Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

INTERPRETASI DATA LABORATORIUM


PEMERIKSAAN T3,T4 DAN TSH

Disusun oleh :

Hais Trenaldi Pauweni 2043700252


Fatimah Hargiyani Zahran 2043700258
Yuliana 2043700311
Eka sapta Mawarti 2043700384
Iva Mardalena 2043700458
Ninda Laelasari 2043700469
Takeshi Utaka 2043700479
Erick Stevent 2043700416

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pemeriksaan T3, T4 dan TSH dengan tepat waktu.
Makalah Pemeriksaan T3, T4 dan TSH disusun guna memenuhi tugas dr. Teguh Sarry
Hartono Sp. MK. pada mata kuliah interpretasi data laboratorium di Universitas 17 Agustus
1945 Jakarta. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang T3, T4 dam TSH. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada dr. Teguh Sarry Hartono Sp. MK. selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 31 Maret 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. STRUKTUR KELENJAR TIROID ...................................................................... 3
B. FUNGSI KELENJAR TIROID ............................................................................. 4

C. HORMON YANG DIHASILKAN KELENJAR TIROID ................................... 4

D. PEMBENTUKAN DAN SEKRESI HORMON TIROID .................................... 5

E. MEKANISME KONTROL HORMON TIROID ................................................. 6

F. GEJALA KLINIS AKIBAT GANGGUAN HORMON TIROID ........................ 6

G. PENGARUH OBAT-OBATAN TERHADAP FUNGSI TIROID ....................... 9

H. PEMERIKSAAN TERHADAP HORMON TIROID........................................... 9


I. INTERPRETASI DATA LABORATORIUM ....................................................... 10
J. OBAT-OBAT TIROID .......................................................................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 15
B. SARAN ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

i
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan endokrin merupakan penyakit yang berkaitan dengan kelenjar endokrin


pada tubuh. Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon, dan
merupakan sinyal kimia yang dikeluarkan melalui aliran darah. Hormon membantu tubuh
dalam mengatur berbagai proses, seperti nafsu makan, pernapasan, pertumbuhan,
keseimbangan cairan, feminisasi, dan virilisasi (pembentukan tanda-tanda seks sekunder
seperti pembesaran payudara atau testis) serta pengendalian berat badan. Gangguan pada
kelenjar endokrin bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari malnutrisi, gondok,
diabetes, gangguan jantung, hipertensi, hingga tumor ganas pada sistem pencernaan.
Gangguan kelenjar endokrin umumnya disebabkan perubahan gaya hidup yang cenderung
meninggalkan pola hidup sehat (dr. Roi P. Sibarani, SpPD-KEMD, FES, 2020).
Hipertiroid adalah kondisi yang ditandai dengan kelenjar tiroid yang overaktif,
sehingga tubuh lebih aktif dalam memproduksi hormon. Gejala umum hipertiroid meliputi,
diare, kesulitan tidur, kelelahan, intoleransi terhadap panas, mudah marah, perubahan mood,
detak jantung yang cepat, tremor, dan penurunan berat badan tanpa penyebab. Sedangkan
hipotiroid merupakan kondisi di mana tiroid underaktif dan menghasilkan terlalu sedikit
hormon tiroid. Gejala umum dari hipotiriod meliputi, intoleransi terhadap dingin, sembelit,
menurunnya produksi keringat, rambut kering, kelelahan, nyeri pada sendi dan otot, periode
menstruasi yang terlewat, detak jantung yang melambat, muka membengkak, hingga
kenaikan berat badan yang drastis (dr. Roi p. Sibarani, SpPD-KEMD, FES, 2020).
Tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua setelah diabetes mellitus.
Kelainan tiroid memberikan pengaruh hampir ke seluruh tubuh karena hormon tiroid
mempengaruhi banyak organ. Untuk mempelajari dan mendiagnosis kelainan tiroid perlu
memahami sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Tiroid, hormon- hormon yang bekerja pada sumbu
tersebut, serta pengaruhnya pada organ-organ lain, serta sebaliknya, pengaruh luar terhadap
sumbu tersebut (Suryaatmadja, 2010).
Pemeriksaan hormon tiroid meliputi T3, T4 dan TSH. Triidothyronine (T3) adalah
hormon tiroid yang ada dalam darah dengan kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang
singkat dan bersifat lebih kuat daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid
stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid–releasing
hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat
dengan thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 – 80%, prealbumin 9 – 27% dan
1
2

albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam bentuk bebas yang
disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit graves dan
adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang menggunakan obat anti-tiroid,
karena pada pengobatan tersebut, produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3.
Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk menentukan beratnya kelainan tiroid.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang terikat
dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin 10% dan
prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada dalam bentuk bebas
yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji laboratorium yang paling baik untuk
mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar tiroid. Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah
hormon yang dihasilkan oleh hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon
tiroid seperti T4 dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari
TSH ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh
hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah. Bila kadar
T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan terjadi penurunan kadar T3
dan T4.
Sebagaimana diketahui, hormon tiroid terikat pada protein yang disebut thyroxin
binding protein. Banyaknya thyroxin binding protein yang tidak mengikat hormon tiroid
merupakan ukuran dari T-Uptake. Sebagaimana diketahui T4 didalam aliran darah terikat
pada beberapa protein seperti yang telah disebutkan diatas. Selain itu T4 dapat meningkat
pada kehamilan, pengobatan dengan estrogen, hepatitis kronik aktif, sirosis bilier atau
kelainan bawaan pada tempat pengikatan T4. Pada keadaan ini, peningkatan T4 seolah-olah
menunjukkan gangguan fungsi tiroid yang berlebihan, yang sebenarnya peningkatan itu
bersifat palsu. Oleh karena itu, untuk mengetahui fungsi tiroid yang baik dapat diperiksa
dengan FTI. Pemeriksaan kadar T3, T4, FTI, Free T3, Free T4, dan TSH dilakukan dengan
metoda ELISA (biomedika.o.id).
BAB II
PEMBAHASAN

A. STRUKTUR KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang terdiri dari dua lobus dan terdapat di
dalam leher yang dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Letak kelenjar ini di
sebelah kanan dan kiri trakea. Ujung atas lobus mencapai kartilago tiroidea. Kelenjar
ini lunak, berwarna cokelat dan ditutupi oleh kapsul. Tiroid terbentuk atas massa
kosong yang berbentuk sferis, disebut folikel. Setiap folikel mempunyai dinding satu
sel tebal, dan mengandung koloid seperti jeli yang merupakan tempat utama
konsentrasi yodium.48Kelenjar ini dalam keadaan normal tidak teraba, dan apabila
terjadi pembesaran, akan teraba benjolan pada bagian bawah atau samping jakun.
Untuk dapat menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan yodium
sebagai suatu elemen yang terdapat dalam makanan dan air. Kelenjar tiroid akan
menangkap yodium dan mengolahnya menjadi hormon tiroid. Setelah hormon tiroid
digunakan, beberapa yodium di dalam hormon kembali ke kelenjar tiroid dan di daur
ulang untuk kembali menghasilkan hormon tiroid.
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap
iodine atau yodium yang diambil dari makanan melalui saluran pencernaan. Iodine ini
akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3
(triiodotironin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%,
sedangkan 5% yang lain adalah hormon-hormon lain. T3 bersifat lebih aktif dari pada
T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di
dalam hati dan ginjal (John Gibson, Fisiologi, hal. 252 )
Lapisan sel-sel dari folikel mempunyai kemampuan yang sangat besar dalam
mengekstraksi iodine dari dalam darah, dan menggabungkannya dengan tirosin asam
amino, untuk membentuk suatu hormone triiodotironin (T3) aktif. Sebagian tiroksin
kurang aktif juga dibentuk. Tiroksin (T4) diubah menjadi triiodotironin dalam tubuh.
Senyawa ini dan intermediet tertentu disimpan di dalam koloid dari folikel.
Penyimpanan ini penting, karena iodine mungkin tidak terdapat di dalam diet selama
periode yang lama. Dalam keadaan ini, kelenjar tiroid akan membesar dan
membentuk goiter. Pelepasan T3 dan T4 sebagian besar dibawah control TSH yang

3
4

dilepaskan dari hipofisi. Pembentukan TSH dihambat oleh tingginya kadar hormone
tiroid.49 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar:

B. FUNGSI KELENJAR TIROID


Pada manusia, fungsi yang jelas dari kelenjar tiroid adalah:
1. Mempengaruhi metabolism sel, proses produksi panas, oksidasi di sel-sel tubuh.
2. Mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi jaringan tubuh.
3. Berpengaruh dalam mengubah tiroksin
Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa kelenjar tiroid mempertahankan tingkat
metabolism di berbagai jaringan agar optimal, sehingga jaringan itu dapat berfungsi
secara normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel
dalam tubuh, membantu mengatur metabolism lemak dan karbohidrat, serta penting
untuk pertumbuhan dan pematangan normal
Kelenjar tiroid memang tidak esensial bagi kehidupan, tetapi keberadaannya
menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan
terhadap dingin, serta pada anakanak dapat menimbulkan retardasi mental dan
kekerdilan. Sebaliknya sekresi tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan badan
menjadi kurus, gelisah, denyut nadi meningkat (takikardi), tremor dan kelebihan
pembentukan panas.
C. HORMON YANG DIHASILKAN KELENJAR TIROID
Pada umumnya kelenjar tiroid ini menghasilkan dua hormone asam
iodoamino, yaitu triidotironin (T3) dan tetraiodotironin (tiroksin=T4). T3 juga
dibentuk di jaringan perifer melalui proses deiodinasi T4. Kedua hormone ini adalah
5

asam amino yang mengandung yodium. Tiroksin berfungsi untuk mempengaruhi


metabolism sel, proses produksi poros oksidasi di sel-sel tubuh kecuali otak dan sel
limfe. Triiodotironin berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan
dan diferensiasi jaringan tubuh. Sedangkan hormone lain yang juga dihasilkan oleh
sel-sel diantara folikel tiroid adalah kalsitonin yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan kalsium dalam darah.
D. PEMBENTUKAN DAN SEKRESI HORMON TIROID
T3 dan T4 disentesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi
molekul-molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida tiroglobin. Glikoprotein ini
terbentuk dari dua sub unit dan memiliki berat molekul 66000. Tiroglobulin ini
dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan melalui granul yang mengandung
peroksidase tiroid. Hormon ini tetap terikat pada tiroglobulin hingga saatnya
disekresikan.
Sewaktu disekresikan, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida
mengalami hidrolisis, dan T3 serta T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi. Dengan
demikian sel-sel tiroid memilki 3 fungsi, yaitu mengumpulkan dan memindahkan
yodium, membentuk tiroglobulin, mengeluarkannya ke dalam koloid, mengeluarkan
hormon tiroid dari tiroglobulin dan mensekresikannya ke dalam sirkulasi.
Yodium adalah bahan dasar yang penting untuk sintesis hormon tiroid.
Yodium yang berasal dari makanan akan diubah menjadi iodida dan diabsorbsi.
Asupan yodium harian minimum yang dapat mempertahankan fungsi tiroid normal
adalah 150 µg pada orang dewasa. Kelenjar tiroid mengkonsentratkan yodium dengan
transport aktif dari sirkulasi ke dalam koloid. Iodida dipompa ke dalam sel, lalu
berdifusi ke dalam koloid. Di dalam kelenjar tiroid, iodida mengalami oksidasi
menjadi yodium dan dalam beberapa detik berikatan ke posisi 3 molekul tirosin yang
melekat ke tiroglobulin. Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida
adalah tiroid peroksidase dan hidrogen peroksidase. Monoiodotirosin (MIT)
kemudian mengalami iodinasi di posisi 5 untuk membentuk diiodotirosin (DIT). Dua
molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentu T4 dengan
pengeluaran rantai sisi alanin dari molekul yang membentuk cincin luar. Sel-sel tiroid
mengambil koloid melalui proses endositosis. Dalam sel, lobulus koloid menyatu
dengan lisosom. Tirosin beryodium mengalami deiodinasi oleh enzim mikrosom
iodotirosin deiodinase, akhirnya T3 dan T4 masuk ke dalam sirkulasi.
6

E. MEKANISME KONTROL HORMON TIROID


T3 dan T4 menghambat peningkatan sekresi TSH pada kelenjar hipofisis. Bila
sekresi TSH meningkat, maka sekresi T3 dan T4 meningkat, dan ini akan
mengakibatkan mekanisme kerja tiroid juga akan menngkat
Tiroglobulin adalah precursor T3 dan T4. Protein ini merupakan molekul
berukuran besar yang disintesis di bagian basal sel, kemudian bergerak ke tempat
protein ini disimpan dalam tiroid ekstra sel, dan kemudian masuk kembali ke dalam
sel serta bergerak dari apical ke basal selama proses hidrolisisnya menjadi hormone
T3 dan T4 yang aktif. Semua tahapan ini ditingkatkan oleh hormone perangsang tiroid
yang disebut TSH (Tiroid Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar pituitary. Peningkatan produksi TSH menyebabkan peningkatan jumlah
tiroksin. Akan tetapi, peningkatan jumlah tiroksin dalam aliran darah akan menekan
produksi TSH. Sistem homeostatis yang baik ini, menjamin suplai tiroksin yang
mantap. Namun bila iodium dalam makanan tidak cukup bagi tiroid untuk mensintesis
tiroksin, mekanisme control ini terhenti. Kelenjar pituitary tidak dihambat, dan
dengan demikian menghasilkan jumlah TSH yang lebih banyak. Hal ini selanjutnya
merangsang kelenjar tiroid untuk bekerja lebih giat, meskipun hanya mempunyai
sedikit atau tanpa iodium. Akibatnya kelenjar menjadi besar dan mengakibatkan
gondok.
F. GEJALA KLINIS AKIBAT GANGGUAN HORMON TIROID
Gangguan hormon tiroid yang dimaksudkan di sini adalah kekurangan dan
kelebihan hormon tiroid. Untuk itu, di sini akan dijelaskan secara rinci gejala klinis
yang diakibatkan oleh karena kekurangan maupun kelebihan hormon tiroid.
1. Kekurangan hormon tiroid (Hipotiroidisme)
Hipotiroidime terjadi bila kelenjar tiroid tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh
akan hormon tiroid. Penyebab munculnya hipotiroidisme antara lain:
a. Tiroiditis hashimoto, pada kasus ini sistem kekebalan tubuh menghasilkan
antibodi yang dapat merusak jaringan kelenjar tiroid. Akibatnya, kelenjar ini
tidak dapat memproduksi hormon tiroid dalam jumlah yang cukup.
b. Kekurangan mengkonsumsi yodium dari makanan.
c. Pengangkatan kelenjar tiroid
d. Terapi radioaktif dengan yodium.
e. Infeksi bakteri dan virus.
7

f. Obat-obatan seperti lithium karbonat, amiodarone hidroklorida dan interferon


alfa.
g. Adanya gangguan pada kelenjar pituitary atau hipotalamus yang mengontrol
kerja kelenjar tiroid.
h. Hipotiroidime yang terjadi pada masa kehamilan, yang berakibat pada
kekurangan hormon tiroid pada bayinya.
Tanda dan gejala hipotiroid
a. Laju metabolisme rendah
b. Muka sembab
c. Konstipasi
d. Pertambahan berat badan
e. Lebih mudah merasa lelah
f. Lebih cepat lupa
g. Kulit lebih kering
h. Rambut menjadi rapuh
i. Siklus menstruasi tidak teratur
j. Kadang disertai pembesaran kelenjar tiroid
k. Kulit menjadi tebal
Secara garis besar, hipotiroidisme dapat bersifat primer maupun sekunder.
Hipotiroidisme primer terjadi bila didapatkan proses patologis yang merusak
kelenjar tiroid. Sedangkan hipotiroidisme sekunder dapat diakibatkan karena
defisiensi sekresi TSH pada hipofisis.
Bila ditinjau dari permulaan munculnya, hipotiroidisme dapat terjadi sebelum
masa dewasa, bahkan sejak lahir, maupun setelah masa dewasa. Hipotiroidisme
yang terjadi sebelum masa dewasa atau sejak lahir, mengakibatkan kretinisme
(kredil). Kretinisme adalah kondisi akibat hipotiroidisme ekstrim yang diderita
selama kehidupan janin, bayi dan anak-anak. Kondisi ini ditandai dengan
gagalnya pertumbuhan fisik dan mental. Kegagalan pertumbuhan fisik
(dwarfisme) disebabkan oleh karena kegagalan pertumbuhan tulang. Sedangkan
kegagalan pertumbuhan mental (retardasi mental) disebabkan karena gagalnya
otak untuk dapat berkembang secara penuh. Hal ini dapat terjadi karena gangguan
pertumbuhan kelenjar tiroid secara congenital, sehingga kelenjar tiroid gagal
memproduksi hormon tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar, atau karena
kurangnya iodium dalam diet, dimana iodium diperlukan untuk sintesis hormon
8

Tiroksin. Hipotiroidisme yang terjadi pada bayi baru lahir, dapat memperlihatkan
gejala-gejala berupa nafsu makan rendah, sering tersedak saat menyusu, berat dan
tinggi badan tidak normal, sembelit, susah bernafas, tangis parau, kuning, lesu,
perut buncit, pusat bodong, alat kelamin, tangan dan kaki bengkak, dan kulit
teraba dingin. Selanjutnya, penderita kretinisme memiliki gejala klinis berupa
warna kulit kekuning-kuningan, suhu tubuh rendah, rambut dan kulit kering,
bicaranya lamban, perut buncit, tubuh lesu, denyut jantung lambat, karena
metabolisme karbohidrat yang lamban. Penanganan dapat dilakukan dengan
memberikan tiroksin sejak dini secara teratur. Apabila pengobatan terlambat
setelah gejala menjadi parah, maka pengobatan tidak banyak memberikan hasil.
Hipotiroidisme yang terjadi pada usia dewasa menyebabkan suatu keadaan yang
disebut myxedem. Tanda-tandanya adalah wajah sembab dan bengkak, denyut
nadi dan jantung lambat, suhu tubuh rendah, mudah demam, rambut dan kulit
kering, otot lemah, tubuh lesu dan efek jangka panjangnya adalah pembesaran
jantung akibat peningkatan kerja jantung secara berlebihan. Penderita myxedem
tidak mengalami kemunduran mental, tetapi pada kasus yang lebih parah,
penderita menjadi kurang aktif dan kurang responsive.
Keadaan hipotiroidisme pada masa dewasa ini seringkali disebabkan oleh
karena autoimunitas terhadap kelenjar tiroid, dimana kelenjar tiroid dirusak oleh
sistem imunitas tubuh. Pada awalnya kelenjar mengalami tiroiditis yang
menyebabkan kemunduran pada kelenjar itu, dan berlanjut pada terjadinya
fibrosis pada kelenjar dan berakhir pada ketidak mampuan kelenjar untuk
mensekresi hormon tiroid. Gejala hipotiroidisme ini dapat dikurangi dengan
pengaturan hormon tiroid.
2. Kelebihan Hormon Tiroid (Hipertiroidisme)
Hipertiroidisme dikenal juga dengan tirotoksikosis. Hipertiroidisme dapat
didefinisikan sebagai respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik akibat
peningkatan hormon tiroid secara berlebihan. Bentuk tersering adalah penyakit
grave (gondok eksoftalmik). Pada penyakit grave tiroid membesar dan
hiperplastik secara difus dan terjadi penonjolan bola mata yang disebut
eksoftalmus.
Hipertiroidisme terjadi bila terdapat sekresi tiroksin secara berlebihan. Kondisi
ini dapat menyebabkan pertumbuhan tubuh tidak dapat dikendalikan
(pertumbuhan raksasa, gigantisme). Apabila kelebihan hormon tiroksin terjadi
9

setelah masa dewasa, maka akan berakibat meningkatnya metabolisme tubuh,


meningkatnya denyut jantung, gugup, intoleransi terhadap panas, berkeringat
banyak, berat badan berkurang, diare, kelemahan otot, cemas dan kelainan psikis
lainnya, mudah lelah, susah tidur dan tremor pada tangan. Hipertiroidisme ini
dapat dikurangi dengan pemberian obat anti tiroid, dengan cara memberikan
iodine radio aktif yang dapat menghancurkan sebagian sel-sel tiroid.

Tanda dan gejala hipertiroid


a. Mata yang menonjol (exophthalmos)
b. Buang air besar berlebih
c. Penurunan berat badan
d. Sesak nafas
e. Gelisah/gugup
f. Rambut rontok
g. Sering tremor
h. Intoleransi terhadap panas
i. Banyak mengeluarkan keringat
G. PENGARUH OBAT-OBATAN TERHADAP FUNGSI TIROID
Beberapa obat dapat mempersulit penilaian status tiroid, baik pada diagnosis
awal maupun pada pemantauan. Mekanisme kerjanya dapat mempengaruhi sekresi
TSH, bioavailabilitas obat levothyroxine oral, protein pengikat hormon tiroid (TBG),
dan metabolisme T3 dan T4. Contoh : dopamine dan glukokortikoid mengurangi
sekresi TSH, lithium dan sediaan yodida menurunkan fT4, amiodarone mungkin
meningkatkan atau menekan fT4, estrogen dan androgen mempengaruhi TBG tapi
tidak mempengaruhi fT4 atau fT3 (Suryaatmadja 2010).
H. PEMERIKSAAN TERHADAP HORMON TIROID
Pemeriksaan hormon tiroid meliputi pemeriksaan T3, T4, TSH. Pemeriksaan
terhadap hormone tiroid mulai berkembang setelah diperkenalkan teknik
radioimmunoassay (RIA) pada awal tahun 1970-an, diikuti dengan
immunoradiometric assay (IRMA), enzyme-linked immunoassay (ELISA) dan
enzyme immunoassay (EIA), serta yang terbaru electrochemiluminescent assay
(ECLIA). Cara ECLIA menjadi metode yang paling peka dibandingkan yang
terdahulu. Cara ini dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an dan pada Kursus
Laboratory Endocrinology di Singapore tahun 1989 sudah dinyatakan sebagai metode
10

yang menjanjikan untuk analisis hormon. Kepekaan bergeser dari kadar µg/dL
menjadi ng/dL bahkan pg/gL. Cara ini sudah diterapkan pada otomasi (automated
analyzer). Dengan demikian, selain makin peka, juga ketelitian dan ketepatan analisis
hormon makin baik (Suryaatmadja 2010). Pada tutor ini akan dibahas mengenai
metode enzyme immunoassay (EIA), enzyme linked immunofluorescent assay
(ELFA) dan electrochemiluminescent assay (ECLIA). EIA adalah tes untuk
mendeteksi antigen dan antibodi dengan penambahan enzim yang dapat menkatalisis
substrat sehingga terjadi perubahan warna. Enzim berlabel yang sering digunakan
adalah horseradish peroxidase, alkaline phosphatase, Glucose-6-phosphatase
dehydrogenase dan b-galaktosidase. Pada tes EIA sebuah plate plastik dilapisi dengan
antigen yang akan bereaksi dengan antibodi pada serum pasien, kemudian diinkubasi
dengan gabungan enzim-antibodi pada plate. Jika terdapat antibodi, gabungan tersebut
bereaksi dengan kompleks antigen-antibodi pada plate. Aktivitas enzim diukur denga
spektrofotometer setelah penambahan substrat kromogenik spesifik yang akan
menyebabkan perubahan warna.
I. INTERPRETASI DATA LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk
membedakan diagnosis, mengkonfi rmasi diagnosis, menilai status klinik pasien,
mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan.
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium oleh apoteker bertujuan untuk:
• Menilai kesesuaian terapi (contoh: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat,
kontraindikasi obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat),
• Menilai efektivitas terapi (contoh: efektivitas pemberian kalium diketahui melalui
kadar kalium dalam darah, efektivitas warfarin diketahui melalui pemeriksaan
INR,
• Efektifi tas allopurinol di ketahui dari menurunnya kadar asam urat,
• Mendeteksi dan mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki (contoh:
penurunan dosis siprofl oksasin hingga 50% pada kondisi klirens kreatinin
<30mL/menit),
• Menilai kepatuhan penggunaan obat (contoh: kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat antidiabetik oral diketahui dari nilai HbA1c, kepatuhan
penggunaan statin diketahui dari kadar kolesterol darah)
11

Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk


membedakan diagnosis, mengkonfi rmasi diagnosis, menilai status klinik pasien,
mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan.
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium oleh apoteker bertujuan untuk: • Menilai
kesesuaian terapi (contoh: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat, kontraindikasi
obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat), • Menilai efektivitas terapi
(contoh: efektivitas pemberian kalium diketahui melalui kadar kalium dalam darah,
efektivitas warfarin diketahui melalui pemeriksaan INR, • Efektifi tas allopurinol di
ketahui dari menurunnya kadar asam urat,• Mendeteksi dan mencegah reaksi obat
yang tidak dikehendaki (contoh: penurunan dosis siprofl oksasin hingga 50% pada
kondisi klirens kreatinin <30mL/menit),• Menilai kepatuhan penggunaan obat
(contoh: kepatuhan pasien dalam menggunakan obat antidiabetik oral diketahui dari
nilai HbA1c, kepatuhan penggunaan statin diketahui dari kadar kolesterol darah), dan
Mencegah interpretasi yang salah terhadap hasil pemeriksaan.
Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan bahan (spesimen) yang didapatkan
melalui tindakan invasif (menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam tubuh) atau
non invasif. Contoh spesimen antara lain: darah lengkap (darah vena, darah arteri),
plasma, serum, urin, feses, sputum, keringat, saliva, sekresi saluran cerna, cairan
vagina, cairan serebrospinal dan jaringan.Hasil pemeriksaan laboratorium dapat
dinyatakan sebagai angka kuantitatif, kualitatif atau semikuantitatif. Hasil kuantitatif
berupa angka pasti atau rentang nilai, sebagai contoh nilai hemoglobin pada wanita
adalah 12 – 16 g/dL. Hasil kualitatif dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa
menyebutkan derajat positif atau negatifnya. Hasil semikuantitatif adalah hasil
kualitatif yang menyebutkan derajat positif atau negatif tanpa menyebutkan angka
pasti (contoh: 1+, 2+, 3+). Nilai kritis suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang
mengindikasikan kelainan/gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian
atau tindakan. Nilai abnormal suatu hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara
klinik. Sebaliknya, nilai dalam rentang normal dapat dianggap tidak normal pada
kondisi klinik tertentu. Sebagai contoh hasil pemeriksaan serum kreatinin pada
pasien usia lanjut (lansia) tidak menunjukkan fungsi ginjal yang sebenarnya. Oleh
karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai kondisi khusus pasien Hasil
pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan dalam berbagai satuan. Pada tahun 1960
diupayakan adanya standar pengukuran kuantitatif yang berlaku di seluruh dunia
tetapi sampai sekarang banyak klinisi tetap menggunakan satuan konvensional,
12

contoh: rentang nilai normal kolesterol adalah <200mg/dL (satuan konvensional) atau
<5,17 mmol/L (Satuan Internasional). Hasil pemeriksaan laboratorium dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas faktor terkait pasien atau laboratorium.
Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis kelamin, ras, genetik, tinggi badan,
berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan penggunaan obat. Sedangkan yang
terkait laboratorium antara lain: cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen,
waktu pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik
pengukuran. Kesalahan terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan
tingkat kesalahan pembacaan yang sangat besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai
dengan gejala dan tanda klinik pasien. Nilai klinik pemeriksaan laboratorium
tergantung pada sensitifi tas, spesifi sitas dan akurasi. Sensitifi tas menggambarkan
kepekaan tes, spesifi sitas menggambarkan kemampuan membedakan
penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah ukuran ketepatan
pemeriksaan.Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan
penapisan (screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan
dimaksudkan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi
dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan
mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada pasien yang
memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan penapisan yang
abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifi k untuk
pasien secara individual. Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu
paket yang disebut profi l atau panel, contohnya: pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan fungsi hati. Tata nama, singkatan dan
rentang nilai normal hasil pemeriksaan yang biasa digunakan dapat berbeda antara
satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, sehingga perlu diperhatikan dalam
menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
a. Pemeriksaan T3
Hormon Thyroxine (T4) dan 3,5,3’ Triiodothyronine (T3) berada dalam
sirkulasi darah, sebagian besar terikat pada protein plasma Thyroxine Binding
Globuline (TBG). Konsentrasi T3 jauh lebih kecil daripada T4, namun memiliki
potensi metabolik yang lebih besar. Pengukuran T3 merupakan faktor penting
untuk mendiagnosis penyakit tiroid. Pengukurannya dapat menentukan adanya
varian pada kelainan hipertiroid pada pasien tirotoksik dengan peningkatan kadar
T3 namun T4 nya normal. Peningkatan T3 tanpa adanya peningkatan T4
13

kebanyakan merupakan gejala awal dari tirotoksikosis rekuren pada pasien yang
telah mendapat terapi. Pemeriksaan T3 juga dapat digunakan untuk monitoring
pasien hipertiroid yang sedang mendapatkan terapi maupun pasien yang telah
berhenti menggunakan obat anti tiroid, dan sangat bermanfaat untuk
membedakan pasien eutiroid dan hipertiroid. Pada wanita, kadar T3 akan
meningkat selama kehamilan, terapi estrogen, dan pemakaian kontrasepsi
hormonal. Jika peningkatan T3 diikuti oleh peningkatan TBG dan T4, maka
perubahan ini tidak menggambarkan adanya kelainan tiroid.
b. Pemeriksaan T4
L-Thyroxine (T4) merupakan hormon yang disintesis dan disimpan dalam
kelenjar tiroid. Proses pemecahan proteolisis Thyroglobulin akan melepaskan T4
ke dalam aliran darah. Lebih dari 99% T4 terikat pada 3 protein plasma secara 27
reversibel, yaitu : Thyroxine binding globulin (TBG) 70%, thyroxine binding pre
albumin (TBPA) 20% dan albumin 10%. Sekitar 0,03% T4 yang berada dalam
keadaan tidak terikat. Penyakit yang mempengaruhi fungsi tiroid dapat
menimbulkan gejala yang sangat bervariasi. Pengukuran T4 total dengan
immunoassay merupakan metode skrining yang paling memungkinkan dan dapat
dipercaya untuk mengetahui adanya gangguan tiroid pada pasien. Peningkatan
kadar T4 ditemukan pada hipertiroidisme karena Grave’s disease dan Plummer’s
disease pada akut dan subakut tiroiditis. Kadar T4 yang rendah berhubungan
dengan hipotiroidisme kongenital, myxedema, tiroiditis kronis (Hashimoto’s
disease) dan beberapa kelainan genetik.
c. Pemeriksaan TSH
Pemeriksaan kadar TSH plasma atau serum merupakan metode yang
sensitif untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer atau sekunder. TSH disekresi
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis (pituitary) dan mempengaruhi produksi dan
pelepasan thyroxine dan triiodothyronine dari kelenjar tiroid. TSH merupakan
glikoprotein dengan berat molekul ± 28.000 dalton, terdiri dari 2 subunit yang
berbeda, alpha dan beta. Konsentrasi TSH dalam darah sangat rendah, namun
sangat penting untuk mengatur fungsi tiroid yang normal. Pelepasan TSH diatur
oleh TSH-releasing hormon (TRH) yang diproduksi oleh hipotalamus. Kadar
TSH dan TRH berbanding terbalik dengan kadar hormon tiroid. Jika kadar
hormon tiroid dalam darah meningkat, maka hipotalamus akan mensekresi sedikit
saja TRH sehingga TSH yang disekresi oleh hipofisis juga sedikit. Hal sebaliknya
14

akan terjadi jika ada penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Proses ini
dikenal sebagai mekanisme umpan balik (negative feed back mechanism) yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar hormon dalam darah yang
optimal. TSH dan glikoprotein hipofisis seperti : Luteinizing Hormon (LH),
follicle stimulating hormon (FSH), dan human chorionic gonadotropin (hCG),
memiliki rantai alpha yang identik. Rantai beta berbeda namun mengandung
regio dengan urutan asam amino yang identik. Regio yang homolog ini dapat
menyebabkan reaksi silang (cross reaction) dengan beberapa antisera TSH
poliklonal. Penggunaan antibodi monoklonal pada pemeriksaan TSH dengan
metode ELISA 33 akan dapat menghilangkan reaksi silang ini, sehingga
mencegah terjadinya hasil tinggi palsu pada wanita menopause atau wanita hamil.
J. OBAT-OBAT TIROID
a. hipertiroidisme
• Tionamid, golongan ini bekerja dengan menghambat sintesis hormon
PTU : Inhibisi proses deiodinase dengan 80%-90% mengikat albumin dan
t½ 75 menit dan Methimazole & carbimazole 2-6 jam,
• Penghambat Ion, inhibitor kompetitif untuk memblokade mekanisme
transport ion iodide (Perklorat atau CLO4, Perteknetat atau TcO4 dan
Tiosinat atau SCN) penggunaan ini untuk diagnostik
• Iodida, menghambat ambilan, organifikasi dan pelepasan hormone tiroid
• Iodium radioaktif, terapi ini dugunakan pada hipertiroidisme dan adjuvant
pada kanker tiroid terdiferensiasi
• Kontras media teriodinasi, Menghambat konversi T4 menjadi T3
contohnya Ipodate dan asam iopanoat/diatrizoa (digunakan apabila terdapat
kontraindikasi pada tiroid)
• Penghambat adrenoreseptor, meningkatkan perangsangan simpatis
contohnya guanetidin dan propanolol
b. Hipotiroid
• Levotiroksin, pilihan utama dan dapat digunakan pada oral, intravena dan
intra muscular
• Liothyronine
• Desiccated thyroid
15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil dari pemeriksaan t3, t4 dan tsh berfungsi untuk mendeteksi kelainan hormon
tiroid. Pada keadaan tertentu, hormon ini terlalu banyak diproduksi sehingga jumlahnya
meningkat dalam tubuh dan menyebabkan hipertiroid. Sebaliknya, pada keadaan lain,
produksi hormon dapat terhambat sehingga jumlahnya menurun dan menyebabkan
hipotiroid.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan pemilihan obat-obat untuk pengobatan dalam gangguan tiroid.
16

DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, Djaja Surya. 2010. Transplantasi Organ dan Aspek Medikolegalnya.


http://en.netlog.com/djajasurya/blog/blogid. Diakses tanggal 13 Oktober 2011
Biomedika laboratorium klinik utama since 1983, 2012. Laboratorium Pemeriksaan Tiroid.
https://www.biomedika.co.id/services/laboratorium/37/pemeriksaan-tiroid.html.Diakses
pada tahun 2012
John Gibson. 2006. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC, Hal 252
Kurniawan, Dea Arie, 2012. Obat Sistem Endoktrim. Universitas Lambung Mangkurat :
Samarinda
Sibararani, Roi P. 2020. Waspada Gangguan Endoktrin yang Memicu Diabetes dan Tiroid.
https://www.emc.id/id/care-plus/waspada-gangguan-endokrin-yang-memicu-diabetes-
tiroid. Diakses pada 27 November 2020

Anda mungkin juga menyukai