Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PATOFISIOLOGI

SISTEM EKSKRESI DENGAN PENYAKIT HIPERTIROID

DOSEN PENGAMPU : Ns. Nia Khusniyati M.,M.Kep

DISUSUN OLEH:

1.Dhea Utama Zuarni

2.Cahaya Nyai Nilam

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat d
an karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Patofisiologi Pada Sistem Tubuh
Manusia Pada Penyakit Hipertiroid” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shal
awat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluargany
a, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk mata kuliah Patofisiologi. Saya ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan saya jug
a menyadari akan pentingnya sumber bacaan dan referensi internet yang telah membant
u dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapka
n terima kasih kepada ibuk Ns. Nia Khusniyati M.,M.Kep sebagai dosen bidang studi y
ang telah banyak memberi petunjuk dan telah memberikan arahan serta bimbingannya s
ehingga penyususan makalah dapat dibuat dengan sebaik- baiknya. Kami menyadari ma
sih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kriti
k dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekuran
gan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekura
ngan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita s
emua.

Pekanbaru, 11 Januari 2023,

DHEA UTAMAZ
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 .......................................................................................................................................2
2.2 .......................................................................................................................................2
2.3 .......................................................................................................................................3
2.4........................................................................................................................................
2.5........................................................................................................................................
2.6........................................................................................................................................
2.7........................................................................................................................................
2.8........................................................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................4
3.5 Saran..............................................................................................................................4
Daftar Pustaka......................................................................................................................5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertiroid merupakan penyakit endokrin yang menempati urutan kedua terbesar d
i Indonesia setelah diabetes. Hipertiroid suatu penyakit yang tidak menular yang dapat
ditemukan di masyarakat. Hipertiroid salah satu dari penyebab penyakit kelenjar tiroid.
Gangguan fungsi tiroid ada dua macam yaitu kekurangan hormon tiroid yang disebut H
ipotiroid dan kelebihan hormon tiroid yang disebut Hipertiroid. Kelebihan suatu hormo
n tiroid (Hipertiroid) dapat menyebabkan gangguan berbagai fungsi tubuh, termasuk ja
ntung dan meningkatkan metabolisme tubuh (Sulistyani, 2013).
Prevalensi kasus hipertiroid banyak ditemukan pada seluruh populasi. Berdasarkan
data dari hasil pemeriksaan TSH pada Riskesdas 2007 mendapatkan 12,8% laki-laki dan
14% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang menunjukkan kecurigaan adanya hip
ertiroid, meskipun secara persentase kecil namun secara kuantitas cukup besar. Pada pro
vinsi jawa tengah prevalensi yang terdoagnosis hipertiroid 0,5% . Proporsi segmen mas
yarakat kota semarang khususnya yang mengonsumsi 300 μg/L atau lebih, cukup besar
yaitu 47,8 persen (Riskesdas, 2007). Konsumsi iodium di atas 300 μg/L berisiko hipertir
oid yang dipicu oleh iodium (Iodine Induced Hyperthyroid, IIH). Hasil pemeriksaan di I
ndonesia sudah banyak yang memiliki kadar iodium dalam urine >300 μg/L, artinya me
miliki kecenderungan menderita hipertiroid (Supadmi dkk, 2007).
Sebagian besar pasien dengan hipertiroid ditandai dengan adanya pembesaran kelenj
ar tiroid, atau juga bisa disebut dengan struma. Pada penyakit Graves, struma diikuti oleh
adanya kelainan pada mata (oftalmopati) dan kulit (dermopati). Ketiga hal tersebut diseb
ut dengan trias Graves. Pengobatan antitiroid terdiri dari obat-obatan dari kelas tionamid,
yaitu propylthiouracil (PTU), metimazol, dan karbimazol. Pemilihan pengobatan antitiroi
d didasarkan pada pengalaman masing-masing klinisi. Namun, PTU memiliki keunggula
n dalam hal menghambat konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) dalam jaring
an tiroid dan perifer. PTU masih menjadi salah satu pilihan utama pengobatan antitiroid,
terutama pada pasien hamil dan pasien dengan krisis tiroid. Selain itu, Decroli (2014) me
nyatakan bahwa PTU juga memiliki efek imunologis sehingga dijadikan salah satu moda
litas terapi yang penting pada penyakit Graves.
Pengobatan antitiroid terdiri dari terapi inisial dan terapi pemeliharaan. Terapi inisial di
berikan hingga tercapai kadar hormon tiroid yang normal. Lama pemberian terapi inisial
berkisar dari 4 sampai 12 minggu. Setelah mencapai kadar hormon tiroid yang normal, t
erapi pemeliharaan dimulai dengan menurunkan dosis PTU hingga 50%.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Definisi Hipertiroid ?
2. Apakah Etiologi Dari Hipertiroid
3. Bagaimana Patofisiologi Hipertiroid
4. Bagaimana Patoflowdiagram Dari Hipertiroid
5. Bagaimana Manifestasi Klinik Hipertiroid
6. Apakah Komplikasi Hipertiroid
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Hipertiroid
8. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Hipertirod
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang Definisi Hipertiroid
2. Menjelaskan tentang Etiologi Hipertiroid
3. Menguraikan Patofiologi Hipertiroid
4. Menguraikan Patoflowdiagram Dari Hipertiroid
5. Menguraikan Manifestasi Klinik Hipertiroid
6. Menjelaskan Komplikasi Hipertiroid
7. Menguraikan Pemeriksaan Diagnostik Hipertiroid
8. Menguraikan Penatalaksanaan Medis Hipertiroid
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
2.1 Definisi Gagal Ginjal
Hipertiroid adalah kelainan patologis dimana hormon tiroid disintesis dan
disekresikan secara berlebihan oleh kelenjar tiroid. Produksi hormon tiroid yang
tinggi menyebabkan kadar hormon tiroid tinggi dalam aliran darah, disebut
tiroksikosis (Farwell et al., 2018). Tiroksikosis dengan hipertiroid atau hipertiroid
primer adalah kadar hormon tiroid tinggi ditandai dengan penyerapan iodium yang
normal atau tinggi. Tiroksikosis tanpa hipertiroid disebabkan oleh pelepasan hormon
tiroid-preformed ke sirkulasi darah akibat penyerapan iodium yang rendah (De Leo et
al., 2016).
Hipertiroid terbagi menjadi hipertiroid primer dan subklinis. Hipertiroid primer
ditandai dengan kadar TSH rendah dan peningkatan kadar hormon tiroid, yaitu T4, T3
atau keduanya. Hipertiroid subklinis ditandai dengan kadar TSH rendah, tetapi kadar
T4 dan T3 normal. Umumnya diagnosis hipertiroid ditegakkan dengan tes fungsi
tiroid yang terdiri dari pemeriksaan TSH, FT4, dan FT3 (De Leo et al., 2016).
Hipertiroid atau Hipertiroidisme adalah suatu keadaan atau gambaran klinis akibat
produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu akitif. Karena
tiroid memproduksi hormon tiroksin dari Iodium, maka Iodium radiaktif dalam dosis
kecil dapat digunakan untuk mengobatinya (mengurangi intensitas fungsinya).
(Nanda, 2015 Hal 107) .
Hipertiroid adalah peningkatan kadar hormon tiroid bebas secara berlebihan yang
beredar dalam sirkulasi peredaran darah tubuh akibat hiperaktivitas kelenjar tiroid
yang ditandai dengan peningkatan kadar free Thyroxine fT4, Thyroxine (T4), free
Triiodothyronine (fT3) atau Triiodothyronine (T3) dan penurunan Thyroid
Stimulating Hormon (TSH). (Jurnal kesehatan masyarakat, Vol 3 No 3 2015 ISSN :
2356-3346,).
2.2 Etiologi Hipertiroid
Hipertiroid atau kelenjar tiroid yang terlalu aktif, terjadi ketika kelenjar tiroid
melepaskan terlalu banyak hormon dalam aliran darah sehingga mempercepat
metabolism tubuh. Hipertiroid cenderung terjadi karena faktor keturunan dalam
keluarga, serta sering terjadi pada perempuan di usia muda.
Penyakit Graves adalah tipe utama Hipertiroid. Dalam keadaan ini, antibodi
dalam darah mengaktifkan kelenjar tiroid, menyebabkan kelenjar membesar dan
mengeluarkan terlalu banyak hormon tiroid. Tipe lain dari hipertiroid ditandai
dengan adanya benjolan di kelenjar tiroid yang meningkatkan sekresi hormon tiroid
dalam darah.Pada Grave’s disease, stimulator hormon tiroid meningkat karena
adanya autoantibodi. Hipertiroid juga bisa disebabkan oleh sekresi thyroid
stimulating hormone (TSH) yang berlebihan, misalnya pada TSH-secreting pituitary
adenoma.Selain itu, beberapa sindrom genetik telah dihubungkan dengan hipertiroid,
terutama penyakit tiroid autoimun. McCune-Albright syndrome disebabkan mutasi
pada gen GNAS yang mengkode stimulus subunit G-protein alfa. Salah satu
manifestasi dari sindrom ini adalah hipertiroid.
Pada penyakit Graves, sistem kekebalan tubuh akan menyerang kelenjar tiroid
dengan antibodi, yang mengakibatkan pelepasan terlalu banyak hormon. Selain
penyakit Graves, ada beberapa penyebab lain dari hipertiroidisme, seperti:
Menurut Tarwoto,dkk (2012) penyebab hipertiroid diantaranya adenoma
hipofisis, penyakit graves, modul tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan
pengobatan hipotiroid.
1. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi
2. Penyakit graves
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang disebabkan
karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut thyroid-
stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI merinu tindakan
TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit
ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau (goiter) dan
eksoftalmus (mata yang melotot).
3. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid.
Tiroditis dikelompokan menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum, dan
tiroiditis tersembunyi. Pada tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan
biasanya hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis pesetpartum terjadi
sekitar 8% wanita setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena
autoimun. Seperti halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan posetpartum
sering mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis
tersembunyi juga disebabkan juga karna autoimun dan pasien tidak mengeluh nyeri,
tetapi mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga dapat
mengakibatkan tiroiditis permanen.
4. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sistesis
hormon tiroid.
5. Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi
sekresi hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah
hormon tiroid.

2.3 Patofiologi Gagal Ginjal


Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika, dan
tiroiditis. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-
lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan
kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar
daripada normal
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu
jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan
sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini
menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau
diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah
jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah
lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin
trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat
metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4)
dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam
serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia
lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak
reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah
hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah
reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
1. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat
memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
2. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
3. Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim
peroksidase dan hidrogen peroksidase.
4. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena
afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada
hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.

5. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I
menjadi diiodotirosin)
6. Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin.
Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih
sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan
dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin.
Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat
plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar
dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya
lebih lemah. (Guyton. 1997).
2.4 Patoflowdiagram Hipertiroid

2.5 Manisfestasi klinis Hipertiroid

Gejala yg biasanya timbul

 Seluruh tubuh: gelisah, kelelahan, keringat berlebih, lapar yang berlebihan atau
sensitif terhadap panas
 Suasana hati: gugup, perubahan suasana hati atau serangan panik

Jantung: denyut jantung cepat, irama jantung abnormal atau jantung berdetak cepat
(palpitasi)

 Tidur: insomnia atau kesulitan tidur


 Menstruasi: menstruasi pendek dan ringan atau menstruasi tak teratur
 Perilaku: iritabilitas atau perilaku hiperaktif
 Mata: mata sembab atau penonjolan abnormal di mata
 Juga umum: penurunan berat badan, diare, otot lemas, rambut rontok, suhu kulit
panas atau tremor.
Suatu ketika datang kepada saya seorang wanita muda usia 24 tahun dengan keluhan
berat badan yang menurun hampir 4 kg dalam 1 bulan dan cepat capai disertai frekuensi
buang air besar lebih dari 3 kali sehari tanpa diare. Pasien merasa bahwa dirinya terkena
penyakit kencing manis, tetapi pada saat dilakukan pemeriksaan gula darah sesaat,
ternyata hanya 95 mg/dL. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium akhirnya
didapatkan diagnose pasien tersebut adalah penderita Hipertiroid dan dengan
penanganan yang tepat, gejala yang dirasakannya membaik dan berat badan kembali
normal.
Kondisi seperti pasien tersebut banyak didapatkan dalam praktek sehari-hari.
Hipertiroid adalah istilah yang menggambarkan adanya produksi hormone tiroid yang
berlebihan sehingga menimbulkan gejala klinis. Kelenjar tiroid merupakan salah satu
kelenjar hormone yang terletak di leher, berbentuk seperti kupu-kupu. Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon yang dikenal sebagai Free T4 dan Free T3 atas stimulasi dari
Tiroid Stimulating Hormone (TSH) dari kelenjar hipofise. Hormon tiroid bertanggung
jawab atas berbagai metabolisme dalam tubuh. Apabila tubuh mengalami kelebihan
hormone ini disebut hipertiroid dan bila kekurangan disebut hipotiroid.

Penderita dengan hipertiroid akan menunjukkan gejala-gejala penurunan berat


badan, tidak tahan terhadap cuaca panas, rambut rontok, jantung berdebar-debar sering
buang air besar, dan tangan gemetar. Mata yang tampak menonjol (exopthalmus) juga
sering ditemukan pada penyakit Graves’ .
Kondisi seperti ini disebabkan tertimbunnya jaringan lemak di belakang bola mata
yang akan mendorong mata keluar sehingga batas atas kornea tidak tertutup kelopak
mata. Sekilas terlihat seperti orang yang sedang marah. Untuk menegakkan diagnosis
biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kadar Free T4 dan
TSHs. Apabila didapatkan kadar Free T4 yang meningkat dan kadar TSHs yang
rendah, maka disebut Hipertiroidisme. Peningkatan kadar free T4 tidak selalu
berkorelasi dengan besar-kecilnya kelenjar tiroid. Penyebab hipertiroidisme ini antara
lain karena penyakit Graves’ atau autoimun dan peradangan pada kelenjar tiroid
(tiroiditis). Pembesaran kelenjar tiroid pada penyakit Graves’ umumnya bersifat difus
atau merata dan teraba lunak. Pada tumor tiroid benjolan teraba keras, bahkan tidak
disertai kelainan fungsi tiroid
Kegawatan yang terjadi pada kondisi hipertiroid disebab Krisis tiroid atau badai
tiroid. Kasus ini jarang dijumpai, bahkan pengalaman penulis selama menjalani tugas
sebagai dokter penyakit dalam baru dua kasus yang dijumpai. Krisi tiroid terjadi akibat
pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan, biasanya dipicu oleh infeksi berat,
tindakan operasi atau manipulasi kelenjar tiroid yang berlebihan. Kondisi ini
memerlukan perawatan di ruang perawatan intensif dan pasien selalu disertai demam.
Penanganan hipertiroid dapat dilakukan dengan obat-obatan, iodium radioaktif
atau pembedahan. Obat yang sering digunakan adalah Propil Thyouracil atau
Metimazole yang bisa diberikan sampai jangka waktu yang lama. Monitoring kadar
free T4 secara periodik diperlukan untuk mengevaluasi dosis obat yang diberikan.
Apabila dengan dosis terkecil, kadar Free T4 berada pada kisaran normal, obat bisa
diberhentikan dulu tetapi monitoring kadar Free T4 tetap dilakukan karena ada kalanya
kondisi tersebut relaps (kambuh). Pengobatan dengan Iodium radioaktif masih sering
dikhawatirkan oleh sebagian pasien. Pengobatan ini tidak perlu dikhawatirkan karena
pada prinsipnya hanya memberikan Iodium radioaktif dengan dosis kecil di mana
radioaktif tersebut akan mematikan sel-sel kelenjar tiroid yang memproduksi hormon
secara berlebihan. Efek samping yang mungkin timbul apabila semua sel-sel kelenjar
tiroid tidak berfungsi, maka akan timbul kondisi Hipotiroid atau kekurangan hormon
tiroid dan harus minum Levothyroxin seumur hidup. Pengobatan ini menjadi
kompetensi dokter spesialis kedokteran nuklir.
Operasi atau pembedahan pada dasarnya hanya untuk mengurangi volume atau
besarnya kelenjar tiroid, jadi lebih bersifat kosmetik. Berbeda pada tumor ganas tiroid,
pembedahan sifatnya harus dilakukan dan secara radikal atau total dan semua jaringan
tiroid akan diambil beserta kelenjar getah bening di sekitarnya, selanjutnya juga
dilakukan pengobatan dengan iodium radioaktif untuk mematikan sel-sel ganas yang
masih tersisa.

Hal yang terpenting bagi pasien hipertiroid apapun sebabnya, minum obat secara
teratur dan monitoring kadar hormone tiroid secara berkala sangat diperlukan.
Konsultasi dengan dokter yang menangani akan membantu keberhasilan terapi.
2.6 Komplikasi Hipertiroid
Menurut Tarwoto,dkk (2012)
1. Eksoftalmus, keadaan dimana bola mata pasien menonjol benjol keluar, hal ini
disebabkan karena penumpukkan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola mata.
Biasanya terjadi pasien dengan penyakit graves.
2. Penyakit Jantung, terutama kardioditis dan gagal jantung.
3. Stromatiroid (tirotoksikosis), pada periode akut pasien mengalami demam tinggi,
takikardia berat, derilium, dehidrasi, dan iritabilitas ekstrim. Keadaan ini merupakan
keadaan emergency sehingga penganganan lebih khusus. Faktor presipitasi yang
berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis dan
tidak tertangani, infeksi, ablasitiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark, overdosis
obat. Penanganan pasien dengan stromatiroid adalah dengan menghambat produksi
hormon tiroid, menghambat konfersi T4 menjadi T3 dan menghambat efek hormon
terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan untuk menghambat kerja hormon
tersebut diantaranya sodium ioded intravena, glococorticoid, dexamethasone, dan
propylthiouracil oral. Beta-blockers diberikan untuk menurunkan efek stimulasi saraf
simpatik dan takikardia.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Hipertiroid


Pemeriksaan kadar Tyroid Stimulating Hormon atau Hormon perangsang tiroid
(TSH) adalah pemeriksaan diagnostik awal pilihan dan dianggap sebagai tes skrining
terbaik untuk menilai patologi tiroid dan untuk pemantauan terapi penggantian tiroid.

Karena umpan balik negatif yang diberikan T3 dan T4 pada kelenjar pituitari,
peningkatan T3 atau peningkatan T4 akan menyebabkan penurunan produksi TSH dari
kelenjar hipofisis anterior. TSH abnormal sering ditindaklanjuti dengan pengukuran T4
bebas atau T3 bebas.

Kekhawatiran adanya proses autoimun seperti penyakit Graves akan memerlukan


evaluasi lebih lanjut dengan menilai kadar serum antibodi reseptor TSH.
1. Kadar TSH dalam konteks penyakit akut harus ditafsirkan dengan lebih hati-hati
karena kadar TSH jauh lebih rentan terhadap efek penyakit.
2. Hipertiroid adalah etiologi umum untuk fibrilasi atrium, dengan demikian
pemeriksaan lebih lanjut dengan EKG mungkin diperlukan terutama pada pasien
yang mengeluhkan palpitasi.
3. Pemeriksaan kadar troponin bisa dilakukan jika presentasi klinis memerlukan
pemeriksaan iskemik jantung lebih lanjut, seperti nyeri dada aktif.
4. Pemeriksaan diagnostik radiologis seperti rontgen dada memberikan manfaat
diagnostik dalam pengelolaan hipertiroidisme.

2.8 Penatalaksanaan Medis Hipertiroid


Menurut Tarwoto,dkk (2012) tujuan pengobatan adalah untuk membawa tingkat
hormon tiroid keadaan normal, sehingga mencegah komplikasi jangka panjang, dan
mengurangi gejala tidak nyaman. Tiga pilihan pemberian obat-obatan, terapi radioiod,
dan pembedahan. Bisa berupa Konservatif dan Surgical
1. Obat-obatan antitiroid
a) Propylthiouracil (PTU), merupakan obat antihipertiroid pilihan, tetapi
mempunyai efek samping agranulocitosis sehingga sebelum di berikan harus
dicek sel darah putihnya. PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.
b) Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormon tiroid
dalam tubuh. Obat ini mempunyai efek samping agranulositosis, nyeri kepala, mual
muntah, diare, jaundisce, ultikaria. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 3 dan 20
mg.
c) Adrenargik bloker, seperti propanolol dapat diberikan untuk mengkontrol
aktifitas saraf simpatetik. penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan
dengan obat-obat antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat
dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi
klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta
manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol
juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Pada pasien
graves yang pertama kali diberikan
OAT dosis tinggi PTU 300-600mg/hari atau methimazole 40-45mg/hari.
2. Radioiod Terapi
Radio aktif iodin-131, iodium radio aktif secara bertahap akan melakukan sel-sel
yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan produksi hormon
tiroid. Bila tumor sudah inoperable atau pasien menolak operasi lagi untuk lobus
kontralateral, maka dilakukan
a. Radiasi interna dengan I131
Hanya tumor- tumor berdifferensiasi baik yang mempunyai afinitas terhadap
I131 terutama yang follicular. Radiasi interna dilakukan dengan syarat jaringan
tiroid afinitasnya lebih besar harus dihilangkan dulu dengan jalan operasi atau
ablasio dengan pemberian I131 dosis yang lebih tinggi sehingga jaringan tiroid
normal rusak semua, baru sisa I131 bisa merusak jaringan tumor.
b. Radiasi eksterna
Memberikan hasil yang cukup baik untuk tumor- tumor inoperable atau
anaplastik yang tidak berafinitas dengan I131. Sebaiknya dengan sinar elektron15-
20 MW dengan dosis 400 rad. Sumsum tulang harus dilindungi. Radiasi eksterna
diberikan juga untuk terapi paliatif bagi tumor yang telah bermetastasis

3. Bedah Tiroid
Pembedahan dan pengangkatan total atau parsial (tiroidektomy). Operasi efektif
dilakukan pada pasien dengan penyakit graves. Efek samping yang mungkin
terjadi pada pembedahan adalah gangguan suara dan kelumpuhan saraf kelenjar
tiroid.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/2017_Hormon_hipertiroid
%20penatalaksanaan.pdf

SENDRA, Eny. BAB 4 ANATOMI FISIOLOGI ENDOKRIN DAN GLAND


ENDOKRIN. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia, 2022, 54.

https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/2017_Hormon_HIPERTIROID
%20patofisiolo

keperawatan+hipertiroid&aqs=chrome..69i57j0.21741j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-
8 https://id.scribd.com/doc/306011972/Makalah-Hipotiroidisme http://dwi-
rohmawati.blogspot.com/2014/04/makalah-hipotiroid.html

Black dan jane.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakart:Salemba Medika

https://id.scribd.com/doc/306011972/Makalah-Hipotiroidisme

https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-gangguan-metabolik/page/3/
apa-itu-hipertiroid

https://www.google.com/search?
q=pemnatalaksanaan+keperawatan+hipertiroid&oq=pemnatalaksana

https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/hipertiroid/etiologi

Leo SD, Lee SY, Braverman LE. Hyperthyroidism. Lancet. 2016;

Kahaly GJ et al. 2018 European Thyroid Association Guideline for the Management of
Graves’ Hyperthyroidism. Eur Thyroid J

Anda mungkin juga menyukai