Oleh:
dr. Anastasia Asylia Dinakrisma
BAB I
PENDAHULUAN
Nodul tiroid merupakan suatu kondisi klinis yang cukup sering ditemui. Dalam sudi
Framingham, suatu studi populasi besar, nodul tiroid dijumpai pada 6.4% perempuan dan
1.5% laki laki. Pada studi surveilans acak dengan menggunakan ultrasonografi resolusi
tinggi, nodul tiroid ditemukan pada 30-76 % perempuan. Prevalensi nodul tiroid meningkat
berdasarkan umur, yakni 2.7% dan 2% pada perempuan dan laki-laki usia 26-30 tahun,
hingga 18% dan 14.5% pada perempuan dan laki-laki usia di atas 55 tahun .
1, 2
Pendekatan
diagnosis yang tepat merupakan kunci paling penting untuk membedakan nodul ganas atau
jinak, apakah suatu keganasan bersifat letal, maupun apakah nodul menyebabkan disfungsi
tiroid, yang akan menentukan langkah tatalaksana selanjutnya 1
Nodul tiroid dapat jinak/tidak ganas (tiroiditis, kista tiroid, adenoma, hemiaganesis
tiroid, kista paratiroid), yang terjadi pada sekitar 98% kasus maupun ganas (karsinoma,
metastastik, limfoma/sarkoma) yang terjadi pada 5-9% kasus nodul. Kasus keganasan
biasanya ditemukan secara kebetulan (insidentaloma) yang diteliti lebih lanjut dengan marker
marker, seperti kalsitonin pada karsinoma medularis dan core biopsy, BAJAH atau biopsi
biasa. Secara epidemiologi, 50-80% keganasan merupakan karsinoma papiler, 10-15%
folikuler,1-2% meduler,karsinoma anaplastik dan limfoma primer,kasus metastasis jarang
ditemui. Semua nodul hendaknya dicurigai ganas hingga terbukti sebaliknya. 3
Keganasan dapat terjadi pada 5-15% nodul tergantung pada usia, jenis kelamin, riwayat
paparan radiasi, riwayat keluarga dan faktor lain, seperti riwayat transplantasi stem sel
hematopoeitik2, Nodul tiroid pada anak dua kali lebih tinggi risiko keganasan dibandingkan
dewasa. Nodul tiroid pada pria berisiko keganasan lebih tinggi 2 kali daripada perempuan
(8% vs 4%). Insiden kanker juga meningkat pada riwayat radisi daerah kepala dan leher,
seperti terapi akne, tonsil, adenoid dan timus.1
Rekomendasi diagnostik yang penting adalah evaluasi inisial, kriteria klinis dan
ultrasonografi untuk biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH), interpretasi hasil BAJAH, dan
rekomendasi terapi nodul jinak dan ganas, termasuk indikasi operasi, terapi ablasi radioiodin, terapi supresi dengan levotiroksin dan rekomendasi manajemen jangka panjang untuk
kanker tiroid berdiferensiasi baik, rekuren maupun metastasis berupa surveilans dengan
ultrasonografi maupun monitor serum tiroglobulin.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Biosintesis hormon tiroid melibatkan 6 proses, yakni (1) tahap transpor aktif yodida
melewati membran basal ke dalam sel tiroid (trapping). Proses pengambilan iodida dari
darah melibatkan Na-I- simporter (NIS) yang terdapat pada membran basal sel tirosit;(2)
oksidasi yodida dan iodinasi residu di dalam tiroglobulin (organification);(3) tahap
penggabungan iodotirosin dalam tiroglobulin menjadi iodotironin T3 dan T4 (coupling);(4)
pinositosis dan proteolisis tiroglobulin dengan pelepasan iodotironin dan iodotirosin dalam
sirkulasi;(5) deiodinisasi dari ioditironin dalam sel tiroid, dengan konservasi dan penggunaan
kembali iodide bebas;(6) 5-deiodinasi T3 dan T4 intratiroid. Proses biosintesis hormon tiroid
dapat dlihat pada Gambar 2. Kelenjar tiroid yang normal menghasilkan 100 nmol T4 dan 5
nmol T3 per hari. Delapan puluh persen T3 dalam plasma dihasilkan oleh 5 monodeiodinasi
cincin perifer terluar T4 yang terjadi pada jaringan hati, ginjal dan otot skeletal.
Di dalam sirkulasi darah, hormon tiroid terikat pada protein plasma, hanya 0.04 %T4
dan 0.4% T3 dalam bentuk bebas. Dalam bentuk aktif, hormon tiroid dapat memasuki sel
target dan menjalankan fungsinya. Protein plasma pengikat hormon tiroid antara lain
thyroxine binding globulin (TBG), transthyretin atau thyroxine-binding prealbumin (TBPA),
dan albumin.
Mekanisme kerja hormon tiroid dalam tubuh melibatkan 2 mekanisme, yakni (1)
proses intreaksi T3 dengan reseptor inti sel (aksi genomic) dan (2) interaksi T3 dan T4
dengan enazim tertentu, seperti calcium ATPase, adenilat siklase, transprter glukosa dan
4
protein mitokondria (aksi non genomik). Efek fisiolgis hormon tiroid pada berbagai organ
dapat dilihat pada Tabel 1.4
Tabel 1 Efek fisiologi hormon tiroid
EFEK
Perkembangan janin
MEKANISME
Pertumbuhan otak dan maturasei skeletal
Efek kardiovaskular
Meningkatkan
denyut
jantung
dan
limsofit
dan
meningkatkan
aksi
Efek hematopietik
Efek gastrointestinal
Efek skeletal
tulang
dan
hanya
sedikit
Meningkatkan
glukoneogenesis
hepatik,
glikogenolisis,
absorbsi glukosa di
usus,
gliserol darah)
Efek endokrin
klirens metabolik
Nodul yang
insidentaloma, memiliki risiko keganasan sama dengan nodul yang dapat dipalpasi dalam
ukuran yang sama. Secara umum, nodul dengan ukuran lebih dari 1 cm yang harus dilakukan
evaluasi karena risiko kanker lebih besar. Nodul kurang dari 1 cm yang harus dievaluasi lebih
jauh apabila jika terdapat limfadenopati, riwayat radiasi kepala dan leher, atau riwayat
keluarga derajat 1 dengan kanker tiroid.2
Faktor risko terjadinya nodul tiroid antara lain merokok, terutama pada daerah
endemis defisiensi yodium, konsumi alkohol terutama pada perempuan, kadar IGF-1, fibroid
pada uterus. Sedangkan yang dapat menurunkan risiko nodul tiroid adalah kontrasepsi oral
dan penggunaan statin. Secara klinis, nodul dibagi menjadi nodul tunggal (soliter) atau
multiple sedangkan secara fungsi, terbagi atas nodul hiperfungsi, hipofungsi atau berfungsi
normal. Klasifikasi nodul tiroid dapat dilihat pada Tabel 2.6
ADENOMA
Adenoma makrofolikuler (koloid
sederhana)
Adenoma mikforfolikuler (fetal)
Adenoma embrional (trabecular)
Adenoma sel Hurthle (oksifilik,
onkositik)
KARSINOMA
Papiler (75%)
Folikuler (10%)
Meduler (5-10%)
Anaplastik (5%)
Lain-lain: Limfoma tiroid (5%)
LAIN-LAIN
Inflamasi tiroid
Tiroiditis subakut
Tiroiditis limfositik kronik
Penyakit granulomatosa
Gangguan pertumbuhan
Dermoid
Agenesis lobus tiroid unilateral
PATOGENESIS
Faktor-faktor yang penting dalam patogenesis nodul tiroid adalah lingkungan, genetik
dan proses autoimun. Pada nodul tiroid akibat defisiensi iodin,
dishormogenesis atau
defisiensi iodin berat melibatkan gangguan sintesis hormon dan selanjutnya peningkatan
sekresi TSH, TSH akan menginduksi hiperplasia tiroid yang difus, diikuti hiperplasia fokal
dengan nekrosis dan perdarahan. Pada awalnya hiperplasia bersifat TSH dependen, namun
lama kelamaan menjadi autonom atau independen TSH. Pertumbuhan nodul tiroid tanpa
disertai defisiensi iodin terjadi secara autonom melibatkan mutasi dari protein Gs pada
membran sel, yakni onkogen gsp, seperti pada kasus multinodular. Aktivasi protein Gs kronik
menyebabkan proliferasi dan hiperfungsi sel tiroid walaupun terjadi supresi TSH. 4 Adenoma
tiroid merupakan pertumbuhan baru monoclonal yang terbentuk sebagai respon dari berbagai
rangsasngan. Faktor herediter tidak memegang peranan penting.6
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Setelah dideteksi adanya nodul ,anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap yang
berhubungan dengan kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening servikal harus dilakukan.
Walaupun sulit menentukan nodul jinak atau ganas, ada beberapa gejala dan tanda yang
mengarah pada keganasan, yakni:2, 5, 6
Sangat mencurigakan:
- Riwayat kelaurga dengan kanker meduler atau multiple endocrine neoplasia (MEN),
sindrom Cowden, polyposis familial, Carney complex, Werner sindrom.
7
Pada setiap temuan nodul tiroid hal utama yang perlu dievaluasi adalah penilaian status
fungsi tiroid, apakah nodul hiperfungsi, hipofungsi atau berfungsi normal. Pada nodul
hiperfungsi, dapat ditemukaan tanda dan gejala manifestasi hipertiroidisme secara umum
berupa hiperkinesis, berat badan turun, pertumbuhan cepat, tidak tahan panas, mudah
berkeringat, hiperdefekasi, mudah lapar, oligomenore, amenore, dan osteoporosis (akibat
epifisis cepat menutup), irritable, tremor, psikosis, palpitasi hingga gagal jantung. Pada
pemeriksaan fungsi tiroid dapat ditemukan penurunan TSHs dan peningkatan fT4. Pada
keadaan tanda tirotoksikosis yang semakin meningkat disertai penurunan kesadaran dan
hipertermia, perlu dicurigai keadaan krisis tiroid. Secara umum penilaian krisis tiroid dapat
menggunakan wayne indeks maupun Burch-Wartofksy skoring.7 Pemeriksaan ultranosografi
tiroid harus dilakukan pada smua kasus nodul tiroid termasuk insidentaloma. 2
Jika pemeriksaan TSH subnormal, perlu dilakukan radionuclide Thyroid scan untuk
menentukan apakah nodul hiperfunctional (uptake meningkat), isofunctional atau warm
( uptake sama dengan jaringan tiroid sekitrar) atau nonfunctional (uptake kurang). Nodul
hyperfuntional jarang ganas sehingga tidak memerlukan evaluasi sitologi, sebaliknya nodul
nonfuctional (cold) memerlukan evaluasi lebih lanjut dengan aspirasi jarum. Aspirasi jarum
halus juga perlu dilakukan pada peningkatan serum TSH yang berhubungan dengan risiko
keganasan.2 Kadar TSH merupakan faktor risiko independen prediktor keganasan pada nodul
tiroid. Pada satu studi pada 1500 pasien, risiko keganasan pada kada TSH > 5.5 mu/L adalah
29.7%.8
Ultrasonografi Tiroid
Pemeriksaan USG tiroid penting dilakukan untuk semua kasus nodul maupun
insidentaloma. USG tiroid dapat memberikan gambaran lebih akurat ukuran dan anatomi
tiroid terhadap jaringan sekitarnya. USG bahkan dapat mendeteksi nodul sebesar 2 mm.
Spesifisitas USG dalam mendiagnosis kanker bervariasi dari 85%-95% pada kelainan adanya
mikrokalsifikasi, 83%-85% pada gambaran batas yang tidak tegas dan ireguler, dan 81% pada
gambaran acak vaskular dalam nodul. Gambaran nodul yang panjang secara anteroposterior
memiliki tendensi ke arah keganasan lebih tinggi dibanding nodul yang melebar.5 Kegunaan
USG tiroid selain itu dapat digunakan untuk panduan dalam melakukan aspirasi jarum halus
tiroid dan KGB servikal,membantu perencanaan operasi tiroid pada keganasan, untuk
surveilan rekurensi pada kanker tiroid, deteksi fetal goiter, dan skrining pada kelompok risiko
tinggi (misal riwayat paparan radiasi pada anak). 9 Beberapa gambaran ultrasonografi yang
dicurigai ke arah keganasan antara lain : hipoekoik, mikrokalsifikasi, twinkling pada Bflow imaging, vaskularisasi sentral, tepi ireguler, halo inkomplit, nodul dengan tinggi lebih
besar daripada lebarnya, adanya pembesaran nodul dari pemeriksaan sebelumnya.8
maligna (risiko maligna pada operasi >95%), inderteminate atau curiga neoplasma dan jinak
(Tabel 4)2, 6 Hasil yang diagnostik ditujukan jika dapat memperlihatkan tidak kurang dari 6
kelompok sel epitel tiroid yang dapat dinilai dari 10 kelompok. Hasil dikatakan
nondiagnostik bila didapatkan jumlah sel yang kurang, apusan darah, teknik pembuatan
apusan yang buruk. Sitologi yang negatif menunjukkan bahwa nodul merupakan nodul
koloid, adenoma makrofolikuler, tiroiditis limfositik, tiroiditis granulomatosa, atau kista
9
jinak. Secara keseluruhan, hasil FNAB biasanya 70% jinak, 5% ganas, 10% mencurigakan,
dan 15 % tidak konklusif. 5
BAJAH tidak diindikasikan pada pasien dengan nodul kurang dari 1 cm, tanpa faktor
risiko dan pada USG tidak didapatkan kecurigaan ke ganas. Pada golongan ini, dilakukan
USG secara periodik tiap 6-12 bulan dengan interval yang dapat diperpanjang jika stabil
hingga tiap 5 tahun sekali. Jika nodul tumbuh 2 cm dan menunjukkan perubahan USG ke
arah ganas, perlu dilakukan BAJAH dengan panduan USG. Hasil FNAB sangat penting untuk
menentukan tatalaksana selanjutnya apakah medikamentosa atau pembedahan, seperti yang
dijelaskan pada Gambar 3.
10
Sumber : Revised American Thyroid Association ManagementGuidelines for Patients with Thyroid
Nodules .and Differentiated Thyroid Cancer.Thyroid. Volume 19, Number 11, 2009
Penjelasan
Klas 1. Nondiagnostik.
Klas 2. Benigna
Klas 3. Folikuler.
benigna
atau
maligna.
Meliputi
hiperplasia
4.
Suspicious
(Curiga/Interdeterminate)
Klas 5. Maligna
(misal :
11
Keterangan
:
Thyroid
scintigraphy
after
suppressing
TSH
with
thyroxine.
TSH: thyroid-stimulating hormon (thyrotropin); US-FNA: ultrasound-guided fine-needle aspiration.
Sumber : Up To Date 2011.
Indikasi dilakukannya BAJAH ulang adalah follow up untuk nodul jinak, nodul yang
membesar, kista rekuren, nodul lebih dari 4 cm, hasil BAJAH inisial non diagnostik, dan
tidak ada pengecilan nodul setelah terapi T4. Jika hasil BAJAH meragukan, dilakukan sidik
tiroid, jika hasil sidik tioid hangat atau dingin, dilakukan pembedahan, sedangkan jika
hasilnya nodul panas dilakukan monitoring. 5, 6
Modalitas diagnostik lain seperti pemeriksaan kadar tiroglobulin, TPO tidak
direkomendasikan untuk pemeriksan rutin pada semua kasus nodul tiroid. Pemeriksaan serum
kalsitonin merupakan kontrioversi karena dapat mendeteksi kanker tiroid tipe medujler pada
stadium dini (hyperplasia sel C) dan dapat meningkatkan survival. Namun untuk
mengkonfirmasi adanya hiperplasi sel C diperlukan pemeriksaan tes stimulasi pentagastrin
pada peningkatan serum kalsitonin. Pemeriksaan antibody TPO dapat berguna pada pasien
dengan peningkatan TSH dengan kecurigaan tiroiditis Hashimoto.2, 8
Pemeriksaan Magnetic resonance imaging (MRI) atan computed tomography scan
tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin karena masalah biaya dan jarang dapat
menilai derajat keganasan. Kedua pencitraan ini digunakan untuk menilai ukuran, perluasan
ke are substernal, dan hubungan nodul dengan struktur sekitar.5
Sidik Tiroid
Sidik tiroid (sintigrafi atau thyroid scan) merupakan pencitraan isotropik dengan
menggunakan radiofarmaka, yang akan memberikan gambaran morfologi fungsional yang
merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Radiofarmaka yang digunakan biasanya I131, Tc99-pertechnetate. Sedangkan untuk Tc99 MIBI, TI-201 atau F18 FDG biasanya
digunkaan untuk mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma tioid pasca tioridektomi atau
radioablasi. 6Indikasi pemeriksaaan sidik tiroid adalah10:
12
Nodul tiroid soliter dengan TSH tersupresi : BAJAH tidak diindikasikan pada hot
nodule
Struma multinodosa untukmenentukan area cold atau indeterminate untuk panduan
BAJAH, sedangkan area hot tidak memerlukan evaluasi sitology lebih lanjut
Struma multinodosa ukuran besar hingga ke substernal
Diagnosis tiroid ektopik
Hipertiroidisme subklinis untuk deteksi jaringan hiperfungsi occult
Lesi folikuler untuk identifikasi adenoma fungsional
Menentukan eligibilitas terapi radioiodin
Untuk membedakan low uptake dari high-uptake tirotoksikosis
Mendeteksi jaringan tiroid sisa pasca tiroidektomi atau jaringan metastasis fungsional
Gambar 4 Algoritma evaluasi pasien dengan nodul tiroid soliter atau multipel
Sumber : Revised American Thyroid Association ManagementGuidelines for Patients with Thyroid
Nodules .and Differentiated Thyroid Cancer.Thyroid. Volume 19, Number 11, 200
Pengelolaan nodul tiroid dipengaruhi oleh kombinasi antara pengukuran TSH, hasil FNAB,
dan USG.
1.
Jika hasil sitologi menunjukkan positif untuk keganasan tiroid, maka pembedahan adalah
pilihan terapi terbaik. Kanker yang disebabkan oleh metastasis membutuhkan evaluasi lebih
lanjut untuk menemukan tumor primer. Jika hasil sitologi preoperatif menunjukkan
karsinoma papiler, maka tiroidektomi total dan subtotal menjadi pilihan. Kelenjar getah
bening yang mengalami kelainan yang menjurus pada keganasan harus disingkirkan dan
diperiksa patologinya. Jika didapatkan tanda keganasan pada patologi kelenjar getah bening,
maka pengelolaan selanjutnya berupa diseksi kelenjar getah bening ipsilateral. Nodul soliter,
kecil < 1 cm tanpa ada keterlibatan kelenjar getah bening, maka lobektomi disertai dengan
isthmolobektomi dianggap cukup. 5, 10
2. Fine needle aspiration negative nodule / jinak
Terapi dengan hormon tiroid levotiroksin merupakan pilihan yang paling sering
dilakukan, terutama pada nodul yang kecil. Pemberian preparat T4 bertujuan untuk supresi
TSH dengan target berupa mengecilkan ukuran nodul, menghambat pertumbuhan nodul, dan
mencegah pertumbuhan nodul baru. Namun, hanya 20% nodul yang reponsif. Penggunaan
terapi supresi TSH dengan T4 tidak direkomendasikan secara rutin; ditujukan hanya untuk
pasien yang berasal dari area defisiensi yodium, pasien muda dengan nodul yang kecil,
sitologi menunjukkan hanya gambaran koloid, dan tidak ada gambaran nodul otonom.
Penggunaan T4 tidak dianjurkan pada pasien dengan nodul yang besar, struma yang lama,
TSH < 0.5 mIU/mL, wanita postmenopause, atau pasien usia > 60 tahun, pasien osteoporosis,
penyakit kardiovaskular, penyakit sistemik. Terapi supresi dilakukan dengan memberika Ltiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran TSH 0.1-0,3 mIU/ml selama 6-12 bulan. Jika
dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau membesar dilakukan biopsy ulang atau
operasi. Namun jika setelah 1 tahun nodul mengecil, terapi dapat dilanjutkan. 5, 6 Hipertiroid
subklinik yang persisten berhubungan dengan penurunan densitas tulang pada wanita
postmenopause, peningkatan 3 kali lipat untuk atrial fibrilasi, dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular.5
Pertumbuhan sebagian besar nodul tiroid dipikirkan sedikit dipengaruhi oleh TSH.
Terapi T4 tidak lepas dari efek samping, dan terapi ditargetkan untuk supresi TSH secara
14
parsial. Sebagian besar nodul tiroid tidak memerlukan terapi khusus jika keganasan dan
fungsi tiroid masih normal, kecuali tiroid sudah menunjukkan kelainan lokal. Terapi
dubulking tidak dianjurkan karena pertumbuhannya yang lambat. Evaluasi klinis dan USG
dapat diulang setiap 1 hingga 2 tahun.5
3. Fine needle aspiration suspicious nodule / indeterminate
Hampir 20% specimen yang indeterminate menunjukkan hasil keganasan. Kriteria klinis
seperti jenis kelamin, umur, ukuran nodul < 4 cm, konsistensi nodul, digunakan untuk menilai
risiko kegasasan atau tidaknya suatu nodul. Telah disepakati bersama bahwa nodul dengan
hasil sitologi yang indeterminate sebaiknya dilakukan reseksi bedah.5
4. Fine-needle aspirationnondiagnostic nodule
Hasil nondiagnostik biasana berasal dari nodul kitik yang menunjukkan sedikit atau tidaka
adanyas el folikular. BAJAh ulang dapat meningkatkan angka keberhasilan 50% dengan
panduan USG. Nodul non diagnostik dengan ukuran > 3-4 cm, denagn kista rekuren
merupakan indikasi operasi.5
Beberapa modalitas terapi nodul tiroid secara umum antara lain:
Terapi Bedah
Pilihan terapi bedah meliputi lobektomi dan isthmelobektomi untuk nodul jinak, less than
total tiroidektomi pada multinodular goiter, dan near total atau total tiroidekitomi pada
maligna. Operasi juga diindikasikan jika sudah terdapat gangguan disfagia, tersedak, sesak
napas, suara serak dan nyeri yang persisten.5
Radioiodine
Tujuan terapi radioiodine (131I) adalah ablasi otonomi tiroid, sehingga merestorasi
fungsi tiroid normal, dan mengurangi ukuran massa tumor. Struma nodular toksik biasanya
15
lebih radioresisten dibanding struma difus toksik, dan dosis tinggi I131 dibutuhkan untuk
keberhasilan terapi. Terapi I131 didapatkan berhasil pada lebih dari 85% pasien dengan nodul
yang hiperfungsi, atau MNG toksik. Setelah terapi, ukuran tiroid dapat berkurang (35%
dalam 3 bulan dan 45% dalam 24 bulan), dan 80-90% pasien menjadi eutiroid. Hipotiroid
dapat muncul bila jaringan tiroid normal cukup kecil, tiroiditis autoimun. Terapi I131 dapat
diulang setelah 6 bulan jika klinis tirotoksikosis tidak perbaikan. I131 menjadi pilihan
dibanding tiroidektomi untuk nodul yang kecil, struma nontoksik tanpa ada kecurigaan
keganasan, pasien dengan riwayat operasi tiroid, dan ada risiko lain dengan pembedahan;
tidak menjadi pilihan terapi terhadap nodul dengan gejala kompresi. Kontraindikasi absolute
terapi ini hanyalah hamil dan menyusui.5, 10, 11
Percutaneus Ethanol Injection (PEI)
Terapi ini menjadi terapi alternatf pada pengobatan nodul kompleks dengan komponen
dominan cairan. Penurunan ukuran dari 50% hingga 90% didapatkan pada nodul dengan
terapi PEI bahkan hanya dengan penyuntikan 1 kali saja. Tingkat kekambuhan kista sesudah
PEI biasanya rendah. Sebuah studi acak melaporkan bahwa PEI memiliki hasil dalam
pengecilan dan kekambuhan lebih baik dibandingkan dengan terapi T4 dan aspirasi saja.
Terapi ini tidak dianjurkan pada nodul soliter toksik, MNG, karena angka kekambuhan yang
tinggi sehingga 131I dan pembedahan menjadi pilihan yang lebih baik. 5, 10
Tabel 5 menunjukkan rangkuman berbagai rekomendasi terapi pasien dengan nodul
tiroid.
Tabel 5 Rekomendasi diagnosis dan tatalaksana nodul tiroid dari berbagai Guideline
16
BAB III
KESIMPULAN
Nodul tiroid sering dijumpai dalam praktik sehari- hari, 5% diantaranya memiliki risiko
kaganasan. Kunci dari keberhasilan manajemen nodul tiroid adalah diagnosis yang akurat dan
17
terapi penyakit tiroid maligna secara dini. Strategi diagnostik awal dengan pengukuran kadar
TSH, USG dan BAJAH dengan panduan USG merupakan pemeriksaan yang praktis, efisien
dan cost effective sekaligus menjadi dasar perencanaan terapi selanjutnya.
Modalitas terapi seperti operasi, terapi supresi dengan levotiroksin, radioiodine, dan
PEI dilakukan sesuai indikasi dengan memperhatikan efek samping dan manfaat bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
4.
5.
6.
7.
8.
Douglas S Ross DSC, Jean E Mulder. Diagnostic approach to and treatment of thyroid
nodules. Up To Date. 2011.
9.
Manfred Blum DSr, Jean E Mulder. Overview of the clinical utility of ultrasonography
in thyroid disease. Up To Date. 2011.
10.
Hossein Gharib AP, Daniel S Duick, Roberto Valcavi, Laszlo Hagedus, Paolo Vitti.
American Association of Clinica l Endocrino logists ,Associa zione Medici Endocrino
logi, and European Thyroid Association Medica l Guide lines for Clinica l Practice for
the Dia gnosis and Mana gement of Thyroid Nodules. AACE/AME/ETA Thyroid
Nodule Guidelines,Endocr Pract. 2010;1.
11.
Douglas S Ross DSC, Jean E Mulder. Treatment of toxic adenoma and toxic
multinodular goiter. Up To Date. 2011.
19