Anda di halaman 1dari 28

Referat

PENYAKIT JANTUNG TIROID

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Jantung
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen

Oleh :

Febry Caesariyanto Safar, S.Ked


2206111013

Preseptor :
dr. Nanda, Sp. JP, FIHA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM DR. FAUZIAH
BIREUEN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Penyakit Jantung Tiroid” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Penyakit Jantung
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada dr. dr. Nanda, Sp. JP, FIHA sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Penyakit Jantung di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah
Bireuen
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
refarat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan refarat ini. Semoga
refarat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bireuen, April 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................1


DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................4
2.1 Defenisi .....................................................................................................4
2.2 Epidemiologi .............................................................................................4
2.3 Etiopatologi ...............................................................................................5
2.4 Regulasi Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Tiroid ..........................................6
2.5 Pengaruh Langsung Hormon Tiroid Terhadap Sistem Kardiovaskular ....9
2.6 Pengaruh Tidak Langsung Hormon Tiroid Terhadap Sistem
Kardiovaskular ...................................................................................................10
2.6 Kelainan Jantung Akibat Hipertiroid .....................................................12
2.7 Pengaruh Hipertiroid Terhadap Struktur dan Fungsi Jantung .................14
2.8 Pengaruh Etiologi Hipertiroid Yang Menimbulkan Kelainan Jantung ...15
2.9 Tanda dan Gejala .....................................................................................16
2.10 Diagnosis .................................................................................................17
2.11 Tatalaksana ..............................................................................................19
BAB 3 KESIMPULAN .......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh


pengaruh hormon tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi
terutama pada hipertirodisme. Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu
peningkatan biosintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid (1).
Prevalensi kejadian penyakit jantung tiroid dapat terjadi pada semua usia.
Kejadiannya diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahunnya, dimana kejadian
penyakit jantung tiroid lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan
perbandingan 4:1, terutama pada usia 30-50 tahun; 15% terjadi pada usia diatas 60
tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit Graves yang berakibat meningkatnya
angka kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler (2).
Penderita penyakit jantung tiroid sering memperlihatkan manifestasi klinis
berupa gejala yang berkaitan dengan perubahan kronotropik. Kepastian diagnosis
penyakit jantung tiroid ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis penyakit
jantung hipertiroid dapat dipastikan dengan pemeriksaan kadar hormon
tiroid bebas, yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSH yang sangat rendah. Gagal
jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroid dapat ditegakkan dengan
menggunakan kriteria Framingham. Penatalaksanaan penyakit kardiovaskular pada
hipertiroidisme ialah secepatnya menurunkan kondisi hipermetabolik
dengan pemberian obat antitiroid untuk menurunkan kadar hormon tiroid dan
menangani manifestasi kardiovaskular lainnya seperti menurunkan kecepatan
irama (3).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penulisan review ini
dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami mengenai penyakit jantung tiroid.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Penyakit Jantung Tiroid adalah suatu keadaan kelainan fungsi dan atau
struktural jantung menetap yang murni terjadi akibat gangguan fungsi tiroid, dan
tidak didapatkan penyebab atau etiologi lain dari kelainan jantung tersebut.

Gambar 1. Strukur anatomis dan vaskularisasi tiroid


Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon tiroid
yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4), dimana kelenjar tiroid ini awalnya
mendapatkan sinyal dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari hipofisis, dimana
hipofisis mendapatkan sinyal dari hipotalamus melalui Thyroid Releasing Hormon
(TRH).
2.2 Epidemiologi
Penyakit tiroid cukup sering dijumpai, lebih banyak pada populasi wanita
dibandingkan dengan pria dewasa. Prevalensi penyakit tiroid pada wanita 9-15%.
Insiden penyakit jantung tiroid cukup tinggi di masyarakat dan dapat mengenai
segala usia. Insiden diperkirakan 0,4 per 1000 wanita per tahun, lebih sering pada
wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 4:1, terutama pada usia 30-50
tahun; 15% terjadi pada usia diatas 60 tahun dan 70% disebabkan oleh penyakit
Graves yang berakibat meningkatnya angka kematian dan angka kesakitan
kardiovaskuler (2). Perbedaan prevalensi antara pria dan wanita ini diduga
berkaitan dengan mekanisme autoimun yang mendasari sebagian besar bentuk

4
penyakit tiroid, termasuk penyakit Graves dan Hashimoto. Selama ini telah
diketahui bahwa keadaan autoimun lebih banyak terjadi pada wanita (4,5).
2.3 Etiopatologi
Hormon tiroid sangat memengaruhi sistem kardiovaskular dengan beberapa
mekanisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hormon tiroid
meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak
langsung meningkatkan beban kerja jantung. Mekanisme secara pasti belum
diketahui namun diketahui bahwa hormon tiroid menyebabkan efek inotropik,
kronotropik, dan dromotropik yang mirip dengan efek stimulasi adrenergik (6).

Gambar 2. Proses Sintesis Hormon Tiroid


Tiroksin dan triiodotironin harus dipecah terlebih dahulu dari molekul
tiroglobulin sebelum diedarkan ke sistem sirkulasi tubuh. Awalnya, permukaan
apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil koloid,
sehingga terbentuk vesikel pinositik. Vesikel ini masuk ke dalam apeks sel tiroid,

5
kemudian bergabung dengan lisosom sel untuk mendigestikan molekul-molekul
tiroglobulin menggunakan enzim protease. Protease tersebut akan melepaskan
tiroksin dan triiodotironin menjadi bentuk bebas. Selanutnya, kedua hormon
tersebut berdifusi melalui bagian basal sel-sel tiroid ke pembuluh kapiler di
sekelilingnya.
Diiodotirosin dan monoiodotirosin yang masih terikat pada molekul
tiroglobulin tetap didigesti dengan enzim deiodinase, sehingga iodin yang
menempel pada mereka dilepaskan ke sel. Iodin yang dilepaskan ini menjadi bahan
baku tambahan bagi sel untuk membuat hormon baru.
Efek hormon tiroid terhadap sel nuklear terutama dijembatani melalui
penampilan gen yang responsif. Proses ini dimulai dengan difusi T4 dan T3
melintasi membran plasma karena mudah larut dalam lemak. Di dalam sitoplasma,
T4 dirubah menjadi T3 oleh 5-monodelodinase, konsentrasinya bervariasi dari
jaringan ke jaringan, yang merupakan hubungan tidak langsung sebagai respons
jaringan terhadap hormon tiroid. Selanjutnya, T3 sirkulasi dan T3 yang baru
disintesis melalui membran nukleus untuk berikatan dengan reseptor hormon tiroid
spesifik (THRs) (6).
2.4 Regulasi Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Tiroid

Gambar 3. HPT axis

6
TSH, disekresikan oleh sel tirotropik dari pituitari anterior memegang
peranan penting dalam kontrol aksis tiroid dan merupakan petanda fungsi kelenjar
tiroid. TSH adalah hormon yang terdiri dari 2 subunit yaitu β dan α. Sub unit α
sering pada hormon glikoprotein lain seperti luteinizing hormon, Folikel
Stimulating Hormon, dan Human Chorionic Gonadotropin, sedangkan sub unit β
khusus untuk TSH (7).
Aksis tiroid merupakan contoh lengkung umpan balik dalam endokrin. TRH
dari hipotalamus akan merangsang hipofisis memproduksi TSH, yang akan
merangsang sintesis dan sekresi hormon tiroid. Hormon tiroid akan menberikan
umpan balik negatif untuk menghambat produksi TRH dan TSH. TRH adalah
merupakan regulator positif utama dari sintesis dan sekresi TSH. Puncak sekresi
TSH terjadi ± 15 menit setelah pemberian TRH eksogen sedangkan dopamin,
glukokortikoid, dan somatostatin akan menekan TSH. Penurunan kadar hormon
tiroid akan meningkatkan produksi basal TSH dan meningkatkan TSH melalui
perangsangan TRH. Kadar hormon tiroid yang tinggi akan secara cepat dan
langsung menekan TSH dan menghambat TRH merangsang TSH (7).
TSH dilepaskan secara pulsatif sesuai irama diurnal dengan kadar paling
tinggi pada malam hari. Waktu paruh TSH cukup lama yaitu 50 menit sehingga
pengukuran tunggal kadarnya cukup untuk melihat kadar dalam sirkulasi. TSH
diukur menggunakan immunoradiometric assay yang sangat sensitif dan spesifik
yang dapat digunakan untuk menilai kadar TSH normal atau tertekan.
Secara anatomis, hormon tiroid dapat mengakibatkan hipertrofi jantung
sebagai akibat meningkatnya sintesis protein. Peningkatan isi semenit disebabkan
oleh peningkatan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup, penurunan resistensi
perifer, dan adanya vasodilatasi perifer akibat pemanasan karena peningkatan
metabolisme jaringan. Pengaruh hormon tiroid pada hemodinamik jantung dapat
juga terjadi akibat meningkatnya kontraktilitas otot jantung. Pada tirotoksikosis,
sirkulasi yang meningkat mirip dengan keadaan meningkatnya kegiatan adrenergik.
Hal ini bukan disebabkan oleh meningkatnya sekresi katekolamin, karena kadar
katekolamin justru turun pada tirotoksikosis. Keadaan
ini disebabkan oleh meningkatnya kepekaan jaringan terhadap katekolamin. Pada

7
sistem hantaran, hormon tiroid menyebabkan meningkatnya kecepatan hantaran
atrium dan memendeknya masa refrakter yang tak dapat dipengaruhi oleh katekol-
amin. Sinus takikardia terjadi 40% pasien dengan hipertiroidisme dan 10 - 15%
dapat terjadi fibrilasi atrial persisten (8).
a. Skema sirkulasi jantung-paru

Gambar 4. sirkulasi jantung paru


b. Skema sirkulasi jantung-paru-jantung-sistemik

Gambar 5. Sirkulasi sistemik

8
Pada penyakit jantung akibat hipertiroidisme tidak dijumpai kelainan
histopatologik yang nyata, kecuali adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel.
Umumnya, gagal jantung pada pasien hipertiroidisme terjadi pada dekade akhir
kehidupan dengan insiden tinggi terjadinya penyakitjantung koroner.
Kemungkinan peran hormon tiroid dalam mengakibatkan gagal jantung melalui
peningkatan kebutuhan oksigen pada pasien yang sudah mengalami
kekurangan penyediaan oksigen akibat penyakit jantung koroner. Keadaan pasien
yang berat biasanya dihubungkan dengan hipertiroidisme yang telah berlangsung
lama dengan kontraktilitas otot jantung yang buruk, isi semenit yang rendah, dan
gejala serta tanda gagal jantung (8).
2.5 Pengaruh Langsung Hormon Tiroid Terhadap Sistem Kardiovaskular
Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat pengaruh T 3 yang
berikatan dengan reseptor pada inti sel yang mengatur ekspresi dari gen-gen yang
responsive terhadap hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi
jantung dimediasi oleh regulasi T3 gen spesifik jantung. Terdapat dua jenis gen
reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan paling sedikit dua mRNA untuk tiap gen,
yaitu alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga bekerja pada ekstranuklear
melalui peningkatan sintesis protein (8). Berikut ini penjelasan mengenai pengaruh
langsung hormon tiroid terhadap system kardiovaskular.
1. T3 mengatur ge-gen spesifik jantung
Pemberian T3 pada hewan meningkatkan kontraktilitas otot jantung menalui
stimulasi sintesis fast myosin heavy chain dan menghambat penampakan
slow beta isoform. Pada ventrikel jantung manusia, sebagain besar terdiri
dari myosin heavy chain, sehingga T3 tidak mempengaruhi perubahan pada
myosin. Peningkatan kontraktilitas pada manusia sebagian besar merupakan
hasil dari peningkatan ekspresi retikulu sarkoplasma Ca 2+ATPase,
meskipun sebagian besar juga oleh beta isoform.
2. T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid (pada hewan
percobaan)
T3 menyebabkan peningkatan retikulum sarkoplasma Ca 2+ATPase dan
penurunan kerja Ca2+ATPase regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K

9
ATPasejantung, enzim malat, faktor natriuretik atrial, Ca channels, dan
reseptor beta-adrenergik.
3. Hormon tiroid meningkatkan kontraktilitas otot jantung
Hormon tiroid akan menstimulasi kerja jantung dengan mempengaruhi
fungsi ventrikel, melalui peningkatan sintesis protein kontraktil jantung atau
peningkatan fingsi dari reticulum sarkoplasma Ca-ATPase sehingga pada
pasien hipertiroid akan didapati jantung yang hipertrofi. 8
4. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer
T3 mungkin mempengaruhi aliran natrium dan kalium pada sel otot polos
sehingga menyebabkan penurunan kontraktilitas otot polos dan tonus
pembuluh darah arteriole (9).
2.6 Pengaruh Tidak Langsung Hormon Tiroid Terhadap Sistem
Kardiovaskular
Keadaan hipermetabolisme dan peningkatan produksi panas tubuh akibat
pengaruh hormon tiroid secara tidak langsung akan mempengaruhi system
kardiovaskuler dengan adanya suatu kompensasi, antara lain:
1. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas sistem simpatoadrenal
Pasien hipertiroid memiliki gejala klinik yang mirip dengan keadaan
hiperadrenergik, sebaliknya hipotiroid menggambarkan keadaan berupa penurunan
tonus simpatis. Pada hipertiroid terjadi peningkatan kadar atau afinitas beta-
reseptor, inotropik respon isoprotrenol dan norepinefrin (9). Banyak penelitian
menyimpulkan bahwa hormon tiroid berinteraksi dengan katekolamin dimana pada
pasien-pasien hipertiroid terdapat peningkatan sensitivitas terhadap kerja
katekolamin dan pada pasien yang hipotiroidterjadi penurunan sensitivitas terhadap
katekolamin (6).
Hal ini terbukti dari kadar katekolamin pada pasien-pasien hipertiroid justru
menurun atau normal sedangkan pada pasien hipotiroid cenderung meningkat.
Hormon tiroid dapat meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik dan
sensitivitasnya. Hormon tiroid juga meningkatkan jumlah subunit stimulasi pada
guanosin triphospate-binding protein sehingga terjadi peningkatan respon
adrenergic (9).

10
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hipotiroid, reseptor
beta-adrenergik berkurang jumlah dan aktifitasnya, terlihat dari respon yang
melambat dari plasma cAMP terhadap epinefrin. Respon cAMP terhadap glukagon
dan hormon paratiroid juga menurun, dengan demikian tampak penurunan aktivitas
adrenergic pada pasien hipotiroid. Pada rat atria yang berasal dari hipotiroid
binatang terjadi peningkatan reseptor alfa dan penurunran reseptor beta. Tetapi
sebenarnya pada manusia, peningkatan respon simpatis akibat hormon tiroid masih
sulit dibuktikan (4).
2. Kerja jantung meningkat
Peningkatan isi sekuncup dan denyut jantung meningkatkan curah jantung.
3. Hipertrofi otot jantung akibat kerja jantung yang meningkat.
Pada model eksperimen pada hewan-hewan dengan hipertiroid dalam satu
minggu pemberian T4 terlihat pembesaran jantung pada ukuran ventrikel kiri lebih
kurang 135% disbanding control. Hal ini mungkin karena hormon tiroid
meningkatkan protein sintesis. Untuk membuktikan hal ini, Klein memberikan
propanolol dengan T4 pada hewan percobaan, dimana propanolol berperan
mencegah peningkatan denyut jantung dan respon hipertrofi. Dari hasil penelitian
Klein dan Hong terlihat bahwa hewan percobaan tanpa peningkatan hemodinamik,
tidak didapat hipertrofi jantung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
hormon tiroid tidak secara langsung menyebabkan penyatuan asam amino dan tidak
ada efek yang dapt diukur pada sintesis protein kontraktil otot jantung. Jadi, yang
menyebabkan hipertrofi adalah peningkatan kerja jantung itu sendiri(6).
4. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan peningkatan volume
darah.
Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa hormon tiroid meningkatkan aktivitas
metabolisme dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan rendahnya resistensi
vascular sistemik sehingga menurunkan tekanan diastolic darah yang
mengakibatkan peningkatan curah jantung (6).

11
2.6 Kelainan Jantung Akibat Hipertiroid
Kelainan jantung yang dapat ditimbulkan oleh hipertiroid. Dan berikut
jenis-jenis dari kelainan jantung :
a. Regurgitasi Mitral (Mitral Regurgitation/MR)
Regurgitasi mitral ialah keadaan dimana aliran darah balik dari ventrikel kiri ke
atrium kiri pada waktu sistolik jantung akibat tidak menutupnya katup mitral secara
sempurna. Regurgitasi mitral dibagi menjadi dua yaitu regurgitasi mitral akut dan
kronik. Gambaran ekokardiografi pada MR, dengan color flow Doppler
menunjukkan adanya pembesaran atrium kiri, dan ventrikel kiri biasanya
hiperdinamik. Sedangkan dengan quided M-mode dapat diukur besar ventrikel kiri,
massa ventrikel kiri, tekanan dinding ventrikel, fraksi ejeksi juga dapat diestimasi
(10).
b. Regurgitasi Trikuspid (Tricuspid Regurgitation/TR)
Regurgitasi tricuspid adalah aliran darah balik dari ventrikel kanan ke atrium kanan
akibat adanya ketidaksempurnaan penutupan dari katup tricuspid. Regurgitasi
tricuspid disebabkan oleh penyakit jantung reumatik, bukan reumatik antara lain
endocarditis, anomaly Ebstein, trauma, arthritis rheumatoid, radiasi, kongenital,
dan sebagainya, hipertiroidisme, aneurisma sinus valsava, endocarditis Loeffler
(11).
c. Kardiomiopati
Kelainan jantung ini merupakan kelainan jantung yang khusus karena langsung
mengenai otot jantung atau miokardium yang disebabkan bukan dari akibat
penyakit pericardium, hipertensi, koroner, kelainan kongenital, atau kelainan katup.
Kardiomiopati dibagi menjadi tiga macam yaitu kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati restriktif. Dan kardiomiopati dilatasi
merupakan kardiomiopati yang banyak ditemukan, dan etiologi kardiomiopati ini
belum diketahui pasti dan adapun kardiomiopati yang disebabkan karena alcohol,
kehamilan, penyakit tiroid, kokain, takikardia kronik tidak terkontrol, dikatakan
kardiomiopati ini bersifat reversibel (12).

12
d. Gagal Jantung ( Heart Failure)
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan kelainan struktur atau fungsi
jantung. Gagal jantung dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu
1). Gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik, gagal jantung jenis ini
disebabkan oleh karena ketidakmampuan kontraksi jantung untuk memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, hipoperfusi
dan aktivitas menurun (gagal jantung sistolik) dan gangguan relaksasi dan
gangguan pengisian ventrikel (gagal jantung diastolik).
2). Gagal jantung Low output disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan pericardium dan gagal jantung High output disebabkan
hipertiroid, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit paget.
3). Gagal jantung akut disebabkan oleh kelainan katup secara tiba-tiba
akibat endocarditis, trauma, atau infark miokard luas, sedangkan gagal jantung
kronik disebabkan oleh kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.
4). Gagal jantung kanan dan kiri, bila gagal jantung kiri akibat kelemahan
ventrikel kiri dan meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan
pasien sesak nafas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung kanan disebabkan oleh
karena kelemahan ventrikel kanan sehingga terjadi kongesti vena sistemik (12).
e. Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolaps/MVP)
MVP dapat terjadi dalam kondisi primer tanpa ada kaitan dengan penyakit lain dan
bisa familial atau non familial. Tetapi MVP juga bisa disebabkan secara sekunder
yang berhubungan dengan penyakit lain, seperti Sindrom Ehlers-Danlos,
osteogenesis imperfacta, pseudoxanthoma elasticum, periarteritis nodosa, myotonic
dystrophy, penyakit von Wildebrand, hipertiroid, dan malformasi kongenital.
Simptoms yang didapatkan pada MVP yaitu kelelahan, palpitasi, postural
orthostasis, dan kecemasan serta simptoms neruropsikiatrik lainnya. Penderita bisa
mengeluh sinkop, presinkop, palpitasi, ketidaknyamanan dada, dan saat MR berat.
Ketidaknyamanan dada mungkin karena angina pectoris typical tapi kadang banyak
atypical yang terjadi lama, tetapi tidak jelas hubungannya dengan pengerahan
tenaga. Pada penderita MVP dan MR berat dijumpai simptoms seperti lelah,

13
dyspnea, dan keterbatasan aktivitas. Dan MVP juga dapar menimbulkan gejala
arritmia (13).
f. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi yaitu aritmia yang dikarakteristikan dengan gangguan depolarisasi
atrial tanpa kontraksi atrial yang efektif. Manifestasi tirotoksikosis bisa
dipertimbangkan pada pasien dengan onset atrial fibrilasi yang lama. Prevalensi
atrial fibrilasi pada hipertiroid yaitu 13,8 persen. Simptom atrial fibrilasi ditentukan
oleh multifaktor termasuk dibawah normal status jantung, kecepatan ventrikel yang
sangat cepat dan irregular, dan kehilangan kontraksi atrial (14).
g. Sinus Takikardi
Takikardi pada dewasa ditetapkan 100 kali/menit. Sinus takikardi umumnya
onsetnya berangsur-angsur dan berakhir. Sinus takikardi yaitu reaksi fisiologis atau
patofisiologi stress, seperti demam, hipotensi, tirotoksikosis, anemia, kecemasan,
exersi, hipovolemia, emboli pulmonal, iskemi miokardia, gagal jantung kongestif
atau shock (15).
2.7 Pengaruh Hipertiroid Terhadap Struktur dan Fungsi Jantung
Hasil analisis data pasien hipertiroid menunjukkan bahwa pasien hipertiroid
yang mengalami kelainan jantung sebanyak 14 pasien dari 136 pasien hipertiroid
yang diambil datanya. Dari uji hipotesis hipertiroid dapat menimbulkan kelainan
jantung yang dianalisis dengan uji hipotesis chi-square menghasilkan p=0,531 yang
berarti ada perbedaan tapi tidak bermakna dari hipertiroid graves dan hipertiroid
non graves dalam menimbulkan kelainan jantung. Menurut kepustakaan, hipertiroid
disebabkan oleh pengeluaran berlebihan produksi T4 dan T3, dimana T4 dan T3 ini
memacu kerja saraf simpatis salah satunya meningkatkan kontraksi otot jantung
sehingga cardiac output, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, selain efek
pada jantung juga berefek dengan menurunnya berat badan, hiperfagi, berkeringat
berlebih karena hipermetabolisme, dan lain-lain, sehingga dilakukan pemeriksaan
fisik dan laboratorium TSH, FT4, T4, dan T3 untuk mendiagnosis hipertiroid, dan
keadaan hipertiroid ini diberikan terapi obat anti tiroid sehingga hipertiroid tidak
menyebabkan kelainan jantung, karena untuk menimbulkan kelainan jantung

14
dipengaruhi waktu menderita hipertiroid, pemeriksaan fisik dan laboratorium,
pengobatan.
Kelainan jantung yang didapatkan dari pasien hipertiroid menunjukkan
bahwa kelainan katup paling banyak terjadi yaitu regurgitasi mitral, regurgitasi
trikuspid, regurgitasi aorta, prolapse katup mitral. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumei Kage di Jepang yang menyatakan
bahwa insidensi dan prevalensi regurgitasi mitral, regurgitasi trikuspid, regurgitasi
mitral + regurgitasi trikuspid, dan prolaps katup mitral lebih tinggi pada kelompok
pasien Graves Disesase (GD) (15).
2.8 Pengaruh Etiologi Hipertiroid Yang Menimbulkan Kelainan Jantung
Etiologi hipertiroid yang sering terjadi kelainan jantung yaitu hipertiroid
graves sebanyak 10 pasien hipertiroid yang mengalami kelainan jantung dari 85
pasien hipertiroid dengan graves, sedangkan hipertiroid non-graves mengakibatkan
kelainan jantung sebanyak 4 pasien dari 51 pasien hipertiroid non-graves, yang
diambil dari jumlah total 136 data pasien hipertiroid. Hipertiroid graves merupakan
etiologi hipertiroid yang sering menimbulkan kelainan jantung, karena hipertiroid
graves menghasilkan produksi T4, T3 yang tinggi meskipun TSH normal ataupun
turun. Produksi T4, T3 yang tinggi tersebut berasal dari stimulasi antibodi stimulasi
hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang
berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid, yang
mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatis tubuh salah satunya
peningkatan saraf simpatis di jantung (16).
Sehingga impuls listrik dari nodus SA jantung meningkat menyebabkan
kontraksi jantung meningkat mengakibatkan fraksi ejeksi darah dari ventrikel
berkurang, meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi, mengakibatkan katup-
katup jantung bekerja dengan cepat sehingga dapat terjadi putusnya chordae
tendinae salah satu chordae tendinae ataupun semua chordae tendinae akibatnya
katup-katup jantung tidak menutup dengan rapat dan terjadi regurgitasi maupun
prolapse katup, dan kardiomiopati dapat timbul dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun, serta menebalnya otot jantung atau hipertrofi jantung akibat
kontraksi jantung yang cepat dan meningkat, sehingga dapat terjadi kardiomiopati

15
dan gagal jantung.
2.9 Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang didapatkan pada penyakit jantung tiroid adalah
kombinasi antara gejala dan tanda akibat gangguan fungsi tiroid yang terjadi dengan
gejala dan tanda yang terjadi akibat kelainan struktural dan fungsional dari jantung
dan pengaruh hemodinamik yang timbul (4).
a. Penyakit jantung tiroid akibat hipertiroidisme
Sindrom klasik pasien hipertiroidisme antara lain berupa mudah
marah/emosi, sulit tidur, mudah gelisah, mudah berkeringat (tidak tahan udara
panas), mudah lapar, tetap kurus meski nafsu makan di atas rata-rata, haid tidak
teratur (berkurang jumlah dan lamanya), kelemahan otot, sering buang air besar
(tapi tidak diare), infertilitas, penurunan libido, eksoftalmus dan berbagai tanda-
tanda mata yang khas (hanya pada penyakit Graves), bisa terlihat struma/nodul di
leher, akropaki, dan tremor halus pada jari-jari tangan (4,7).
Pasien hipertiroidisme juga memiliki berbagai gejala dan tanda terkait
sistem kardiovaskular yang khas seperti palpitasi, takikardi, intoleransi aktivitas
berat, nyeri dada bila beraktivitas, tekanan nadi yang melebar (tekanan sistolik naik,
tekanan diastolik turun) dan kadang terdapat pulsus defisitdan irama jantung yang
ireguler. Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat prekordial yang hiperdinamik,
peningkatan tekanan nadi, peningkatan intensitas suara jantung pertama,
peningkatan komponen pulmonal suara jantung kedua, dan terdengar suara jantung
ketiga (4,8)
Pasien hipertiroidisme bisa menunjukkan tanda dan gejala gagal jantung,
sementara kontraktilitas dan curah jantungnya meningkat. Kepustakaan lama
menunjukkan ini sebagai contoh gagal jantung curah tinggi (high-output heart
failure). Istilah ini tidak tepat benar, sebab kapasitas menaikkan curah jantung saat
istirahat dan saat aktivitas tidak berubah. Sebagian pasien hipertiroidisme yang
sudah lama dengan sinus takikardia atau fibrilasi atrium dapat berakhir dengan
disfungsi ventrikel kiri terkait-laju ventrikel (yang selalu cepat) dan gagal jantung,
karena tidak mampu lagi menaikkan frekuensi nadi dan menurunkan TVS pada saat
beraktivitas (7).

16
Adanya penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung hipertensi
sebelumnya juga bisa menjadi predisposisi pasien hipertiroid untuk menjadi gagal
jantung. Bila sudah terjadi gagal jantung dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri
maka akan didapatkan berbagai gejala dan tanda klasik gagal jantung yang
merupakan kumpulan gejala dan tanda akibat curah jantung yang rendah, akibat
bendungan (kongesti), dan akibat pembesaran jantung itu sendiri (4).
Prevalensi prolaps kaptup mitral (PKM) juga meningkat pada penyakit
Graves dan Hashimoto. Pemeriksaan fisik yang khas adalah adanya mid-sistolik
klik yang bisa diikuti oleh bising sistolik di apikal yang bersifat meniup, terutama
bila PKM disertai regurgitasi katup mitral. PKM dengan regurgitasi mitral pada
akhirnya juga bisa mengakibatkan pembesaran atrium kiri dan fibrilasi atrium (4).
b. Penyakit jantung tiroid akibat hipotiroidisme
Sindrom hipotiroidisme yang klasik biasanya berupa keluhan jarang
berkeringat, tidak tahan udara dingin, tidak mudah lapar, sulit konsentrasi (daya
pikir lambat), senang tidur, berat badan meningkat, suara serak dan rambut kasar
(4).
Berbagai tanda dan gejala kardiovaskular dari hipotiroidisme berlawanan
dengan hipertiroidisme, meskipun demikian, gejala dan tandanya tidak sejelas
hipertiroidisme. Yang tersering antara lain, bradikardia, hipertensi ringan
(diastolik), tekanan nadi sempit, intoleransi dingin, kulit kasar, otot kram, pelupa,
suara berat dan parau, konstipasi, darah menstruasi banyak, gerak lamban, muka
sembab dan mudah marah. Hipotiroidisme berat akan mengakibatkan peningkatan
TVS, penurunan tekanan nadi, penurunan kontraktilitas jantung, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung, penurunan tekanan darah, edema non-pitting pada
wajah dan perifer, suara jantung dapat terdengar jauh akibat adanya efusi perikard.
Edema non-pitting (myxedema) terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan kebocoran protein ke ruang interstisial (4.8).
2.10 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan untuk mendiagnosis
hipertiroidisme adalah pemeriksaan TSHs, kadar FT4, dan FT3. Pemeriksaan TSHs
serum merupakan penunjang diagnosis hipertiroidisme yang paling handal saat ini

17
dimana kadar TSHs pada hipertiroidisme rendah atau tidak terdeteksi, dengan FT4
yang tinggi diatas normal. Bila kadar FT4 normal maka harus diperiksa FT3 untuk
menentukan tirotoksitosis T3. Bila T3 nomal maka keadaan ini yang disebut dengan
hipertiroidisme subklinis (9). Indeks klinis wayne mempunyai skor berkisar dari
+45 sampai -25. Skor lebih besar dari 19 menunjukkan hipertiroidisme dengan skor
kurang dari 11 menunjukkan eutiroidisme dan skor 11 dan 19 masih ragu-ragu
(tabel 1) (10).
Tabel 1 Indeks Klinis Wayne

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosis ialah


pemeriksaan foto toraks postero-anterior, elektrokardiografi, dan ekokardiografi.
Gambaran radiologik umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pemesaran aorta
ascenden dan descenden, penonjolan segmen pulmonal, dan pada kasus yang berat
dijumpai pada pembesaran jantung. Pada pemeriksaan elektrokardiografi sering
dijumpai gangguan irama dan kadang-kadang juga ditemukan gangguan hantaran.
Pada kasus yang berat dapat dijumpai pembesaran ventrikel kiri yang menghilang
setelah pengobatan. Pemeriksaan ekokardiografi dapat menunjukkan insufisiensi
mitral dan trikuspid (11).
Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
pemeriksaan kardar horman tiroid bebas, yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSHs

18
yang sangat rendah. Menurut Bayer MF, kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium
TSHs yang terukur atau subnormal dan FT4 yang meningkat jelas menunjukkan
hipertiroidisme. Gagal jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidisme dapat
ditegakkan dengan menggunakan kriteria Framingham, yaitu bila gejala dan tanda
gagal jantung memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambahkan 2
kriteria minor (11,12).
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Edema paru akut 1. Edema ekstremitas
2. Kardiomegali 2. Batuk malam hari
3. Ronki paru 3. Dispneu on effort
4. Hepatojugular refluks 4. Hepatomegali
5. Paroximal nocturnal dispneu 5. Efusi pleura
6. Gallop S3 6. Penurunan vital capacity 1/3
7. Distensi vena leher dari normal
8. Peninggian vena jugular 7. Takikardia (>120/menit)

Gambar 1 Tes laboratorium untuk diagnosis diffeensial hipertiroidisme


2.11 Tatalaksana
Dalam tatalaksanan penyakit jantung tiroid, fokus terapinya adalah
penanganan terhadap hipertiroidisme. Secara fungsional, penanganan
hipertiroidisme ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsional akibat gangguan
kardiovaskuler yang ada, dan secara anatomi/ etiologi untuk mengatasi penyebab
keadaan hipertiroidnya. Penderita penyakit jantung hipertiroid bisa didapati
gangguan fungsional sesuai dengan klasifikasi New York Heart Association
(NYHA) I sampai IV. Gangguan fungsional yang timbul atau gagal jantung
disebabkan ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh, ditambah dengan kerja hormone tiroid yang langsung memacu terus-
menerus sehingga bisa menimbulkan aritmia. Keluhan seperti palpitasi,
badan lemah, sesak nafas, yang mengarah pada tanda-tanda gagal jantung kiri (10).
Pengobatan penyakit jantung tiroid dilakukan dilakukan dengan tatalaksana
meliputi medikamentosa dan non medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa

19
berupa: istirahat tirah baring (bed rest), diet jantung dengan tujuan untuk
mengurangi beban jantung dengan diet yang lunak, rendah garam dan kalori, serta
mengurangai segala bentuk stress baik fisik maupun psikis yang
dapat memperberat kerja jantungnya.
Tatalaksana secara medikamentosa berupa pemberian obat-obatan
golobgab beta blocker, diuretik, digitalis, dan antikagulan. Golongan beta blocker,
ditujukan untuk mengurangi kerja jantung serta melawan kerja hormone tiroid yang
bersifat inotropik dan kronotropik negative. Golongan beta blocker akan
mengistirahatkan jantung dan memberi waktu pengisian diastolik yang lebih lama
sehingga akan mengatsi gagal jantungnya. Propanolol juga penting untuk mengatasi
efek perifer dari hormone tiroid yang bersifat stimulator beta-adrenergik. reseptor.
Beta blocker juga bersifat menekan terhadap system saraf sehingga dapat
mengurangi palpitasi, rasa cemas, dan hiperkinesis. Beta blocker
tidak mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen. Dosis 40-160 mg/ hari bila
belum ada dekompensasio kordis.
Dalam tatalaksana penyakit jantung tiroid, diuretik dapat diberikan untuk
mengurangi beban volume jantung dan mengatasi bendungan paru.
Sebaliknya, pemberian digitalis masih controversial, karena sifatnya yang
kronotropik negative tapi inotropik positif. Diharapkan kerja kronotropik
negatifnya untuk mengatasi takikardi yang ada, tapi kerja inotropik positifnya dapat
menambah kerja jantung mengingat pada penyakit jantung hipertiroid,
hormone tiroid justru bersifat kronotropik positif juga. Dosis lebih dari normal perlu
control Hr selama atrial aritmia. Antikoagulan, direkomendasikan untuk
AF, khususnya jika 3 hari atau lebih, dilanjutkan untuk 4 minggu setelah kembali
ke sinus rhythm dan kondisi eutiroid (11).
Prinsip dasar dalam tatalaksana penyakit jantung tiroid adalah mengatasi
hipertiroidisme. Terapi utama pada hipertiroidisme ini yaitu secara langsung untuk
menurunkan jmlah hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid dengan obat-
obat antitiroid, selain itu dapat didukung dengan terapi radioaktif iodine dan operasi
subtotal tiroidektomi. Penatalaksanaan hipertiroidisme dengan komplikasi
kardiovaskular memerlukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan

20
mempertimbangkan faktor kardiovaskular tersebut. Tujuan pengobatan ialah
secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolik dan kadar hormon tiroid yang
berada dalam sirkulasi (12).
Keadaan sirkulasi hiperdinamik dan aritma atrial akan memberikan respon
baik dengan pemberian obat penyekat beta. Dalam hal ini, propanolol merupakan
obat pilihan karena bekerja cepat dan mempunyai keampuhan yang sangat besar
dalam menurunkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, penghambat beta dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pada pasien dengan gagal jantung
berat, peng- gunaan obat penyekat beta harus dengan sangat hati-hati karena dapat
memperburuk fungsi miokard, meskipun beberapa penulis mendapat hasil baik
pada pengobatan pasien gagal jantung akibat tirotoksikosis. Bahaya lain
dari obat penyekat beta ialah dapat menimbulkan spasme bronkial, terutama pada
pasien dengan asma bronkial. Dosis yang diberikan berkisar antara 40-160
mg per hari dibagi 3-4 kali pemberian.
Obat antitiroid yang banyak digunakan ialah PTU dan imidazol (metimazol,
tiamazol, dan karbimazol). Kedua obat ini termasuk dalam golongan tionamid yang
kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid, tetapi tidak memengaruhi sekresi
hormon tiroid yang sudah terbentuk. Propiltiourasil mempunyai keunggulan
mencegah konversi T4 menjadi T3 di perifer. Dosis awal PTU yang digunakan ialah
300- 600 mg/hari dengan dosis maksimal 1200-2000 mg/hari atau metimazol 30-
60 mg sehari. Perbaikan gejala hipertiroidisme biasanya terjadi dalam 3 minggu
dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8
minggu (13).
Pada pasien dengan hipertiroidisme dan AF, terapi awal harus difokuskan
pada kontrol irama jantung dengan menggunakan penyekat beta (propanolol,
atenolol, bisoprolol), tetapi konversi ke irama sinus sering terjadi secara spontan
bersamaan dengan pengobatan hipertiroidisme. Pemberian penyekat beta pada
kasus hipertiroidisme terkait dengan gagal jantung, harus diberikan sedini mungkin.
Golongan obat penyekat beta dapat mengontrol takikardia, palpitasi, tremor,
kecemasan, dan mengurangi aliran darah ke kelenjar tiroid. Tujuan terapi dengan
penyekat beta ialah menurunkan denyut jantung ke tingkat mendekati

21
normal dan kemudian meningkatkan perbaikan komponen disfungsi ventrikel kiri
(LV). Penggunaan bisoprolol memiliki efek menguntungkan pada kasus gagal
jantung dengan AF karena berhubungan dengan remodeling dari ventrikel kiri dan
terdapat peningkatan signifikan left ventricle ejection fraction (LVEF).
Jika AF berlanjut, pertimbangan harus diberikan untuk antikoagulasi,
terutama pada pasien yang berisiko tinggi terhadap emboli. Terapi antikoagulan
pada pasien hipertiroidisme dengan AF masih kontroversial. Frekuensi rata-rata
insiden tromboemboli pada pasien hipertiroidisme sekitar 19%. Beberapa peneliti
tidak merekomen- dasikan pemberian obat antikoagulan pada pasien usia muda
dengan durasi AF yang pendek (kurang dari 3 bulan) dan tanpa kelainan jantung
oleh karena konversi ke irama sinus akan terjadi setelah diterapi dengan obat
antitiroid. Pasien dengan AF kronik dan mempunyai kelainan jantung organik,
berisiko tinggi terjadinya emboli sehingga merupakan indikasi pemberian
antikoagulan. Jika AF belum teratasi, perlu dilakukan kardioversi setelah
16 minggu telah menjadi eutiroidisme. Perlindungan antikoagulan terus diberikan
sampai 4 minggu setelah konversi (14).

Abnormalitas EKG pada Hipertiroidisme


Perubahan EKG yang paling umum terlihat dengan tirotoksikosis adalah:
• Sinus takikardia

22
• Fibrilasi atrium dengan respons ventrikel yang cepat
• Tegangan ventrikel kiri tinggi — yaitu "kriteria tegangan" untuk LVH tanpa
bukti ketegangan LV
Kelainan EKG lainnya termasuk:
• Aritmia supraventrikular (detak atrium prematur, takikardia supraventrikular
paroksismal, takikardia atrium multifokal , atrial flutter )
• Perubahan gelombang ST dan T nonspesifik ekstrasistol ventrikel
• Sekitar 50% pasien dengan tirotoksikosis akan mengalami detak jantung
istirahat > 100 bpm. Fibrilasi atrium terlihat pada hingga 20% pasien.
Tirotoksikosis berat (badai tiroid) dapat muncul dengan takikardia atrium
dengan kecepatan > 200 bpm.
Mekanisme
• Perubahan EKG pada tirotoksikosis terutama terkait dengan peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis dan efek stimulasi hormon tiroid pada
miokardium.
• Jaringan atrium sangat sensitif terhadap efek hormon tiroid, oleh karena itu
lebih banyak terjadi takikardi atrium.
Terapi tambahan yang dapat diberikan untuk memperbaiki metabolisme miosit
jantung ialah penggunaan Ko-enzim-10 dan Trimetazidin. Ko-
enzim Q-10 (CoQ10) merupakan suatu nutrien yang berperan vital dalam
bioenergetik otot jantung yaitu sebagai kofaktor produksi adenosin trifosfat
(ATP) mitokondrial. Efek bioenergetik CoQ10 ini sangat penting dalam aplikasi
klinik, terutama hubungannya dengan sel-sel yang mempunyai kebutuhan
metabolik sangat tinggi seperti miosit jantung. Nutrien ini merupakan anti- oksidan
poten yang memiliki implikasi penting dalam fungsi jantung terutama pada kondisi
cedera iskemia reperfusi pada miokard. Ko-enzim Q10 dapat memengaruhi
perjalanan penyakit kardiovaskular dengan mempertahankan fungsi optimal dari
miosit dan mitokondria. Trimetazidin telah diketahui sejak lama
efektif pada penatalaksanaan angina melalui efek penghambatan rantai panjang 3-
ketoasil ko- enzim Atiolase mitokondria yang menghambat metabolisme
asam lemak sehingga dapat mengubah metabolisme energi. Keadaan ini akan

23
menstimulasi penggunaan glukosa dan akan memroduksi ATP dengan konsumsi
oksigen yang lebih rendah (15).
Untuk penanganan hipertiroidismenya, pada awal pengobatan, pasien
dikontrol setelah 4-6 minggu. Setelah tercapai eutiroidisme, pemantauan
dilakukan setiap 3-6 bulan sekali terhadap gejala dan tanda klinis, serta
laboratorium (FT4 dan TSHs). Dosis obat antitiroid dikurangi dan dipertahankan
dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroidisme selama 12-24 bulan.
Pengobatan kemudian dihentikan dan dinilai apakah telah terjadi remisi,
yaitu bila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan
eutiroidisme, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroidisme atau terjadi relaps
(16).

24
BAB 3
KESIMPULAN

Penyakit jantung tiroid adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh


pengaruh hormon tiroid. Pengaruh biokimiawi hormon tiroid pada jantung terjadi
terutama pada hipertirodisme. Hipertiroidisme adalah hiperfungsi tiroid, yaitu
peningkatan biosintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar tiroid. Penyakit jantung
tiroid tidak didapatkan penyebab atau etiologi lain dari kelainan jantung tersebut.
Penderita penyakit jantung tiroid sering memperlihatkan manifestasi klinis berupa
gejala yang berkaitan dengan perubahan kronotropik. Kepastian diagnosis penyakit
jantung tiroid ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi
5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2019.

2. Makmun LH. Ekokardiografi Trans Esofageal (ETE). Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi
5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2020.

3. Clemmons DR. Cardiovascular Manifestations of Endocrine Disease.


Dalam : Runge MS, Ohman EM, editor. Netter‟s Cardiology. Edisi 1. New
Jersey : Medi Media ; 2020.

4. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam :
Gardner DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical
Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007

5. Lal G, Clark OH. Endocrine Surgery. Dalam : Gardner DG, Shoback D,


editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The
McGraw-Hill Companies, Inc ; 2019.

6. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Surabaya : Divisi


Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo
Surabaya ; 2021.

7. Antono D, Kisyanto Y. Penyakit Jantung Tiroid. Dalam : Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi
5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2020

8. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology.


Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2018.

9. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman


LY, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2019.

10. Panggabean MM. Gagal Jantung Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2019.

26
11. Manurung D. Regurgitasi Mitral. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2019.

12. Ghanie A. Penyakit Katup Trikuspid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2019.

13. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2020.

14. Davies TF. Thyrotoxicosis. Dalam : Kronenberg HM, editor. William


Textbook of Endocrinology. Edisi 11. Philadelphia : Saunders lsevier ;2022.

15. Otto CM. Valvular Heart Disease. Dalam : Libby P, editor. Braunwald‟s
Heart Disease. Edisi 8. Philadelphia : Saunders Elsevier ; 2018.

16. Semiardji G. Penyakit Kelenjar Tiroid. Gejala Diagnosis Dan Pengobatan.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2022; P. 4-12.

27

Anda mungkin juga menyukai