Anda di halaman 1dari 29

Referat

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepanitraan Klinik Senior Pada Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh :
Febry Caesariyanto Safar, S.Ked
2206111013

Preseptor :
dr. Rahmi Surayya, M.Med.Ed, Sp.THT-KL

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)”. Penyusunan
referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Departemen Ilmu THT-KL di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Rahmi surayya, M.Med.Ed,
Sp.THT-KL selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada
Departemen Ilmu THT-KL atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk
memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi
penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa referat ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini
bermanfaat bagi pembaca.

Lhokseumawe, Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................2
2.1 Definisi ....................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi ...........................................................................................................2
2.3 Etiologi dan Faktor risiko ......................................................................................2
2.4 Klasifikasi BPPV ....................................................................................................3
2.5 Patofisiologi ............................................................................................................4
2.6 Diagnosis .................................................................................................................8
2.6.1 Manifestasi klinis ..............................................................................................8
2.6.2 Pemeriksaan fisik ............................................................................................10
2.6.3 Pemeriksaan penunjang ...................................................................................14
2.7 Diagnosis banding ...............................................................................................15
2.8 Tata laksana .........................................................................................................15
2.9 Prognosis ..............................................................................................................21
2.10 Komplikasi ..........................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................23

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 BPPV Lateral ................................................................................................4
Gambar 2. 2. Patofisiologi BPPV .......................................................................................5
Gambar 2. 3 Gambaran canalithiasis posterior kanal dan .................................................7
Gambar 2. 4. Otolith yang terkumpul.................................................................................7
Gambar 2. 5. Patogenesis dan manifestasi klinis BPPV .....................................................8
Gambar 2. 6. Tes romberg................................................................................................ 10
Gambar 2. 7 Hallpike maneuver...................................................................................... 11
Gambar 2. 8. Supine roll test ............................................................................................ 13
Gambar 2. 9. Tes kalori dengan kacamata frenzel ............................................................ 13
Gambar 2. 10. Elektronistagmografi ................................................................................ 14
Gambar 2. 11 Mikrograf dari mikroskop elektron menunjukan otokonia....................... 15
Gambar 2. 12. Epley manuever ........................................................................................ 18
Gambar 2. 13. Semont manuever ..................................................................................... 19
Gambar 2. 14 Manuver Lempert ..................................................................................... 20
Gambar 2. 15. Brandt-Daroff exercises ............................................................................ 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Tipe BPPV .......................................................................................................4


Tabel 2. 2. Keterlibatan kanalis semisirkularis ...................................................................9
Tabel 2. 3. Perbedaan Vertigo perifer dan sentral ............................................................10
Tabel 2. 4. Diagnosis banding BPPV ...............................................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa latin, “vertere” yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau
halusinasi gerakan.Vertigo diartikan sebagai sensasi berputar yang dirasakan
seseorang terhadap diri maupun terhadap lingkungannya(1).
Vertigo bukan suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang sering terjadi akibat gangguan keseimbangan tubuh pada system
vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Vertigo terbagi menjadi dua,
yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo sentral adalah vertigo yang
disebabkan oleh penyakit yang berasal dari sistem saraf pusat, sedangkan vertigo
perifer adalah penyakit yang berasal dari system vestibuler. Salah satu bagian dari
vertigo perifer adalah Beningna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). BPPV
diketahui adalah gangguan yang paling umum terjadi dari system vestibular telinga
bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan(2)(3).
BPPV merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan dari sistem perifer
vestibular,ketika pasien merasakan sensasi pusing berputar dan berpindah yang
berhubungan dengan nistagmus ketika posisi kepala berubah terhadap gaya
gravitasi dan disertai gejala mual,muntah dan keringat dingin. BPPV merupakan
bentuk dari vertigo posisional(3).
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per
100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan
klinik di United States dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42%
pasien didiagnosis BPPV. Berdasarkan penelitian sebelumnya di Jerman, lifetime
prevalence BPPV adalah 2,4% dengan insidensi satu tahunya 0,6%. Sementara,
pada penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung periode 2009-2013
terdapat 74 orang yang menderita BPPV, 49 diantaranya adalah wanita(4)(5).
Vertigo pada BPPV perlu dibedakan dengan vertigo karena penyakit
lainnya. Oleh karena itu, pemahaman akan diagnosis dan tata laksana BPPV sangat
diperlukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan organ
vestibular ditandai dengan sensasi berputar sementara, yang berlangsung
kurang dari satu menit dan dipicu oleh perubahan kepala ke arah gravitasi.
BPPV dijelaskan sebagai perpindahan otokonia yang mengalami degenerasi ke
dalam kanalis semisirkularis yang sensitif terhadap gerakan kepala(3).

2.2 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu
gangguan Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing.
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
(prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik
di United States dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42%
pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia
50-70 tahun (6).
BPPV lebih umum terjadi pada orang tua dan wanita, dengan rasio
Wanita terhadap pria adalah 2:1 dan puncak usia pada 60 tahun. Berdasarkan
penelitian sebelumnya di Jerman, lifetime prevalence BPPV adalah 2,4%
dengan insidensi satu tahunya 0,6%. Sementara, pada penelitian yang
dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung periode 2009-2013 terdapat 74 orang
yang menderita BPPV, 49 diantaranya adalah wanita(4).
2.3 Etiologi dan Faktor risiko
Sekitar 50% penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik,
penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis
vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, usia tua serta
akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total
lama dapat mengakibatkan BPPV dikarenakan debris endolimfe yang terapung
bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian
vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi
berdiri ataupun berbaring(7).

2
2.4 Klasifikasi BPPV
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis posterior
Merupakan BBPV paling tersering 85-95 %. Saat pasien melakukan
uji Dix- Hallpike, ampullofageal bergerak pada bagian kanalis
semisirkularis posterior dan cupula bergeser sehingga terdapat respon
rangsang yang menimbulkan nystagmus dengan komponen vertical terasa
berputar. Rasa berputar mulai terasa dari bagian atas mata menuju kearah
telinga,tergantung dari awal serangan nistagmus (biasanya beragam). Pada
sebagian kasus,pasien kesulitan untuk menilai darimana arah awal mula
serangan nistagmus,sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan melihat
bahwa pasien mengarahkan tatapan lateral. Pada canalithiasis,komponen
yang terasa berputar sangat khas yakni terasa kearah telinga bagian atas(3).
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua
(10-17 %). Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal(
lateral) pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan
karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah
arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah
gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah
gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas) selama kepala dipalingkan
ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena
adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen
posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel
pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen
otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis
apogeotropic)(8).

3
4

Gambar 2. 1 BPPV Lateral

c. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Anterior


Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Anterior merupakan
BPPV dengan prevalensi yang paling sedikit (1-3%). Benign Paroxysmal
Positional Vertigo tipe kanal anterior berkaitan dengan paroxysmal
downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor
mengikuti posisi Dix-Hallpike. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior
tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya
harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional
nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat
menghasilkan pola yang sama(3).
Tabel 2. 1. Tipe BPPV

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan dari otocnia
menuju kanalis semisirkularis (anterior,posterior atau lateral),yang mungkin
tetap mengambang di endolimfe dari kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau
canalolithiasis) atau melekat pada cupula (cupulithiasis), yang merubah respon
kepala terhadap sudut kepala. Ketika ada perubahan posisi kepala dengan
5

gravitasi, serpihan otolithic bergerak ke posisi baru dalam setengah lingkaran


kanal,yang mengarah ke rasa rotasi dimana BPPV biasanya paling sering
diakibatkan oleh kanalis semisirkular posterior sekitar 60-90% pada seluruh
kasus(9).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan ketika
otolith yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada
utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif
lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular
(kanalitiasis), maka akan menyebabkan pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo.
Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang
terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang
terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis
mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular.
Sedangkan kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana
partikel kalsium melekat pada kupula itu sendiri(9).

Gambar 2. 2. Patofisiologi BPPV

Dari patofisiologi BPPV yang telah dijelaskan, BPPV didasarkan pada


2 teori yakni :
1. Teori Cupolitiasis
6

Teori Cupulolitiasis Pada tahun 1962, Harold Schuknecht


mengajukan teori 'cupula berat' ini dalam upaya menjelaskan patologi yang
mendasari BPPV. Dengan bantuan fotomikrograf, partikel basofilik terlihat
menempel pada cupula. Ia mengemukakan teori bahwa partikel-partikel ini
berperan dalam membuat kanalis semisirkularis posterior responsif
terhadap gravitasi. Hal ini membuat cupula menjadi berat, dan setelah posisi
tertentu tercapai, berat partikel padat ini membuat cupula tidak bergerak,
sehingga tidak dapat kembali ke posisi netral. Inilah sebabnya mengapa
timbul nistagmus dan vertigo yang terus-menerus ketika pasien disandarkan
ke belakang (10)
2. Teori Canalithiasis
Pada tahun 1980, Epley mengajukan teorinya berdasarkan
canalithiasis. Ia berpendapat bahwa penyajian BPPV tidak konsisten dengan
gagasan tentang kepadatan tetap yang menempel pada cupula. Dia
berpendapat bahwa kepadatan yang bergerak bebas di semicircular canal
(SCC) posterior dapat menjelaskan gejala BPPV dengan lebih baik. Dia
menyebut kepadatan ini sebagai kanalit. Ketika kepala dalam posisi tegak,
partikel-partikel menetap di posterior semicircular canal (PSC) pada posisi
yang paling bergantung pada gravitasi. Ketika kepala disandarkan ke
belakang, partikel-partikel ini berputar ke atas kira-kira 90 derajat sepanjang
posterior semicircular canal (PSC). Setelah jeda singkat karena inersia,
gravitasi menarik partikel-partikel ini ke bawah sehingga menyebabkan
endolimfe meluncur menjauh dari ampula. Hal ini selanjutnya
menyebabkan cupula menyimpang sehingga menghasilkan nistagmus.
Pembalikan putaran primer (dalam hal ini duduk kembali) menyebabkan
pembalikan defleksi cupula. Akibatnya, pusing disertai nistagmus terjadi
karena pemukulan yang kini berlangsung berlawanan arah(10).
7

Gambar 2. 3Gambaran canalithiasis posterior kanal dan


cupulolitiasis pada kanal horizontal.

Gambar 2. 4. Otolith yang terkumpul


8

Gambar 2. 5. Patogenesis dan manifestasi klinis BPPV

2.6 Diagnosis
BPPV didiagnosa berdasarkan sejarah medis,pemeriksaan fisik,tes
pendengaran dan pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis
lain.

2.6.1 Manifestasi klinis


1. Vertigo
Pasien dengan BPPV sering mengeluhkan rasa pusing berputar diikuti
sewaktu merubah posisi kepala terhadap gravitasi, dengan periode vertigo
yang episodik dan berlangsung selama satu menit atau kurang. Timbulnya
BPPV biasanya terjadi secara tiba-tiba. Posisi yang memicu adalah berbalik
di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
dan belakang, dan membungkuk. Penderita BPPV biasanya tidak selalu
merasa pusing. Pusing yang parah terjadi sebagai serangan yang dipicu oleh
gerakan kepala. Saat istirahat di antara episode, pasien biasanya hanya
menunjukkan sedikit atau tanpa gejala. BPPV klasik biasanya dipicu oleh
gerakan tiba-tiba dari posisi tegak ke posisi terlentang sambil memiringkan
9

kepala 45° ke arah sisi telinga yang terkena. Gejalanya dimulai dengan sangat
hebat dan biasanya hilang dalam waktu 20 atau 30 detik(9)(11).
2. Nistagmus
Nistagmus didefinisikan sebagai gerakan mata yang involunter yang
biasanya dipicu oleh rangsangan telinga bagian dalam. Nistagmus fase cepat
akan menuju telinga yang terkena pada BPPV dan terjadi latensi beberapa
detik setelah manuver provokatif(12)
Tabel 2. 2. Keterlibatan kanalis semisirkularis

3. Mual dan muntah


Mual, muntah terjadi karena berkaitan dengan vertigo. Telinga
bagian dalam bertugas membantu menjaga keseimbangan tubuh. Inflamasi
pada telinga bagian dalam dapat menyebabkan vertigo yang berujung pada
mual dan muntah, dan sering disertai dengan keringat dingin(3)
Penting untuk membedakan vertigo yang terjadi disebabkan karena
vertigo perifer atau sentral, tabel berikut menunjukan karakteristik
perbedaan keduanya :
10

Tabel 2. 3. Perbedaan Vertigo perifer dan sentral

2.6.2 Pemeriksaan fisik


1. Tes Romberg
Tes Romberg adalah tes positioning yang digunakan pada
pemeriksaan fungsi keseimbangan statis dan ketidakmampuan untuk
menjaga postur berdiri tegak dengan mata yang terbuka atau tertutup.Uji
Romberg dilakukan dengan meminta pasien berdiri dengan posisi kaki
rapat dan mata tertutup. disfungsi vestibular dapat dicurigai jika pasien
jatuh ke salah satu sisi(13).

Gambar 2. 6. Tes romberg

2. Dix-Hallpike manuever
Dalam tes Dix-Hallpike,kepala pasien diminta untuk berbalik 45
derajat secara horizontal berhadapan dengan pemeriksa dalam posisi
duduk,lalu pasien mulai dengan cepat berada dibawah dengan kepala
11

menggantung ditepi meja sekitar 30 derajat horizontal kebawah.


Pemeriksa diminta untuk mengamati apakah pasien memiliki vertigo dan
mengamati nystagmus kanalis posterior. Apabila terdapat hasil yang
positif yakni berupa keterlibatan nystagmus kanalis posterior maka akan
ada getaran dan torsi kearah sisi yang mengalami kelainan(14).

Gambar 2. 7 Hallpike maneuver

.Untuk dapat menegakan diagnosis klinis BPPV,maka harus


memenuhi empat kriteria,yaitu:
1. Vertigo berkaitan dengan karakteristik torsi campuran dan nystagmus
vertical yang telah dilakukan uji dengan Tes Dix- Hallpike
2. Terjadi (biasanya 1 sampai 2 detik) antara selesainya tes Dix-Hallpike
dan timbulnya vertigo dan nistagmus.
3. Bersifat paroksismal dari saat timbulnya vertigo dan nystagmus (yaitu,
terjadi peningkatan lalu penurunan selama periode 10 sampai 20 detik)
4. Terjadi pengurangan vertigo dan nystagmus apabila tes Dix-Hallpik
diulang.
Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus kedepan(15) :
1. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan bppv pada
kanalis posterior kanan
12

2. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan bppv pada


kanalis posterior kiri
3. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan bppv pada kanalis
anterior kanan
4. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan bppv pada kanalis
anterior kanan
2. Supine roll test
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes
Dix-Hallpike negatif, maka harus melakukan supine roll test untuk
memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut
juga BPPV kanal horizontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang
diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis
BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral(9).
Sebelum melakukan pemeriksaan ini terlebih dahulu harus di
informasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat
menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat. Tes
ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau
berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi
kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien
untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau
jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/
dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi
untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus(16)(17).
13

Gambar 2. 8. Supine roll test


3. Tes kalori

Tes Kalori, Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga


kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung
lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal
90-150 detik), nystagmus diamati dengan kacamata frenzel(19).

Gambar 2. 9. Tes kalori dengan kacamata frenzel


14

2.6.3 Pemeriksaan penunjang


1. Elektronistagmografi
Elektronistagmografi merupakan pemeriksaan fungsi telinga
bagian dalam, khususnya kanalis semisirkularis. Pemeriksaannya
dilakukan dengan mengetahui respon telinga bagian dalam
terhadap gerakan dan rangsangan kalori. Hidrops endolimfatik
akan menyebabkan berkurangnya respon vestibular pada telinga
yang terkena(18).

Gambar 2. 10. Elektronistagmografi


2. CT Scan dan MRI
MRI dan CT scan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
atau menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, seperti stroke,
kelainan anatomi, atau neuroma akustik.
3. Scanning Mikroskop Elektron (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat mikroskop
elektron yang digunakan untuk menghasilkan gambar permukaan
sampel dengan resolusi tinggi dan detail yang sangat jelas.Namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan karena mahal dan tidak selalu
tersedia. Scanning gambar mikrograf elektron dapat dilakukan pada
otokonia di dalam saluran endolimfatik kanal posterior pada pasien
dengan BPPV(6)
15

Gambar 2. 11 Mikrograf dari mikroskop elektron menunjukan otokonia


di dalam saluran endolimfatik kanal posterior pasien BPPV.

2.7 Diagnosis banding


1. Neuritis Vestibular
Pada kasus neuritis vestibular, vertigo berlangsung selama beberapa
hari. Teradapat tanda-tanda lesi sentral seperti nistagmus multiarah. Selain
itu, dapat terjadi defisit saraf kranial lainnya, peradangan membran timpani,
demam tinggi, nyeri mastoid, dan ataksia trunkus (20).
2. Penyakit meniere
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang sering
juga disebut sebagai hidrops endolimfatik idiopatik. Penyakit ini mengacu
pada kondisi peningkatan tekanan hidrolik di sistem endolimfatik pada
telinga bagian dalam, yang menyebabkan gangguan pendengaran fluktuatif,
episode vertigo, tinnitus, dan sensasi penuh pada telinga(20).
Tabel 2. 4. Diagnosis banding BPPV

2.8 Tata laksana


A. Non medikamentosa
Terapi medis utama untuk vertigo adalah betahistine yang
digunakan untuk mengatasi vertigo perifer. Pengobatan untuk vertigo
disebut juga pengobatan suppresant vestibular, obat yang digunakan
16

adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan


antihistamine (meclizine, dipenhidramin, dimenhydrinate,).
Benzodiazepin dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Obat lain yang
dapat digunakan antara lain metoclopramide, ondansetron.
a. Betahistine
Betahistine merupakan obat yang biasa digunakan untuk
meredakan gejala vertigo, cara kerjanya adalah dengan memblokir
reseptor histamin H3 (presinaptik) dan H2 (postsinaptik, lemah).
Betahistine dapat meningkatkan mikrosirkulasi darah ke telinga
bagian dalam yaitu labirin. Efek terapeutik optimal dicapai dalam
jangka panjang, sehingga dosis betahistine yang dianjurkan adalah
8-16 mg diberikan 3 kali sehari atau 24 mg, 2 kali sehari(21)(22).
b. Dimenhidrinate
Dimenhydrinate berguna dalam mengobati vertigo dengan
mengurangi stimulasi vestibular dan menekan fungsi labirin melalui
aktivitas antikolinergik sentralnya. Dimenhydrinate diberikan
dengan dosis 50-100 mg 3-4 kali sehari untuk mengendalikan gejala
mual dan muntah pada pasien vertigo. Dosis maksimal yang
diberikan adalah 400 mg per hari(23).
B. Non medikamentosa
Termasuk dalam rehabilitasi vestibular adalah latihan terapeutik
berupa adaptasi vestibular subtitusi dan habituasi gejala
menggunakan gerakan kepala. Latihan akan memperbaiki
keseimbangan, mengurangi risiko jatuh, dan memperbaiki kebugaran.
Rehabilitasi vestibular mengintegrasikan sistem vestibular, visual,
dan somatosensori(24).

1. Particle Repositioning Maneuver


17

Pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel / Particle


Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup,
dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Prosedur reposisi kanalit
diwakili oleh dua manuver utama, yaitu manuver Epley dan
manuver Semont. Selain itu juga terdapat berbagai modifikasi dari
masing-masing metode tersebut. Kedua manuver di atas melibatkan
gerakan kepala yang diharapkan dapat mengembalikan kanalit ke
posisi semula(19).
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Efek samping yang dapat terjadi dari
melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus.
Hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat
berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari
ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver hendaknya
pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan
adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada
makula utrikulus. (19).
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah prosedur non-invasif yang
dirancang untuk pengobatan BPPV yang melibatkan kanalis
semisirkularis posterior, penyebab paling umum dari BPPV.
Manuver Epley juga dikontraindikasikan pada pasien dengan
cedera atau kelainan tulang belakang leher, serta pada pasien
dengan kemungkinan diseksi arteri karotis atau vertebralis.
Manuever epley dilakukan dengan(8) :
1. Pasien duduk tegak di tempat tidur dan melihat ke arah
masalah telinga bagian dalam yang diperiksa (contoh: jika
masalahnya ada di telinga kiri, pasien disuruh melihat ke kiri
45 derajat)
18

2. Pasien ditidurkan dengan cepat dan kepala di atas bantal,


posisi ini ditahan selama 30 detik atau sampai keluhan
vertigo mereda.
3. Kepala pasien dibuat berputar 90 derajat ke arah berlawanan
(kanan) dalam keadaan masih di atas bantal, tunggu selama
30 detik
4. Tubuh pasien diputar berlawanan arah dari posisi pertama
(dalam hal ini ke kanan) kepala pasien dibuat melihat lagi
90 derajat ke arah yang sama (melihat ke lantai, tunggu
minimal 30 detik dan perlahan kembali untuk duduk di
posisi tersebut.

Gambar 2. 12. Epley manuever

b. Manuever semont
Manuver ini diindikasikan untuk cupulolithiasis kanal
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara
cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 30
detik hingga 1 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat
diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
19

yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.


Prosedurnya dapat dilakukan dengan(19) :
1. Mulai dengan duduk tegak di tepi tempat tidur. Putar kepala
45 derajat ke kiri
2. Cepat berbaring miring ke kanan. Tetap dalam posisi ini
selama 30 detik
3. Bergerak secara cepat untuk berbaring miring ke kiri, jaga
posisi kepala tetap sama (kepala harus menghadap ke bawah
di atas tempat tidur).
4. Kembalikan posisi duduk secara perlahan dan tunggu
beberapa menit.

Gambar 2. 13. Semont manuever

c. Manuver Lempert
Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada
pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360° yang
dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90°
ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi
lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh
mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh
lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral decubitus lalu
kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari
partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi(19).
20

Gambar 2. 14 Manuver Lempert


d. Brandt-Daroff exercises
Brandt-Daroff exercises mirip dengan manuever selmont,
Latihan ini dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan
therapist. Latihan Brandt Daroff dapat dilakukan dengan cara(1):
1. Pasien duduk tegak di tempat tidur
2. Pasien berbaring miring ke kiri selama 1 – 2 detik, kemudian
kepala diposisikan menghadap ke atas 45 derajat selama
kurang lebih 30 detik atau hingga vertigo hilang.
3. Pasien kembali duduk tegak
4. Pasien berbaring miring ke kanan selama 1 – 2 detik,
kemudian kepala diposisikan menghadap ke atas 45 derajat
selama kurang lebih 30 detik atau hingga vertigo hilang.
Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari
sampai vertigo menghilang.

Gambar 2. 15. Brandt-Daroff exercises


21

2. Pembedahan
Pembedahan dipertimbangkan untuk BPPV saluran posterior
yang tidak membaik dengan manuver reposisi. Terdapat dua pilihan
intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu transeksi
saraf ampula posterior (singular neurectomy) dan oklusi (plugging)
kanal posterior semisirkular. Neurektomi dan pembedahan oklusi
kanalis semisirkularis dapat dilakukan untuk vertigo perifer yang
tidak kunjung membaik(25)(26)
2.9 Prognosis
Prognosis setelah BPPV biasanya baik. Remisi spontan dapat terjadi
dalam waktu 6 minggu. Setelah diobati, tingkat kekambuhan adalah 10-25%.
studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di
atas 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan
tahunan 15%, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah
pengobatan(27).

2.10 Komplikasi
1. Mual dan muntah persisten
Mual dan muntah yang terus-menerus dapat menjadi masalah bagi
beberapa pasien (27).
2. Risiko terjatuh dan trauma
Gerakan kepala yang tiba-tiba saat mengemudi atau mengendarai
sepeda dapat memicu BPPV dan mengakibatkan tabrakan. Serangan
BPPV dapat mengakibatkan kecelakaan serius yang berhubungan dengan
pekerjaan atau aktivitas rekreasi, atau terjatuh(27)
BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan gangguan


vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus
paroksimal. Untuk mendiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
antara lain tes Dix-Hallpike, tes kalori, dan tes Supine Roll. Penatalaksanaan BPPV
meliputi non-farmakologis, farmakologis, dan serta intervensi seperti operasi.
Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis yaitu
terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo
pada BPPV, tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Triyanti Ncdi, Nataliswati T, Supono S. Pengaruh Pemberian Terapi Fisik


Brandt Daroff Terhadap Vertigo Di Ruang Ugd Rsud Dr. R Soedarsono
Pasuruan. J Appl Nurs (Jurnal Keperawatan Ter. 2018;4(1):59.
2. Pricilla S. Central Vertigo. J Pain Headache Vertigo. 1973;6(1):267–85.
3. Threenesia A, Iyos Rn. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. J Major.
2022;49(5):737–47.
4. Sumadilaga, A.S., Nurimba, N., Nurruhyuliawati W. Angka Kejadian Dan
Karakteristik Pasien Serangan Pertama Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (Bppv) Di Polisaraf Rsud Al-Ihsan Bandung Periode 2016
Muhammad. Pros Pendidik Dr. 2017;3(2):130–5.
5. Hastuti Pt, Rosa Em, Afandi M. Gambaran Kondisi Keseimbangan Pasien
Benigh Parroysmal Postional Vertigo (Bppv) Di Rsud Dr Soedono Madiun.
Shine … [Internet]. 2017;1(2):43–9. Available From:
Http://Ejournal.Annurpurwodadi.Ac.Id/Index.Php/Tscners/Article/View/8
6. You P, Instrum R, Parnes L. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Laryngoscope Investig Otolaryngol. 2019;4(1):116–23.
7. Istiqomah Wg, Sinta M, Kusumaningsih D. Penatalaksanaan Pada Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (Bppv) Management Of Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (Bppv). Univ Muhammadiyah Surakarta. 2021;1001–9.
8. Edward Y, Roza Y. Diagnosis Dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (Bppv) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. J Kesehat
Andalas. 2014;3(1):77–82.
9. Purnamasari P. Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (Bppv). Bagian Ilmu Penyakit Saraf Univ Udayana Denpasar.
2010;1–24.
10. Palmeri R, R K. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Statpearls [Internet].
2024;1(2). Available From:
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Books/Nbk470308/
11. Xiang-Dong G. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. J Neurosci Rural
Pract. 2011 Jan;2(1):109–10.
12. - E, Wibawa Mds, Surasmiati Nma. Sindrom Nistagmus Infantil. Cermin
Dunia Kedokt. 2020;47(10):688.
13. Forbes J, Munakomi S. Romberg Test. Statpearls [Internet]. 2023; Available
From: Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Books/Nbk563187/
14. Firdiansari A. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Syntax Fusion
[Internet]. 2022;2. Available From: Www.Aging-Us.Com
15. Angga Hendro Priyono, Azelia Nusadewiarti. “Family Medicine Approach

23
24

Sebagai Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Bppv) Kanal


Posterior Kanan Komorbid Hipertensi Pada Perempuan Usia 49 Tahun:
Sebuah Laporan Kasus.” Scr Score Sci Med J. 2020;1(2):10.
16. Kusumasari I, Rakhma T. Wanita 48 Tahun Dengan Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (Bppv): Laporan Kasus. Proceeding B Call Pap Fak
Kedokt Univ Muhammadiyah Surakarta. 2022;535–46.
17. Lee Sh, Kim J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. J Clin Neurol.
2010;6:51–63.
18. Lee J. Meniere’s Disease (Idiopathic Endolymphatic Hydrops). 2020;
Available From: Https://Emedicine.Medscape.Com/Article/1159069-
Overview
19. Setiawati M, Susianti. Benign Paraksimal Position Vertigo. Majority.
2016;5(4):91–5.
20. Bhattacharyya N, Gubbels Sp, Schwartz Sr, Edlow Ja, El-Kashlan H, Fife T,
Et Al. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(Update). Am Acad Otolaryngol - Head Neck Surg (United States).
2017;156(3_Suppl):S1–47.
21. Ramos Alcocer R, Ledezma Rodríguez Jg, Navas Romero A, Cardenas
Nuñez Jl, Rodríguez Montoya V, Deschamps Jj, Et Al. Use Of Betahistine
In The Treatment Of Peripheral Vertigo. Acta Otolaryngol.
2015;135(12):1205–11.
22. Murdin L, Hussain K, Schilder Agm. Betahistine For Symptoms Of Vertigo.
Cochrane Database Syst Rev. 2016 Jun;2016(6):Cd010696.
23. Nayoan Cr. Efektivitas Dimenhidrinate Menurunkan Skor Dan Sub Skor
Dizziness Handicap Inventory Pada Penderita Gangguan Vestibuler Perifer.
J Ilm Kedokt. 2019;6(3):28–37.
24. Van Vugt Va, Van Der Horst He, Payne Ra, Maarsingh Or. Chronic Vertigo:
Treat With Exercise, Not Drugs. Bmj. 2017 Aug;358:J3727.
25. Corvera Behar G, García De La Cruz Ma. Surgical Treatment For Recurrent
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Int Arch Otorhinolaryngol. 2017
Apr;21(2):191–4.
26. Nguyen-Huynh At. Evidence-Based Practice: Management Of Vertigo.
Otolaryngol Clin North Am. 2012 Oct;45(5):925–40.
27. Benecke H, Agus S, Kuessner D, Goodall G, Strupp M. The Burden And
Impact Of Vertigo: Findings From The Revert Patient Registry. Front
Neurol. 2013;4:136.

Anda mungkin juga menyukai