Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga
untuk membedakan diagnosis, mengkonfirmasi diagnosis, menilai status
klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang
tidak diinginkan (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang berguna bagi dokter dan apoteker dalam pengambilan keputusan klinik.
Untuk mengambil keputusan klinik pada proses terapi mulai dari pemilihan
obat, penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas dan keamanan,
apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan
tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan penggunaan obat, penentuan dosis,
hingga pemantauan keamanan obat. Sebagai contoh, pada pertimbangan
penggunaan dan penentuan dosis aminoglikosida yang bersifat nefrotoksik
diperlukan data kadar aminoglikosida dalam darah dan serum kreatinin yang
menggambarkan fungsi ginjal (Kementerian kesehatan republik indonesia
2011).
Pada keadaan data tidak tersedia atau belum direncanakan maka apoteker
dapat mengusulkan pemeriksaan laboratorium terkait penggunaan obat. Oleh
karena itu, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam interpretasi data laboratorium, khususnya yang terkait
penggunaan obat, yaitu pemahaman nilai normal dan implikasi perubahannya.
Sebagai contoh penggunaan obat asetaminofen, diazepam, rifampisin,
antidiabetik oral, kloramfenikol dapat menyebabkan penurunan leukosit
(leukopenia) (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung peran
apoteker ruang rawat, komunitas, termasuk home care. Dalam praktik sehari-
hari, kompetensi tersebut akan memudahkan apoteker melakukan pengkajian
penggunaan obat secara aktif; dan berdiskusi dengan profesi kesehatan lain
tentang terapi obat. Untuk memfasilitasi apoteker memiliki kompetensi ini
maka perlu disusun buku pedoman interpretasi data laboratorium
(Kementerian kesehatan republik indonesia 2011).
Pemeriksaan laboratorium kehamilan dengan rutin merupakan suatu hal
yang penting dilakukan oleh ibu yang sedang hamil agar mereka dapat
mejalankan kehamilannya dengan normal dan janin yang dikandungnya
dalam keadaan baik. Tes laboratorium dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi ibu hamil saat melakukan pemeriksaan kehamilan dan bertujuan
untuk mengatasi risiko penyakit lain selama kehamilan. Sehingga ketika
waktu persalinan dapat berlangsung dengssan aman dan sehat. Jenis
Pemeriksaan Laboratorium Pada Ibu Hamil Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan
Laboratorium rutin pada daerah/situasi tertentu, Pemeriksaan laboratorium
rutin atas indikasi penyakit (PMK No 59 thn 2013).
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Bagaimana pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada
kehamilan?
c. Bagaimana Pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan?
1.3 Tujuan
a. Tujuan pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Tujuan pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada kehamilan?
c. Tujuan pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan?
1.4 Manfaat
a. Manfaat pemeriksaan rutin laboratorium pada kehamilan?
b. Manfaat pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu pada kehamilan?
c. Manfaat pemeriksaan laboratorium rutin atas indikasi penyakit pada
kehamilan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Pemeriksaan laboratorium Pada Kehamilan
Pemeriksaan laboratorium selama kehamilan merupakan salah satu
komponen penting dalam pemeriksaan antenatal dan identifikasi risiko
komplikasi kehamilan. Hanya saja perlu diingat, bahwa nilai rujukan
laboratorium pada wanita yang tidak hamil berbeda dengan nilai rujukan
laboratorium wanita hamil. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
anatomi, fisiologi dan biokimia wanita hamil, sebagai adaptasi terhadap
kehamilannya. Perubahan inilah yang sering membingungkan petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan, karena perubahan tersebut dapat
menyebabkan kesalahan interpretasi. Tunjuan pemeriksaan laboratorium
selama kehamilan untuk mendukung percepatan penurunan angka kematian
ibu hamil, serta membantu meningkatkan kualitas hidup anak perlu diatur,
pemeriksaan laboratorium yang tepat dan terarah untuk ibu hamil, yang
diselenggarakan oleh laboratorium pada berbagai jenjang fasilitas pelayanan
kesehatan (PMK No 59 tahun 2013)
2.2 Pemeriksaan Rutin Laboratorium Pada Kehamilan
Pemeriksaan rutin merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan untuk ibu hamil, yang meliputi pemeriksaan hemoglobin dan
golongan darah (PMK No 59 tahun 2013)
2.2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat
transportasi oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun
dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua
unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu
pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen.
Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna
merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam
vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34
mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb
bukan jumlah sel darah merah. (kementerian kesehatan republik
indonesia 2011).
Kekurangan kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil merupakan salah
satu permasalahan kesehatan yang rentan terjadi selama kehamilan.
Kadar Hb yang kurang dari 11 g/dl mengindikasikan ibu hamil
menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko
mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan
sebelum dan saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu
dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini
tentunya dapat memberikan sumbangan besar terhadap angka
kematian ibu bersalin maupun angka kematian bayi, dimana
berdasarkan SDKI tahun 2007 angka tersebut masih cukup tinggi,
yaitu angka kematian ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup dan
angka kematian bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup
(Departemen Kesehatan RI 2002, 2008, 2009)
Kadar hemoglobin merupakan indikator biokimia untuk
mengetahui status gizi ibu hamil. Kehamilan normal terjadi penurunan
sedikit kon-sentrasi hemoglobin dikarenakan hipervolemia yang
terjadi sebagai suatu adaptasi fisiologis di dalam ke-hamilan.
Konsentrasi hemoglobin <11 gr/dl merupakan keadaan abnormal yang
tidak berhubungan dengan hipervolemia tersebut. Ketidakadekuatan
hipervolemia yang terjadi malah dapat mengakibatkan tingginya kadar
hemoglobin ibu hamil. Kadar hemoglobin ibu hamil yang tinggi juga
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
normal (Cunningham FG dkk. 2006).
A. Hemoglobin (Hb) Nilai normal
Hemoglobin (Hb) Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
B. Implikasi klinik (Kementerian kesehatan republik indonesia
2011)
a. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama
anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme,
perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
b. Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi
(polisitemia, luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal
jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran
tinggi.
c. Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami
perdarahan dan luka bakar.
d. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau
perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
e. Implikasi klinik
f. Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama
anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme,
perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
g. Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi
(polisitemia, luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal
jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran
tinggi.
h. Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami
perdarahan dan luka bakar.
i. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau
perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
C. Tatalaksana
Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab
rendahnya nilai hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan
darah yang akut, transfusi merupakan terapi pilihan. Dalam situasi
terjadi kekurangan atau penurunan nutrisi maka diperlukan
penggantian besi, vitamin B12 atau asam folat. Pada penurunan
fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika, anemia biasanya terjadi
karena menurunnya produksi eritropoetin sehingga terapi yang
tepat adalah pemberian eritropoetin, namun apabila ada kendala
biaya yang mahal, dapat diganti dengan tranfusi darah. Jika
anemia terjadi akibat menurunnya produksi eritropoetin maka
terapi penggantian eritropoetin dapat mengurangi kebutuhan
tranfusi (Kementerian kesehatan republik indonesia 2011)
1. Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode tallquist
Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode tallquist
adalah membandingkan darah asli dengan suatu skala warna
yang bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai
warna merah tua (Purwaningtyas, 2011).
a. Prosedur kerja metode tallquist
1) Menyiapkan dan membersihkan alat dan bahan.
2) Membasahi ujung jari tengah dengan alkohol 70%
kemudian menusuknya dengan menggunakan jarum
Franke yang telah disterilkan.
3) Meneteskan darah pada sepotong kertas Talquis,
membiarkan selama ± 2 menit
4) kemudian membandingkan warna darah tersebut
dengan warna standar.
5) Kadar Hb yang normal pada kertas talquis berkisar
antara 70-100%. Namun kelemahan dari metode
menggunakan kertas talquis ini tidak begitu akurat dan
hanya dilakukan untuk mengetahui kekurangan Hb
secara kasar saja (Indirawati, 2002).
b. Alat pemeriksaan hemoglobin dengan metode
tallquist

2. Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli


Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli yaitu
membandingkan warna dari campuran hemoglobin dengan
HCl 0,1 N yang telah berubah menjadi asam hematin berwarna
coklat dengan cara membandingkan pada alat standart
hemoglobinometer.
a. Prosedur kerja metode sahli
1) Masukkan HCl 0,1 N kedalam tabung pengencer
sampai tanda 2.
2) Isaplah darah vena dengan pipet Hb sampai tanda 20 μl
.
3) Isaplah darah yang melekat pada sebelah luar ujung
pipet.
4) Segera alirkan darah dari pipet kedalam dasar tabung
pengencer dan catat waktu/saat darah mulai tercampur
dengan HCl.
5) Isap kembali isi tabung ke dalam pipet kemudian
tiupkan kembali isi pipet kedalam pipet. Lakukan hal
ini 2-3 kali agar sisa-sisa darah terbilas ke dalam
tabung.
6) Campur isi tabung dengan baik kemudian diamkan 5-
10 menit. Warna cairan dalam tabung menjadi coklat.
7) Tambahkan aquadest tetes demi tetes sambil mengaduk
isi tabung sampai diperoleh warna isi tabung sama
dengan warna standar yang ada dikomparator. Baca
kadar Hb (lihat pada dasar meniskusi) laporkan hasil
dalam gram % (= gram/100 μl = gr/dl).
b. Alat pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli

3. Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode


cyanmethemoglobin
Prinsip pemeriksaan hemoglobin dengan metode
Cyanmethemoglobin semua bentuk HB kecuali
sulfhemoglobin diubah menjadi methemoglobin dala larutan
kalium ferisianida dan di ubah menjadi cyanmethemoglobin
oleh larutan kalium sianida dan di baca pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 540 nm.
a. Prosedur kerja cyanmethemoglobin
1) Kedalam tabung reaksi/botol kecil dimasukkan 2 ml
larutan Drabkin.
2) Isaplah darah kapiler 8 μl dengan pipet mikro atau pipet
Sahli.
3) Kelebihan darah yang melekat pada bagian luar pipet
dihapus dengan kain kasa kering/kertas tissue.
4) Darah dalam pipet dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi larutan Drabkin.
5) Pipet dibilas beberapa kali dengan larutan Drabkin
tersebut.
6) Campur larutan ini dengan cara menggoyang tabung
perlahan-lahan hingga larutan homogen dan dibiarkan
selama 3 menit.
7) Baca dengan spektrofotometer pada gelombang 540
nm, sebagai blanko digunakan larutan Drabkin.
Perhitungan Kadar Hb = absorbs x 36,8 gr/dl/100 ml.
b. Alat pemeriksaan hemoglobin dengan metode
cyanmethemoglobin

2.2.2 Defenisi Golongan Darah


Mengetahui golongan darah itu penting pada kehamilan salah
satunya untuk mengetahui rhesus positif atau negatif setelah
mengetahui penggolongan darah A, B, AB, O. Faktor Rh
menggambarkan adanya partikel protein (antigen D) di dalam sel
darah seseorang. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan
faktor protein dalam sel darah merahnya. Sedangkan yang ber-Rh
positif memiliki protein yang cukup. Pada jaman dahulu dalam
transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah
lagi. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi
pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian penerima
darah.
Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan
karena diseluruh dunia ini, orang dengan rhesus negatif relatif
jumlahnya lebih sedikit. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya
sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia
bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif. Di
Indonesia, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup
banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang asing atau
orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab,
walaupun tidak langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai
riwayat keturunan asing, namun jumlahnya lebih sedikit.
a. Ketidak cocokan Rh
Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi
dari pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada
kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang positif.
Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan
bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan dengan ketidak
cocokan rhesus (rhesus inkontabilita). Kehadiran janin sendiri di
tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika Rh janin tak sama
dengan Rh ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang
sel darah merah (eristrosit) membentuk daya tahan atau antibodi
berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan
‘benda asing’ tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada
janin yang dikandung. Efek ketidakcocokan bisa mengakibatkan
kerusakan besar-besaran pada sel darah merah bayi yang disebut
erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman
dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim,
disamping hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan
keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan
yang dapat mengakibatkan kematian. Selain itu kerusakan sel darah
merah bisa juga memicu kernikterus (kerusakan otak) dan jaundice
(bayi kuning/hiperbilirubinimia), gagal jantung dan anemia dalam
kandungan maupun setelah lahir.
b. Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua.
Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan
menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses
pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang
menyebabkan warna kuning pada bayi. Tetapi pada kehamilan
kedua, risikonya lebih fatal. Antirhesus ibu akan semakin tinggi
pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel darah
merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian
tinggi.
c. Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh.
Dikarenakan jarangnya kasus kehamilan dengan rhesus negatif,
maka sangat sedikit pula rumah sakit yang dapat menanganinya.
Untuk itu walaupun tidak ada masalah serius dokter biasanya akan
tetap menangani kehamilan dengan rhesus negative secara khusus.
Langkah pertama yang dilakukan dokter adalah dengan memeriksa
darah ibu untuk memastikan jenis rhesus dan untuk melihat apakah
telah tercipta antibodi.
1. Prosedur kerja pemeriksaan golongan darah
a. Bersihkan lanset dengan kapas yang telah dibashai dengan
alkohol 70%.
b. Bersihkan jari manis bagian kiri dengan kapas yang telah
dibashai dengan alkohol 70%. c. Tusuk dengan lanset dengan
satu kali tusukan, tetesan pertama dibuang dan tetesan
selanjutnya diteteskan pada kertas golongan darah, masing-
masing satu tetes.
c. Teteskan diatas tetesan darah pertama dengan kit Anti
Rhesus.
d. Aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi
aglutinasi yang terjadi
2. Hasil pemeriksan golongan darah
a. Jika darah menggumpal di bidang dengan zat anti A, maka
golongan darah A
b. Jika darah menggumpal di bidang di bidang dengan zat anti
B, maka golongan darahnya B
c. Jika darah menggumpal di kedua bidang, maka golongan
darahnya AB
d. Jika darahnya tidak menggumpal di kedua bidang, maka
golongan darahnya O

2.3 Pemeriksaan Laboratorium Rutin Pada Daerah/Situasi Tertentu


Pemeriksaan rutin pada daerah/situasi tertentu merupakan pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan atau ditawarkan untuk ibu hamil yang
meliputi pemeriksaan anti HIV, malaria, dan/atau pemeriksaan lain
tergantung pada kondisi daerah/situasi tertentu tersebut (PMK No 59 tahun
2013).
2.3.1 Defenisi Malaria
Malaria pada kehamilan merupakan masalah kesehatan yang
serius. Malaria pada kehamilan perlu penanganan yang intensif
mengingat dampak yang dapat terjadi baik bagi ibu, janin yang dapat
menjadi beban bukan hanya dari segi perawatan kesehatan saja tetapi
juga berkurangnya produktifitas dan partisipasi dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat. Infeksi malaria pada kehamilan sangat
merugikan baik bagi ibu dan janin yang dikandungnya, karena infeksi
ini dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas ibu
maupun janin. Pada ibu menyebabkan anemia, malaria serebral,
edema paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada
janin menyebabkan abortus, persainan prematur, berat badan lahir
rendah, dan kematian janin. Infeksi pada wanita hamil oleh parasit
malaria ini sangat mudah terjadi, hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan sistim imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler
maupun imunitas humoral, serta diduga juga sebagai akibat
peningkatan horman kortisol pada wanita selama kehamilan. Oleh
karena itu perlu dilakukan berbagai upaya medis yang bersifat
edukatif, preventif, kuratif dan rehabilitative (Eddy suparman 2004).
a. Pemeriksaan Laboratorium Pada Malaria
1) Prinsip
Pada pengambilan sampel dan pembuatan hapusan
Alat dilengkapi dengan jarum steril, alat ditempelkan pada
jari tengah pasien, ketika ditekan tombol pada alat, alat akan
menusuk sendiri dan lepas sediri dari tangan pasien, tetesan
darah pertama dibersihkan dengan tissue, 3 tetes selanjutnya
digunakan untuk membuat hapusan tebal, tetesan selanjutnya
digunakan untuk hapusan tipis.
2) Prosedur Kerja Pengambilan Sampel Darah Dan
Pembuaan Hapusan
a) Pastikan lancet steril telah terpasang pada alat
b) Ditarik sekali ujung alat
c) Dipilih jari yang akan diambil (jari tengah atau jari
manis)
d) Didesinfeksi dengan alcohol 70%
e) Ditempelkan pada jari tengah
f) Ditekan tombol untuk menussukan jarum pada tangan
g) Darah yang keluar pertama dibersihkan dengan tissue
h) tiga tetes darah selanjutnya digunakan untuk membuat
hapusan tebal
i) Jari ditekan kembali digunakan untuk membuat hapusan
tipis
j) Tiga tetes darah diaduk agar menjadi hapusan bulat dan
tebal
k) Hapusan tipis dibuat dengan mendorong darah ke depan
dengan bantuan gelas obyek yang lain
l) Bekas tusukan pada jari pasien ditutup dengan kapas.

b. Pewarnaan Giemsa
1) Prinsip
Giemsa memberikan warna ungu pada sel darah
2) Prosedur Kerja Hapusan Darah Yang Kering Diwarnai
Dengan Giems
Pembuatan giemsa 5%
a) Dipipet 0,5 ml giemsa 5%
b) Diencerkan dengan akuadest 9,5 ml
c) Diaduk sampai merata
d) Hapusan darah diletakkan pada rak pewarna
e) Hapusan darah tipis tidak difiksasi dengan metonal tetapi
dengan mencelupkan pada gelas beaker yang berisi air
f) Hapusan darah tebal ditetesi air
g) Ditunggu ± 10 menit
h) Ditetesi giemsa hingga penuh
i) Ditunggu ± 30 menit
c. Pemeriksaan mikroskop
1) Prinsip
Degan perbesaran 10x untuk memeriksa lapang pandang dan
100x untuk melihat sel-sel yang dicurigai malaria
2) Prosedur Kerja Pemeriksaan Mikroskop
a. Dihidupkan mikroskop
b. Ditaruh hapusan pada meja sediaan
c. Diperiksa dengan perbesaran 10x
d. Diperiksa dengan perbesaran 100x untuk memeriksa sel-
sel darah yag dicurigai parasit malaria.
2.3.2 Defenisi HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus
golongan RNA yang spesifik menyerang sistem imun/kekebalan
tubuh manusia. Penurunan sistem kekebalan tubuh pada orang yang
terinfeksi HIV memudahkan berbagai infeksi, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya AIDS. Penderita HIV mudah terinfeksi
berbagai penyakit karena imunitas tubuh yang sangat lemah,
sehingga tubuh gagal melawan kuman yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit. Infeksi oportunistik ini dapat disebabkan
oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang
berbagai organ, antara lain kulit, saluran cerna/usus, paru-paru dan
otak. Berbagai jenis keganasan juga mungkin timbul. Kebanyakan
orang yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS bila tidak
diberi pengobatan dengan antiretro virus (ARV). Kecepatan
perubahan dari infeksi HIV menjadi AIDS, sangat tergantung pada
jenis dan virulensi virus, status gizi serta cara penularan.(Kemenkes
2015)
HIV termasuk penyakit menular seksual (PMS), dapat ditularkan
melalui hubungan seks,transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, penularan dari ibu kejanin melalui plasenta pada
masa kehamilan. Penularan HIV pada ibu hamil akan memperburuk
progesi filtrasi infeksi HIV, sebaliknya efek HIV pada kehamilan
adalah pertumbuhan intra uterin terhambat dan berat lahir rendah,
serta peningkatan kelahiran premature dan bayi juga dapat tertular
dalam kandungan atau tertular melalui air susu ibu (ASI) (Pedji
rochjati 2011).
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Rutin Atas Indikasi Penyakit
Pemeriksaan rutin atas indikasi penyakit merupakan pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan untuk ibu hamil jika ditemukan indikasi
penyakit tertentu (peraturan menteri kesehatan republik indonesia no 59 tahun
2013).
2.4.1 Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut American Diabetes Association (ADA) Guidelines,
seorang wanita dianggap memiliki risiko tinggi menderita diabetes
gestasional memiliki satu atau lebih dari kriteria berikut yaitu, menderita
obesitas, riwayat kehamilan sebelumnya dengan diabetes gestasional,
memiliki intoleransi glukosa atau glukosuria, memiliki anggota keluarga
dengan diabetes mellitus tipe 2. Wanita yang memiliki risiko rendah
untuk menderita diabetes gestasional bila berusia < 25 tahun, memiliki
berat badan normal sebelum hamil, tidak memiliki anggota keluarga pada
tingkat pertama yang menderita diabetes, tidak pernah memiliki riwayat
toleransi glukosa yang abnormal, tidak memiliki riwayat persalinan yang
bermasalah sebelumnya, dan bukan merupakan grup etnik dengan risiko
tinggi menderita diabetes gestasional (Afrika-Amerika, Hispanik, India-
Amerika, Asia-Amerika, Pasifik (Tracy L, Setji M dkk., 2005).
Diabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan
metabolisme karbohidrat selama kehamilan, dimana keadaan resistensi
insulin tidak diimbangi dengan sekresi insulin yang adekuat. Insulin
disekresi oleh sel  pankreas, ibu dengan diabetes gestasional memiliki
defek pada fungsi sel  pankreas ini. Ibu yang menderita diabetes
gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin kronis karena
disfungsi sel  pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel 
pankreas dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya
adalah destruksi sel  pankreas oleh reaksi autoimun yang ditemukan
pada diabetes tipe 1 (Kaaja R, Ronnemaa T 2009).
Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel  pankreas juga dapat
disebabkan oleh mutasi autosomal yang menyebabkan maturity onset
diabetes of the young (MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe,
mutasi dapat terjadi pada gen yang mengkode glukokinase (MODY 2),
hepatocyte nuclear factor 1α (MODY 3) dan insulin promoter factor 1
(MODY 4). Selain karena adanya defek fungsi sel  pankreas, diabetes
gestasional juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada insulin
signaling pathway, penurunan ekspresi PPARγ dan penurunan transport
glukosa yang dimediasi insulin pada otot skelet dan adiposity (Kaaja R,
Ronnemaa T 2009).
Pemeriksaan HbA1C merukapan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui kadar glukosa darah pada seseorang selama 3 bulan (120
hari) yang telah lalu. Kadar glukosa darah normal pada pemeriksaan ini
yaitu 6,3%, jika kadar glukosanya lebih dari 6,3% hal tersebut menunjuk
bahwa kadar glukosa seseorang tersebut meningkat atau tidak terkontrol.
Diagnosis Diabetes Gestasionalc
Jenis pengukuran glukosa Ambang batas
Gula darah puasa 92 mg/dL
1 jam post 75 g glukosa 180 mg/dL
2 jam post 75 g glukosa 153 /dL
a. Prosedur Kerja pemeriksaan laboratorium pada kehamilan
1. Control Pocket Chem A1c
Membuka tutup botol control dan membuka tutup dari water
for reconstitution, menambahkan 6 tetes air reconstitusi ke botol
kontrol, lalu tutup kembali botol kontrolnya. Kemudian biarkan
15 menit, lalu goyangkan botol perlahan dan hindari terjadinya
Bubbles, dan tunggu hingga 15 menit. Melarutkan kontrol yang
siap digunakan dan pastikan sudah larut, menyiapkan larutan
kontrol cartridge, sampel stick, dan palstik tray, lalu scan barcode
cartridge, lalu tempatkan cartridge kealat, lalu tekan masuk
reagent bead. Goyangkan botol kontrol secara pelan, lalu teteskan
ke plastic tray dengan dropper, dan ambillah larutan kontol
dengan sampel stick, lalu taruh di cartridge, dan tutup alat, setelah
itu hasil Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka
diperoleh hasil sebagai berikut : control akan keluar.
2. Running a test pocket chem A1c
Menyalakan pocket chem A1c, lalu tunggu hingga selesai
warning up selama 4 menit, kalibrasi-scan barcode dikotak
cartridge. Bukalah dan lepaskan foil dar cartridge, pastikan
cartridge mencapai suhu ruangan dan bebas dari embun.
Menempatkan cartridge di instrument. Menekan reagen bead
masuk ke cartridge, kemudian siapkan sampel dan mengambil
sampel dengan stick, kemudian masukkan sampel stick ke
cartridge, lalu tutup pocket chem. A1, setelah itu membaca
hasilnya dan mengeluarkan cartridge bekas pakai dari alat.
Pembagian kategori HbA1C
Kadar HbA1C Keterangan Keterangan
HbA1C < 6.5 % Kontrol Glikemiknya Baik
HbA1C 6.5-8 % Kontrol Glikemik Normal
HbA1C > 8 % Kontrol Glikemik Buruk

2.4.2 Hipertensi dalam kehamilan


Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius
trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi,
proteinuria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20
minggu, dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, pascapartus
(Cuninghem, 2006).
a. Definisi kreatinin
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir
konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama.
Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan
sekresi, konentrasinya relative sama dalam plasma hari ke hari, kadar
yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan
fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).
Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang
berotot kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada
yang tidak berotot. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot. Peningkatan dua
kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya penurunan
fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga peningkatan kadar kreatinin
tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 %.
( Soeparman dkk, 2001 ).
b. Nilai normal kreatini
Nilai normal kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL.
Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6 – 1,1 mg/dL. Bayi barulahir : 0,8-
1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl.
Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl.
c. Masalah klinik
1) Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi
ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh
nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi
akut.
2) Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi,
malnutrisi atau penurunan masa otot akibat penuaan.
3) Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan
metildopa dapat mempengaruhi nilai kreatinin pada pengukuran
laboratorium walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi ginjal.
4) Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan
fungsi ginjal pada pasien lanjut usia (lansia) dan pasien malnutrisi
akibat penurunan masa otot.
5) Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena
itu diperlukan waktu beberapa hari hingga kadar kreatinin
mencapai kadar normal untuk mendeteksi perbaikan fungsi ginjal
yang signifi kan.
6) Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukan fungsi ginjal yang
menurun 50 % hingga 30 % dari fungsi ginjal normal.
7) Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur
dan masa otot.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Kreatinin
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam
darah, diantaranya adalah :
1) Perubahan massa otot.
2)  Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa
jam setelah makan.
3) Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
4) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meninggikan kadar kreatinin darah.  
5) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
6) Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih
tinggi daripada wanita.( Sukandar E, 1997 ).
e. Metode Pemeriksaan Kreatinin
Pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari
ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen,
ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaa dan
pelaporan hasil.
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin
darah adalah
1) Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis
dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning
jingga.Menggunakan alat photometer. Metode ini meliputi
Kreatinin cara deporteinasi dan Kreatinin tanpa deproteinasi.
2) Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran
dibutuhkan sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
3) Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi
dengan enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat
photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe
Reaction”, dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma
yang telah dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk
deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit,
sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif
singkat yaitu antara 2-3 menit ( Underwood, 1997).
BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pemeriksaan
Laboratorium Untuk Ibu Hamil ini digunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan
pemeriksaan laboratorium fasilitas pelayanan kesehatan agar didapatkan hasil
pemeriksaan yang tepat dan terarah serta dapat meningkatkan mutu pelayanan
laboratorium terhadap ibu hamil. Kriteria Penyelenggaraan Pemeriksaan
Laboratorium Untuk Ibu Hamil yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan ini dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan.
3.2 SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami sekelompok
berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada kelompok kami demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis khususnya
dan pembaca umumnya mengenai pemeriksaan laboratorium pada kehamilan

Anda mungkin juga menyukai