Referat Patofisiologi & Treatment Cannabis Use Disorder
Referat Patofisiologi & Treatment Cannabis Use Disorder
Oleh :
Pembimbing :
dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nyasehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Cannabis
Use Disorder : Focus On Pathopyshiology and Management”. Shalawat beserta
salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia
ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Penyusunan referat ini disusun
sebagai salah satu tugas dalammenjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Aceh. Ucapan terima kasih serta penghargaan
yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ yang telah
bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan referat ini. Akhir
kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu
kedokteran jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk referat ini.
Penulis
i
ABSTRAK
Latar belakang : Ganja atau cannabis merupakan salah satu zat narkotika yang
memiliki 2 kandungan berupa Canabinoid dan THC. Cannabis use disorder atau
penyalahgunaan ganja merupakan penggunaan ganja yang terus menerus atau
persisten, sehingga menyebabkan gangguan fungsi psikologis, fisik, atau sosial.
Tujuan: Mengetahui patofisiologi dan manajemen pada cannabis use disorder.
Metode: Dimulai dengan pencarian artikel yang relevan melalui Google Cendekia
dengan kriteria inklusi yaitu artikel dengan publikasi sejak tahun 2018, membahas
mengenai patofisiologi dan manajemen cannabis use disorder, berbahasa Indonesia
dan Inggris, teks lengkap, dan merupakan jurnal akademik. Analisis artikel dilakukan
dengan menggunakan tabel matriks dengan membandingkan metode penelitian, sampel
dan tempat penelitian, serta hasil dari penelitian tersebut.
Hasil: Patofisiologi yang mendasar dan manajemen cannabis use disorder
Kata kunci: Cannabinoid, Ganja, THC, Patofisiologi, Reward system
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
METODE
Tinjauan literatur ini dilakukan dengan pencarian artikel yang relevan, serta
analisis dan sintesis artikel. Artikel yang relevan dicari melalui database elekronik
yaitu Google Cendekia dengan menggunakan kata kunci “Cannabis Use Disorder :
Focus On Pathophysiology And Management” dalam Bahasa Inggris. Dua puluh
artikel dipilih berdasarkan kriteria inklusi: tanggal publikasi sejak tahun 2018 hingga
sekarang, membahas tentang patofisiolofi dan manajemen dalam cannabis use disorder
berbahasa Indonesia dan Inggris, teks lengkap, dan merupakan jurnal akademik.
Analisis konten dilakukan dengan menggunakan tabel matriks dengan membandingkan
metode penelitian, subjek penelitian dan tempat, serta variabel yang diteliti mencakup
teori (Original Article), dan clinical article mengenai patofisiologi dan manajemen
dalam cannabis use disorder.
2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
4
volume Keterbatasan :
hipokampus faktor perancu yang juga
melalui mempengaruhi
pemindaian neuroanatomi otak
pencitraan (psikopatologi dan
resonansi penggunaan zat
magnetik. komorbiditas)
Tempat :
United kingdom
2 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Association of Pesertanya adalah 108 peserta, 39 (36,1%)
Marijuana Use With Lamanya 108 orang dewasa adalah perempuan dan usia
Blunted Nucleus penelitian : muda yang direkrut rata-rata (SD) pada awal
Accumbens Januari 2017- dari Michigan, adalah 20,1 tahun.
Response to Reward januari 2021 gangguan dan Penggunaan ganja yang
Anticipation sampel kontras dari lebih besar dikaitkan
keluarga kontrol. dengan aktivasi yang
Penulis : Peserta menjalani 3 tumpul di NAcc selama
Meghan E. Martz kali berturut-turut antisipasi hadiah (waktu 1
Elisa M. Trucco pemindaian hingga waktu 2: β = −0.26,
Lora M. Cope pencitraan P = .04; waktu 2 hingga
Jillian E. Hardee resonansi magnetik waktu 3: β = −0.25, P =
Jennifer M. Jester fungsional pada 0,01).
Robert A. Zucker usia sekitar 20
Mary M. Heitzeg (waktu 1), 22 Kesimpulan
(waktu 2), dan 24 penggunaan ganja dapat
Tahun : (waktu 3) tahun. mengubah reward system
2022 Data laporan antisipatif di NAcc, yang
5
Keterbatasan :
penelitian ini
mengkarakterisasi pola
konektivitas dalam tugas
reaktivitas tanpa
7
memperhatikan kelompok
dari kontrol yang tidak
digunakan. perbandingan
terhadap kelompok yang
tidak menggunakan ganja
dapat memberikan
indikator bagaimana ganja
dapat mengubah fungsi
reward system yang sehat
dan tidak terkena dampak
ganja.
Keterbatasan :
Waktu penghentian
penggunaan ganja
berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Diperlukan
penelitian lainnya untuk
mendukung hasil
penelitian ini.
8 Judul : Cross Sampel: Hasil :
Decreased dopamine sectional 48 peserta (24 Penyalahguna ganja
brain reactivity in kontrol dan 24 memiliki skor emosi
marijuana Lamanya pengguna ganja) positif yang jauh lebih
abusers is associated penelitian : dengan rendah. kualitas (P = 0,05)
with negative April – agustus methylphenidate dan skor yang lebih tinggi
emotionality 2017 (MP), obat yang pada emosi negatif (P =
13
Keterbatasan :
Penelitian tidak dapat
memastikan apakah
perbedaan kelompok
mencerminkan hal tersebut
penggunaan ganja kronis
daripada perbedaan
pramorbid.
14
Kesimpulan :
perubahan morfologi
tingkat subwilayah luas di
amigdala, hipokampus, dan
pallidum pada cannabis
user lebih tinggi
15
dibandingkan individu
yang bukan pengguna.
Keterbatasan :
perbedaan waktu
penggunaan ganja turut
mempengaruhi hasil yang
didapat, selain itu mungkin
terdapat faktor faktor
lainnya yang
mempengaruhi hasil
penelitian yang perlu di
teliti pada penelitian
berikutnya.
10 Judul : Case control Sampel : Hasil :
Cannabis use and 121 orang, kelompok (pasien/kontrol)
hippocampal Lamanya melibatkan 63 dengan efek interaksi
subfield volumes in penelitian : pasien yang penggunaan ganja di
males with a first 15 juni- memiliki spektrum subikulum pada
episode of a 15 agustus skizpfrenia dan 58 hipocampus dan
schizophrenia 2020 inidividu sehat peningkatan volume pada
spectrum disorder sebagai kontrol pasien yang menggunakan
and healthy controls dipindai pada ganja dibandingkan dengan
pemindai MRI kontrol
Tempat : Kesimpulan :
Penulis : Cape town, Terjadi peningkatan
Scheffler Afrika selatan volume subikulum dan
Asmal L hippocampus pada pasien
16
Keterbatasan :
Hasil yang ada mungkin
mempengaruhi kegagalan
dalam mempertimbangkan
faktor perancu yang
penting, termasuk tingkat
keparahan penyakit,
kronisitas, dan
penggunaan obat-obatan,
ketika mengeksplorasi
pengaruh penggunaan
ganja terhadap volume
hipokampus pada pasien
skizofrenia.
11 Judul : Cohort Sampel : Hasil :
Diminished retrospektif pengukuran Pengguna ganja jangka
Structural Brain penggunaan ganja, panjang memiliki korteks
Integrity in Long- Lamanya alkohol, tembakau, yang lebih tipis, volume
term Cannabis Users penelitian : dan obat-obatan substansia grisea
Reflects a History of 2008-2020 terlarang lainnya subkortikal yang lebih
Polysubstance Use pada 875 anggota kecil, dan substansia alba
penelitian yang yang lebih kecil
Penulis : berusia 45 tahun dibandingkan bukan
Annchen knot untuk menguji pengguna ganja
17
Keterbatasan :
19
Tidak dapat
mengecualikan hal dan
faktor-faktor lain selain
penggunaan ganja yang
kronis (misalnya
karakteristik yang sudah
ada sebelumnya) yang
mungkin berkontribusi
terhadap hasil ini.
13 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Attenuated reward 18 remaja dengan Remaja yang
activations Lamanya penyalahgunaan menyalahgunakan ganja
associated with penelitian : ganja (16 laki-laki, mengalami penurunan
cannabis use in Juni-agustrus 2 perempuan, umur volume Pre Frontal Cortex
anxious/depressed 2018 rata-rata = 17,7 yang tepat dibandingkan
individuals tahun; rentang 16- untuk kontrol, p = 0,01, d =
19 tahun) dan 18 0,92, CI0,95 = 0,21, 1,59.
Penulis : kontrol yang sehat Remaja yang
Philip A. Spechler (12 laki-laki, 6 menyalahgunakan ganja
Jennifer L perempuan, usia juga terlihat penurunan
Stewart rata-rata = 17,2 orientasi masa depan
Rayus Kuplicki tahun; kisaran 16– dibandingkan dengan
19 tahun) direkrut kontrol, p = 0,01, d = 0,89,
Tahun : dari komunitas Salt CI0,95 = 0,23, 1,55.
2019 Lake City.
Kesimpulan :
Tempat : perubahan prefrontal
Salt lake city, cortex dikaitkan dengan
United states inisiasi penggunaan ganja
20
Kesimpulan :
Pengguna ganja reguler
yang juga merokok
tembakau menunjukkan
perubahan pola grey
matter volume (GMV)
dibandingkan perokok
yang tidak menggunakan
ganja atau pada control
yang tidak menggunakan
ganja dan tidak merokok
23
Keterbatasan :
Keterbatasan yaitu tidak
merekrut kelompok yang
hanya menggunakan ganja
secara murni tanpa
merokok sehingga ikut
mempengaruhi hasil
penelitian.
16 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Reduced Response to Lamanya 53 peserta Skor mood adalah 4,15± 8
Reward system in penelitian : dilibatkan dalam ±0,68 (rata-rata 8 SD)
Smokers and Maret-juli penelitian ini: 19 untuk non- perokok, 3,95±
Cannabis Users 2018 non- perokok, 20 8± 0,60 untuk perokok dan
perokok dan 14 3,64 ±8 ±0,92 untuk para
Penulis : pengguna ganja. pengguna ganja.
Chantal Martin Subjek direkrut-
Soelch Maja melalui iklan di Kesimpulan :
Kobel Universitas Basel penggunaan ganja ataupun
Markus Stoecklin (Swistzerland) dan penggunaan ganja dan
Tanja Michael semuanya pelajar. merokok (keduanya)
Simone Weber mempengaruhi aspek
Tempat : motivasi dan berkurangnya
Tahun : switzerland efek dari reward system
2019 pada keadaan suasana hati
positif pada pengguna
ganja.
24
Keterbatasan :
skala item tunggal
mungkin bisa tidak cukup
sensitif untuk menangkap
perubahan suasana hati
/mood. Keterbatasan
lainnya yaitu kurangnya
tes biologis untuk
mengontrol kadar THC
urin karena pengguna
ganja membutuhkannya
untuk mengkonsumsi
ganja minimal 5 kali
seminggu, peserta hanya
memberikan sedikit
informasi tentang apakah
mereka berada di bawah
pengaruh ganja selama
percobaan.
Tempat :
Pittsburgh
2. Pengaruh Delta-9-THC
Komponen utama ganja adalah Delta-9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC).
Delta-9-THC diyakini memiliki efek pada otak melalui reseptor CB1. Reseptor
CB1 dengan kepadatan tinggi ditemukan di korteks serebral (terutama frontal),
ganglia basal, otak kecil, korteks cingulate anterior, dan hipokampus. Stimulasi
reseptor ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter monoamina dan asam
amino. THC dapat mengubah fungsi hipokampus dan korteks oribofrontal (area
yang mengatur pembentukan ingatan baru dan fokus perhatian). Penggunaan
ganja membuat seseorang sulit berkonsentrasi dalam berpikir dan kemampuan
melakukan tugas-tugas sulit. THC juga mengganggu fungsi otak kecil dan
35
yang lain menunjukkan penurunan aktivitas saraf. Gejala yang dapat muncul
pada keterlibatan nonadrenergik adalah meningkatkan denyut jantung dan
tekanan darah, memicu pelepasan glukosa dari tempat penyimpanan energi,
meningkatkan aliran darah ke otot rangka, mengurangi aliran darah ke sistem
pencernaan, dan menghambat pengosongan kandung kemih dan motilitas
gastrointestinal. (15).
4. Pengaruh cannabioid terhadap dopamin
Neuron dopaminergik dimodulasi oleh sistem endocannabinoid (eCBS)2,
CB1R dan ligan endocannabinoid anandamide,2 -arachidonoylglycerol (2-AG)
berlimpah di jalur dopaminergik termasuk striatum, di mana bertindak sebagai
sistem umpan balik retrograde pada terminal saraf glutamatergik presinaptik
dan asam γ-aminobutyric (GABA) untuk memodulasi transmisi dopamin.
Anandamide dan 2-AG merangsang pelepasan dopamin di nukleus accumbens
(NAc). Efek ini diblokir oleh rimonabant antagonis CB1, yang menunjukkan
bahwa efek dopaminergik endocannabinoid melibatkan reseptor CB1 (16).
Keterlibatan dopamin akan memunculkan gejala seperti euforia, pergerakan
yang berlebihan/ hiperaktif, perasaan gembira berlebihan, gairah seksual yang
tinggi, kemampuan belajar tinggi, mudah bersosialisasi hingga insomnia.
a. Proses adiksi
Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang mempengaruhi otak dengan
memanfaatkan sistem komunikasi dan mengganggu cara kerja neuron yang
mengirim, menerima, dan memproses informasi. ganja dapat mengaktifkan
neuron karena efeknya struktur kimianya meniru neurotransmitter. Mekanisme
adiksi karena narkoba seperti ganja berhubungan dengan “reward system” di
otak. “Reward system” merupakan sistem yang berhubungan dengan rasa
senang dan kepuasan sehingga memotivasi seseorang untuk mengulangi
perilaku tersebut untuk mendapatkan sensasi yang serupa. Pada awal
menggunakan narkoba otak seseorang akan dibanjiri oleh dopamine yaitu suatu
neurotransmitter yang menyebabkan perasaan yang sangat senang, bahagia,
percaya diri, dan termotivasi dibandingkan saat tidak memakai narkoba.
38
jalur reward system akhir umum di otak dihipotesiskan melalui jalur dopamin
mesolimbik. Jalur ini dimodulasi oleh banyak zat alami di otak untuk
memberi penguatan normal pada perilaku adaptif (seperti makan, minum, seks)
dan dengan demikian menghasilkan "natural highs” seperti perasaan gembira
atau prestasi. Neurotransmiter ini masuk ke reward system melalui ganja (yaitu
anandamide) secara langsung merangsang reseptor otak dalam sistem reward,
yang menyebabkan pelepasan dopamin.
41
Tahapan adiksi
1. Abstinence
Abstinensia adalah periode dimana seseorang sama sekali tidak menggunakan
narkoba untuk tujuan rekreasional.
2. Social Use
Adalah periode dimana individu mulai coba-coba menggunakan narkoba untuk
tujuan rekreasional namun sama sekali tidak mengalami problem yang terkat
dengan aspek sosial, finansial, medis, dan sebagainya. Umumnya individu
masih bisa mengontrol pengguna zatnya.
3. Early Problem Use
Adalah periode dimana individu sudah penyalahgunakan narkoba dan perilaku
penyalahgunaan tersebut mulai berpengaruh pada kehidupan sosial individu
tersebut, misalnya munculnya malas belajar, malas sekolah, keinginan bergaul
hanya dengan orang-orang tertentu saja, dan sebagainya.
43
4. Early Addiction
Adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan baik
mengganggu kehidupa sosial individu tersebut. Yang bersangkutan sulit
mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibat
pada perbuatan yang melanggar norma dan nilai yang berlaku.
5. Severe Addiction
Adalah periode dimana individu hidup untuk mempertahankan keuntungannya,
sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan dirinya sendiri. Pada
tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindak kriminal yang dilakukan
demi memperoleh narkoba yang diinginkan.
Siklus adiksi
Kecanduan ganja bukanlah fenomena statis, begitu pula sebaliknya disregulasi
biobehavioral lainnya, ada komponen yang berbeda hal-hal yang merupakan suatu
siklus atau lingkaran yang terus berkembang patologi. Berasal dari sosial psikologi dan
dikonseptualisasikan sebagai sumber pengaturan diri, siklus adiksi digambarkan
mempunyai tiga komponen, yaitu (22):
1. Binge-intoksikasi
Semua zat adiktif dikenal mengaktifkan reward system di otak dengan
menyebabkan peningkatan tajam pelepasan dopamin. Pada tingkat reseptor,
kenaikan ini menimbulkan sinyal reward yang memacu hubungan belajar
atau pembiasaan. Di dalam teori belajar Pavlov, pengalaman berulang pada
reward terkait dengan stimulus mental di lingkungan yang terdahulu. Dengan
mengulangi paparan reward yang sama, dopamin berhenti dikeluarkan dalam
menanggapi reward itu sendiri dan sebagai gantinya dikeluarkan sebagai respon
antisipatif terhadap stimulus pembiasaan yang memprediksi pengiriman
reward. Proses ini melibatkan mekanisme molekul yang sama yang memperkuat
koneksi sinaptik selama pembentukan pembelajaran dan memori.
44
2. Preokupasi-antisipasi
Perubahan yang terjadi dalam sirkuit emosi dan reward otak yang disertai
dengan perubahan fungsi kortikospinalis regio prefrontal, yang terlibat dalam
fungsi eksekutif. Secara khusus, sinyal down-regulation dopamin yang
menumpulkan sensitivitas sirkulasi reward kesenangan juga terjadi di regio
otak pre frontal dan terkait sirkuit, secara serius mengganggu proses
eksekutif, di antaranya adalah kapasitas untuk regulasi diri, pengambilan
keputusan, fleksibilitas dalam pemilihan dan inisiasi tindakan, atribusi arti
penting (penugasan nilai relatif), dan monitoring kesalahan. Modulasi sirkuit
emosi dan reward daerah prefrontal terganggu oleh perubahan neuroplastisitas
pada sinyal glutamatergik. Pada orang dengan adiksi, sinyal dopamin dan
glutamat di daerah prefrontal otak yang terganggu melemahkan kemampuan
mereka untuk menahan dorongan yang kuat atau menindaklanjuti keputusan
untuk berhenti mengunakan zat. Efek ini menjelaskan mengapa orang dengan
adiksi bisa bertekad dalam keinginan mereka untuk berhenti menggunakan obat,
namun secara impulsif terstimulus dan tidak mampu menindaklanjuti tekad
mereka. Dengan demikian, perubahan sinyal pada sirkuit prefrontal,
dihubungkan dengan perubahan sirkuit yang terlibat dalam respon emosi dan
reward, menciptakan ketidakseimbangan yang sangat penting baik untuk
pengembangan secara bertahap dari perilaku kompulsif dalam keadaan adiksi
dan terkait ketidakmampuan untuk berhenti menggunakan zat secara sukarela
meskipun berpotensi mendapat konsekuensi yang besar akibat perbuatannya
tersebut.
Pandangan bahwa orang dengan adiksi tertahan oleh salah satu isyarat dan
pemicu untuk penggunaan narkoba. Hal ini hanya salah satu cara perubahan
motivasi dan perilaku akibat adiksi. Selama bertahun-tahun diyakini bahwa
orang dengan adiksi akan menjadi lebih sensitif terhadap efek menguntungkan
dari zat dan peningkatan sensitivitas direfleksikan dalam tingkat yang lebih
tinggi dari dopamin di sirkuit otak yang berperan dalam proses reward
(termasuk nucleus accumbens dan dorsal striatum) dari tingkat pada orang yang
tidak pernah menggunakan zat. Meskipun teori ini tampaknya masuk akal,
penelitian telah menunjukkan bahwa hal itu tidak benar. bahkan, studi klinis dan
preklinis telah menunjukkan bahwa konsumsi zat memicu jauh lebih kecil
peningkatan kadar dopamin pada pecandu (di hewan dan manusia) daripada
yang tidak pernah menggunakan. Pelepasan dopamin membuat reward system
otak lebih sedikit tersensitisasi baik reward yang terkait zat atau tidak terkait
zat. Akibatnya, orang dengan adiksi tidak lagi mengalami tingkat euforia yang
sama dari zat yang dikonsumsi sebelumnya. Hal ini menjadi alasan yang sama
bahwa orang dengan adiksi sering menjadi kurang termotivasi oleh stimulus
sehari-hari (misalnya, hubungan dan kegiatan) dimana sebelumnya mereka
termotivasi. Sekali lagi, penting untuk dicatat bahwa perubahan ini menjadi
sangat penting dan tidak dapat dipulihkan melalui pemutusan sederhana
penggunaan narkoba (misalnya, detoksifikasi). Sebagai tambahan untuk
menyetting ulang reward system otak, paparan berulang pada efek peningkatan
dopamin yang mengarah pada adaptasi amigdala yang luas dalam basal
forebrain. Adaptasi ini meningkatkan peningkatan reaktivitas seseorang
terhadap stres dan mengarah pada munculnya afek negatif. Sistem Antireward
ini didorong oleh neurotransmitters yang terlibat dalam respon stres, seperti
corticotropin-releasing factor dan dynorphin, yang biasanya membantu untuk
mempertahankan homeostasis. Namun, pada otak orang dengan adiksi, sistem
antireward menjadi overaktif, sehingga menimbulkan fase yang sangat
dysphoric dari adiksi zat yang terjadi ketika efek langsung dari zat yang
dikonsumsi habis dan menurunkan reaktivitas sel dopamin di sirkuit reward
46
otak. Dengan demikian, selain langsung dan terkondisi ke arah reward dari
penggunaan narkoba, ada hubungan antara dorongan motivasional yang intens
untuk melarikan diri dari asosiasi ketidaknyamanan yang diciptakan efek
samping penggunaan zat . Sebagai hasil dari perubahan ini, orang dengan
transisi adiksi dari yang menggunakan zat hanya untuk merasakan kenikmatan
untuk membawa mereka memperoleh kelegaan sementara dari dysphoria. Orang
dengan adiksi sering tidak bisa mengerti mengapa mereka terus menggunakan
zat ketika tampaknya tidak lagi menyenangkan menggunakan zat tersebut.
banyak kondisi dimana mereka terus menggunakan zat untuk melarikan diri dari
distress yang mereka rasakan ketika mereka tidak terintoksikasi. Sayangnya,
meskipun efek jangka pendek peningkatan kadar dopamin yang dipicu oleh zat
sementara meringankan penderitaan ini, hasil dari binge yang berulang-ulang
memperdalam kondisi dysphoria selama penarikan, sehingga menghasilkan
lingkaran setan.
dan sulit berkonsentrasi. Dalam beberapa kasus, pasien dapat mengalami delusi
dan halusinasi.
2. Penggunaan Kronis
Perubahan psikologis yang terjadi pada pengguna kronis berbeda dengan
pengguna akut. Pada penggunaan kronis, pengguna cenderung mengalami
suasana hati yang tertekan, yaitu apatis, kehilangan motivasi, mudah
tersinggung, kehilangan keinginan beraktivitas, sulit berkonsentrasi, dan
menarik diri dari pergaulan.
b. Withdrawal symtomps
Pada gangguan penggunaan ganja kronis, dapat terjadi fase putus obat
(withdrawal symtomps) yang muncul 1‒2 hari setelah penghentian penggunaan
ganja, dan dapat berlangsung hingga 7‒14 hari. Gejala penarikan ganja yang
paling umum termasuk mudah tersinggung, cemas, nafsu makan menurun, dan
gangguan tidur. Selain itu, dapat terjadi episode mual dan muntah berulang,
sering kali disertai nyeri perut, yang dikenal sebagai sindrom hiperemesis
cannabinoid. Gejala tersebut akan mereda ketika ganja dikonsumsi kembali.
49
Medikamentosa
1. Canabinoid agonist
Hingga saat ini belum ada terapi farmakologis yang efektif untuk
gangguan cannabis use disorder. Uji coba farmakoterapi untuk cannabis use
disorder telah menyelidiki obat yang bersifat agonis yang menargetkan reseptor
CB1 (terapi substitusi) seperti dronabinol atau nabiximols untuk mengurangi
keparahan gejala putus obat yang parah gejala atau upaya berhenti yang gagal
karena gejala withdrawal. Dronabinol adalah cannabinoid yang aktif berbentuk
oral (bentuk sintetis dari delta-9-tetrahydrocannabinol aktif). Mayoritas efek
cannabinoid dan endocannabinoid (cannabinoid endogen) diperantarai oleh dua
reseptor berpasangan G-protein (GPCR) penghambat, CB1 (terdapat dalam
tingkat tinggi di beberapa wilayah otak, termasuk korteks prefrontal,
hipokampus, amigdala, ganglia basalis, dan otak kecil) dan CB2 (terdapat
dalam distribusi terbatas di batang otak dan perifer termasuk sel imun dan
neuron). Ketika diaktifkan, CB1 umumnya mengurangi eksitasi saraf.
Dronabinol, seperti THC, adalah agonis parsial pada reseptor CB1. Sinyal
cannabinoid membawa implikasi dalam banyak jalur, termasuk modulasi nyeri,
kognisi, stimulasi nafsu makan, antimual, dan lain-lain. Studi yang dilakukan
Levin dkk menggunakan dronabinol sebagai terapi penyalahgunaan ganja
dengan dosis dronabinol 20 mg dua kali sehari diberikan kepada 156 orang
dengan penyalahgunaan ganja secara double-blind dan terkontrol plasebo,
selama 12 minggu. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang kurang
signifikan karena tidak mempengaruhi penghentian penggunaan ganja pada
minggu ke 7 dan 8 dari waktu 12 minggu yang ditentukan. Namun, sejauh ini,
dronabinol masih menjadi satu-satunya obat yang lebih efektif dibandingkan
obat lainnya dalam tatalaksana cannabis use disorder dengan dosis tunggal
yang diberikan 10mg/hari (28) (29) (30).
54
2. Non-Kanabinoid
Beberapa terapi non kabinoid yang dapat diberikan (31) (32) :
a. Glutamat- N-asetilsistein (NAC)
Neurotransmitter glutamat telah muncul sebagai target potensial dalam
pengobatan kecanduan, seperti ketergantungan kokain, nikotin, dan ganja.
Dalam penelitian pada hewan coba, N-acetylcysteine (NAC) membalikkan
penurunan regulasi penukar sistin-glutamat akibat obat, sehingga
mengembalikan regulasi normal pelepasan glutamat, sehingga mengurangi
perilaku craving pada pengguna ganja.
1. Farmakokinetik NAC
a) Absorbsi
Obat ini dimetabolisme di hati dan sebagian besar diekskresikan
melalui ginjal. Penyerapan NAC mengalami penyerapan cepat dengan
kadar puncak plasma dicapai dalam waktu+ 2 jam (periode 1‒3,5 jam)
setelah pemberian oral. Namun bioavailabilitasnya sangat rendah yaitu
+9%.
b) Distribusi
Volume distribusi NAC sebesar 0,47 L/kg, sedangkan pengikatan
protein mencapai 66‒83%.
c) Metabolisme
NAC yang diserap akan mengalami deasetilasi di hati, dimana sebagian
besar jaringan menjadi sistein dan disulfida. Sistein kemudian akan
dimetabolisme lebih lanjut menjadi glutathione dan metabolit lainnya.
d) Eksresi
NAC yang diberikan secara intravena memiliki waktu paruh 5,6 jam,
sedangkan tablet effervescent memiliki waktu paruh 18,1 jam. Klirens
ginjal NAC diperkirakan mencapai 30% dari total klirens. Ekskresi
melalui feses hanya berkisar 3%.
2. Farmakodinamik NAC
N-asetilsistein mengembalikan konsentrasi ekstraseluler glutamat yang
55
untuk setiap perubahan perilaku (reward dan penguatan). Dengan terapi ini
diharapkan terjadi perubahan perilaku secara sukarela. terapi manajemen
kontingensi umumnya digunakan sebagai terapi perilaku tambahan. Namun
penelitian menemukan bahwa penggunaan metode ini tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT saja.
4. Rawat Inap untuk Cannabis Withdrawal
Pasien dengan Cannabis Withdrawal yang gagal dalam terapi rawat jalan
dianggap dirawat di rumah sakit selama 1‒2 minggu. Perawatan ini
bertujuan untuk memantau dan mengatasi gejala putus obat yang dialami
pasien, serta menjauhkan pasien dari sumber ganja dan memberikan
dukungan psikososial kepada pasien. Rawat inap juga dapat
dipertimbangkan pada kondisi berikut (27) :
1. Pasien memiliki gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia atau gangguan
bipolar
2. Riwayat kekerasan atau agresi serius
3. Memiliki ketergantungan pada beberapa obat sekaligus
3.1.8 Prognosis Cannabis Use Disorder
Gangguan penggunaan ganja terjadi pada sekitar 10 % pengguna ganja rutin
dan hingga 50 % pengguna harian yang kronis dan mungkin berhubungan
dengan gangguan kognitif, prestasi sekolah atau pekerjaan yang buruk, dan
penyakit penyerta psikiatrik seperti gangguan mood dan psikosis (38).
3.1.9 Komplikasi Cannabis Use Disorder
Komplikasi gangguan penggunaan ganja dapat terjadi pada banyak organ,
yaitu kardiovaskular, paru, gastrointestinal, reproduksi, serta intelektual dan
neurokognitif.
1. Sistem kardiovaskular
Penggunaan ganja dikaitkan dengan peningkatan angka infark miokard
dan aritmia. Sistem cannabinoid bersifat antagonis terhadap sistem saraf
otonom, menyebabkan vasokonstriksi paradoks, penurunan curah jantung,
hipoksia, peningkatan karboksihemoglobin, dan hipotensi ortostatik (39).
59
2. Sistem pernapasan
Mengkonsumsi ganja dapat menyebabkan gejala paru-paru, seperti batuk,
peningkatan produksi dahak, dan mengi. Mengkonsumsi ganja juga dikaitkan
dengan dispnea, faringitis, dan eksaserbasi asma. Pada orang yang
mengonsumsi ganja, terdapat peningkatan risiko penyumbatan saluran napas
yang dapat berujung pada penyakit paru obstruktif kronik (40).
3. Efek Samping Saluran Pencernaan
Penggunaan ganja setiap hari meningkatkan risiko steatosis pada hepatitis
C kronis. Penggunaan ganja setiap hari juga dikaitkan dengan perkembangan
fibrosis pada hepatitis C kronis, sehingga meningkatkan risiko sirosis hati.
Gangguan penggunaan ganja juga dapat menimbulkan efek samping
gastrointestinal berupa Cannabinoid Hyperemesis Syndrome (CHS). Sindrom
ini terjadi akibat penggunaan ganja kronis berupa episode muntah dan mual
yang berulang (23).
4. Sistem reproduksi
Penggunaan ganja kronis mengganggu reproduksi manusia dengan
mengganggu siklus menstruasi, menekan oogenesis, dan mengganggu
implantasi embrio pada wanita. Pada pria, dampak yang dapat terjadi adalah
peningkatan gangguan ejakulasi, penurunan produksi dan motilitas sperma,
serta penurunan libido dan menyebabkan impotensi pada pria. Penggunaan
ganja pada ibu hamil dapat menyebabkan peningkatan risiko cacat lahir.
Paparan ganja pada kehamilan menyebabkan kelainan pada perkembangan otak
dan mengganggu fungsi kognitif (41).
5. Penurunan Tingkat Intelektual dan Neurokognitif
Suatu penelitian menyatakan bahwa penyalahgunaan ganja pada masa
remaja dapat menimbulkan dampak jangka panjang berupa penurunan fungsi
neurokognitif yang diduga terjadi akibat efek neurotoksik penggunaan ganja
terhadap otak (42).
BAB IV
LITERATURE REVIEW
Ganja atau cannabis merupakan salah satu zat narkotika yang memiliki 2
kandungan berupa Canabinoid dan THC. Ganja mampu membuat penggunanya
mengalami euforia. Cannabinoid adalah sebutan untuk komponen aktif ganja, dimana
Delta -9- tetrahydrocannabinol (THC) diketahui merupakan komponen paling aktif di
antara 400 cannabinoid. Patofisiologi cannabis use disorder atau penyalahgunaan
ganja berhubungan dengan sifat ganja sebagai golongan obat psikotropika yang dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat.
Tujuan
Penulisan Literature Review ini bertujuan untuk mengetahui patofisiologi dan
manajemen pada cannabis use disorder
Metode
Metodelogi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Systematic Literature
Review (SLR) yang disimpulkan berdasarkan 20 literature terhitung pada tahun 2018-
2023. Penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengikuti aturan dengan alur
literature review guna terhindar dari kesalahan pemahaman yang bersifat subjektif dari
peneliti. Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari database publikasi
ilmiah baik nasional dan internasional seperti Google Scholar, PubMed, NCBI,
Scienscedirect, Elsevier dan springlink.
Hasil
Berdasarkan 20 penelitian yang dilakukan dari tahun 2018-2023 terkait yang
berfokus pada patofisiologi dan manajemen pada cannabis use disorder Terdapat 18
artikel yang signifikan mengenai hubungan ganja dengan perubahan otak dan reward
system dan 2 artikel yang tidak signifikan.
Diskusi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meghan (2022), Francesca(2020),
Joseph aloi (2019), Natasha Mason (2021), Sarah yip (2022), Antoni gual (2022),
Zhaoyang chong (2022), Schlefer (2021), Annchen (2022),Nora (2018), Henrika van
hel (2020), John C. Churchwell (2019), Martine Skumlien (2022), Yusuf Daniju
60
61
(2022), Chantal Martin (2019), Briana Lees (2021), Madeline (2022), Evone(2018),
memiliki masalah yang sama dan saling berikatan mengenai point yang diangkat dalam
penelitiannya yakni perubahan pada otak dan reward system terkait penggunaan ganja
dimana terdapat interaksi cannabis use disorder yang signifikan dalam lobus parietal
inferior, hippokampus cerebellum dengan penurunan reward system yang memodulasi
kerusakan di reward system. Dampak awal dari penggunaan narkoba adalah perasaan
menyenangkan yang mereka rasakan saat berada dalam kondisi "high", perasaan yang
dihasilkan dari rangsangan listrik pada area tertentu di otak yang membentuk apa yang
secara kolektif disebut sebagai "pusat penghargaan" atau reward system di otak yaitu
bagian ventral, area tegmental (VTA), nukleus accumbens (NAc), dan substantia nigra
(SN), yang semuanya terletak di dekat bagian depan otak. Neurotransmitter yang
"membuka" rangsangan listrik di area ini adalah dopamin, yaitu sebuah
neurotransmitter yang sangat terkait dengan perasaan senang dan dihargai. Tujuan
biologis dari mekanisme ini adalah untuk mendorong perilaku yang menunjang
kehidupan (seperti makan saat lapar) dengan menghasilkan sensasi menyenangkan
ketika perilaku yang diperlukan terjadi. Namun, penggunaan ganja akan suasana hati
lainnya menciptakan efek ini secara artifisial dan melakukannya dengan lebih efisien
dan intens dibandingkan imbalan alami seseorang. Penelitian telah menunjukkan
bahwa obat-obatan yang paling sering disalahgunakan akan menciptakan reaksi
neurokimia yang secara signifikan meningkatkan jumlah dopamin yang dilepaskan
oleh neuron di pusat reward system di otak. Penggunaan jangka panjang yang terus-
menerus juga mengakibatkan otak mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk
menyesuaikan peningkatan dopamin dalam tubuh.
Berkurangnya reseptor dopamin juga mengakibatkan keadaan yang dikenal
sebagai "anhedonia", atau hilangnya kesenangan dalam aktivitas yang pernah
dinikmati. Perasaan depresi anhedonia dapat mendorong pengguna untuk memberikan
obat sebagai upaya reaktif untuk merasakan kenikmatan kembali, terutama dalam
keadaan pengendalian diri yang rendah. Selain itu, terjadi perubahan struktur diotak
yang mulai menipiskan dan mengikis susbtansia grisea di korteks prefrontal,
mengurangi kemampuan pengguna untuk mempertimbangkan secara rasional
62
konsekuensi akibat berkurangnya fungsi eksekutif dan juga mengurangi peran korteks
prefrontal dalam mengatur sistem penghargaan otak. Hal ini didukung oleh penelitian
Natasha (2021) melalui pendekatan pencitraan otak menunjukkan bahwa pada
pengguna ganja akan menginduksi perubahan neurometabolik yang signifikan dalam
reward system, yaitu, penurunan fungsi konektif dan peningkatan striatal glutamat,
yang dikaitkan dengan peningkatan tingkat subjektif tinggi dan penurunan kinerja.
penurunan fungsi konektif antara NAc dan daerah seperti thalamus dan korteks frontal
diduga mencerminkan peningkatan neurotransmisi dopaminergik di seluruh sirkuit
reward system. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor dopamin
dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation) yang
menghasilkan gangguan pada reward system. Gangguan ini pada akhirnya dapat
menyebabkan neuroadaptasi di banyak sirkuit atau lain (motivasi/dorongan, kontrol
penghambatan/fungsi eksekutif, dan memori/pengkondisian) yang juga dimodulasi
oleh dopamin yang berlebihan. Di antara adaptasi saraf yang telah dilaporkan secara
konsisten pada subjek kecanduan adalah penurunan signifikan pada tingkat reseptor
D2R (afinitas tinggi) dan jumlah dopamine yang dilepaskan dopamine reseptor. Defisit
ini berhubungan dengan aktivitas metabolisme regional yang lebih rendah di area
prefrontal cortex (PFC) yang penting untuk kinerja eksekutif yang tepat (yaitu anterior
cingulate gyrus (CG) dan orbitofrontal cortex (OFC) (43).
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Meghan (2022) yang
mana menemukan hubungan prospektif antara penggunaan ganja dan penurunan
aktivasi NAcc terhadap antisipasi reward system. Temuan menunjukkan bahwa
penggunaan ganja secara terus-menerus dapat menumpulkan respons Nacc (44).
Penelitian lainnya yang dilakukan Chantal (2019) menunjukan hasil serupa juga
terlihat pada pengguna ganja, menunjukkan bahwa penggunaan ganja mempengaruhi
reward system di tingkat perilaku. Hal ini dapat dijelaskan dengan hal serupa disfungsi
sistem motivasi otak, khususnya dibagian dari amigdala menunjukkan bahwa
penggunaan ganja mempengaruhi motivasi, dan bahwa penyalahgunaan zat yang
berbeda menghasilkan efek yang sama seperti perubahan motivasi pada tingkat
perilaku. Kepadatan tinggi reseptor cannabinoid diamati di daerah yang terlibat dalam
63
regulasi emosional, seperti amigdala, seperti serta efek ansiolitik yang terkait dengan
peningkatan sinyal endocannabinoid, menguatkan hipotesis ini. Selain itu, studi
neuroimaging pada manusia menunjukkan pengaruh langsung THC pada amigdala
respon terhadap rangsangan emosional.
Penelitian yang dilakukan oleh Roberta (2019) dan koenders (2018) tidak
menunjukan hasil yang signifikan dimana penelitian yang dilakukan oleh Roberta
(2019) menemukan penggunaan ganja dalam jumlah besar secara terus-menerus tidak
memengaruhi perubahan neuroanatomi hipokampus dan koenders (2018) menemukan
bahwa penggunaan ganja pada remaja tidak dikaitkan dengan perbedaan struktural otak
di masa dewasa. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor perancu
yang juga mempengaruhi neuroanatomi otak (psikopatologi dan penggunaan zat
komorbiditas), jumlah sampel yang terlalu kecil,waktu penelitian yang terlalu singkat,
waktu pengumpulan data neuroimaging pada partisipan dan keterbatasan lainnya (45)
(46).
Kesimpulan
Penggunaan cannabis jangka panjang yang terus-menerus juga mengakibatkan
otak mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk menyesuaikan peningkatan
dopamin dalam tubuh yang kurang dikarenakan pengguna telah mengalami kondisi
toleransi sehingga mengkonsumsi lebih banyak ganja untuk mencapai kadar dopamin
yang sama tinggi. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor dopamin
dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation). Hal ini
pada akhirnya dapat menyebabkan neuroadaptasi di banyak sirkuit yang menghasilkan
gangguan pada otak yaitu menipiskan susbtansia grisea, menurunkan volume
hipokampus, menumpulkan respons Nacc hingga mengakibatkan disfungsi pada
reward system di otak.
Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah masih kurangnya sampel dalam penelitian
mengani cannabis use disorder/penyalahgunaan ganja dan kaitannya dengan reward
system . Selain itu, terdapat perbedaan waktu mengomsumsi ganja, dan terdapatnya
faktor-faktor komorbid yang turut mempengaruhi hasil juga menjadi keterbatasan
64
dalam penelitian. Hal ini menyebabkan keterbatasan untuk mengkaji lebih dalam
mengenai patofisologi dan perubahan-perubahan yang terjadi cannabis use disorder.
Potensi arah penelitian selanjutnya
Dari 20 jurnal yang di review, didapatkan hasil 18 jurnal menunjukan hasil
bahwa terdapat bukti penggunaan cannabis jangka panjang menimbulkan efek
pengaruh pada reward system dan dari 2 jurnal yang telah di review tidak terdapat
pengaruh karena dapat disebabkan, Pertama, faktor perancu yang juga mempengaruhi
neuroanatomi otak (penggunaan zat komorbiditas) karena sampel penelitian sedari
awal merupakan pengguna ganja berat, perokok dan bukan merupakan drug naive
(kondisi pasien yang belum pernah terpapar/ tidak toleran terhadap suatu zat) sehingga
hasil gambaran struktur otak mungkin karena kondisi resisten terhadap riwayat
penggunaan ganja berat sebelumnya yang tidak lagi mempengaruhi volume
hipokampus dan struktur otak lainnya. Selain itu keterbatasan lainnya adalah yang
pertama, penggunaan ganja didapatkan laporan mengenai frekuensi penggunaan ganja,
namun tidak mengenai kuantitas penggunaan ganja dan sampai saat ini belum ada cara
standar untuk menilainya, sehingga hal ini sulit diperkirakan. Kedua, data
neuroimaging dikumpulkan hanya sekali pada masa dewasa. Oleh karena itu, tidak
jelas apakah perbedaan struktural otak terkait ganja didapat pada masa remaja atau awal
masa dewasa. Ketiga, penelitian ini tidak meneliti hubungan antara penggunaan ganja
pada remaja dan ukuran morfometri otak lainnya (bentuk dan kepadatan substansi alba
dan substansia grisea) atau perbedaan fungsional otak di masa dewasa, yang telah
terbukti berhubungan dalam beberapa penelitian lain sebelumnya. keempat, ukuran
beberapa sampel yang terbagi dalam subkelompok pengguna ganja berukuran kecil,
sehingga membatasi kemampuan untuk mendeteksi perbedaan yang ada. Kelima
penelitian ini berfokus pada penggunaan ganja pada remaja sebagai prediktor struktur
otak orang dewasa dan tidak memperhitungkan pola penggunaan ganja pada masa
dewasa. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini kepada peneliti
selanjutnya untuk meneliti dengan membandingkan data neuroimaging diawal dan di
akhir penelitian, meneliti bagian struktur otak lainnya secara lebih menyeluruh, dan
memperhatikan karakteristik sampel (usia, kuantitas penggunaan, jumlah
65
Cannabis use disorder masih menjadi salah satu penyalahgunaan zat yang tinggi
di dunia. Mekanisme cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja yang
mengakibatkan berbagai macam efek pada fisik ataupun mental berhubungan dengan
sifat ganja yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Penggunaan dengan taraf
waktu lama dapat menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan zat, sehingga
menghasilkan gejala kebutuhan zat yang berlebihan. Dampak awal dari penggunaan
narkoba adalah perasaan menyenangkan yang mereka rasakan saat berada dalam
kondisi "high", perasaan yang dihasilkan dari rangsangan listrik pada area tertentu di
otak yang membentuk apa yang secara kolektif disebut sebagai "pusat penghargaan"
atau reward system di otak.
Penggunaan jangka panjang yang terus-menerus juga mengakibatkan otak
mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk menyesuaikan peningkatan
dopamin dalam tubuh. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor
dopamin dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation)
yang menghasilkan gangguan pada otak yaitu menipiskan susbtansia grisea,
menurunkan volume hipokampus, menumpulkan respons Nacc hingga mengakibatkan
disfungsi pada reward system di otak.
66
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Office on Drugs and Crime. Executive summary, World Drug
Report [Internet]. Vol. 2012, New Directions for Youth Development. 2023. 3–
6 p. Available from:
https://www.oecd.org/innovation/inno/47164461.pdf%0Ahttp://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/22522447%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/yd.20002
2. Badan Narkotika Nasional. Indonesia Drugs Report [Internet]. Vol. 5, \. 2021.
p. 40–51. Available from:
https://www.oecd.org/innovation/inno/47164461.pdf%0Ahttp://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/22522447%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/yd.20002
3. Badan Narkotika Nasional. Survei Prevalensi. Snapshots in Dermatology.
Jakarta: Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indon3; 2019. 841–841 p.
4. Patel J, Marwaha R. Cannabis Use Disorder. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023.
5. Connor JP, Stjepanović D, Le Foll B, Hoch E, Budney AJ, Hall WD. Cannabis
use and cannabis use disorder. Nat Rev Dis Prim. 2021;7(1):1–53.
6. Yi S, Peltzer K, Pengpid S, Susilowati IH. Prevalence and associated factors of
illicit drug use among university students in the association of southeast Asian
nations (ASEAN). Subst Abus Treat Prev Policy. 2017;12(1):1–7.
7. Kalayasiri R, Boonthae S. Trends of cannabis use and related harms before and
after legalization for recreational purpose in a developing country in Asia. BMC
Public Health. 2023;23(1):1–11.
8. Copeland J, Pokorski I. Progress toward pharmacotherapies for cannabis-use
disorder: an evidence-based review. Subst Abuse Rehabil. 2016;41.
9. Badan Narkotika Nasional Aceh. Rencana Program Kerja Jangka Menengah.
2020. p. 1–23.
10. Tarigan MI, Collins JS. Dekriminalisasi Penggunaan Ganja: Pendekatan
Komparatif California’s Adult Use of Marijuana Act Maria. Padjadjaran Law
Rev. 2019;7(1):22.
11. Bloomfield MAP, Ashok AH, Volkow ND, Howes OD. The effects of Δ9-
tetrahydrocannabinol on the dopamine system. Nature [Internet].
2019;539(7629):369–77. Available from: https://doi.org/10.1038/nature20153
12. Curran HV, Freeman TP, Mokrysz C, Lewis DA, Morgan CJA PL. Keep off
the grass? Cannabis, cognition and addiction. Nat Rev Neurosci. 2016;17(5).
13. Kendall DA, Yudowski GA. Cannabinoid receptors in the central nervous
system: Their signaling and roles in disease. Front Cell Neurosci.
67
68
2018;10(January):1–10.
14. Hoffman AF, Lupica CR. Mechanisms of cannabinoid inhibition of GABA(A)
synaptic transmission in the hippocampus. J Neurosci. 2019 Apr;20(7):2470–
9.
15. De Gregorio D, McLaughlin RJ, Posa L, Ochoa-Sanchez R, Enns J, Lopez-
Canul M, et al. Cannabidiol modulates serotonergic transmission and reverses
both allodynia and anxiety-like behavior in a model of neuropathic pain. Pain.
2019 Jan;160(1):136–50.
16. Peters KZ, Oleson EB, Cheer JF. A Brain on Cannabinoids: The Role of
Dopamine Release in Reward Seeking and Addiction. Cold Spring Harb
Perspect Med. 2021 Jan;11(1).
17. Lemonick MD, Park A. The science of addiction. Time. 2017;170(3):42–8.
18. Mason NL, Theunissen E. Reduced responsiveness of the reward system is
associated. Addict Biol. 2021;2019.
19. Volkow ND, Boyle M. Neuroscience of addiction: Relevance to prevention and
treatment. Am J Psychiatry. 2018;175(8):729–40.
20. Aloi J, Crum KI, Blair KS, Zhang R, Bashford-Largo J, Bajaj S, et al. Individual
associations of adolescent alcohol use disorder versus cannabis use disorder
symptoms in neural prediction error signaling and the response to novelty. Dev
Cogn Neurosci [Internet]. 2021;48(March):100944. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.dcn.2021.100944
21. Tuell C, Ed D. Process Addiction and the Addictive Brain. Health (Irvine
Calif). 2015;
22. Koob GF, Volkow ND. Neurobiology of addiction: a neurocircuitry analysis.
The lancet Psychiatry. 2016 Aug;3(8):760–73.
23. Karila L, Roux P, Rolland B, Benyamina A, Reynaud M, Aubin H-J, et al.
Acute and long-term effects of cannabis use: a review. Curr Pharm Des.
2014;20(25):4112–8.
24. Kesner AJ, Lovinger DM. Cannabis use, abuse, and withdrawal: Cannabinergic
mechanisms, clinical, and preclinical findings. J Neurochem.
2021;157(5):1674–96.
25. Maslim R. Maslim, Rusdi (2013) Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013.
26. American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. 5 th Editi. United States; 2013.
69
27. NSW Ministry of Health. Management of Withdrawal from Alcohol and Other
Drugs. Australia; 2022.
28. Sherman BJ, McRae-Clark AL. Treatment of Cannabis Use Disorder: Current
Science and Future Outlook. Pharmacotherapy. 2016 May;36(5):511–35.
29. Brezing CA, Levin FR. The Current State of Pharmacological Treatments for
Cannabis Use Disorder and Withdrawal. Neuropsychopharmacology [Internet].
2018;43(1):173–94. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/npp.2017.212
30. Levin P, Carvalho P, Stanley AM, Rapoport TA. Dronabinol for the Treatment
of Cannabis Dependence. Bone. 2011;23(1):1–7.
31. Weinstein AM, Gorelick DA. Pharmacological treatment of cannabis
dependence. Curr Pharm Des. 2011;17(14):1351–8.
32. Danovitch I, Gorelick DA. State of the Art Treatments for Cannabis
Dependence. Psychiatr Clin North Am [Internet]. 2012;35(2):309–26.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.psc.2012.03.003
33. Sauer J-M, Ring BJ, Witcher JW. Clinical pharmacokinetics of atomoxetine.
Clin Pharmacokinet. 2005;44(6):571–90.
34. Carroll KM, Nich C, Lapaglia DM, Peters EN, Easton CJ, Petry NM.
Combining cognitive behavioral therapy and contingency management to
enhance their effects in treating cannabis dependence: less can be more, more
or less. Addiction. 2012 Sep;107(9):1650–9.
35. Petry NM. Contingency management: what it is and why psychiatrists should
want to use it. Psychiatrist. 2011 May;35(5):161–3.
36. Budney AJ, Roffman R, Stephens RS, Walker D. Marijuana dependence and
its treatment. Addict Sci Clin Pract. 2007 Dec;4(1):4–16.
37. Badan Narkotika Nasional. Petujuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
Detoksifikasi pada Penyalahgunaan Narkotika. 2010;33.
38. Meier MH, Caspi A, Ambler A, Harrington H, Houts R, Keefe RSE, et al.
Persistent cannabis users show neuropsychological decline from childhood to
midlife. Proc Natl Acad Sci U S A. 2012 Oct;109(40):E2657-64.
39. Pratap B, Korniyenko A. Toxic effects of marijuana on the cardiovascular
system. Cardiovasc Toxicol. 2012 Jun;12(2):143–8.
40. Lee MHS, Hancox RJ. Effects of smoking cannabis on lung function. Expert
Rev Respir Med. 2011 Aug;5(4):537–46; quiz 547.
41. Wu C-S, Jew CP, Lu H-C. Lasting impacts of prenatal cannabis exposure and
the role of endogenous cannabinoids in the developing brain. Future Neurol.
2011 Jul;6(4):459–80.
70
47. Martz M, Elisa E, Trucco, Lora, Cope, Jillian, et al. Association of Marijuana
Use With Blunted Nucleus Accumbens Response to Reward Anticipation.
Physiol Behav. 2022;176(12):139–48.
48. Filbey FM, Joseph Dunlop. Differential reward network functional connectivity
in cannabis dependent and non-dependent users. Physiol Behav.
2020;176(3):139–48.
49. Aloi J, Crum KI, Blair KS, Zhang R, Bashford-Largo J, Bajaj S, et al. Individual
associations of adolescent alcohol use disorder versus cannabis use disorder
symptoms in neural prediction error signaling and the response to novelty. Dev
Cogn Neurosci [Internet]. 2021 ; 48 (March): 100944. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.dcn.2021.100944
50. Mason NL, Theunissen EL, Hutten, Tse D, Toennes SW, Jansen J. Reduced
responsiveness of the reward system is associated with tolerance to cannabis
impairment in chronic users. Addict Biol. 2021;26(1):1–9.
51. Yip SW, Devito E, Kober H, Worhunsky PD, Carrol KM, Potenza MN.
Pretreatment measures of brain structure and reward- processing brain function
in cannabis dependence: An exploratory study of relationships with abstinence
during behavioral treatment. Occup Env Med. 2020;23(1):1–7.
53. Volkow ND, Wang G, Telang F, Fowler JS, Alexoff D, Logan J. Decreased
dopamine brain reactivity in marijuana abusers is associated with negative
emotionality and addiction severity. Pschiatry. 2018;144.
55. Scheffler, Asmal L, Remsley. Cannabis use and hippocampal subfield volumes
in males with a first episode of a schizophrenia spectrum disorder and healthy
controls. Psychol Med. 2021;231:13–21.
56. Knodt AR, Meier MH, Ambler A. Diminished Structural Brain Integrity in
Long-term Cannabis Users Reflects a History of Polysubstance Use. Biol
Psychiatry. 2022 Dec;92(11):861–70.
57. Van Hell HH, Vink M, Ossewaarde L, Jager G, Kahn RS, Ramsey NF. Chronic
effects of cannabis use on the human reward system: An fMRI study. Eur
Neuropsychopharmacol. 2020;20(3):153–63.
59. Skumlien M, Freeman TP, Hall D, Mokrysz C, Wall MB, Ofori S, et al. The
Effects of Acute Cannabis With and Without Cannabidiol on Neural Reward
Anticipation in Adults and Adolescents. Biol Psychiatry Cogn Neurosci
Neuroimaging [Internet]. 2023;8(2):219–29. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.bpsc.2022.10.004
60. Daniju Y, Faulkner P, Brandt K, Allen P. Prefrontal cortex and putamen grey
matter alterations in cannabis and tobacco users. J Psychopharmacol.
2022;36(12):1315–23.
63. Meier MH, Caspi A, R Knodt A, Hall W, Ambler A, Harrington HL. Long-
Term Cannabis Use and Cognitive Reserves and Hippocampal Volume in
Midlife. Am J Psychiatry. 2022;179(5):362–74.