STRUMA
Oleh :
Baiq Indah Kusumawaty
H1A 004 007
Pembimbing :
dr. H. Santyo Wibowo Sp.B
PENDAHULUAN
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini menyebabkan perubahan fungsi pada
tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang
sering dijumpai pada kehidupan sehari hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolism dapat didiagnosis secara tepat.
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan oleh 4
tirotropin hipotalamus (THR) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormone perangsang
tiroid hipofisis anterior (TSH) yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormone
dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid, kemudian doidininase hipofisis dan perifer, yang
memodifikasi efek dari T4 dan T3, autoregulasi dari sintesis hormone oleh kelenjar tiroid
sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya, dan stimulasi atau inhibisi dari funngsi
tiroid oleh a tiantibodi reseptor TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang
PEMBAHASAN
Tyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat, kelenjar tyroid merupakan organ
yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah disebelah anterior
trakea, kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm dan dalam keadaan normal
kelenjar tiroid orang dewasa beratnya 20 gram, namun berat kelenjar ini akan beraneka ragam
sesuai berat badan dan asupan iodine. Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara
fascia koli media dan fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea,
esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid
umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat,
1998). Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap
molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh
kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan
2.2.Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymphoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus,
dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika
dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan\ selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat
dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT
yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar
yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam
sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre- albumine, TPBA)
endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan
yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin)
yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler
(Djokomoeljanto, 2001).
2. TSH (thyroid stimulating hormone) Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa
dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-
reseptor- TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3 dan T4) ini
berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur oleh kadar
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid
kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal
tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
2.6.Patogenesis Struma
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan
TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.20
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan
misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid
2.7.Klasifikasi Struma
1. Eutyroid
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
2. Hipotyroid
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormone, kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut
3. Hipertyroid
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan
meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu
juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, ,mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut :
1. Struma Toksik
b) struma nodusa toksik yaitu pembesaran kelenjar tyroid hanya mengenai salah satu
yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan
a) struma difusa non toksik, seperti yang ditemukan pada endemic goiter
b) struma nodusa non toksik, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
family yang kuat, lebih banyak pada wanita (5:1), insiden puncak pada usia 40-60 tahun.
lainnya.
Factor pemicu proses autoimun pada penyakit graves diantaranya yaitu kondisi seperti
keadaan post partum, kelebihan yodium, terapo lithium, dan infeksi bakteri serta virus. Factor
genetic juga berperan. T-helper yang peka merangsang limfosit B yang memproduksi
antibody yang diarahkan melawan reseptor Hormone tiroid, antibody tyroid stimulating
meranngsang tyrocites untuk tumbuh dan mensintesis hormone tyroid berlebih, yang
Manifestasi klinis dari penyakit graves dapat dibagi menjadi yang berhubungan dengan
Gejala hipertiroid: intoleransi panas, sering berkeringat dan haus dan penurunan berat badan
meskipun asupan kalori yang memadai, gejala peningkatan stimulasi adrenergic termasuk
tremor halus, muscle wasting dan kelemahan kelompok otot proksimak dengan reflex
tendon hiperaktif
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis hipertiroid dibuat jika hasil pemeriksaan TSH yang rendah dengan atau
tanpa disertai peningkatan free T4atau T3, uptake tinggi dengan kelenjar difus membesar,
penyebab lain hipertiroidisme. Jika kadar T4 bebas normal maka kadar T3 bebas juga harus
ditentukan, Karena sering sekali meningkat pada awal penyakit graves atau Plummer (T3
toksikosis). Anti-Tg dan anti TPO antibody meningkat sampai dengan 75% tetapi tidak
spesifik.peningkatan TSH-R atau tyroid stimulating antibody (TSAb) meningkat pada sekitar
atau karbimazol. Terapi definitive dapat dipilih antara pengobatan anti tiroid jangka panjang,
ablasio dengan yudium radioaktif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan
hipertiroid dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dan kelenjar
tiroid membesar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan hasil kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroid dan komplikasi yang minimal.
Adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai dengan tanda-
tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma
non toksik. Bila tidak diobati dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik.
Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak jika tidak segera diobati dalam
tersebut dari non toksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi
otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormone tiroid dari
Gejala klinis
Saat anamnesa sulit membedakan antara graves disease dengan plummers disease karna
sama-sama menunjukkan gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah pada saat pemeriksaan
fisik, dimana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada satu
lobus.
2.8.Penegakan diagnose struma.
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama yang di utarakan oleh pasien bisa berupa benjolan
pada leher yang sudah berlangsunng lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya, jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali terlebih
dahulu apakah pembesaran terjadi dengan progresif atau lamban, disertai dengan gangguan
menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara, setelah itu baru ditanyakan ada tidahnya
gejala-gejala hiper atau hipofungsi kelenjar tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal
pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecenderungan kea rah struma
endemic. Sebaliknya jika pasien dating dengan keluhan kea rah gejala-gejala hiper maupun
hipofungsi dari tiroid harus digali lebih jauh kea rah hiper atau hipo dan ada tidaknya
benjolan di leher.
Index wayne untuk menentukan apakah pasien mengalami hipertiroid atau bukan.
Capek/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
BB -3 Atrial fibrilasi +4
JUMLAH: Nadi
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada region coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernafasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakan benjolan tersebut adalah benar
kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening, perbedaannya terasa pada saat pasien diminta
untuk menelan. Jika benar pembesaran kelenjar tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat
menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran
sternocleidomastoidea.
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya
hipertiroid.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid terbagi atas:
dan T4\ serta TSH paling sering menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dan
ELISA dalam serum atau plasma darah, kadar normal T4 total pada orang dewasa
adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7
ng/dl.
penyakit tiroid autoimun, seperti antibody triglobulin dan tiroid stimulating hormone
antibody.
3. Pemeriksaan radiologis
struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga. Foto
antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan kangker yang
distribusikan tiroid. Dari upyake dapat ditentukan teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid ( distribusi dalam kelenjar).
Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat
dibeedakan dalam 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang
yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah
warm nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi
yang nodule sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila
uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada
neoplasma.
4. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%, hal ini perlu diingat agar jangan
2.9.Penatalaksanaan
1. Konservatif/ medikamentosa
Indikasi:
Usia tua
Dtruma residif
o Merupakan obat anti tiroid dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis
dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).
Diberikan dosis 3x 100 mg/ hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila
2. Radioterapi
Indikasi:
o Usia tua
Menggunakan I33 biasanya diberikan kepada pasien yang telah diterapi dengan obat
anti tiroid dan telah menjadi eutiroid, indikasi radioterapi adalah diberikan pada pasien
dengan resiko tinggi untuk operasi, untuk pasien dengan tiroid rekuren dan hipertiroidesme
yang kambuh sesudah dioperasi.Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan
anak-anak.
3. Pembedahan
belum terkontrol
o Struma besar yang melekat erat pada jaringan leher dan sulit digerakkan
karena karsinoma.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tindakan biopsy insisi
Tindakan operasi yang dilakukan tergantung dari jumlah lobus tiroid yang terkena,
bila hanya pada satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi, jika terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher, maka
dilakukan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal atau
modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luas ekstensi di luar kelenjar getah bening.
o RND ( radikal neck disesion) mengangkat seluruh jaringan linfoid pada sisi
o Dispnue
o Paralisis nervus rekuren laringeus akibat terjadi kelemahan otot- otot laring
o Paralisis nervus laringues superior akibatnya suara penderita lebih lemah dan sukar
mengontrol suara tinggi karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi
1. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
http://www.emedicine.com/med/topic920.ht
4. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakart
Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
9. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed.,
McGraw-Hill., Newyork.