Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PENYAKIT TIROID”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pengampu: Sri Wahyuni S, S.Kp, Ns, S.Tr.Keb., M.Kes

DisusunOleh:

1. Fitriani Singgih Perdana


2. Ika Esti Anggraeni
3. Munirokh
4. NatiqotulFatkhiyah
5. Siswati

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN SEMARANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas semua nikmat dan karunia-Nya yang telah
peneliti terima, sholawat serta salam kami sampaikan kepada Rasulullah
Muhammad SAW atas pencerahan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan tema “PenyakitTiroid” dengan lancar.

Kami menyadari dengan sepenuhnya dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu dengan senang hati kami menerima segala saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi hasil makalah yang lebih baik. Sadar akan
kemampuan dan ilmu kami yang terbatas, tetapi kami berusaha untuk
mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin.

Dalam makalah ini, tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam bentuk spiritual, materiil, maupun moril.

Semoga dengan tersusunnya makalah dengan tema “PenyakitTiroid” ini dapat


menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dan dapat bermanfaat di
masa yang akan datang.

Tegal, Januari 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gangguan tiroid adalah suatu kondisi kelainan pada
seseorang yang timbul karena adanya gangguan kelenjar tiroid, baik berupa
perubahan bentuk kelenjar maupun perubahan fungsi (disfungsi). Disfungsi
tiroid dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : hipotiroid, hipertiroid, dan
eutiroid. Ketika kelenjar tiroid memproduksi hormon berlebih, maka sel
tubuh akan bekerja lebih keras dan metabolisme tubuh menjadi lebih cepat,
kondisi ini disebut dengan hipertiroid. Tetapi ketika kelenjar tiroid tidak
memproduksi hormon yang cukup, sel-sel dalam tubuh akan bekerja lebih
lambat, kondisi ini disebut dengan hipotiroid. Sedangkan keadaan kelenjar
tiroid yang berbentuk tidak normal tetapi fungsinya normal disebut eutiroid.
Penyakit gangguan tiroid menempati urutan kedua terbanyak dalam daftar
penyakit metabolik setelah diabetes mellitus (DM). Perempuan lebih banyak
menderita penyakit tiroid dibandingkan laki-laki (Pusdatin, 2015).
Thyroid Stimulting Hormone (TSH) merupakan indikator utama
untuk melihat fungsi tiroid. Nilai TSH yang tidak normal menunjukkan
adanya disfungsi (gangguan fungsi) tiroid, meskipun bisa saja hasil tes lain
menunjukkan nilai normal. Hipofisis mensekresi TSH untuk mengatur sekresi
hormon tiroid, dimana TSH mengarahkan umpan balik negatif pada hipofisis.
Perubahan kecil pada konsentrasi hormon tiroid bebas akan menghasilkan
perubahan besar pada kadar serum TSH, maka TSH merupakan indikator
terbaik dari adanya perubahan produksi hormon tiroid (Ika, 2016). 2 Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid yaitu Tiroksin (T4) dan Triiodin (T3).
Hormon tiroid meningkatkan penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh. Hormon
tiroid mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai proses
metabolisme (protein, karbohidrat, lemak) dan aktivitas fisiologik pada
hampir semua sistem organ tubuh manusia. Kekurangan maupun kelebihan
hormon tiroid akan mengganggu berbagai proses metabolisme dan aktivitas
fisiologi serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai
jaringan termasuk sistem saraf dan otak.
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan penyakit gangguan tiroid
adalah usia, jenis kelamin, genetik, merokok, stres, riwayat penyakit keluarga
yang berhubungan dengan autoimun, zat kontras yang mengandung iodium,
obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tiroid, dan
lingkungan (Pusdatin, 2015).
Prevalensi hipotiroid di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007
melakukan pemeriksaan TSH sebagai salah satu penunjang diagnostik
gangguan tiroid, didapatkan 2,7% laki-laki dan 2,2% perempuan memiliki
kadar TSH tinggi yang menunjukkan kecurigaan adanya hipotiroid. Dan
12,8% laki-laki dan 14,7% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang
menunjukkan kecurigaan adanya hipertiroid. Pada Riskesdas 2013, dengan
jumlah penduduk ≥ 15 tahun sebanyak 176.689.336 jiwa, sebanyak 0,4% (>
700.000) orang terdiagnosis hipertiroid. Di Bali dengan jumlah penduduk
yang berusia ≥ 15 tahun sebanyak 3.068.044 jiwa, sebanyak 12.272 orang
terdiagnosis hipertiroid (Pusdatin, 2015)..

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang anatom kelenjar tiroid
2. Untuk mengetahui tentang fisiologi kelenjar tiroid
3. Untuk mengetahui pemeriksaan fungsi kelenjar tiroid
4. Untuk mengetahui gangguan kelenjar tiroid
5. Untuk mengetahui macam-macam penyakit tiroid.
6. Untuk mengetahui penyebab penyakit tiroid.
7. Untuk mengetahui penatlaaksanaan penyakit tiroid
C.    Manfaat
Dari makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Makalah ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat
secara umum tentang penyakit tiroid
2. Sebagai bahan masukan untuk mata kuliah patofisiologi tentang penyakit
tiroid
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang berada di kedua sisi bawah laring
dan berada di anterior trakea. Kelenjar tiroid adalah salah satu dari beberapa
kelenjar endokrin terbesar dengan berat 15 – 20 gram pada orang dewasa.
Kelenjar ini memiliki dua lobus yang dihubungkan oleh ismus sehingga bentuk
dan posisi anatomi tiroid memiliki peran fungsional (Darmayanti et al., 2012).
Masingmasing lobus mempunyai ukuran panjang 3 – 4 cm dan lebar 2 cm
(Chandra & Rahman, 2016).
Kelenjar tiroid di vaskularisasi oleh arteri tiroid superior dan vena
kelenjar tiroid yang memiliki beberapa bagian yaitu inferior, media, dan
superior. Vena tiroid superior akan mengalir kearah vena jugularis superior,
vena tiroid media mengalir langsung ke arah vena jugularis interna, dan vena
tiroid inferior mengalir ke arah vena jugularis interna atau vena brakiosefalika
(Chandra & Rahman, 2016).

B. Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk mensuplai hormon tiroid
untuk pengaturan fungsi tubuh seperti metabolisme dan penggunaan energi.
Kelenjar tiroid mensekresikan hormon primer, yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3).
Hormon-hormon tersebut memiliki fungsi meningkatkan 10 kecepatan
metabolisme di dalam tubuh. Pada setiap molekul T4 terdapat 4 atom yodium
dan setiap molekul T3 terdapat 3 atom yodium. Kedua hormon tersebut
dirangsang pengeluarannya di lobus anterior kelenjar hipofisis oleh thyroid
stimulating hormon (TSH). TSH adalah hormon yang mengatur pertumbuhan
dan fungsi tiroid dari janin hingga dewasa (Nilsson & Fagman, 2017).
Hormon T3 dan T4 dibentuk oleh yodium sebagai bahan dasar yang
dapat ditemukan pada beberapa jenis makanan dan minuman (Darmayanti et
al., 2012). Hormon tiroid merupakan iodinated hormone untuk
mengkonsentrasikan iodium dari sirkulasi dan membantu iodium agar dapat
bersatu dengan molekul hormone tiroid sehingga diperlukan fungsi dari
kelenjar tiroid itu sendiri. Hormon tiroid juga memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan sel, perkembangan tubuh dan metabolisme energi. Hormon tiroid
membantu regulasi metabolisme karbohidrat dan lipid sehingga diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tubuh. Konsumsi O2 dirangsang
oleh hormon tiroid pada kebanyakan sel di dalam tubuh. Hormon tiroid juga
mempengaruhi differensiasi jaringan di dalam tubuh dan ekspresi gen, regulasi
reaksi metabolik dan kecepatan metabolisme tubuh, berperan dalam
pembentukan asam ribonukleat (ARN), mengatur pembentukan panas,
penyerapan usus terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan sel- sel somatis
dan memiliki peran dalam perkembangan sistem saraf pusat (Darmayanti et al.,
2012).
Produksi dan sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme regulasi
yang kompleks. Fungsi kelenjar tiroid diatur oleh suatu mekanisme aksi
stimulasi oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) di hipotalamus pada kelenjar
pituitary anterior. 11 Modulasi pelepasan TSH diatur oleh pengaruh hormon
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) bebas yang terdapat di perifer melalui
umpan balik negatif (Kumorowulan & Supadmi, 2010).

C. Pemeriksaan Fungsi Kelenjar Tiroid


1. Fungsi kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
TSH, T3, dan T4.
a. TSH berfungsi untuk mengatur kelenjar tiroid untuk menstimulasikan
hormon tiroid dimana kelenjar pituitary akan menghasilkan hormon
tersebut. Pemeriksaan kadar TSH merupakan tes yang
direkomendasikan untuk skrining gangguan fungsi dari kelenjar
tiroid. Pada orang dewasa nilai normal TSH yaitu 0,3 – 4 mIU/L. T4
digunakan untuk menggambarkan status fungsional kelenjar tiroid.
b. Pemeriksaan T4 dan TSH menujukkan konfirmasi diagnosis pada
gangguan fungsi kelenjar tiroid. Nilai normal T4 yaitu 65 – 155
nmol/L. Pemeriksaan kadar T3 dilakukan jika pada pemeriksaan TSH
dan T4 belum menunjukkan konfirmasi diagnosis. Nilai normal T3
yaitu 1 - 2,6 nmol/L. Pemeriksaan T3 juga dapat dilakukan untuk
menetukan berat tidaknya keadaan hipertiroid seseorang (Chandra &
Rahman, 2016).

D. Gangguan pada Kelenjar Tiroid


Berdasarkan The International Classification of Diseases (ICD), beberapa
gangguan pada kelenjar tiroid meliputi:
1. Hipotirodisme
a. Pengertian Hipotiroid
Kelenjar tiroid tidak dapat memproduksi hormon tiroid (T3 dan T4)
dengan kadar yang cukup agar kadar hormon tiroid dalam darah tetap
normal sehingga dapat memenuhi kebutuhan jaringan perifer.
b. PenyebabHipotiroid
Penyebabtersering dari hipotiroidisme adalah defisiensi yodium dalam
makanan, sedangkan di negara maju penyebab utama adalah autoimun
(Darmayanti et al., 2012).
b. Klasifikasi Hipotiroid terbagi dalam
1. Hipotiroid klinis dan hipotiroid subklinis.
a. Hipotiroid klinis yaitu keadaan dimana meningkatnya kadar
TSH serum dan diikuti turunnya kadar T4 serum.
b. Hipotiroid subklinis yaitu menimgkatnya kadar TSH serum,
kadar T4 normal dan pasien tidak menunjukkan gejala dan
tanda hipotiroid (Chandra & Rahman, 2016).
2. Hipotiroid dibedakan menjadi hipotiroid primer dan hipotiroid
sekunder.
a. Hipotiroid primer
Terjadi karena penyakit atau pengobatan yang menyebabkan
rusaknya sel-sel pada kelenjar tiroid atau terganggunya
biosintesis hormon tiroid.
b. Hipotiroid sekunder
Hipotiroidsekunderdisebut juga hipotiroid sentral atau
hipotirotropik yang disebabkan oleh penyakit di pituitary atau
hipotalamus karena penurunan kadar TRH dan TSH (Chandra &
Rahman, 2016). 13 3)
3. Epidemiologi Hipotiroid
Akibat kekurangan yodium paling banyak terjadi di daerah endemis
yang memiliki kadar yodium yang sedikit seperti dataran tinggi.
Sebanyak 42 juta penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah
endemis defisiensi yodium dan dilaporkan sebanyak 10 juta
penduduk memiliki gondok dan 750 ribu menderita kretin atau
perawakan pendek. Namun, kasus hipotiroid juga didapatkan di
daerah dataran rendah yang asupan yodium nya tidak mengalami
kekurangan. Prevalensi hipotiroid di pantai kabupaten Tuban pada
ibu hamil sebanyak 5-10%. Berdasarkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Brebes melaporkan Total Goiter Rate (TGR) pada siswa
Sekolah Dasar di daerah dataran rendah yaitu di beberapa desa
Kecamatan Kersana sebanyak 43,7%. World Health Organization
(WHO) menetapkan suatu wilayah sebagai daerah endemis berat
bila TGR ≥ 30% dilihat dari tingkat asupan yodium (Mardiana et
al., 2012).
4. Gejala Klinis dan Diagnosis Gejala klinis Hipotiroid
a. GejalaKlinik
1) Pembesaran kelenjar tiroid
2) Penambahan berat bedan
3) Sensitif terhadap udara dingin
4) Dementia
5) Sembelit
6) Kulit yang kasar
7) Rambut mulai rontok
8) Menstruasi berlebihan
9) Terganggunya fungsi pendengaran
10) Kemampuan bicara menurun
11) Gerakan lamban
12) Sulit berkonsentrasi (Darmayanti et al., 2012).
b. Diagnosis hipotiroidisme

Berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium.


TSH serum meningkat pada hipertiroidisme 14 primer yang
disebabkan oleh penghambat umpan balik dari hormon Tiroid
Releasing Hormon (TRH) hilang (Mardiana et al., 2012).

5. Penatalaksanaan Tatalaksana hipotiroid


Menggunakanbat oral yaitu Levotiroksin. Levotiroksin akan
dikonversi menjadi T3, yaitu bentuk aktif dari hormon tiroid.
Memiliki waktu paruh 6 hari dengan dosis sekali sehari 1,6 μg / kg
(Benseno et al., 2012).
2. Hipertiroidisme
a) Pengertian Hipertiroidisme
Suatu gangguan patologis dimana terdapat sintesis hormon tiroid yang
berlebihan dan disekresikan oleh kelenjar tiroid. Hal ini ditandai dengan
penyerapan yodium radioaktif tiroid normal atau tinggi. Hipertiroidisme
dikenal juga dengan istilah tirotoksikosis yang dapat diartikan sebagai
reaksi metabolik dari berlebihannya hormon tiroid (Leo, Lee,
Braverman, Unit, & Sciences, 2016). Kondisi ini dapat muncul secara
spontan atau karena ada suatu antibodi yang memacu kelenjar tiroid,
sehingga ukuran kelenjar tiroid juga membesar (Darmayanti et al.,
2012).
b) Epidemiologi
Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013 proporsi yodium dalah
rumah tangga mengalami peningkatan yaitu 1% pada tahun 2007
menjadi 5% pada tahun 2013, dimana jumlah kasus kelebihan yodium
tahun pada 2013 lebih banyak daripada tahun 2007. Keadaan Iodine
Induced 15 Hyperthyroidism dan risiko gangguan kesehatan mengalami
peningkatan dari 24,4% menjadi 66,8% yang artinya beberapa
masyarakat didapatkan status yodium yang dapat menyebabkan
gangguan pada kesehatan tubuh dan dapat menghambat produktivitas.
Berdasarkan data di Jawa Tengah 0,5% penduduk terdiagnosis
hipertiroid dimana prevalensi perempuan cenderung lebih tinggi
daripada laki-laki (Erent et al., 2015).

c) Patofisiologi
Hipertiroidisme sebagianbesardisebabkan penyakit graves,
goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar
tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai
dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Pada hipertiroidisme,
kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi
immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama
dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH
menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai
efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12
jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya
juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien
yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami
kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor
otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga
penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang
takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon
tiroid padasistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan
reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital
dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
d) Gejala klinis
Berlebihnya hormon tiroid dapat mempengaruhi sistem organ,
umumnya akan terdapat gejala palpitasi, kelelahan, tremor, kecemasan,
tidur terganggu, intoleransi panas, berkeringat, dan polidipsia. Temuan
fisik yang sering ditemukan adalah eksoftalamus, takikardia, tremor
ekstremitas, dan penurunan berat badan (Leo et al., 2016)
e) Diagnosis.
Gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium dapat digunakan
sebagai dasar diagnosis gangguan tiroid. Pemeriksaan yodium
dilakukan dengan melakukan tes kadar hormon tiroid dan TSH dalam
darah. Jika kadar TSH serum 24,5pmol/l atau fT3 > 6.3pmol/l dapat
didiagnosis sebagai hipertiroid (Erent et al., 2015).
f) Penatalaksanaan Terdapat tiga pilihan untuk mengobati hipertiroidisme
yaitu obat anti tiroid (OAT), ablasi yodium radioaktif, dan pembedahan.
Pilihan terapi tersebut efektif pada penyakit graves sedangkan pasien
dengan adenoma toksik dan non toksik harus menggunakan terapi
ablasi yodium radioaktif dan pembedahan. Hal tersebut karena pasien
akan jarang mengalami 16 remisi jika menggunakan terapi ablasi
yodium radioaktif dan pembedahan. Pada pasien dengan goiter nodular
toksik, OAT umumnya digunakan untuk mengembalikan ke kondisi
eutiroid sebelum terapi pembedahan atau ablasi yodium radioaktif (Leo
et al., 2016).
3. Tiroiditis
a) Pengertian Tiroiditis
Merupakan radang pada kelenjar tiroid yang ditandai oleh beberapa
bentuk radang tiroid.
b) Jenis-jenis tiroiditis
Secara umum dapat dibagi menjadi kategori nyeri dan tanpa nyeri.
1) Jenis yang menyebabkan nyeri yaitu tiroiditis subakut dan
supuratif, serta kasus seperti diinduksi oleh yodium radioaktif,
trauma, dan penyebab langka lainnya.
2) Jenis Tanpa nyeri seperti tiroiditis hashimoto
Merupakan jenis paling umum dari penyakit tiroid kronis,
termasuk juga postpartum, obat yang diinduksi, dan Tiroiditis
Riedel (Samuels, 2012). Selain itu tiroiditis autoimun juga
merupakan kelainan autoimun organ spesifik paling banyak terjadi
di dunia (Kimia & Brawijaya, 2013).
c) Epidemiologi Tiroiditis
Paling banyak diderita pada wanita berusia 30-50 tahun dengan rasio
pria: wanita adalah 1 : 3 - 7. Penyakit ini terjadi 2% - 4% pada wanita
dan 1% pada pria (Kimia & Brawijaya, 2013). Di dunia dilaporkan
bahwa kasus tiroiditis subakut merupakan tiroiditis yang paling banyak
dijumpai. Dilaporkan bahwa 5 – 12 kasus terjadi pada setiap 17
100.000 orang dan meningkat setiap tahunnya (Luo, Lü, Pei, & Xia,
2014).
d) Gejala klinis dan Diagnosis
1) Gejala klinis dari tiroiditis
a. Demam ringan
b. Kelelahan
c. Gejala faringitis
d. Terasa nyeri pada kelenjar tiroid, dan terasa lembut saat
dipalpasi.
e. Rasa sakit bisa unilateral maupun bilateral dengan menjalar ke
rahang sampai telinga, dan dapat terjadi disfagia.
f. Perjalanan klinisnya yaitu klasik trifasik, dengan fase tirotoksik
di awal diikuti oleh fase hipotiroid dan akhirnya kembali ke
keadaan eutiroid.
2) Diagnosis tiroiditis didasarkan pada gambaran klinis di atas dan
data laboratorium berupa penurunan kadar TSH, peningkatan kadar
T4, thyroid uptake lemah, dan peningkatan kadar tiroglobulin
(Samuels, 2012).
3) Penatalaksanaan Nonsteroidal antiinflammatory agents (NSAIDs)
adalah lini pertama nyeri tiroid pada tiroiditis subakut.
Glukokortikoid digunakan pada kasus yang parah atau jika
NSAIDs tidak efektif. β -bloker digunakan untuk mengontrol
gejala pada fase tirotoksik, meskipun sering tidak diperlukan
pengobatan jika gejala nya ringan. Levothyroxine (L-T4) dapat
digunakan untuk mengobati gejala jika diperlukan.
4. Goiter
a. Pengertian
Goiter merupakan suatu pembengkakan di leher karena
kelenjar tiroid yang membesar akibat kelainan struktural, fungsi atau
perubahan susunan kelenjar, dan morfologi kelenjar tiroid. Goiter
dapat berdampak 18 pada organ-organ disekitarnya. Pada bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus sehingga
goiter mendesak trakea dan esophagus yang dapat menimbulkan susah
bernapas dan tidak bisa menelan. Kondisi ini akan mempengaruhi
pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan, dan elektrolit yang terjadi jika
terjadi goiter membesar ke dalam. Jika pembesaran goiter ke arah luar
akan berdampak pada pembengkakan leher baik simetris atau tidak dan
jarang sekali disertai dengan susah bernapas dan tidak bisa menelan.
b. PemeriksaanKlinis Goiter
Berdasarkan pemeriksaan klinis goiter dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
1) Goiter toksik Goiter toksik dapat dibagi menjadi goiter diffus
toksik dan goiter nodusa toksik. Klasifikasi tersebut berdasarkan
perubahan pada bentuk kelenjar tiroid dimana goiter diffus toksik
akan menyebar ke jaringan lain. Goiter diffus toksik atau disebut
juga tiroktosikosis adalah suatu hipermetabolisme karena
berlebihannya kadar hormone tiroid di darah.
Penyebab paling sering adalah grave’s diseases yaitu
tiroktosikosis yang paling banyak dijumpai (Darmayanti et al.,
2012).
2) Goiter Non Toksik Goiter non toksik dikenal juga sebagai
gondok endemik. Tingkat endemisitas suatu daerah dinilai
berdasarkan jumlah kasus dan eksresi yodium dalam urin.
Menurut Departemen Kesehatan RI kriteria endemis gondok
yaitu endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 % - 20 %, 19
endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat lebih dari 30 %.
Goiter non toksik juga dibedakan menjadi goiter diffus non
toksik dan goiter nodusa non toksik. Kekurangan yodium kronik
dapat menyebabkan goiter non toksik. Apabila pada pemeriksaan
diraba goiter berbentuk suatu nodul dan tanpa disertai gejala
hipertiroidisme maka disebut goiter nodusa non toksik
(Darmayanti et al., 2012)
5. Neoplasma Tiroid
Neoplasma kelenjar tiroid merupakan pertumbuhan sel-sel tiroid
yang abnormal sehingga membentuk benjolan pada kelenjar tiroid.
Neoplasma kelenjar tiroid dapat berupa adenoma jinak dan memiliki batas
yang tegas hingga karsinoma anaplastik yang sangat agresif. Diagnosis
karsinoma tiroid dapat menggunakan MRI CT-Scan, USG, FNAB (Fine
Needle Aspiration Biopsy), Sidik Tiroid, dan biopsi PA. Penatalaksanaan
nodul tiroid meliputi pembedahan seperti lobektomi subtotal,
hemitiroidektomi, tiroidektomi subtotal, tiroidektomi near total, total
tiroidektomi, dan operasi bersifat ekstensif.
Neoplasma utama tiroid dibagi menjadi dua, yaitu adenoma dan karsinoma
(Poluan et al., 2015).
a) Adenoma Tiroid
Adenoma tiroid merupakan neoplasma yang jinak dan berasal dari
epitel folikuler. Prevalensi di dunia terjadi sebesar 4-7% pada
pemeriksaan fisik daerah leher dan 13-67% pada pemeriksaan
ultrasonography (USG). Insidennya meningkat seiring dengan umur
yang bertambah dan prevalensi yang paling banyak terjadi pada
perempuan.
Adenoma tiroid dapat 20 diidentifikasi sebagai nodul yang tidak
menimbulkan nyeri dan banyak didapatkan pada pemeriksaan fisik
rutin. Nodul yang berukuran besar dapat menimbulkan manifestasi
klinis seperti kesulitan menelan. Sebagian besar adenoma adalah non-
fungsional, namun sebagian kecil adenoma dapat menghasilkan
hormon tiroid (adenoma toksik) sehingga menyebabkan tirotoksikosis
yang terlihat secara klinis. Adenoma tiroid meiliki prognosis yang
sangat baik dan tidak bermetastasis (Poluan et al., 2015).
b) Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan pada kelenjar tiroid.
Karsinoma tiroid yang disebut juga kanker tiroid yang masuk ke dalam
urutan kesembilan dari sepuluh angka kejadia kanker di Indonesia dan
keganasan kelenjar tiroid merupakan kasus yang paling banyak
dijumpai. Insidennya terjadi 0,85% pada laki-laki dan 2,5% pada
wanita. Menurut WHO karsinoma tiroid dapat dibagi menjadi empat
1) Karsinoma papilar tiroid Karsinoma papilar merupakan keganasan
yang paling banyal terjadi (75-85%) yang terjadi pada akhir masa
anak-anak atau dewasa awal. Pertumbuhan tumor ini cukup lambat,
menyebar melalui kelenjar limfe dan memiliki prognosis yang baik
diantara jenis karsinoma lainnya.
2) Karsinoma folikular tiroid Karsinoma folikular merupakan
keganasan kedua tersering setelah karsinoma papilar (15% dari
semua kasus). Kanker ini paling sering timbul 21 pada usia tua dan
puncaknya pada dewasa pertengahan. Karsinoma folikular tampak
berbatas tegas, dan secara mikroskopik terdiri dari sel yang
kebanyakan sama dan membentuk folikel yang kecil mirip dengan
tiroid normal.
3) Karsinoma medular tiroid Karsinoma medular merupakan
neoplasma neuroendokrin yang asalnya dari parafolikel atau sel C
tiroid. Karsinoma medular mengeluarkan kalsitonin seperti sel C
normal, sehingga pengukurannya berperan penting dalam diagnosis
bahkan sebelum benjolannya teraba dan tindak lanjut pasca operasi
pasien.
4) Karsinoma anaplastik Karsinoma anaplastik merupakan karsinoma
yang paling agresif namun jarang ditemui, yaitu < 10% dari kanker
tiroid dengan angka harapan hidup 5 tahun < 5%. Tumor ini terjadi
pada usia lanjut terutama pada daerah endemis gondok. Gambaran
mikroskopik tampak sel anaplastik dengan tiga pola morfologik
dengan kombinasi yaitu sel raksasa polimorfik besar, sel
gelondong dengan sarkomatosa, atau sel dengan gambaran
skuamoid yang samar (Poluan et al., 2015).
5) Penyakit tiroid lainnya Berdasarkan klasifikasi ICD-10 penyakit
tiroid lainnya meliputi hipersekresi kalsitonin, goiter
dishormogenetik, gangguan tiroid spesifik lainnya, dan gangguan
tiroid tidak spesifik

BAB III
KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut
pituitari.Pada gilirannya,pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar
dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari)
dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus,juga suatu bagian dari
otak.pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif,tiroidektomi subtotal).

B.       Saran
Dari penyakit ini, dapat dihindarkan dengan cara tidak stress, tidak merokok,
tidak mengkonsumsi obat-obatan sembarangan dan tidak mengkonsumsi yodium
secara berlebihan karena dapat terjadi radiasi pada leher dan organism-organisme
dapat menyebabkan infeksi karena ada virus.

DAFTAR PUSTAKA

Ghandour, A., & Reust, C. (2011). Hyperthyroidism: a stepwise approach to


management: clinical presentation and an algorithm-guided laboratory assessment
can quickly narrow the diagnosa and help direct your choice, timing, and
sequence of treatments. J. Fam. Prac., 60(7):388-395.

Mansjoer Arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.Jakarta : Media


Aesculapius
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima
Medikal.

Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.

Anonim. 2008. Hipertiroidisme. http://www.medica store.com

Anonim. 2008. Mengenal Tiroid. http://www.demomedical.com

Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai