Oleh :
Annisa Hidayati Priyono 1210313021
Elfon Lindo Pratama 1210312038
Poppy Novita 1210312097
Preseptor:
Dr. Versiana
0
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
2
1.2 Tujuan Penulisan
........................................................................................................................
3
1.3 Metode Penulisan
........................................................................................................................
2.1 Definisi
........................................................................................................................
4
2.2 Epidemiologi
........................................................................................................................
4
2.3 Etiologi
........................................................................................................................
4
2.4 Klasifikasi
........................................................................................................................
5
2.5 Patofisiologi
........................................................................................................................
6
2.6 Manifestasi Klinis
1
........................................................................................................................
8
2.7 Diagnosis
........................................................................................................................
8
2.8 Penatalaksanaan
........................................................................................................................
11
2.9 Pencegahan
........................................................................................................................
14
2.10 Prognosis
........................................................................................................................
14
DAFTAR KEPUSTAKAAN....................................................................................
15
17
BAB IV DISKUSI.....................................................................................................
21
BAB V KESIMPULAN............................................................................................
23
BAB I
PENDAHULUAN
2
Vertigo merupakan keluhan neurologis terbanyak kedua setelah nyeri
kepala yang menyebabkan pasien datang ke fasilitas kesehatan. Vertigo
merupakan bagian dari gangguan keseimbangan (dizziness). Vertigo dapat
disebabkan oleh proses fisiologis, misalnya saat seseorang berada di ‘komidi
putar’ atau mabuk perjalanan. Penyebab lain dapat terjadi karena lesi patologis,
misalnya lesi pada labirin atau nukleus nervus vestibularis. Keduanya akan
menghasilkan gejala dan tanda yang hampir serupa, meskipun memiliki dasar
patomekanisme yang berbeda.1
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan yang
ditandai dengan serangan vertigo singkat dan nistagmus terkait, yang dipresipitasi
oleh perubahan posisi kepala tertentu sehubungan dengan gravitasi. BPPV adalah
penyebab vertigo yang paling umum. Kejadiannya sulit diperkirakan karena dapat
hilang dengan sendirinya. Kejadiannya diperkirakan berkisar antara 10,7 hingga
17,3 per 100.000 penduduk di Jepang dan telah dilaporkan sebanyak 64 per
100.000 dalam sebuah studi populasi di Minnesota.2
Usia rata-rata saat onset yaitu pada dekade keempat dan kelima, namun
BPPV juga dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Secara keseluruhan, kejadiannya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Gejala terjadi tiba-tiba dan berakhir
dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kebanyakan kasus BPPV, tidak
ada kelainan penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi. Penyebab yang paling
umum diketahui adalah cedera kepala tertutup, diikuti oleh neuritis vestibular.
Faktor predisposisi lainnya meliputi infeksi dan prosedur operasi tertentu,
termasuk stapedektomi dan pemasangan implan koklea. Tirah baring yang
berkepanjangan dan penyakit Meniere juga merupakan faktor predisposisi.2
Patogenesis terjadinya BPPV adalah adanya endapan granular di kupula
kanal semisirkularis (kupulolitiasis) atau adanya partikel yang mengambang bebas
di kanalis semisirkularis (kanalitiasis). Pemeriksaan posisional (uji Dix-Hallpike)
penting untuk mengidentifikasi BPPV. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan
vertigo transien dan nistagmus yang bersifat diagnostik. Tes Dix-Hallpike di
samping tempat tidur dikombinasikan dengan riwayat penyakit yang tepat adalah
kunci dalam membuat diagnosis. Secara umum, penatalaksanaan BPPV dibagi
menjadi dua yaitu penatalaksanaan nonfarmakologi yang termasuk berbagai
3
manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi yang meliputi golongan
histaminik, antihistamin, penyekat kanal kalsium, sesuai dengan patofisiologinya.1
1. Sebagai salah satu syarat di bagian ilmu penyakit saraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
2. Menambah pengetahuan mengenai benign paroxysmal positional vertigo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Vertigo merupakan suatu ilusi dimana seseorang merasa tubuhnya
bergerak terhadap lingkungannya, atau lingkungan bergerak terhadap dirinya.3
Vertigo diakibatkan oleh alat keseimbangan kedua belah sisi tidak dapat tidak
4
dapat memelihara keseimbangan tubuh.3 Kondisi ini mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.3
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang
paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah
dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya
gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.4
2.2 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu
gangguan Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada
populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
(prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik
di Amerika Serikat dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42%
pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-
70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki
yaitu 2,2 : 1,5. BPPV merupakan bentuk dari vertigo posisional.5
2.3 Etiologi
Penyebab dari BPPV sampai saat ini masih belum jelas (idiopatik). Benign
Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh perpindahan otokonia
kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di sakulus dan utrikulus).
Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran setengah lingkaran posterior,
menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas (kupulolitiasis) didalam
telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu tersebut merupakan kristal-
kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada kupula. Kupula menutupi
makula, yang adalah struktur padat dalam dinding dari dua kantong kantong
(utrikulus dan sakulus) yang membentuk vestibulum. Ketika batu-batu terlepas,
mereka akan mengapung dalam kanal semisirkular dari telinga dalam. Faktanya,
dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga bagian dalam pasienpasien
yang menderita BPPV memperlihatkan batu-batu tersebut.6
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara
pasti. Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti
trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa
didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan oleh
5
perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang berhubungan
dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang
pada umumnya.7
Berdasarkan penelitian, disebutkan beberapa faktor resiko lain yang
berhubungan dengan BPPV antara lain: depresi, hipertensi, peningkatan lipid
darah, diabetes. Faktor resiko tersebut masih belum ada penelitian yang
menghubungkannya dengan BPPV, tetapi secara teori hal tersebut diyakini dapat
berkaitan dengan kerusakan pembuluh darah salah satunya di telinga dalam
sehingga dapat menginduksi terjadinya BPPV.7
BPPV bisa merupakan sebuah fase lanjutan dari trauma kepala,
neurolabyrinhitis virus, pada kasus yang jarang terjadi akibat proses yang
menyerang labirin. Pada kasus yang kebanyakan tidak ditemukan penyebab
spesifik maupun faktor pencetus.6
2.4 Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering
terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV.
Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Pada saat kepala dalam posisi
berdiri atau berbaring, debris endolimfe yang terapung bebas cenderung akan
jatuh ke kanal posterior karena posisinya yang berada paling bawah dari bagian
vestibulum. 7
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali
diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional
yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Nistagmus horizontal memiliki
arah berupa geotropik (gerakan fase cepat ke arah telinga bawah) ataupun
apogeotropik (gerakan fase cepat ke arah telinga atas) ketika kepala dimiringkan
ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik dapat terjadi karena
otokonia terlepas dari utrikulus sehingga akan masuk ke dalam lumen posterior
kanalis horizontal (kanalolitiasis). Nistagmus apogeotropik dapat terjadi
6
dikarenakan adanya pelepasan otokonia yang berasal dari utrikulus, lalu
menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis). Adanya fragmen
otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik)
juga dapat terjadi pada pasien BPPV.4
Biasanya BPPV melibatkan kanalis posterior, namun beberapa tahun
belakangan terlihat peningkatan laporan kejadian BPPV kanalis horizontal. Pasien
BPPV kanalis horizontal yang keluhan dan gejala yang khas, namun tidak sesuai
dengan kriteria diagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai sebagai BPPV
kanalis horizontal.4
2.5 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo menurut penelitian diisebabkan
oleh adanya pelepasan kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus
dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanalis semisirkular. Kalsium karbonat
tersebut akan lebih padat daripada endolimfe sebanyak dua kali lipat, sehingga
akan bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain.
Ketika kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkular, maka akan
terjadi pergerakan endolimfe yang dapat menstimulasi ampula pada kanal yang
terkena. Stimulasi tersebut akan menyebabkan gejala vertigo.6,8
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu:6,8
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana
ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan
menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semiriskularis posterior menjadi sensitif terhadap gravitasi akibat dari partikel
yang melekat pada kupula. Seperti pada benda berat diletakkan pada puncak tiang,
bobot ekstra tersebut akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap dalam posisi
stabil, bahkan cenderung posisi miring. Rasa nistagmus dan pusing berputar
ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). Kanalis semisirkularis posterior dapat berubah posisi dari inferior
ke superior. Perubahan tersebut menyebabkan kupula bergerak secara
7
utrikulofugal, sehingga timbul nistagmus dan keluhan pusing berputar (vertigo).
Perpindahan partikel ini membutuhkan waktu yang cukup, sehingga menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing berputar maupun nistagmus.6,8
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak
bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling
bawah. Ketika posisi kepala direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke atas
di sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Keadaan ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), sehingga terjadi nistagmus dan pusing berputar (vertigo). Saat terjadi
pembalikan rotasi ketika kepala ditegakkan kembali, dapat pula terjadi
pembelokan kupula, sehingga akan muncul pusing dan nistagmus yang bergerak
ke arah berlawanan. Digambarkan seperti kerikil yang berada dalam suatu ban,
ketika ban bergulir, maka kerikil tersebut akan terangkat sebentar kemudian
terjatuh kembali karena adanya gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut seolah-
olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori
kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan sementara nistagmus,
karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver
kepala, maka otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari
gejala pusing berputar (vertigo).6,8
8
berikutnya. Penderita dianjurkan untuk sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya,
agar perubahan mendadak posisi kepala tidak lagi menyebabkan terjadinya
vertigo. Vertigo jenis ini sering berulang-ulang dan kadang dapat sembuh dengan
sendirinya.4,8
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis (history-taking)6,9
● Vertigo atau sensasi ruang berputar bila kepala digerakan
● Awitan (onset) tiba-tiba/mendadak
● Episodik
● Dapat disertai gejala otonom; mual, muntah, keringat dingin
● Tidak didapatkan gangguan pendengaran
● Tidak ada gejala fokal otak (defisit neurologis)
● Pendekatan klinis asal vertigo dari vestibular perifer atau sentral (Tabel
1)
2. Pemeriksaan fisik
Anamnesis BPPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
untuk memastikan adanya keterlibatan kanalis semisirkularis. Sebelum
9
melakukan manuver provokasi, haruslah diinformasikan kepada pasien bahwa
tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memprovokasi serangan
vertigonya.4,6
Provokasi dan pengamatan respon nistagmus yang abnormal maupun
respon vertigo dari kanalis semisirkularis anterior dan posterior merupakan
langkah untuk menegakkan diagnosis BPPV. Pada kanalis posterior maupun
anterior dapat ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon
nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang
terlibat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah perasar Dix-Hallpike atau
side-lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan karena sangat
sempurna untuk dilakukan Canalith Repositioning Maneuver (CRM).
Penggunaan kacamata Frenzel akan sangat membantu untuk mengamati
nistagmus.
a. Perasat Dix-Hallpike
Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan yakni
Perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dank anal
posterior kanal kanan yakni dengan cara pasien duduk tegak pada meja
periksadengan kepala menoleh 45◦ kekanan. Dengan cepat pasien
dibaringkan dengan kepala tetap miring 45◦ kekanan sampai kepala pasien
menggantung 20-30◦ pada ujung meja periksa, tunggu 40 detik sampai
respon abnormal timbul. Nilai dalam 1 menit atau sampai respon
menghilang. Jika terdapat respon abnormal dapat langsung dilanjutkan
dengan CRT. Bila tidak ada respon abnormal dudukan pasien kembali
secara perlahan-lahan, dan lanjutkan dengan perasat Dix-Hallpike kiri pada
bidang posterior kiri.6
b. Perasat side-lying
Perasat side-lying ini juga terdiri dari 2 gerakan yaitu kanan yang
menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kiri / kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus horizontal dengan kanal posterior
pada posisi paling bawah yakni dengan cara pasien duduk pada meja
periksan dengan kaki menggantung di tepi meja, pasien dijatuhkkan kesisi
10
kanan dengan kepala ditolehkan 45◦ ke kiri, tunggu 40 detik sampai timbul
respon abnormal dan posisikan pasien duduk kembali untuk melakukan
perasat side-lying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis
anterior kanan/kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus horizontal
dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.6
c. Maneuver head roll test
BPPV kanalis semisirkularis horizontal dapat dideteksi dengan
menggunakan manuver head roll test. Head roll test dilakukan dengan
memutar kepala pasien 90◦ ke sisi kiri atau kanan pada posisi telentang
dengan mengangkat kepala 30◦ dari garis horizontal bumi, sambil
mengobservasi nistagmus yang ditimbulkan. Setelah nistagmus yang
muncul menghilang, kepala pasien kembali menghadap posisi semula
(wajah menghadap keatas dalam posisi telentang), pada posisi ini dapat
muncul kembali nistagmus, setelah nistagmus tambahan hilang, kepala
pasien dengan cepat dipalingkan 90◦ kearah berlawanan, observasi
nistagmus yang muncul. Nistagmus yang muncul pada waktu melakukan
manuver head roll test menggambarkan tipe BPPV kanalis horizontal.6,8
3. Pemeriksaan Penunjang
● Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG)
Pemeriksaan elektronistagmografi dapat membantu membedakan vertigo
oleh karena kelainan di sentral atau perifer.6,8
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada vertigo meliputi terapi kausal, simptomatik, dan
terapi rehabilitatif. Sebelum memulai terapi, pasien perlu mendapat penjelasan
bahwa prognosis vertigo vestibular umumnya baik dan dapat sembuh spontan,
melalui perbaikan fungsi vestibular perifer sebab adanya kompensasi sentral.1
A. Medikamentosa
Pemberian obat-obatan simtomatik untuk mengatasi gejala dizziness, mual,
dan muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin, dan
benzodiazepin (Tabel 2). Obat-obatan antivertigo hanya diindikasikan pada gejala
vertigo yang akut (maksimal 3 hari), profilaksis mual dan muntah dalam tindakan
manuver pada BPPV, profilaksis mabuk perjalanan.
11
Obat-obatan tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang
karena akan mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada gangguan
vestibular perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat. Berdasarkan studi,
betahistin dapat menurunkan frekuensi dan keparahan serangan.1
B. Nonmedikamentosa
1. Canalith Repotitional Maneuvers/CRM
Reposisi kanalit adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan
canalit yang terdapat di dalam kanalis semisirkularis posterior (KSSP) atau
kanalis semisirkularis anterior (KSSA) atau kanalis semisirkularis lateralis
(KSSL) masuk kembali ke dalam utrikulus.6,9
Kontraindikasi:6,9
12
● Pasien geriatri
● Wanita hamil
● Pasien dengan fraktur yang tidak diperbolehkan untuk berbaring dengan
cepat atau berguling kiri-kanan
● Ketidakstabilan, operasi atau fraktur pada leher
● Riwayat diseksi tulang vertebra atau penyakit karotis unstable
● Pasca retinal detachment
Prosedur:
1. Sebaiknya dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon
abnormal. Pasien tidak kembali duduk pada tempat tidur periksa.
2. Pemeriksa memegang kepala pasien dan menolehkan 45 derajat ke sisi
berlawanan. Pasien kemudian direbahkan dengan tetap mempertahankan
posisi kepala menoleh 45 derajat dan ujung kepala mengarah ke lantai. Posisi
dipertahankan hingga nistagmus atau vertigo hilang.
3. Akhirnya pasien kembali duduk dengan kepala menghadap kedepan.
Setelah terapi ini pasien disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan
membungkukkan badan selama 1 hari. Pasien harus tidur posisi duduk atau bantal
ditinggikan selama 5 hari.6,8
2. Manuver Semont6,8
1. Pasien duduk menghadap pemeriksa pada sisi meja periksa.
2. Pemeriksa memegang kepala pasien dan menengokkan kepala 45 derajat pada
sisi kiri.
3. Pasien dengan cepat berbaring pada bahu kanan, kepala tetap dipertahankan
45 derajat ke sisi kiri. Pertahankan posisi hingga nistagmus atau vertigo
hilang.
4. Pasien kemudian berbaring dengan cepat dari bahu kanan ke bahu kiri dengan
tetap mempertahankan kepala 45 derajat ke sisi kiri. Pertahankan posisi
hingga vertigo dan nistagmus hilang.
5. Pasien kemudian ke posisi duduk dengan kepala tetap menengok 45 derajat
ke sisi kiri
13
2. Berguling ke sisi sehat 90 derajat kemudian berguling 90 derajat sehingga
posisi telengkup. Kemudian berguling 90 derajat lagi dan selanjutnya
berguling lagi 90 derajat sehingga posisi terlentang seperti awal.
3. Setiap perpindahan posisi usahakan berhenti 30 detik.
4. Latihan Brandt-Daroff
Dapat dilakukan dirumah tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan
dari duduk ke samping yang dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh
ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik lalu kembali keposisi duduk
dan tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring kesisi yang berlawanan
( dengan kepala menoleh ke sisi yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu
secara cepat duduk kembali. Lakukan secara rutin 10-20 kali, 3x sehari sampai
vertigo hilang sedikitnya 2 hari.6,9
2.9 Pencegahan
Menurut penelitian, ada beberapa cara untuk mencegah rekurensi BPPV.
Cara tersebut antara lain melakukan latihan brandt-daroff, memodifikasi posisi
tidur, dan mengonsumsi makanan kaya vitamin D. Penelitian menyimpulkan
bahwa latihan brandt-daroff secara rutin dirumah dapat menurunkan rekurensi
terjadinya BPPV namun tidak signifikan. Latihan tersebut dilakukan setiap hari
sebanyak 2 siklus.14
Pencegahan rekurensi juga dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
posisi tidur pasien. Pasien yang telah diketahui menderita BPPV unilateral pada
posisi yang sakitnya, dicegah untuk tidur miring ke posisi yang sakit. Posisi tidur
juga dimodifikasi dengan semi duduk dengan sudut sekitar 30o. Pencegahan ini
berhubungan secara signifikan dalam hal menurunkan angka rekurensi BPPV.15
Suplementasi vitamin D dapat mencegah rekurensi BPPV secara
signifikan. Kekurangan vitamin D di dalam serum pasien BPPV akan berdampak
terhadap kejadian rekurensinya. Kadar vitamin D yang normal akan mengurangi
rekurensi BPPV secara signifikan.16
2.10 Prognosis13
● Quo ad vitam : bonam
14
● Quo ad sanationam : dubia ad bonam
● Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
DAFTAR KEPUSTAKAAN
15
14. Helminski JO, Janssen I, Kotaspouikis DPT. Strategies to prevent rucurrence
of benign paroxysmal positional vertigo. Arch Otolaryngol Head Neck Surg.
2005; 131(4): 344-8.
15. Li S, Tian L, Han Z, Wang J. Impact of postmaneuver sleep position on
recurrence of benign paroxysmal positional vertigo. PLoS ONE. 2013; 8(12):
e83566 1-5.
16. Sheikhzadeh M, Lotfi Y, Mousavi A, Heidari B, Bakhshi E. The effect of
serum vitamin D normalization in preventing recurrences of benign
paroxysmal positional vertigo: a case control study. Caspian J Intern Med.
2016; 7(3): 173-7.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Efrimayanti
b. Kelamin : Perempuan
c. Umur : 37 tahun
d. Pekerjaan / pendidikan : Ibu Rumah Tangga
e. Alamat : Kalumbuk, Kuranji
4. Keluhan Utama :
Pusing berputar sejak 5 jam yang lalu
5. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pusing berputar sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, dirasakan saat
pasien sujud ke duduk, pusing dirasakan di seluruh bagian kepala, pasien
merasakan lingkungan sekeliling pasien berputar, sebelumnya pasien
merasa pusing ketika bangun tidur. Pusing bertambah ketika pasien miring
ke kanan dan kekiri. Pusing berkurang saat pasien berbaring dan menutup
mata.
17
Kebas di sekitar mulut (-)
Mual dan muntah kurang lebih 2 kali, berisi apa yang dimakan, tidak
proyektil
Pasien merasakan pendengaran telinga kiri menurun sejak 1 hari sebelum
masuk RS
Nafsu makan berkurang, biasa menghabiskan 1 porsi sekarang hanya
setengah porsi
Riwayat trauma tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 96 kali/menit
Napas : 19x/menit
Suhu : afebris
Status Internus
Kulit : tidak ada kelainan
Rambut : hitam
Kelenjar getah bening : tidak membesar
18
Toraks : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak membesar
Status Neurologis
Pemeriksaan Koordinasi :
Romberg test : (+)
Romberg dipertajam : tidak dilakukan
Stepping gait : (+)
Tandem gait : (+)
Pemeriksaan Keseimbangan :
Jari-jari : (-)
Pronasi – Supinasi : (-)
Tes tumit lutut : (-)
Rebound phenomen : (-)
Pemeriksaan Penunjang : (-)
Diagnosis Kerja : BPPV
PENATALAKSANAAN
Betahystin Mesylat 3x6 mg (po)
Ranitidin 2 x 150 mg (po)
PROGNOSIS
● Quo ad vitam : bonam
● Quo ad sanationam : bonam
● Quo ad fungsionam : bonam
19
BAB IV
DISKUSI
Telah datang seorang perempuan berusia 37 tahun ke Puskesmas Kuranji
pada tanggal 17 Januari 2017 dengan keluhan utama pusing berputar sejak 5 jam
yang lalu. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan gejala dan
tanda yang mengarahkan diagnosis pada BPPV. Pusing dirasakan saat pasien
sujud ke duduk, pusing dirasakan di seluruh bagian kepala, pasien merasakan
lingkungan sekeliling pasien berputar, sebelumnya pasien merasa pusing ketika
bangun tidur. Pusing bertambah ketika pasien miring ke kanan dan kekiri. Pusing
berkurang saat pasien berbaring dan menutup mata. Pasien sudah memakan obat
sakit kepala tetapi pusing tidak berkurang. Keluhan juga disertai mual, dan
muntah.
Pusing berputar atau vertigo dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik
gangguan verstibular sentral ataupun perifer. Pada pasien ini, pusing berputar
dipengaruhi oleh posisi dan disertai gejala mual muntah. BPPV adalah gangguan
20
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar yang
diikuti mual dan muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisis
kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf
pusat. Pada pasien ini onset yang terjadi akut, dan disertai dengan mual muntah
hebat. Keluhan tidak disertai dengan kebas di sekitar mulut. Hal ini mengarahkan
kepada gangguan vestibuler tipe perifer.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan pusing berputar seperti ini.
BPPV adalah penyebab tersering dari vertigo berulang yang disebabkan oleh
stimulasi abnormal dari cupula oleh otolith yang melayang bebas (canalolithiasis)
atau otolith yang melekat pada cupula (cupulolithiasis) pada salah satu dari tiga
kanalis semisirkularis.
Faktor predisposisi pada pasien tidak diketahui, tetapi diduga merupakan
primer. BPPV dapat terjadi secara spontan (primer), yang dikaitkan dengan usia
tua, osteoporosis, defisiensi vitamin D dan insufisiensi vertebrobasiler. Pada
pasien kurang dari 50 tahun lebih sering terjadi BPPV primer, sedangkan pada
pasien kurang dari 50 tahun dapat terjadi sekunder akibat trauma atau kelainan
pada telinga. Pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun tidak didapatkan
adanya faktor risiko, sehingga penyebab BPPV pada pasien dikaitkan dengan
penuaan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda vital dan status internus dalam
batas normal. Pada status neurologis, didapatkan gangguan keseimbangan, yaitu
romberg test positif, stepping gait (+), dan tandem gait (+).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan
diagnosis kerja BPPV (benign paroxysmal positional vertigo). Pemeriksaan
penunjang biasanya tidak diperlukan untuk saat ini.
BPPV merupakan vertigo perifer dan termasuk ke dalam tipe vestibular.
Ciri-ciri vertigo perifer adalah bangkitan yang mendadak, derajat yang lebih berat,
dipengaruhi oleh gerakan kepala, dan dapat disertai mual, muntah, atau gangguan
pendengaran. Pada vertigo tipe vestibular, pusing yang dialami seperti berputar,
serangan bersifat episodik, disertai mual dan muntah, dicetuskan oleh gerakan
kepala, dan mungkin ada gangguan pendengaran.
Tatalaksana yang diberikan adalah Betahystin Mesylat 3x6 mg (po) sebagai golongan
histaminik. Menurut studi, betahistin dapat menurunkan frekuensi dan keparahan dari serangan
21
vertigo. Betahistin dari golongan analog histamin, akan mengisi reseptor histamin pada telinga
dalam, sehingga menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah sekitar telinga. Vasodilatasi
telinga dalam menyebabkan aliran darah lebih banyak pada telinga dan menurunkan tekanan yang
terjadi pada telinga, sehingga dapat meredakan gejala vertigo pada BPPV.
Ranitidin 2 x 150 mg (po) diharapkan dapat mengurangi gejala mual muntah pada pasien
karena menurunkan asam lambung melalui sifatnya sebagai antihistamin reseptor 2 pada lambung.
BAB V
KESIMPULAN
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan yang ditandai dengan
serangan vertigo singkat maupun nistagmus terkait, yang dipresipitasi oleh perubahan posisi
kepala tertentu sehubungan dengan gravitasi. BPPV terbagi atas dua jenis, yaitu BPPV kanalis
posterior dan kanalis horizontal. Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis. Gejala yang timbul berupa pusing berputar yang datang tiba-tiba
pada perubahan posisi kepala yang dipengaruhi gravitasi, berlangsung singkat hanya beberapa
detik saja ataupun lebih lama, dan dapat disertai dengan mual dan muntah. Anamnesis yang tepat
mengenai karakteristik vertigo, pemeriksaan fisik neurologis terutama sistem keseimbangan dan
koordinasi, ditambah tes Dix-Hallpike adalah kunci dalam membuat diagnosis. Terapi BPPV
adalah manuver reposisi dan beberapa medikamentosa dari golongan histaminik, antihistamin,
penyekat kanal kalsium yang bertujuan untuk menurunkan tekanan dan memperbaiki aliran darah
sistem vestibular.
22