. Pola tidur 4 (cukup c,. Identifikasi factor yang
membaik) memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik

38
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
Terapeutik
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

3. Setelah dilakukan intervensi Terapi Relaksasi


selama 2 x 24 jam maka Observasi
ansietas menurun, dengan a. Periksa ketegangan otot,
kriteria hasil: frekuensi nadi, tekanan darah,
1. Merasa khawatir akibat suhu sebelum dan sesudah
kondisi yang dihadapi 4 (cukup latihan
menurun) b Monitor respon terhadap
2. Sulit tidur 4 (cukup terapi relaksasi
menurun) Terapeutik
3. Perilaku gelisah 4 (cukup a. Ciptakan lingkungan tenang
menurun) tanpa ada gangguan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia
b. Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman

39
c. Anjurkan sering mengulangi
teknik relaksasi yang dipilih

4.2.4 Implementasi

No Hari/Tgl Implementasi Paraf


Dx
1 Rabu/ 4 Nov 1. Menentukan ketajaman penglihatan, catat
2020 apakah 1 atau 2 mata terlibat.
R/ Pasien kooperatif, hanya 1 mata pasien yang
sebelah kiri terlibat
2. Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan
setiap orang lain diareanya.
R/ Pasien kooperatif dan mampu mengenali
orang orang disekitarnya
3. Mengatur cahaya ruangan yang sesuai dengan
keadaan pasien
R/ Pasien kooperatif
4. Observasi tanda – tanda vital
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg
Kamis/ 5 Nov
2020 1. Mengobservasi tentang suram atau kabur
penglihatan pasien
R/ Penglihatan sedikit kabur
2. Pendekatan dengan mendorong orang
terdekat tinggal dengan pasien
R/ Pasien dan keluarga kooperatif

40
3. Observasi tanda – tanda vital
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg

2 Rabu/ 4 Nov 1. Observasi tanda – tanda vital


2020 TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg
2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
R/ Pasien kooperatif dan dapat berdiskusi
dengan baik
P : Nyeri ketika bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada mata luka oprasi
S : 7 /10
T : Pasien mengatakan nyeri sudah 2 hari pasca
oprasi
3. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Pasien merasa nyaman

Kamis/ 5 Nov 1. Observasi tanda – tanda vital


2020 TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit

41
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg
2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
R/ Pasien kooperatif dan dapat berdiskusi
dengan baik
P : Nyeri ketika bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada mata luka oprasi
S : 5 /10
T : Pasien mengatakan nyeri sudah 3 hari pasca
oprasi
3. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Pasien merasa nyaman
4. Menganjurkan pasien untuk mengatur pola
napas untuk meredakan nyeri
R/ Pasien kooperatif

3 Rabu/ 4 Nov 1. Observasi tanda – tanda vital


2020 TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 37ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 135 / 90 MmHg
2. Menjelaskan semua prosedur pengobatan
yang sudah maupun yang akan dileewati pasien
R/ Pasien kooperatif dan paham
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
R/ Pasien kooperatif

Kamis/ 5 Nov 1. Observasi tanda – tanda vital


2020 TTV :

42
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg
2. Anjurkan pasien untuk mengulangi teknik
relakasai yang telah diajarkan
R/ Pasien kooperatif dan sudah bisa tidur
3. Menjelaskan tujuan dan manfaat
dilakukannya relasasi
R/ Pasien kooperatif dan bersemangat

4.3.5 Evaluasi

N Hari/ Tgl Evaluasi Paraf


O
Dx
1 Kamis/ 5 Nov S : Klien mengatakan setelah dilakukan
2020 tindakan oprasi matanya sudah dapat melihat
walaupun tanpa bantuan kacamata katarak
O : Klien dapat melihat benda disekitarnya
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 Kamis/ 5 Nov S : Klien mengatakan nyeri pada area mata
2020 sudah berkurang
O : P : Nyeri ketika bergerak

43
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada mata luka oprasi
S : 5 /10
T : Pasien mengatakan nyeri sudah 3 hari pasca
oprasi
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3 Kamis/ 5 Nov S : Klien mengatakan kecemasannya sudah
2020 berkurang
O : Klien dapat tidur dan tidak gelisah
TTV :
Kesadaran : Cm
Suhu : 36ºC
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
TD : 120 / 80 MmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Karatak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam
mata, seperti melihat air terjun menjadi kabur atau redup, mata silau yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat Katarak didiagnosis
terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan penurunan

44
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya
meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan di malam hari. Pupil yang
normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

5.2 Saran
Katarak dapat terjadi dengan bertambahnya usia. Ada baiknya saat
melakukan sesuatu yang dapat membuat mata trauma ada baiknya menggunakan
pelindung mata. Untuk yang memiliki riwayat penyakit seperti Diabetes Melitus
disarankan olahraga yang teratur, banyak mengkonsumsi buah-buahan yang
mengandung vitamin C, A, dan E. 

45
DAFTAR PUSTAKA

Annas Tamsuri, 2016, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC

Barbara C, Long, 2017Perawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

Brunner dan Suddarth, 2016, Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta

Librianty, Nurfanida. 2015. Menjadi Dokter Pertama Panduan Mandiri Melacak


Penyakit, Jakarta : Lintas Kata

Media & Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) Nic-Noc,


Panduan Penyusun Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Media
Action

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2019. Asuhan Keperawatan Periopertif Konsep,
Proses dan Komplikasi. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Definisi dan Kriteria dan Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

Sidarat Ilyas, 2018, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI

Syarifuddin, 2016, Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

46

Anda mungkin juga menyukai