PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga
untuk membedakan diagnosis, mengkonfirmasi diagnosis, menilai status
klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang
tidak diinginkan (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang berguna bagi dokter dan apoteker dalam pengambilan keputusan klinik.
Untuk mengambil keputusan klinik pada proses terapi mulai dari pemilihan
obat, penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas dan keamanan,
apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan
tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan penggunaan obat, penentuan dosis,
hingga pemantauan keamanan obat. Sebagai contoh, pada pertimbangan
penggunaan dan penentuan dosis aminoglikosida yang bersifat nefrotoksik
diperlukan data kadar aminoglikosida dalam darah dan serum kreatinin yang
menggambarkan fungsi ginjal (Kementerian kesehatan republik indonesia
2011).
Pada keadaan data tidak tersedia atau belum direncanakan maka apoteker
dapat mengusulkan pemeriksaan laboratorium terkait penggunaan obat. Oleh
karena itu, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam interpretasi data laboratorium, khususnya yang terkait
penggunaan obat, yaitu pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya.
Sebagai contoh penggunaan obat asetaminofen, diazepam, rifampisin,
antidiabetik oral, kloramfenikol dapat menyebabkan penurunan leukosit
(leukopenia) (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung peran
apoteker ruang rawat, komunitas, termasuk home care. Dalam praktik sehari-
hari, kompetensi tersebut akan memudahkan apoteker melakukan pengkajian
penggunaan obat secara aktif; dan berdiskusi dengan profesi kesehatan lain
tentang terapi obat. Untuk memfasilitasi apoteker memiliki kompetensi ini
maka perlu disusun buku pedoman interpretasi data laboratorium
(Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Pemeriksaan laboratorium kehamilan dengan rutin merupakan suatu hal
yang penting dilakukan oleh ibu yang sedang hamil agar mereka dapat
mejalankan kehamilannya dengan normal dan janin yang dikandungnya
dalam keadaan baik. Tes laboratorium dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi ibu hamil saat melakukan pemeriksaan kehamilan dan bertujuan
untuk mengatasi risiko penyakit lain selama kehamilan. Sehingga ketika
waktu persalinan dapat berlangsung dengssan aman dan sehat. Jenis
Pemeriksaan Laboratorium Pada Ibu Hamil Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan
Laboratorium rutin pada daerah/situasi tertentu, Pemeriksaan laboratorium
rutin atas indikasi penyakit (PMK No 59 thn 2013).
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Bagaimana pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada
kehamilan?
c. Bagaimana Pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan?
1.3 Tujuan
a. Tujuan pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Tujuan pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada kehamilan?
c. Tujuan pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan?
1.4 Manfaat
a. Manfaat pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Manfaat pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada kehamilan?
c. Manfaat pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Pemeriksaan laboratorium Pada Kehamilan
Pemeriksaan laboratorium selama kehamilan merupakan salah satu
komponen penting dalam pemeriksaan antenatal dan identifikasi risiko
komplikasi kehamilan. Hanya saja perlu diingat, bahwa nilai rujukan
laboratorium pada wanita yang tidak hamil berbeda dengan nilai rujukan
laboratorium wanita hamil. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
anatomi, fisiologi dan biokimia wanita hamil, sebagai adaptasi terhadap
kehamilannya. Perubahan inilah yang sering membingungkan petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan, karena perubahan tersebut dapat
menyebabkan kesalahan interpretasi. Tunjuan pemeriksaan laboratorium
selama kehamilan untuk mendukung percepatan penurunan angka kematian
ibu hamil, serta membantu meningkatkan kualitas hidup anak perlu diatur,
pemeriksaan laboratorium yang tepat dan terarah untuk ibu hamil, yang
diselenggarakan oleh laboratorium pada berbagai jenjang fasilitas pelayanan
kesehatan (PMK No 59 tahun 2013)
2.2 Pemeriksaan Rutin Laboratorium Pada Kehamilan
Pemeriksaan rutin merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan untuk ibu hamil, yang meliputi pemeriksaan hemoglobin dan
golongan darah (PMK No 59 tahun 2013)
2.2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat
transportasi oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun
dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua
unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu
pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen.
Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna
merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam
vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34
mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb
bukan jumlah sel darah merah. (kementerian kesehatan republik
indonesia 2011).
Kekurangan kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil merupakan salah
satu permasalahan kesehatan yang rentan terjadi selama kehamilan.
Kadar Hb yang kurang dari 11 g/dl mengindikasikan ibu hamil
menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko
mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan
sebelum dan saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu
dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini
tentunya dapat memberikan sumbangan besar terhadap angka
kematian ibu bersalin maupun angka kematian bayi, dimana
berdasarkan SDKI tahun 2007 angka tersebut masih cukup tinggi,
yaitu angka kematian ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup dan
angka kematian bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup
(Departemen Kesehatan RI 2002, 2008, 2009)
Kadar hemoglobin merupakan indikator biokimia untuk
mengetahui status gizi ibu hamil. Kehamilan normal terjadi penurunan
sedikit kon-sentrasi hemoglobin dikarenakan hipervolemia yang
terjadi sebagai suatu adaptasi fisiologis di dalam ke-hamilan.
Konsentrasi hemoglobin <11 gr/dl merupakan keadaan abnormal yang
tidak berhubungan dengan hipervolemia tersebut. Ketidakadekuatan
hipervolemia yang terjadi malah dapat mengakibatkan tingginya kadar
hemoglobin ibu hamil. Kadar hemoglobin ibu hamil yang tinggi juga
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
normal (Cunningham FG dkk. 2006).
A. Hemoglobin (Hb) Nilai normal
Hemoglobin (Hb) Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
B. Implikasi klinik (Kementerian kesehatan republik indonesia
2011)
a. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama
anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme,
perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
b. Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi
(polisitemia, luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal
jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran
tinggi.
c. Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami
perdarahan dan luka bakar.
d. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau
perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
e. Implikasi klinik
f. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama
anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme,
perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
g. Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi
(polisitemia, luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal
jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran
tinggi.
h. Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami
perdarahan dan luka bakar.
i. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau
perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
C. Tatalaksana
Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab
rendahnya nilai hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan
darah yang akut, transfusi merupakan terapi pilihan. Dalam situasi
terjadi kekurangan atau penurunan nutrisi maka diperlukan
penggantian besi, vitamin B12 atau asam folat. Pada penurunan
fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika, anemia biasanya terjadi
karena menurunnya produksi eritropoetin sehingga terapi yang
tepat adalah pemberian eritropoetin, namun apabila ada kendala
biaya yang mahal, dapat diganti dengan tranfusi darah. Jika
anemia terjadi akibat menurunnya produksi eritropoetin maka
terapi penggantian eritropoetin dapat mengurangi kebutuhan
tranfusi (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011)
1. Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode tallquist
Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode tallquist
adalah membandingkan darah asli dengan suatu skala warna
yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai
warna merah tua (Purwaningtyas, 2011).
a. Prosedur kerja metode tallquist
1) Menyiapkan dan membersihkan alat dan bahan.
2) Membasahi ujung jari tengah dengan alkohol 70%
kemudian menusuknya dengan menggunakan jarum
Franke yang telah disterilkan.
3) Meneteskan darah pada sepotong kertas Talquis,
membiarkan selama ± 2 menit
4) kemudian membandingkan warna darah tersebut
dengan warna standar.
5) Kadar Hb yang normal pada kertas talquis berkisar
antara 70-100%. Namun kelemahan dari metode
menggunakan kertas talquis ini tidak begitu akurat dan
hanya dilakukan untuk mengetahui kekurangan Hb
secara kasar saja (Indirawati, 2002).
b. Alat pemeriksaan hemoglobin dengan metode
tallquist
b. Pewarnaan Giemsa
1) Prinsip
Giemsa memberikan warna ungu pada sel darah
2) Prosedur Kerja Hapusan Darah Yang Kering Diwarnai
Dengan Giems
Pembuatan giemsa 5%
a) Dipipet 0,5 ml giemsa 5%
b) Diencerkan dengan akuadest 9,5 ml
c) Diaduk sampai merata
d) Hapusan darah diletakkan pada rak pewarna
e) Hapusan darah tipis tidak difiksasi dengan metonal tetapi
dengan mencelupkan pada gelas beaker yang berisi air
f) Hapusan darah tebal ditetesi air
g) Ditunggu ± 10 menit
h) Ditetesi giemsa hingga penuh
i) Ditunggu ± 30 menit
c. Pemeriksaan mikroskop
1) Prinsip
Degan perbesaran 10x untuk memeriksa lapang pandang dan
100x untuk melihat sel-sel yang dicurigai malaria
2) Prosedur Kerja Pemeriksaan Mikroskop
a. Dihidupkan mikroskop
b. Ditaruh hapusan pada meja sediaan
c. Diperiksa dengan perbesaran 10x
d. Diperiksa dengan perbesaran 100x untuk memeriksa sel-
sel darah yag dicurigai parasit malaria.
2.3.2 Defenisi HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus
golongan RNA yang spesifik menyerang sistem imun/kekebalan
tubuh manusia. Penurunan sistem kekebalan tubuh pada orang yang
terinfeksi HIV memudahkan berbagai infeksi, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya AIDS. Penderita HIV mudah terinfeksi
berbagai penyakit karena imunitas tubuh yang sangat lemah,
sehingga tubuh gagal melawan kuman yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit. Infeksi oportunistik ini dapat disebabkan
oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang
berbagai organ, antara lain kulit, saluran cerna/usus, paru-paru dan
otak. Berbagai jenis keganasan juga mungkin timbul. Kebanyakan
orang yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS bila tidak
diberi pengobatan dengan antiretro virus (ARV). Kecepatan
perubahan dari infeksi HIV menjadi AIDS, sangat tergantung pada
jenis dan virulensi virus, status gizi serta cara penularan.(Kemenkes
2015)
HIV termasuk penyakit menular seksual (PMS), dapat ditularkan
melalui hubungan seks,transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, penularan dari ibu kejanin melalui plasenta pada
masa kehamilan. Penularan HIV pada ibu hamil akan memperburuk
progesi filtrasi infeksi HIV, sebaliknya efek HIV pada kehamilan
adalah pertumbuhan intra uterin terhambat dan berat lahir rendah,
serta peningkatan kelahiran premature dan bayi juga dapat tertular
dalam kandungan atau tertular melalui air susu ibu (ASI) (Pedji
rochjati 2011).
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Rutin Atas Indikasi Penyakit
Pemeriksaan rutin atas indikasi penyakit merupakan pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan untuk ibu hamil jika ditemukan indikasi
penyakit tertentu (peraturan menteri kesehatan republik indonesia no 59 tahun
2013).
2.4.1 Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut American Diabetes Association (ADA) Guidelines,
seorang wanita dianggap memiliki risiko tinggi menderita diabetes
gestasional memiliki satu atau lebih dari kriteria berikut yaitu, menderita
obesitas, riwayat kehamilan sebelumnya dengan diabetes gestasional,
memiliki intoleransi glukosa atau glukosuria, memiliki anggota keluarga
dengan diabetes mellitus tipe 2. Wanita yang memiliki risiko rendah
untuk menderita diabetes gestasional bila berusia < 25 tahun, memiliki
berat badan normal sebelum hamil, tidak memiliki anggota keluarga pada
tingkat pertama yang menderita diabetes, tidak pernah memiliki riwayat
toleransi glukosa yang abnormal, tidak memiliki riwayat persalinan yang
bermasalah sebelumnya, dan bukan merupakan grup etnik dengan risiko
tinggi menderita diabetes gestasional (Afrika-Amerika, Hispanik, India-
Amerika, Asia-Amerika, Pasifik (Tracy L, Setji M dkk., 2005).
Diabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan
metabolisme karbohidrat selama kehamilan, dimana keadaan resistensi
insulin tidak diimbangi dengan sekresi insulin yang adekuat. Insulin
disekresi oleh sel pankreas, ibu dengan diabetes gestasional memiliki
defek pada fungsi sel pankreas ini. Ibu yang menderita diabetes
gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin kronis karena
disfungsi sel pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel
pankreas dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya
adalah destruksi sel pankreas oleh reaksi autoimun yang ditemukan
pada diabetes tipe 1 (Kaaja R, Ronnemaa T 2009).
Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel pankreas juga dapat
disebabkan oleh mutasi autosomal yang menyebabkan maturity onset
diabetes of the young (MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe,
mutasi dapat terjadi pada gen yang mengkode glukokinase (MODY 2),
hepatocyte nuclear factor 1α (MODY 3) dan insulin promoter factor 1
(MODY 4). Selain karena adanya defek fungsi sel pankreas, diabetes
gestasional juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada insulin
signaling pathway, penurunan ekspresi PPARγ dan penurunan transport
glukosa yang dimediasi insulin pada otot skelet dan adiposity (Kaaja R,
Ronnemaa T 2009).
Pemeriksaan HbA1C merukapan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui kadar glukosa darah pada seseorang selama 3 bulan (120
hari) yang telah lalu. Kadar glukosa darah normal pada pemeriksaan ini
yaitu 6,3%, jika kadar glukosanya lebih dari 6,3% hal tersebut menunjuk
bahwa kadar glukosa seseorang tersebut meningkat atau tidak terkontrol.
Diagnosis Diabetes Gestasionalc
Jenis pengukuran glukosa Ambang batas
Gula darah puasa 92 mg/dL
1 jam post 75 g glukosa 180 mg/dL
2 jam post 75 g glukosa 153 /dL
a. Prosedur Kerja pemeriksaan laboratorium pada kehamilan
1. Control Pocket Chem A1c
Membuka tutup botol control dan membuka tutup dari water
for reconstitution, menambahkan 6 tetes air reconstitusi ke botol
kontrol, lalu tutup kembali botol kontrolnya. Kemudian biarkan
15 menit, lalu goyangkan botol perlahan dan hindari terjadinya
Bubbles, dan tunggu hingga 15 menit. Melarutkan kontrol yang
siap digunakan dan pastikan sudah larut, menyiapkan larutan
kontrol cartridge, sampel stick, dan palstik tray, lalu scan barcode
cartridge, lalu tempatkan cartridge kealat, lalu tekan masuk
reagent bead. Goyangkan botol kontrol secara pelan, lalu teteskan
ke plastic tray dengan dropper, dan ambillah larutan kontol
dengan sampel stick, lalu taruh di cartridge, dan tutup alat, setelah
itu hasil Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka
diperoleh hasil sebagai berikut : control akan keluar.
2. Running a test pocket chem A1c
Menyalakan pocket chem A1c, lalu tunggu hingga selesai
warning up selama 4 menit, kalibrasi-scan barcode dikotak
cartridge. Bukalah dan lepaskan foil dar cartridge, pastikan
cartridge mencapai suhu ruangan dan bebas dari embun.
Menempatkan cartridge di instrument. Menekan reagen bead
masuk ke cartridge, kemudian siapkan sampel dan mengambil
sampel dengan stick, kemudian masukkan sampel stick ke
cartridge, lalu tutup pocket chem. A1, setelah itu membaca
hasilnya dan mengeluarkan cartridge bekas pakai dari alat.
Pembagian kategori HbA1C
Kadar HbA1C Keterangan Keterangan
HbA1C < 6.5 % Kontrol Glikemiknya Baik
HbA1C 6.5-8 % Kontrol Glikemik Normal
HbA1C > 8 % Kontrol Glikemik Buruk