Anda di halaman 1dari 77

Referat

Cannabis Use Disorder : Focus On Pathophysiology And


Management

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Jiwa Aceh

Oleh :

Febry Caesariyanto Safar, S.Ked


2206111013

Pembimbing :
dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nyasehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Cannabis
Use Disorder : Focus On Pathopyshiology and Management”. Shalawat beserta
salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia
ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Penyusunan referat ini disusun
sebagai salah satu tugas dalammenjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Aceh. Ucapan terima kasih serta penghargaan
yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ yang telah
bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan referat ini. Akhir
kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu
kedokteran jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk referat ini.

Banda Aceh, Oktober 2023

Penulis

i
ABSTRAK

Latar belakang : Ganja atau cannabis merupakan salah satu zat narkotika yang
memiliki 2 kandungan berupa Canabinoid dan THC. Cannabis use disorder atau
penyalahgunaan ganja merupakan penggunaan ganja yang terus menerus atau
persisten, sehingga menyebabkan gangguan fungsi psikologis, fisik, atau sosial.
Tujuan: Mengetahui patofisiologi dan manajemen pada cannabis use disorder.
Metode: Dimulai dengan pencarian artikel yang relevan melalui Google Cendekia
dengan kriteria inklusi yaitu artikel dengan publikasi sejak tahun 2018, membahas
mengenai patofisiologi dan manajemen cannabis use disorder, berbahasa Indonesia
dan Inggris, teks lengkap, dan merupakan jurnal akademik. Analisis artikel dilakukan
dengan menggunakan tabel matriks dengan membandingkan metode penelitian, sampel
dan tempat penelitian, serta hasil dari penelitian tersebut.
Hasil: Patofisiologi yang mendasar dan manajemen cannabis use disorder
Kata kunci: Cannabinoid, Ganja, THC, Patofisiologi, Reward system

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II METODE ................................................................................................ 2
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 3
3.1 Cannabis Use Disorder ................................................................................ 29
3.1.1 Definisi Cannabis Use Disorder ......................................................... 29
3.1.2 Epidemiologi Cannabis Use Disorder ................................................ 30
3.1.3 Etiologi Cannabis Use Disorder ......................................................... 31
3.1.4 Patofisiologi Cannabis Use Disorder ................................................. 32
3.1.5 Manifestasi Klinis Cannabis Use Disorder......................................... 47
3.1.6 Diagnosis Cannabis Use Disorder ...................................................... 49
3.1.7 Tata Laksana Cannabis Use Disorder ................................................ 52
3.1.8 Prognosis Cannabis Use Disorder ...................................................... 58
3.1.9 Komplikasi Cannabis Use Disorder .................................................. 58
BAB IV LITERATURE REVIEW .................................................................... 60
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 : Reseptor CB1 dan CB2 pada otak...................................................... 33


Gambar 2. 2 : Metabolisme cannabiod ..................................................................... 34
Gambar 2. 3 : persinyalan cannabis ke sistem saraf pusat ....................................... 35
Gambar 2. 4 : Reward System pada otak ................................................................... 38
Gambar 2. 5 : Pengaturan neurotransmitter reward system mesolimbik ................. 40
Gambar 2. 6 : Dopamin sebagai pusat reward system .............................................. 41
Gambar 2. 7 : Konvergensi zat adiktif pada reward system ..................................... 42
Gambar 2. 8 : Siklus adiksi ....................................................................................... 46
Gambar 2. 9 : kaskade drug induced dengan terjadinya adiksi................................. 47
Gambar 2. 10 : Gejala pada cannabis use disorder ..................................................... 49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja merupakan penggunaan


ganja yang terus menerus atau persisten, sehingga menyebabkan gangguan fungsi
psikologis, fisik, atau sosial. Ganja atau cannabis merupakan istilah umum yang
digunakan untuk menunjukkan beberapa sediaan psikoaktif dari tanaman Cannabis
sativa (1).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Drug Report (2023), pada tahun
2021 penggunaan ganja mencapai 219 juta pengguna (4,3 % dari populasi orang
dewasa global), 5,3 % anak usia 15–16 tahun di seluruh dunia (13,5 juta orang) telah
menggunakan ganja dalam satu tahun terakhir. Prevalensi penggunaan ganja pada
tahun 2019 sangat bervariasi antar negara dan wilayah, dengan perkiraan penggunaan
yang lebih tinggi di Amerika Utara (12,4%), Afrika Barat dan Tengah (12,4%) dan
Oceania (10,3%) dibandingkan di Asia (1,8%), Afrika Utara (1,8%) serta Eropa Timur
dan Selatan (2,4%) (1).
Di Indonesia terdapat sekitar 2-3 juta orang yang pernah menghisap ganja.
Survei prevalensi penyalahgunaan NAPZA yang juga dilakukan oleh Badan Narkotika
Nasional (BNN) di tahun 2016 pada kelompok rumah tangga di 20 provinsi di
Indonesia mendapatkan hasil bahwa jenis NAPZA yang sering dipakai adalah
ganja, dengan rentang 23,7%-27,8%. Jawa timur merupakan provinsi yang tinggi
dengan penyalahgunaan ganja. Berdasarkan data dari Indonesia drug report (2022),
angka prevalensi penyalahgunaan narkoba meningkat dari 1,80% pada tahun 2019
menjadi 1,95% pada tahun 2021. Jenis narkoba yang pertama kali dikonsumsi
mayoritas adalah ganja (56,7%). Sementara itu, proporsi konsumsi narkoba terbanyak
adalah ganja sebesar 41,4%, disusul sabu, ekstasi, dan amfetamin sebesar 25,7%.
Penggunaan ganja dapat menyebabkan penyakit fisik maupun non fisik. Ganja juga
mempengaruhi fungsi kognitif, penurunan daya ingat (memori) dan perhatian. Dari
segi kesehatan mental, penggunaan ganja dapat memicu timbul-nya gejala psikotik.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tentang mekanisme serta manajemen yang
tepat akan penyalahgunaan ganja (2) (3).

1
BAB II
METODE

Tinjauan literatur ini dilakukan dengan pencarian artikel yang relevan, serta
analisis dan sintesis artikel. Artikel yang relevan dicari melalui database elekronik
yaitu Google Cendekia dengan menggunakan kata kunci “Cannabis Use Disorder :
Focus On Pathophysiology And Management” dalam Bahasa Inggris. Dua puluh
artikel dipilih berdasarkan kriteria inklusi: tanggal publikasi sejak tahun 2018 hingga
sekarang, membahas tentang patofisiolofi dan manajemen dalam cannabis use disorder
berbahasa Indonesia dan Inggris, teks lengkap, dan merupakan jurnal akademik.
Analisis konten dilakukan dengan menggunakan tabel matriks dengan membandingkan
metode penelitian, subjek penelitian dan tempat, serta variabel yang diteliti mencakup
teori (Original Article), dan clinical article mengenai patofisiologi dan manajemen
dalam cannabis use disorder.

2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

No Sitasi Metode Sampel/tempat Hasil

1 Judul : Cohort Sampel : Hasil :


Longitudinal study retrospektif 20 pengguna ganja Dibandingkan dengan
of hippocampal berat (usia rata-rata kontrol, pengguna ganja
volumes Lamanya 21 tahun, kisaran tidak menunjukkan
in heavy cannabis penelitian : 18-24 tahun) dan perubahan volume
users 2013-2017 23 pengguna non- hipokampus baik pada
ganja (kontrol awal maupun tindak lanjut
Penulis : sehat) menjalani F(1,39)=12.04, p=0.001.
Koenders penilaian Volume hipokampus
Lorenzetti psikologis meningkat dari waktu ke
Louis de haan komprehensif dan waktu baik pada pengguna
Suo pemindaian maupun kontrol ganja,
Vingerhoets W pencitraan mengikuti lintasan
Brink van resonansi magnetik peningkatan yang serupa.
pada awal dan pada Dosis ganja dan usia mulai
Tahun : masa tindak lanjut menggunakan ganja tidak
2018 (rata-rata 39 bulan mempengaruhi volume
setelahnya). hipokampus
Pengguna ganja
mulai merokok Kesimpulan :
sekitar usia 16 Penggunaan ganja dalam
tahun dan merokok jumlah besar secara terus-
rata-rata lima hari menerus tidak
per minggu. memengaruhi perubahan
Kemudian di neuroanatomi hipokampus.
evaluasi perkiraan

3
4

volume Keterbatasan :
hipokampus faktor perancu yang juga
melalui mempengaruhi
pemindaian neuroanatomi otak
pencitraan (psikopatologi dan
resonansi penggunaan zat
magnetik. komorbiditas)

Tempat :
United kingdom
2 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Association of Pesertanya adalah 108 peserta, 39 (36,1%)
Marijuana Use With Lamanya 108 orang dewasa adalah perempuan dan usia
Blunted Nucleus penelitian : muda yang direkrut rata-rata (SD) pada awal
Accumbens Januari 2017- dari Michigan, adalah 20,1 tahun.
Response to Reward januari 2021 gangguan dan Penggunaan ganja yang
Anticipation sampel kontras dari lebih besar dikaitkan
keluarga kontrol. dengan aktivasi yang
Penulis : Peserta menjalani 3 tumpul di NAcc selama
Meghan E. Martz kali berturut-turut antisipasi hadiah (waktu 1
Elisa M. Trucco pemindaian hingga waktu 2: β = −0.26,
Lora M. Cope pencitraan P = .04; waktu 2 hingga
Jillian E. Hardee resonansi magnetik waktu 3: β = −0.25, P =
Jennifer M. Jester fungsional pada 0,01).
Robert A. Zucker usia sekitar 20
Mary M. Heitzeg (waktu 1), 22 Kesimpulan
(waktu 2), dan 24 penggunaan ganja dapat
Tahun : (waktu 3) tahun. mengubah reward system
2022 Data laporan antisipatif di NAcc, yang
5

mandiri tentang dapat meningkatkan risiko


ganja dan kejadian penggunaan narkoba terus
penggunaan menerus dan kecanduan di
narkoba lainnya kemudian hari
dikumpulkan setiap
tahun sejak usia 11 Keterbatasan :
tahun penggunaan mariyuana
pada tahap awal dan akhir
Tempat : permulaan awal dapat
Michigan,United menjadi moderator yang
stases penting, namun peneliti
tidak memiliki jumlah
pengguna ganja awal yang
cukup untuk menguji
perbedaan tersebut.
3 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Differential reward Lamanya Dalam penelitian Analisis PPI menunjukkan
network functional penelitian : ini, dilakukan konektivitas fungsional
connectivity in Mei-september serangkaian reward system dengan
cannabis dependent 2019 investigasi untuk wilayah nukleus
and non-dependent menentukan accumbens (NAc) selama
users konektivitas paparan Perbedaan antar
fungsional selama kelompok menemukan
Penulis : reaktivitas isyarat efek yang berbeda dari
Francesca filbey pada 71 pengguna status ketergantungan.
Joseph dunlop ganja. Pengguna yang bergantung
menggunakan (N = 31) memiliki
Tahun : analisis interaksi konektivitas fungsional
2020 psikofisiologis yang lebih besar dengan
6

(PPI) untuk amigdala dan anterior


menguji respons cingulate gyrus (ACG)
saraf yang koheren sedangkan pengguna yang
terhadap ganja. tidak bergantung (N = 24)
Kemudian memiliki konektivitas
mengevaluasi fungsional yang lebih besar
apakah pola dengan NAc, orbitofrontal
konektivitas cortex (OFC) dan
fungsional jaringan hipokampus.
untuk membedakan
pengguna yang Kesimpulan :
bergantung dan koherensi fungsional yang
tidak bergantung. kuat di reward system
Tempat : selama paparan terhadap
United States ganja pada pengguna
ganja. Temuan
menunjukkan bahwa
paparan ganja yang
berulang-ulang
menyebabkan perubahan
yang nyata dalam
konektivitas fungsional
pada reward system

Keterbatasan :
penelitian ini
mengkarakterisasi pola
konektivitas dalam tugas
reaktivitas tanpa
7

memperhatikan kelompok
dari kontrol yang tidak
digunakan. perbandingan
terhadap kelompok yang
tidak menggunakan ganja
dapat memberikan
indikator bagaimana ganja
dapat mengubah fungsi
reward system yang sehat
dan tidak terkena dampak
ganja.

4 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :


Individual Peserta penelitian hubungan positif antara
associations of Lamanya termasuk 151 sistem reward yang error
adolescent alcohol penelitian : remaja berusia 14– yang memodulasi respons
use disorder versus Februari-april 18 tahun Blood Oxygenation Level
cannabis 2018 Dependent pada individu
use disorder Tempat : dengan skor Cannabis use
symptoms in neural Komunitas omaha disoder (<4 [cerebelum],
prediction error dan youth care <6 [ lobusparietal
signaling and the facility, United inferior]).
response to novelty stases
Kesimpulan :
penulis : Terdapat interaksi
Joseph aloi Cannabis Use Disorder
Kathleen Crum yang signifikan dalam
Karina Blair lobus parietal inferior dan
Zhang Ru cerebellum dengan
8

Johannah memodulasi kerusakan di


Sahil Bajaj reward system.
Amanda Schwartz
Erin Carollo, Keterbatasan :
Soonjo Hwang tes urine/breathalyzer
Emily Leiker untuk penggunaan alkohol
atau ganja tidak dilakukan
Tahun : pada saat pemindaian.
2021 Namun, semua kecuali dua
peserta dengan riwayat
penggunaan alkohol
dan/atau ganja yang
signifikan adalah penghuni
fasilitas perawatan remaja
perumahan yang diawasi
dengan ketat, dan harus
menjalani tes narkoba
secara acak sebagai bagian
dari hal tersebut. dari
program pengobatan
setidaknya empat minggu
sebelum pemindaian.
Pengecualian kedua
peserta ini menghasilkan
hasil yang sangat mirip.
penelitian ini bersifat
cross-sectional, sehingga
hasil yang dilaporkan
mungkin mencerminkan
efek AUD/CUD pada
9

perkembangan otak atau


faktor risiko AUD/CUD
yang sudah ada
sebelumnya
5 Judul : Cross Sampel : Hasil :
Reduced sectional 12 pengguna kronis Analisis mengungkapkan
responsiveness of the (laki-laki, n = 12) korelasi positif yang
reward system is Lama dan Pengguna signifikan pada pengguna
associated with penelitian : sesekali (n = 12) ganja (r= 0,641) dengan
tolerance to Oktober 2013) perubahan N-
cannabis impairment acetylaspartate (NAA)
in chronic users Tempat : striatal
Fortazela, Brazil
Penulis : Kesimpulan :
Natasha Mason Perubahan kadar glutamat
Nadia Hutten striatal yang disebabkan
Desmond tse oleh pengguna ganja
Stefan Toennes kronis berkorelasi kuat
Jansen Jacobus dengan penurunan respon
pada reward system dan
Tahun : area fronto-subkortikal.
2021
Keterbatasan :
Banyak faktor faktor
lainnya yang ikut
mempengaruhi perubahan
glutamat striatal yang
tidak di uji dalam
penelitian ini. Selain itu
10

sampel yang dibutuhkan


sedikit. Untuk menilai
lebih lanjut efek kronis
dari paparan ganja
berulang terhadap reward
system dan perilaku terkait,
penelitian di masa depan
harus menggunakan skala
yang lebih besar dalam
ukuran sampel dan
mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut.
6 Judul : Case control Sampel : Hasil :
Pretreatment 40 sampel peserta yang bergantung
measures of brain Lamanya 20 pria dengan pada ganja menunjukkan
structure and penelitian : ketergantungan aktivasi striatal ventral
reward-processing 14 maret-14 ganja dan 20 pria yang lebih besar dan
brain function in juni 2020 sehat yang tidak volume putamenal yang
cannabis menggunakan lebih kecil.
dependence: An narkoba menjalani
exploratory study of pemindaian MRI. Kesimpulan :
relationships with Perbedaan individu dalam
abstinence during Tempat : fungsi dan struktur striatal
behavioral treatment United stases berhubungan dengan
perbedaan individu dalam
Penulis : mengonsumsi ganja atau
Sarah yip tidak
Elise Devito
Hedy Kober
11

Patrick Worhunsky Keterbatasan :


Kathleen M. Carroll tidak adanya peserta
Marc N. Potenza perempuan dan jumlah
peserta yang relatif sedikit
Tahun : ukuran sampel, yang
2022 menghalangi untuk
mengeksplorasi pengaruh
ganja tersebut. Penelitian
ini memiliki kekuatan yang
terbatas untuk mendeteksi
perbedaan antar kelompok
dalam ketergantungan
ganja peserta.

7 Judul : Case control Sampel : Hasil :


Chronic cannabis 52 orang pengguna Pengguna ganja
use affects Lamanya ganja kronis (n = menunjukkan tingkat
cerebellum penelitian : 27) tanpa penyakit adaptasi yang lebih rendah
dependent 2 juni 2020-2 penyerta psikiatrik dibandingkan dengan
visuomotor juli 2020 dan kontrol yang kontrol pada saat pertama
adaptation sehat dan naif kali. Namun, perbedaan
ganja (n = 25) kinerja ini tidak bertahan
Penulis : dievaluasi lama ketika peserta diuji
Chrysanti blithikioi menggunakan ulang setelah satu bulan
Laia miquel tugas rotasi berpantang (n = 13).
Blanca panielo visuomotor. Kontrol yang sehat
Pengguna ganja menunjukkan
Tahun : diuji ulang setelah pembelajaran implisit yang
2022 1 bulan berhenti dilemahkan pada fase akhir
12

menggunakan adaptasi selama paparan


ganja (n = 13) ulang, yang tidak terjadi
untuk menilai pada pengguna ganja.
apakah perbedaan
kinerja awal akan Kesimpulan :
tetap ada setelah pengguna ganja kronis
penghentian menunjukkan perubahan
penggunaan. dalam adaptasi
sensorimotor, yang dapat
Tempat : disebabkan oleh kejenuhan
United stases sistem endocannabinoid
setelah penggunaan ganja
kronis

Keterbatasan :
Waktu penghentian
penggunaan ganja
berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Diperlukan
penelitian lainnya untuk
mendukung hasil
penelitian ini.
8 Judul : Cross Sampel: Hasil :
Decreased dopamine sectional 48 peserta (24 Penyalahguna ganja
brain reactivity in kontrol dan 24 memiliki skor emosi
marijuana Lamanya pengguna ganja) positif yang jauh lebih
abusers is associated penelitian : dengan rendah. kualitas (P = 0,05)
with negative April – agustus methylphenidate dan skor yang lebih tinggi
emotionality 2017 (MP), obat yang pada emosi negatif (P =
13

and addiction meningkatkan 0,002) dibandingkan


severity dopamin kontrol. Analisis korelasi
ekstraseluler (DA) antara skor emosi negatif
Penulis : sebagai pengganti dan riwayat
Nora D. Volkowa untuk menyelidiki penyalahgunaan ganja
Gene-Jack Wanga reaktivitas otak menunjukkan korelasi
Frank Telang terhadap stimulasi negatif antara usia inisiasi
Joanna S. Fowlerc DA . lalu penyalahgunaan ganja dan
David Alexoffc dibandingkan dan emosi negatif skor (r =
Jean Logan otak pengguna 0,58, P = 0,003)
Ganja dan kontrol
Tahun : menggunakan PET Kesimpulan :
2018 scan Pada pengguna ganja,
respons Dopamin di
Tempat : ventral striatum
United States berkorelasi terbalik dengan
tingkat kecanduan.
penurunan reaktivitas otak
terhadap stimulasi
dopamin

Keterbatasan :
Penelitian tidak dapat
memastikan apakah
perbedaan kelompok
mencerminkan hal tersebut
penggunaan ganja kronis
daripada perbedaan
pramorbid.
14

9 Judul : Case control Sampel : Hasil :


Individuals with 42 orang 20 Dibandingkan dengan
cannabis use are Lamanya Cannabis use dan pengukuran volumetrik,
associated with penelitian : 22 kontrol sehat metode morfometri
widespread 2 januari-2 (Health control) subkortikal berbasis
morphological april 2018 yang disesuaikan permukaan mendeteksi
alterations in the dengan usia dan deformasi morfologi global
subregions of the jenis kelamin di yang lebih signifikan pada
amygdala, eksplorasi amigdala kiri, hipokampus
hippocampus, and perbedaan kanan, dan pallidum kanan
pallidum volumetrik dan (p keseluruhan <0,05,
morfologi dalam dikoreksi). Perubahan
Penulis : tiga struktur morfologi yang lebih jelas
Zhaoyang chong subkortikal. (atrofi atau ekspansi)
Yu fu Tempat : diamati pada subkawasan
Nan chen China tertentu (nilai p berbasis
Lingyu zang titik<0,05, tidak dikoreksi)
Chao fan yao dari tiga struktur
Yalin wang subkortikal. Area korelasi
subregional positif dan
Tahun : negatif dilaporkan melalui
2019 analisis korelasi.

Kesimpulan :
perubahan morfologi
tingkat subwilayah luas di
amigdala, hipokampus, dan
pallidum pada cannabis
user lebih tinggi
15

dibandingkan individu
yang bukan pengguna.

Keterbatasan :
perbedaan waktu
penggunaan ganja turut
mempengaruhi hasil yang
didapat, selain itu mungkin
terdapat faktor faktor
lainnya yang
mempengaruhi hasil
penelitian yang perlu di
teliti pada penelitian
berikutnya.
10 Judul : Case control Sampel : Hasil :
Cannabis use and 121 orang, kelompok (pasien/kontrol)
hippocampal Lamanya melibatkan 63 dengan efek interaksi
subfield volumes in penelitian : pasien yang penggunaan ganja di
males with a first 15 juni- memiliki spektrum subikulum pada
episode of a 15 agustus skizpfrenia dan 58 hipocampus dan
schizophrenia 2020 inidividu sehat peningkatan volume pada
spectrum disorder sebagai kontrol pasien yang menggunakan
and healthy controls dipindai pada ganja dibandingkan dengan
pemindai MRI kontrol

Tempat : Kesimpulan :
Penulis : Cape town, Terjadi peningkatan
Scheffler Afrika selatan volume subikulum dan
Asmal L hippocampus pada pasien
16

Remsley yang menggunakan ganja


dibandingkan dengan
Tahun : pasien yang tidak
2021 menggunakan

Keterbatasan :
Hasil yang ada mungkin
mempengaruhi kegagalan
dalam mempertimbangkan
faktor perancu yang
penting, termasuk tingkat
keparahan penyakit,
kronisitas, dan
penggunaan obat-obatan,
ketika mengeksplorasi
pengaruh penggunaan
ganja terhadap volume
hipokampus pada pasien
skizofrenia.
11 Judul : Cohort Sampel : Hasil :
Diminished retrospektif pengukuran Pengguna ganja jangka
Structural Brain penggunaan ganja, panjang memiliki korteks
Integrity in Long- Lamanya alkohol, tembakau, yang lebih tipis, volume
term Cannabis Users penelitian : dan obat-obatan substansia grisea
Reflects a History of 2008-2020 terlarang lainnya subkortikal yang lebih
Polysubstance Use pada 875 anggota kecil, dan substansia alba
penelitian yang yang lebih kecil
Penulis : berusia 45 tahun dibandingkan bukan
Annchen knot untuk menguji pengguna ganja
17

Madeline meier perbedaan Kesimpulan :


Antony ambler integritas berkurangnya integritas
substansia grisea struktural otak pada
Tahun : dan substansia alba pengguna ganja jangka
2022 pengguna ganja panjang mencerminkan
jangka panjang dan pola penggunaan zat yang
seumur hidup dan luas (poli zat)
bukan pengguna.
Keterbatasan :
Tempat : Keterbatasan meliputi idak
United kingdom memiliki ukuran integritas
otak struktural sebelum
mulai menggunakan ganja
karena masa kanak-kanak
kelompok ini sudah ada
sebelum teknologi
neuroimaging. Studi
neuroimaging longitudinal
di masa depan akan sangat
penting untuk
mengkarakterisasi
kemungkinan hubungan
sebab akibat antara
penggunaan ganja dan
struktur otak dan untuk
mengesampingkan
perubahan yang sudah ada
sebelumnya. Keterbatasan
lainnya dalam penelitian
18

ini adalah penggunaan


ganja dilaporkan sendiri
sebagai jumlah hari yang
digunakan dalam setahun
terakhir, dan lebih detail
ukuran paparan dapat
meningkatkan sensitivitas
dan mempengaruhi hasil.
12 Judul : Case control Sampel : Hasil :
Chronic effects of 14 pengguna ganja Pengguna ganja
cannabis use on the Lamanya 14 perokok dan 13 menunjukkan aktivitas
human reward penelitian : non-pengguna otak yang melemah pada
system: An fMRI 5 januari- 5 berpartisipasi reward system di nukleus
study juni 2019 dalam penelitian accumbens, Pengguna
ini. Subjek direkrut ganja menunjukkan
Penulis : melalui pengiklan. penurunan aktivitas
Henrika van hell Subjek tidak antisipasi imbalan di
Lindsey S mencari nukleus kaudatus
Garry jager pengobatan untuk dibandingkan perokok dan
Rene s Khan penggunaan nikotin bukan pengguna ganja.
Vink M atau ganja.
Ossewaarde L Kesimpulan :
Tempat : penggunaan ganja kronis,
Tahun : United stases dapat menyebabkan
2020 perubahan respons otak
dan melemahkan reward
system

Keterbatasan :
19

Tidak dapat
mengecualikan hal dan
faktor-faktor lain selain
penggunaan ganja yang
kronis (misalnya
karakteristik yang sudah
ada sebelumnya) yang
mungkin berkontribusi
terhadap hasil ini.
13 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Attenuated reward 18 remaja dengan Remaja yang
activations Lamanya penyalahgunaan menyalahgunakan ganja
associated with penelitian : ganja (16 laki-laki, mengalami penurunan
cannabis use in Juni-agustrus 2 perempuan, umur volume Pre Frontal Cortex
anxious/depressed 2018 rata-rata = 17,7 yang tepat dibandingkan
individuals tahun; rentang 16- untuk kontrol, p = 0,01, d =
19 tahun) dan 18 0,92, CI0,95 = 0,21, 1,59.
Penulis : kontrol yang sehat Remaja yang
Philip A. Spechler (12 laki-laki, 6 menyalahgunakan ganja
Jennifer L perempuan, usia juga terlihat penurunan
Stewart rata-rata = 17,2 orientasi masa depan
Rayus Kuplicki tahun; kisaran 16– dibandingkan dengan
19 tahun) direkrut kontrol, p = 0,01, d = 0,89,
Tahun : dari komunitas Salt CI0,95 = 0,23, 1,55.
2019 Lake City.
Kesimpulan :
Tempat : perubahan prefrontal
Salt lake city, cortex dikaitkan dengan
United states inisiasi penggunaan ganja
20

atau inisiasi dini dapat


menyebabkan penurunan
volume prefrontal cortex
dan reward system
Keterbatasan :
Dibatasi oleh desain cross-
sectional, yang membuat
tidak mungkin untuk
menentukan apakah
reward system yang
tumpul merupakan
konsekuensi dari ganja
atau penggunaan narkoba
lainnya. Keterbatan
lainnya yaitu kurangnya
data mengenai jumlah usia
diagnosis pertama
kelainan, dan usia
penggunaan pertama kali
untuk obat yang
disalahgunakan.
14 Judul : Case control Sampel: Hasil :
The Effects of Acute 47 remaja (n = 24, THC mengurangi aktivitas
Cannabis With and Lama 12 perempuan, usia antisipasi dibandingkan
Without penelitian: 16–17 tahun) dan dengan plasebo di kanan
Cannabidiol on 11 maret 2019 dewasa (n = 23, 11 (p = 0,005, d = 0,49) dan
Neural Reward – 16 juni 2021 perempuan, usia kiri (p = 0,003, d = 0,50)
Anticipation in 26–29 tahun) striatum ventral dan insula
Adults and berdasarkan kanan (p = 0,01, d = 0,42).
21

Adolescents frekuensi THC1CBD mengurangi


penggunaan ganja aktivitas dibandingkan
(0,5–3 dengan plasebo striatum
Penulis : hari/minggu). ventral kanan (p = 0,01, d
Martine Skumlien Menyelidiki = 0,41) dan insula kanan
Tom P. Freeman, aktivitas antisipasi (p = 0,002, d = 0,49).
Daniel Hall reward system
Claire Mokrysz dengan analisis Kesimpulan :
Matthew B. Wall seluruh otak dan Pada pengguna ganja
Shelan Ofori striatum ventral mingguan, ganja menekan
Kat Petrilli kanan dan kiri, respons antisipatif otak
Katie Trinci korteks cingulate dan CBD tidak
Anna Borissova anterior kanan dan memodulasi efek ini.
Natalia Fernandez- kiri, dan insula
Vinson Christelle- kanan. Keterbatasan :
Langley keterbatasan penelitian ini
Barbara J. Sahakian Tempat : menyangkut rentang usia
H. Valerie Curran London yang terbatas dari para
Will Lawn peserta. Ada kemungkinan
bahwa remaja yang lebih
Tahun : muda dengan reward
2023 system yang kurang
berkembang merespons
secara berbeda terhadap
THC daripada orang
dewasa.
15 Judul : Case control Sampel : Hasil :
Prefrontal cortex and pengguna ganja Dibandingkan dengan
putamen grey matter Lamanya reguler yang juga kontrol dan perokok tanpa
22

alterations in penelitian : merokok tembakau menggunakan ganja,


cannabis and Januari 2018- ('CT'; n=33), pengguna ganja dan
tobacco users maret 2019 perokok tembakau merokok menunjukkan
yang tidak GMV yang lebih rendah
Penulis : menggunakan ganja pada girus frontal inferior
Yusuf Daniju (‘T’; n=19) dan kiri, dan GMV yang lebih
Paul Faulkner Kontrol yang tidak besar pada putamen. Hal
Kaz Brandt menggunakan ini dikaitkan dengan
Paul Allen ganja/tembakau penggunaan ganja yang
(‘C’; n=35). panjang tetapi tidak dengan
Tahun : penggunaan rokok yang
2022 Tempat : tidak menggunakan ganja
London atau pada kontrol yang
tidak menggunakan
keduanya.

Kesimpulan :
Pengguna ganja reguler
yang juga merokok
tembakau menunjukkan
perubahan pola grey
matter volume (GMV)
dibandingkan perokok
yang tidak menggunakan
ganja atau pada control
yang tidak menggunakan
ganja dan tidak merokok
23

Keterbatasan :
Keterbatasan yaitu tidak
merekrut kelompok yang
hanya menggunakan ganja
secara murni tanpa
merokok sehingga ikut
mempengaruhi hasil
penelitian.
16 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Reduced Response to Lamanya 53 peserta Skor mood adalah 4,15± 8
Reward system in penelitian : dilibatkan dalam ±0,68 (rata-rata 8 SD)
Smokers and Maret-juli penelitian ini: 19 untuk non- perokok, 3,95±
Cannabis Users 2018 non- perokok, 20 8± 0,60 untuk perokok dan
perokok dan 14 3,64 ±8 ±0,92 untuk para
Penulis : pengguna ganja. pengguna ganja.
Chantal Martin Subjek direkrut-
Soelch Maja melalui iklan di Kesimpulan :
Kobel Universitas Basel penggunaan ganja ataupun
Markus Stoecklin (Swistzerland) dan penggunaan ganja dan
Tanja Michael semuanya pelajar. merokok (keduanya)
Simone Weber mempengaruhi aspek
Tempat : motivasi dan berkurangnya
Tahun : switzerland efek dari reward system
2019 pada keadaan suasana hati
positif pada pengguna
ganja.
24

Keterbatasan :
skala item tunggal
mungkin bisa tidak cukup
sensitif untuk menangkap
perubahan suasana hati
/mood. Keterbatasan
lainnya yaitu kurangnya
tes biologis untuk
mengontrol kadar THC
urin karena pengguna
ganja membutuhkannya
untuk mengkonsumsi
ganja minimal 5 kali
seminggu, peserta hanya
memberikan sedikit
informasi tentang apakah
mereka berada di bawah
pengaruh ganja selama
percobaan.

17 Judul : experimental Sampel Hasil :


The acute effects of Dua puluh empat THC' dan 'THC + CBD'
cannabis with and Lamanya remaja (12 secara signifikan (P
without cannabidiol penelitian perempuan, berusia <0,001) meningkatkan
in adults and Maret 2020- 16 hingga 17 tahun) 'efek obat' (perbedaan rata-
adolescents: A November dan 24 orang rata [MD] = 6,3, 95% CI =
randomised, double- 2020 dewasa (12 5,3–7,2; MD = 6,8, 95% CI
blind, perempuan, berusia = 6,0–7,7), gangguan
placebo-controlled, 26 hingga 29 tahun) memori episodik verbal
(MD = –2,7, 95% CI =
25

crossover yang menggunakan −4.1)dan peningkatan efek


experiment ganja 0,5–3 psikotomimetik (MD = 7.8,
hari/minggu dan 95% CI = 2,8–12,7; MD =
Penulis : dicocokkan 10,8, 95% CI = 6,2–15,4).
Will Lawn berdasarkan
Katie Trinci frekuensi
Shelan Ofori penggunaan ganja ( Kesimpulan :
Kat Petrilli rata-rata = 1,5 Pengguna ganja remaja
Claire Mokrysz hari/minggu) lalu tidak lebih tangguh atau
Anna Borissova tiga sediaan ganja lebih rentan dibandingkan
yang diuapkan dan pengguna ganja dewasa
Tahun : disesuaikan dengan terhadap efek
2023 berat badan: 'THC' psikotomimetik akut,
(8 mg THC untuk gangguan memori verbal,
75 kg orang); 'THC atau subjektif dari ganja.
+ CBD' (8 mg THC
dan 24 mg CBD Keterbatasan :
untuk 75 kg orang) hasil penelitian mungkin
tidak dapat
Tempat : digeneralisasikan pada
London semua usia selain remaja
berusia 16 hingga 17 tahun
dan orang dewasa berusia
26 hingga 29 tahun, yang
menggunakan ganja 0,5–3
hari/minggu. Mungkin
remaja yang lebih muda
atau orang dewasa yang
lebih tua dapat
26

memberikan respons yang


berbeda.

18 Judul : Cohort Sampel: Hasil :


Long-term Cannabis prospektif Peserta adalah Pengguna ganja jangka
Users Show Lower anggota kelompok panjang menunjukkan
Cognitive Reserves Lamanya perwakilan yang penurunan IQ dari masa
and Smaller penelitian : terdiri dari 1.037 kanak-kanak hingga paruh
Hippocampal ( 2 februari orang yang lahir di baya (rata-rata=−5.5 poin
Volume in Midlife 2019-2 mei Dunedin, Selandia IQ), kecepatan belajar dan
2019) Baru pada tahun pemrosesan yang lebih
Penulis : 1972–1973 dan buruk dibandingkan
Madeline H. Meier diikuti hingga usia dengan IQ masa kecil
Avshalom Caspi 45 tahun. mereka, dan pengguna
Annchen Knodt penggunaan Ganja ganja juga mengalami
Wayne Hall dan ketergantungan masalah memori dan
Antony Ambler Ganja dinilai pada perhatian.
Hona Lee usia 18, 21, 26, 32,
38 dan 45 tahun. Kesimpulan :
Tahun : IQ dinilai pada usia Pengguna ganja jangka
2022 7, 9, 11, dan 45 panjang menunjukkan
tahun. Fungsi defisit kognitif dan volume
neuropsikologis hipokampus yang lebih
spesifik dan kecil di usia paruh baya
volume
hipokampus adalah Keterbatasan :
dinilai pada usia 45 Keterbatasan penelitian
tahun. adalah ukuran kelompok
yang kecil berhubungan
dengan rendahnya
27

Tempat : kekuatan statistik.


New zealand Keterbatasan lainnya,
pengguna ganja jangka
panjang mungkin juga
menggunakan tembakau,
alkohol, dan obat-obatan
terlarang lainnya.
19 Judul : Cross sectional Sampel : Hasil :
Cannabis cue- 16 subjek (11 Penggunaan ganja
induced brain Lamanya perempuan) meningkatkan keinginan
activation correlates penelitian : memiliki usia rata- pada individu yang
with drug craving in Januari- juli rata 23,7 (S.D.=3,9 bergantung pada ganja dan
limbic and visual 2017 tahun), Usia rata- peningkatan ini dikaitkan
salience regions: rata mulai dengan aktivasi sistem
Preliminary results menggunakan ganja limbik, paralimbik, pada
adalah 15,06 tahun fMRI.
Penulis : (S.D.=2,79)
Evonne j Kesimpulan :
Mary S Tempat : Aktivitas sistem limbik
Sohee park United stases berperan terhadap craving
Peter R martin pada pengguna ganja
Tristan j watkins
Keterbatasan :
Tahun : Penelitian ini mencakup
2018 ukuran sampel yang relatif
kecil dan durasi yang
singkat terhadap cannabis
abstinence
28

20 Judul : Cohort Sampel : Hasil :


Associations between retrospektif sebuah studi karakter pengguna ganja
adolescent cannabis longitudinal ketika remaja: pengguna
use frequency and Lamanya terhadap 1.000 anak jarang, mantan pengguna
adult brain structure: penelitian : laki-laki yang dan pengguna kronis yang
A prospective study 1976-2014 menggunakan ganja relatif sering. Anak laki-
of boys followed to tahun pada usia 13- laki dalam subkelompok
adulthood 19 tahun, tidak menunjukan
mengidentifikasi perbedaan pada struktur
berbagai pola otak ketika dewasa baik
Penulis : penggunaan ganja pada subkortikal atau
Madeline H. Meiera pada remaja. kortikal mana pun.
Roberta A. Schriberb Setelah itu,
Jordan Beardsleeb sekelompok anak Kesimpulan :
Jamie Hansonc laki-laki (n=181) Penggunaan ganja pada
Dustin Pardini kemudian remaja tidak dikaitkan
menjalani dengan perbedaan
Tahun : neuroimaging struktural otak di masa
2019 struktural di masa dewasa.
dewasa, ketika
mereka rata-rata Keterbatasan :
berusia antara 30– Keterbatasannya adalah
36 tahun. penelitian
14 bagian otak mengidentifikasi
dinilai termasuk subkelompok remaja
enam wilayah pengguna ganja kronis
subkortikal yang relatif sering dalam
(volume: amigdala, kelompok tersebut yang
hipokampus, menggunakan ganja, rata-
29

nukleus rata, sekitar dua hari per


accumbens, minggu ada kemungkinan
kaudatum, perbedaan struktural otak
putamen, dan akan berbeda pada
pallidum) dan penggunaan yang lebih
delapan daerah sering dan keterbatasan
kortikal (volume lainnya data neuroimaging
dan ketebalan: dikumpulkan hanya sekali
gyrus frontal masa dewasa.
superior; girus
frontal tengah dan
rostral; girus frontal
inferior, yang
terbagi menjadi
pars opercularis,
pars triangularis,
dan pars orbitalis;
girus orbitofrontal
lateral dan medial)

Tempat :
Pittsburgh

3.1 Cannabis Use Disorder


3.1.1 Definisi Cannabis Use Disorder
Cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja merupakan
penggunaan ganja yang terus menerus atau persisten, sehingga menyebabkan
30

gangguan fungsi psikologis, fisik, atau sosial (3) (4).


3.1.2 Epidemiologi Cannabis Use Disorder
Ganja terus menjadi narkoba yang paling banyak digunakan, data yang
diperoleh dari world drug report (2023), diperkiraan terdapat 219 juta pengguna
(4,3% dari populasi orang dewasa global) pada tahun 2021. Penggunaan obat
ini semakin meningkat dan meskipun secara global pengguna ganja sebagian
besar adalah laki-laki (sekitar 70 %), namun perempuan menyumbang 42 %
pengguna ganja di Amerika Utara. Pada tahun 2021, 5,3 % anak usia 15–16
tahun di seluruh dunia (13,5 juta orang) telah menggunakan ganja dalam satu
tahun terakhir (1).
Prevalensi penggunaan ganja pada tahun 2019 sangat bervariasi antar
negara dan wilayah, dengan perkiraan penggunaan yang lebih tinggi di Amerika
Utara (12,4%), Afrika Barat dan Tengah (12,4%), Afrika Utara (1,8%), Oseania
(10,3%) dan Eropa Timur dan Selatan (2,4%) dibandingkan di Asia (1,8%).
Berdasarkan usia, penggunaan ganja paling umum terjadi di kalangan dewasa
muda, data US pada tahun 2016 menyebutkan terdapat 19% penggunaan di
Amerika Utara yang berusia 18–25 tahun. Di Australia pada tahun 2015
penggunaan ganja rata-rata berusia 18–29 tahun dengan prevalensi sebanyak
21% dan Uni Eropa dengan usia rata-rata 15 hingga 34 tahun. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan pada siswa di beberapa negara di asia dengan
dilaporkan bahwa di India didapatkan 7% siswa melaporkan penggunaan
ganja, di Kuwait prevalensi penggunaan narkoba adalah 14%, dan prevalensi
penggunaan narkoba di Iran adalah 8%. Sementara itu, prevalensi penggunaan
narkoba secara keseluruhan di jepang pada tahun 2011 berjumlah 0.3%. Di
Thailand Prevalensi penggunaan ganja dalam setahun terakhir meningkat dari
2,2% pada tahun 2019 menjadi 2,5% dan 4,2% pada tahun 2020 dan 2021 (5)
(6).
Di Indonesia terdapat sekitar 2-3 juta orang yang pernah menghisap ganja.
Survei prevalensi penyalahgunaan NAPZA yang juga dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2016 pada kelompok rumah tangga
31

di 20 provinsi di Indonesia mendapatkan hasil bahwa jenis NAPZA yang


sering dipakai adalah ganja, dengan rentang 23,7%-27,8%. Jawa timur
merupakan provinsi yang tinggi dengan penyalahgunaan ganja. Hasil survei
ini juga menunjukkan bahwa lebih dari seperlima (21,3%) siswa sekolah
menengah atas melaporkan penyalahgunaan ganja (3).
Berdasarkan data dari Indonesia drug report (2022), angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba dalam setahun terakhir meningkat dari 1,80% pada
tahun 2019 menjadi 1,95% pada tahun 2021. Jenis narkoba yang pertama kali
dikonsumsi mayoritas adalah ganja (56,7%). Sementara itu, proporsi konsumsi
narkoba terbanyak adalah ganja sebesar 41,4%, disusul sabu, ekstasi, dan
amfetamin sebesar 25,7%. Dimana rata-rata usia pertama kali menggunakan
narkoba adalah antara 30‒40 tahun. Pada tahun 2019, Provinsi aceh menempati
posisi ke 6 dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,80 %. Angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba kategori setahun pakai di Provinsi Aceh
sebesar 56.192 orang atau 1,30%, dan pada tahun 2021 meningkat menjadi
56.276 orang atau 1,45 %. Sementara itu, angka prevalensi penyalahgunaan
narkoba kategori pernah pakai pada tahun 2019 sebesar 82.415 orang atau
2,80%, dan pada tahun 2021 meningkat menjadi 82.555 orang atau 2,97% (6)
(7) (8) (9) (2)..
3.1.3 Etiologi Cannabis Use Disorder
Penggunaan ganja bervariasi berdasarkan demografi. Penelitian
menunjukkan dewasa muda dan mahasiswa paling sering menggunakan ganja
untuk tujuan sosial (42%), eksperimen (29%), dan untuk kesenangan (24%). 12
% menggunakan ganja untuk mengelola stres atau bersantai, depresi,
kecemasan, kecemasan sosial, dan gangguan stres pasca-trauma. Selama
kehamilan, para ibu yang dilaporkan menggunakan ganja mengatakan bahwa
mereka melakukannya terutama untuk mengatasi depresi, kecemasan, dan stres
(63%), nyeri (60%), mual atau muntah (48%), dan untuk tujuan bersenang-
senang (39%) (4).
32

3.1.4 Patofisiologi Cannabis Use Disorder


Ganja atau marijuana berasal dari tanaman Cannabis sativa atau
Cannabis indica yang mampu membuat penggunanya mengalami euforia.
Cannabinoid adalah sebutan untuk komponen aktif ganja, dimana Delta -9-
tetrahydrocannabinol (THC) diketahui merupakan komponen paling aktif di
antara 400 cannabinoid (4) (10).
Patofisiologi cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja
berhubungan dengan sifat ganja sebagai golongan obat psikotropika yang dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Patofisologi cannabis use disorder meliputi
:
1. Metabolisme Marijuana
Kanabinoid yang terdapat pada kanabis atau ganja memiliki komponen
yang dapat mengaktifkan reseptor kanabinoid 1 (CB1) atau kanabinoid 2
(CB2). Delta -9- tetrahydrocannabinol (THC) diketahui sebagai komponen
yang paling aktif, THC secara potensial dapat mengaktifkan G protein-coupled
reseptor kanabinoid CB1 dan modulasi reseptor CB2. Sedangkan istilah
cannabidiol digunakan untuk zat yang tidak aktif pada ganja (non psikoaktif).
Setelah dikonsumsi, THC mengalami proses metabolisme menjadi metabolit
tidak aktif (8-11-DIOH-THC) dan metabolit aktif (11-OH-delta-9-THC). (5),
(11)
33

Gambar 2. 1: Reseptor CB1 dan CB2 pada otak


a. metabolisme cannabioid di hepar
Setelah dikonsumsi secara oral, THC berpindah ke hati dimana sebagian
besarnya dieliminasi atau dimetabolisme. THC dimetabolisme menjadi molekul
lain oleh CYP2C dan CYP3A di hati. Enzim ini mengubah THC menjadi 11-
OH-THC, yang juga psikoaktif, dan kemudian menjadi 11-COOH- THC.Lebih
dari 65% dari ganja diekskresikan melalui tinja dan sekitar 20% diekskresikan
diekskresikan dalam urin
34

Gambar 2. 2 : Metabolisme cannabiod

2. Pengaruh Delta-9-THC
Komponen utama ganja adalah Delta-9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC).
Delta-9-THC diyakini memiliki efek pada otak melalui reseptor CB1. Reseptor
CB1 dengan kepadatan tinggi ditemukan di korteks serebral (terutama frontal),
ganglia basal, otak kecil, korteks cingulate anterior, dan hipokampus. Stimulasi
reseptor ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter monoamina dan asam
amino. THC dapat mengubah fungsi hipokampus dan korteks oribofrontal (area
yang mengatur pembentukan ingatan baru dan fokus perhatian). Penggunaan
ganja membuat seseorang sulit berkonsentrasi dalam berpikir dan kemampuan
melakukan tugas-tugas sulit. THC juga mengganggu fungsi otak kecil dan
35

ganglia basal, sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan, postur,


koordinasi, dan waktu reaksi (12).
3. Pathway cannabis ke sistem saraf pusat
Setelah ganja dikonsumsi, komponen aktifnya berikatan dengan reseptor
CB1 di sumsum tulang belakang dan batang otak. Hal ini mempengaruhi sinyal
di Nucleus Tractus Solitarius (NTS). Sistem endocanabioid muncul sebagai
salah satu mekanisme regulasi utama di otak mengendalikan berbagai peristiwa
seperti suasana hati, rasa sakit persepsi, pembelajaran dan memori. di Sistem
saraf pusat, endocanabioid bertindak sebagai pembawa pesan retrograde yang
memediasi penghambatan umpan balik yang memodulasi plastisitas sinaptik
(13).

Gambar 2. 3 : persinyalan cannabis ke sistem saraf pusat

Pengaruh cannabiod terhadap sejumlah neurotransmitter:


1. Pengatuh Cannabiod terhadap GABA
Lokalisasi reseptor cannabinoid (CB) ke interneuron GABAergik di
hipokampus menunjukkan bahwa CB dapat memodulasi fungsi GABAergik.
36

Sistem cannabinoid mengatur transmisi saraf, yang mempengaruhi berbagai


proses tubuh. Misalnya, reseptor CB1 di ganglia basal cenderung meningkatkan
GABA energik dan menekan transmisi glutamatergik, keterlibatan GABA
dalam tubuh akan menyebabkan mengatur rasa cemas, dan menurunkan stress,
membuat relax dan memperbaiki mood (14).
2. Pengaruh cannabioid terhadap serotonin
Cannabioid sebagai komponen ganja berinteraksi dengan reseptor serotonin (5
HT)1A mungkin memiliki efek analgesik dan ansiolitik. Penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa agonis reseptor cannabinoid yang kuat dapat
mengaktifkan reseptor serotonin (5-hydroxytryptamine1A dan 5-
hydroxytryptamine2A), dan THC menghambat pengambilan kembali
serotonin. Serotonin (5-HT) merupakan salah satu neurotransmiter yang
diketahui terlibat dalam berbagai fungsi otak, keterlibatan serotonin akan
menimbulkan gejala seperti suasana hati yang baik, emosi yang stabil, atensi,
berperan dalam mengatur siklus tidur serta pembelajaran dan memori yang
baik. (15).
3. Pengaruh cannabioid terhadap nonadrenergik
Sistem noradrenergik memainkan peran penting dalam modulasi keadaan
emosi, terutama terkait dengan kecemasan, gairah,dan tekanan. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa sistem endocannabinoid memediasi respons stres dan
homeostasis emosional, dengan menargetkan sirkuit noradrenergik. reseptor
cannabinoid agonis / antagonis telah terbukti memberikan efek ansiolitik.
Sistem noradrenergik, khususnya, memiliki selnya sendiri Badan-badan
tersebut dikelompokkan dalam inti-inti di batang otak, yaitu lokus coeruleus
(LC) dan nukleus dari saluran soliter (NTS). Terdapat bukti kuat mengenai
pengaruh dari cannabinoid di NTS. Di NTS tidak semua neuron sensitif
terhadap Δ9-THC atau lainnya analog berbasis cannabinoid. Sekitar 50% NTS
neuron responsif terhadap analog berbasis kanabinoid, sebuah respons yang
tampaknya dimediasi oleh CB1r. Menariknya, sebagian dari neuron NTS
menunjukkan peningkatan aktivitas akibat paparan cannabinoid, sementara
37

yang lain menunjukkan penurunan aktivitas saraf. Gejala yang dapat muncul
pada keterlibatan nonadrenergik adalah meningkatkan denyut jantung dan
tekanan darah, memicu pelepasan glukosa dari tempat penyimpanan energi,
meningkatkan aliran darah ke otot rangka, mengurangi aliran darah ke sistem
pencernaan, dan menghambat pengosongan kandung kemih dan motilitas
gastrointestinal. (15).
4. Pengaruh cannabioid terhadap dopamin
Neuron dopaminergik dimodulasi oleh sistem endocannabinoid (eCBS)2,
CB1R dan ligan endocannabinoid anandamide,2 -arachidonoylglycerol (2-AG)
berlimpah di jalur dopaminergik termasuk striatum, di mana bertindak sebagai
sistem umpan balik retrograde pada terminal saraf glutamatergik presinaptik
dan asam γ-aminobutyric (GABA) untuk memodulasi transmisi dopamin.
Anandamide dan 2-AG merangsang pelepasan dopamin di nukleus accumbens
(NAc). Efek ini diblokir oleh rimonabant antagonis CB1, yang menunjukkan
bahwa efek dopaminergik endocannabinoid melibatkan reseptor CB1 (16).
Keterlibatan dopamin akan memunculkan gejala seperti euforia, pergerakan
yang berlebihan/ hiperaktif, perasaan gembira berlebihan, gairah seksual yang
tinggi, kemampuan belajar tinggi, mudah bersosialisasi hingga insomnia.
a. Proses adiksi
Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang mempengaruhi otak dengan
memanfaatkan sistem komunikasi dan mengganggu cara kerja neuron yang
mengirim, menerima, dan memproses informasi. ganja dapat mengaktifkan
neuron karena efeknya struktur kimianya meniru neurotransmitter. Mekanisme
adiksi karena narkoba seperti ganja berhubungan dengan “reward system” di
otak. “Reward system” merupakan sistem yang berhubungan dengan rasa
senang dan kepuasan sehingga memotivasi seseorang untuk mengulangi
perilaku tersebut untuk mendapatkan sensasi yang serupa. Pada awal
menggunakan narkoba otak seseorang akan dibanjiri oleh dopamine yaitu suatu
neurotransmitter yang menyebabkan perasaan yang sangat senang, bahagia,
percaya diri, dan termotivasi dibandingkan saat tidak memakai narkoba.
38

Sumber utama dopamin di area otak tengah (striatum) diproduksi di area


tegmental ventral (VTA). Rangsangan sistem dopamin secara berlebihan
dengan ganja menghasilkan efek euforia, yang sangat kuat mempengaruhi
perilaku pengguna narkoba. Seiring seseorang terus menggunakan narkoba,
otak menyesuaikan kelebihan dopamin dengan hanya memproduksi lebih
sedikit dopamine dan / atau mengurangi kemampuan respon sel di sistem
penghargaan atau “reward system”. Kondisi ini mengurangi efek kesenangan
yang dirasakan seseorang dibandingkan dengan tingkat efek kesenangan yang
dirasakan saat pertama kali mengkonsumsi obat tersebut. Pengguna mungkin
akan mengkonsumsi lebih banyak obat, mencoba mencapai kadar dopamin
yang sama tinggi yang dikenal sebagai toleransi (17) (18).

Gambar 2. 4 : Reward System pada otak


39

Kerja ganja dan bahan aktifnya Δ9 tetrahydrocannabinol (THC) pada rangkaian


reward ada pada reseptor kannabinoid, yang ditunjukkan pada gambar 2.4 yang
mana merupakan tempat di mana kannabinoid endogen dimanfaatkan secara
alami sebagai neurotransmiter retrograde. Ganja dihisap untuk mengantarkan
kannabinoid yang berinteraksi dengan reseptor kannabinoid di otak untuk
memicu pelepasan dopamin dari reward system mesolimbik. Anandamide
adalah salah satu endokannabinoid dan kelompok kimia neurotransmiter yang
bukan monoamina, bukan asam amino, dan bukan peptida. Anandamide adalah
lipid, khususnya kelompok asam lemak etanolamida. Anandamide memiliki
sebagian besar tapi tidak semua sifat farmakologis THC, karena kerjanya
reseptor kannabinoid pada otak tidak hanya oleh THC namun sebagian
antagonis oleh kannabinoid otak selektif antagonis reseptor CB1.
40

Gambar 2. 5 : Pengaturan neurotransmitter sistem reward mesolimbik

jalur reward system akhir umum di otak dihipotesiskan melalui jalur dopamin
mesolimbik. Jalur ini dimodulasi oleh banyak zat alami di otak untuk
memberi penguatan normal pada perilaku adaptif (seperti makan, minum, seks)
dan dengan demikian menghasilkan "natural highs” seperti perasaan gembira
atau prestasi. Neurotransmiter ini masuk ke reward system melalui ganja (yaitu
anandamide) secara langsung merangsang reseptor otak dalam sistem reward,
yang menyebabkan pelepasan dopamin.
41

Gambar 2. 6 : Dopamin sebagai pusat reward system

Fase ini juga melibatkan sirkuit prefrontal, termasuk korteks cingulate


orbitofrontal dan anterior, serta jalur yang terdapat dalam hipokampus dan
amigdala, yang memediasi kondisi respon seseorang. Proyeksi glutamatergik
dari wilayah ini ke daerah tegmental ventral dan striatum memodulasi
sensitivitas dan reaktivitas terhadap emosi yang merugikan dan memicu,
memotivasi dan mendesak seseorang untuk terus menggunakan narkoba yang
dikenal sebagai adiksi (19) (20) (21).
42

Gambar 2. 7 : Konvergensi zat adiktif pada reward system

Tahapan adiksi
1. Abstinence
Abstinensia adalah periode dimana seseorang sama sekali tidak menggunakan
narkoba untuk tujuan rekreasional.
2. Social Use
Adalah periode dimana individu mulai coba-coba menggunakan narkoba untuk
tujuan rekreasional namun sama sekali tidak mengalami problem yang terkat
dengan aspek sosial, finansial, medis, dan sebagainya. Umumnya individu
masih bisa mengontrol pengguna zatnya.
3. Early Problem Use
Adalah periode dimana individu sudah penyalahgunakan narkoba dan perilaku
penyalahgunaan tersebut mulai berpengaruh pada kehidupan sosial individu
tersebut, misalnya munculnya malas belajar, malas sekolah, keinginan bergaul
hanya dengan orang-orang tertentu saja, dan sebagainya.
43

4. Early Addiction
Adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan baik
mengganggu kehidupa sosial individu tersebut. Yang bersangkutan sulit
mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibat
pada perbuatan yang melanggar norma dan nilai yang berlaku.
5. Severe Addiction
Adalah periode dimana individu hidup untuk mempertahankan keuntungannya,
sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan dirinya sendiri. Pada
tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindak kriminal yang dilakukan
demi memperoleh narkoba yang diinginkan.

Siklus adiksi
Kecanduan ganja bukanlah fenomena statis, begitu pula sebaliknya disregulasi
biobehavioral lainnya, ada komponen yang berbeda hal-hal yang merupakan suatu
siklus atau lingkaran yang terus berkembang patologi. Berasal dari sosial psikologi dan
dikonseptualisasikan sebagai sumber pengaturan diri, siklus adiksi digambarkan
mempunyai tiga komponen, yaitu (22):
1. Binge-intoksikasi
Semua zat adiktif dikenal mengaktifkan reward system di otak dengan
menyebabkan peningkatan tajam pelepasan dopamin. Pada tingkat reseptor,
kenaikan ini menimbulkan sinyal reward yang memacu hubungan belajar
atau pembiasaan. Di dalam teori belajar Pavlov, pengalaman berulang pada
reward terkait dengan stimulus mental di lingkungan yang terdahulu. Dengan
mengulangi paparan reward yang sama, dopamin berhenti dikeluarkan dalam
menanggapi reward itu sendiri dan sebagai gantinya dikeluarkan sebagai respon
antisipatif terhadap stimulus pembiasaan yang memprediksi pengiriman
reward. Proses ini melibatkan mekanisme molekul yang sama yang memperkuat
koneksi sinaptik selama pembentukan pembelajaran dan memori.
44

2. Preokupasi-antisipasi
Perubahan yang terjadi dalam sirkuit emosi dan reward otak yang disertai
dengan perubahan fungsi kortikospinalis regio prefrontal, yang terlibat dalam
fungsi eksekutif. Secara khusus, sinyal down-regulation dopamin yang
menumpulkan sensitivitas sirkulasi reward kesenangan juga terjadi di regio
otak pre frontal dan terkait sirkuit, secara serius mengganggu proses
eksekutif, di antaranya adalah kapasitas untuk regulasi diri, pengambilan
keputusan, fleksibilitas dalam pemilihan dan inisiasi tindakan, atribusi arti
penting (penugasan nilai relatif), dan monitoring kesalahan. Modulasi sirkuit
emosi dan reward daerah prefrontal terganggu oleh perubahan neuroplastisitas
pada sinyal glutamatergik. Pada orang dengan adiksi, sinyal dopamin dan
glutamat di daerah prefrontal otak yang terganggu melemahkan kemampuan
mereka untuk menahan dorongan yang kuat atau menindaklanjuti keputusan
untuk berhenti mengunakan zat. Efek ini menjelaskan mengapa orang dengan
adiksi bisa bertekad dalam keinginan mereka untuk berhenti menggunakan obat,
namun secara impulsif terstimulus dan tidak mampu menindaklanjuti tekad
mereka. Dengan demikian, perubahan sinyal pada sirkuit prefrontal,
dihubungkan dengan perubahan sirkuit yang terlibat dalam respon emosi dan
reward, menciptakan ketidakseimbangan yang sangat penting baik untuk
pengembangan secara bertahap dari perilaku kompulsif dalam keadaan adiksi
dan terkait ketidakmampuan untuk berhenti menggunakan zat secara sukarela
meskipun berpotensi mendapat konsekuensi yang besar akibat perbuatannya
tersebut.

3. Withdrawal- afek negatif


Hasil yang penting dari proses fisiologi pembiasaan yang terlibat dalam
adiksi narkoba adalah seperti kebanyakan, yaitu reward yang sehat
kehilangan kekuatan motivasi. Pada orang dengan adiksi, reward system dan
motivasi menjadi reorientasi melalui pengkondisian untuk fokus pada
pelepasan dopamin yang lebih kuat yang dihasilkan oleh zatdan isyarat.
45

Pandangan bahwa orang dengan adiksi tertahan oleh salah satu isyarat dan
pemicu untuk penggunaan narkoba. Hal ini hanya salah satu cara perubahan
motivasi dan perilaku akibat adiksi. Selama bertahun-tahun diyakini bahwa
orang dengan adiksi akan menjadi lebih sensitif terhadap efek menguntungkan
dari zat dan peningkatan sensitivitas direfleksikan dalam tingkat yang lebih
tinggi dari dopamin di sirkuit otak yang berperan dalam proses reward
(termasuk nucleus accumbens dan dorsal striatum) dari tingkat pada orang yang
tidak pernah menggunakan zat. Meskipun teori ini tampaknya masuk akal,
penelitian telah menunjukkan bahwa hal itu tidak benar. bahkan, studi klinis dan
preklinis telah menunjukkan bahwa konsumsi zat memicu jauh lebih kecil
peningkatan kadar dopamin pada pecandu (di hewan dan manusia) daripada
yang tidak pernah menggunakan. Pelepasan dopamin membuat reward system
otak lebih sedikit tersensitisasi baik reward yang terkait zat atau tidak terkait
zat. Akibatnya, orang dengan adiksi tidak lagi mengalami tingkat euforia yang
sama dari zat yang dikonsumsi sebelumnya. Hal ini menjadi alasan yang sama
bahwa orang dengan adiksi sering menjadi kurang termotivasi oleh stimulus
sehari-hari (misalnya, hubungan dan kegiatan) dimana sebelumnya mereka
termotivasi. Sekali lagi, penting untuk dicatat bahwa perubahan ini menjadi
sangat penting dan tidak dapat dipulihkan melalui pemutusan sederhana
penggunaan narkoba (misalnya, detoksifikasi). Sebagai tambahan untuk
menyetting ulang reward system otak, paparan berulang pada efek peningkatan
dopamin yang mengarah pada adaptasi amigdala yang luas dalam basal
forebrain. Adaptasi ini meningkatkan peningkatan reaktivitas seseorang
terhadap stres dan mengarah pada munculnya afek negatif. Sistem Antireward
ini didorong oleh neurotransmitters yang terlibat dalam respon stres, seperti
corticotropin-releasing factor dan dynorphin, yang biasanya membantu untuk
mempertahankan homeostasis. Namun, pada otak orang dengan adiksi, sistem
antireward menjadi overaktif, sehingga menimbulkan fase yang sangat
dysphoric dari adiksi zat yang terjadi ketika efek langsung dari zat yang
dikonsumsi habis dan menurunkan reaktivitas sel dopamin di sirkuit reward
46

otak. Dengan demikian, selain langsung dan terkondisi ke arah reward dari
penggunaan narkoba, ada hubungan antara dorongan motivasional yang intens
untuk melarikan diri dari asosiasi ketidaknyamanan yang diciptakan efek
samping penggunaan zat . Sebagai hasil dari perubahan ini, orang dengan
transisi adiksi dari yang menggunakan zat hanya untuk merasakan kenikmatan
untuk membawa mereka memperoleh kelegaan sementara dari dysphoria. Orang
dengan adiksi sering tidak bisa mengerti mengapa mereka terus menggunakan
zat ketika tampaknya tidak lagi menyenangkan menggunakan zat tersebut.
banyak kondisi dimana mereka terus menggunakan zat untuk melarikan diri dari
distress yang mereka rasakan ketika mereka tidak terintoksikasi. Sayangnya,
meskipun efek jangka pendek peningkatan kadar dopamin yang dipicu oleh zat
sementara meringankan penderitaan ini, hasil dari binge yang berulang-ulang
memperdalam kondisi dysphoria selama penarikan, sehingga menghasilkan
lingkaran setan.

Gambar 2. 8 : siklus adiksi


47

Gambar 2. 9 : kaskade drug induced dengan terjadinya adiksi

3.1.5 Manifestasi Klinis Cannabis Use Disorder


Diagnosis gangguan penggunaan ganja atau penyalahgunaan ganja dibuat
berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5
(DSM 5). Manifestasi klinis yang terjadi pada pengguna ganja berbeda-beda
tergantung lama penggunaan. Manifestasi klinis penyalahgunaan ganja berbeda
antara penggunaan akut dan kronis. Selain itu, terdapat gejala dan tanda fase
putus obat, yaitu saat pasien berhenti menggunakan ganja (23),(24) :
1. Penggunaan akut
Penggunaan ganja secara akut dapat menyebabkan keracunan dan
overdosis. Perubahan klinis yang dapat ditemukan pada pasien meliputi
perubahan fisiologis, perilaku, dan psikologis. Perubahan psikologis dan
perilaku antara lain gejala euforia, tertawa berlebihan, nafsu makan meningkat,
48

dan sulit berkonsentrasi. Dalam beberapa kasus, pasien dapat mengalami delusi
dan halusinasi.
2. Penggunaan Kronis
Perubahan psikologis yang terjadi pada pengguna kronis berbeda dengan
pengguna akut. Pada penggunaan kronis, pengguna cenderung mengalami
suasana hati yang tertekan, yaitu apatis, kehilangan motivasi, mudah
tersinggung, kehilangan keinginan beraktivitas, sulit berkonsentrasi, dan
menarik diri dari pergaulan.
b. Withdrawal symtomps
Pada gangguan penggunaan ganja kronis, dapat terjadi fase putus obat
(withdrawal symtomps) yang muncul 1‒2 hari setelah penghentian penggunaan
ganja, dan dapat berlangsung hingga 7‒14 hari. Gejala penarikan ganja yang
paling umum termasuk mudah tersinggung, cemas, nafsu makan menurun, dan
gangguan tidur. Selain itu, dapat terjadi episode mual dan muntah berulang,
sering kali disertai nyeri perut, yang dikenal sebagai sindrom hiperemesis
cannabinoid. Gejala tersebut akan mereda ketika ganja dikonsumsi kembali.
49

Gambar 2. 10 : Gejala pada cannabis use disorder


3.1.6 Diagnosis Cannabis Use Disorder
1. Diagnosis Cannabis Use Disorder
a. Kriteria ketergantungan zat berdasarkan PPDGJ (25) :
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa
(kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif.
2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,
termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat
sedang menggunakan.
3. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan
zat atau. pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang
khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang
sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari
terjadinya gejala putus zat.
50

4. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif


yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya
diperoleh dengan dosis yang rendah (contoh yang jelas dapat
ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat
yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat
tidak berdaya atau mematikan bagi pengguna pemula.
5. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat
lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah
waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat
atau untuk pulih dari akibatnya.
6. Tetap menggunakan zat meskipun pasien menyadari adanya akibat
yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena
minum alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari
suatu periode penggunaan zat yang berat, atau hendaya fungsi
kognitif berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan
untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau
dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
b. Kriteria berdasarkan DSM-V
Diagnosis Cannabis use disorder ditegakkan berdasarkan kriteria
American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders 5th edition (DSM-5), yaitu bila terdapat minimal
2 dari 11 gejala dalam 12 bulan terakhir. Gejala-gejala ini adalah (26) :
1. Menggunakan ganja dalam jumlah yang lebih banyak atau lebih
lama dari yang diperlukan.
2. Adanya keinginan yang terus-menerus untuk mengkonsumsi secara
terus-menerus, tidak dapat dikendalikan atau dikurangi.
3. Menghabiskan waktu berlebihan untuk memperoleh, mengonsumsi,
atau memulihkan diri dari efek ganja.
4. Keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi ganja secara terus
menerus.
51

5. Penggunaan ganja berulang, mengakibatkan ketidakmampuan untuk


memenuhi tanggung jawab pekerjaan, rumah, dan sekolah.
6. Penggunaan ganja secara terus-menerus menyebabkan gangguan
dalam hubungan sosial dan interpersonal.
7. Partisipasi dalam kegiatan rekreasi, sosial, dan pekerjaan penting
berkurang karena penggunaan ganja.
8. Penggunaan ganja berulang dalam situasi yang membahayakan
fisik.
9. Tetap menggunakan ganja meskipun menyadari adanya gangguan
fisik atau psikis akibat efek ganja.
10. Terjadi toleransi yang ditandai dengan salah satu dari:
a. Peningkatan yang jelas akan kebutuhan untuk mendapatkan
efek atau keracunan yang diinginkan.
b. Efek yang jelas berkurang jika ganja digunakan dengan dosis
yang sama seperti sebelumnya secara terus menerus.
11. Terjadi Withdrawal atau penghentian obat, yang ditandai dengan
salah satu dari:
a. Gejala khas withdrawal syndrome
b. Obat yang sama atau serupa diperlukan untuk meredakan gejala
putus obat
Tingkat Keparahan Gangguan Penggunaan Ganja :
Berdasarkan jumlah gejala yang ditemui, tingkat keparahan gangguan
penggunaan ganja adalah:
1. Ringan: 2‒3 gejala
2. Sedang: 4‒5 gejala
3. Parah : > 6 gejala
2. Cannabis Withdrawal
Tiga atau lebih tanda dan gejala berikut muncul dalam waktu sekitar 1
minggu setelah penghentian penggunaan jangka panjang dan berat (26) :
a. Iritabilitas, kemarahan, atau agresi
52

b. Gugup atau cemas


c. Kesulitan tidur (insomnia)
d. Penurunan nafsu makan atau penurunan berat badan
e. gelisah
f. Suasana hati yang tertekan
1. Setidaknya satu dari gejala fisik berikut yang menyebabkan
ketidaknyamanan yang signifikan: sakit perut, gemetar/gemetar,
berkeringat, demam, menggigil, atau sakit kepala.
2. Tanda-tanda atau gejala-gejala tersebut menyebabkan penderitaan atau
gangguan yang signifikan secara klinis dalam bidang sosial, pekerjaan,
atau bidang fungsi penting lainnya.
3. Tanda atau gejala tersebut tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan
tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain,
termasuk keracunan atau penarikan diri dari zat lain.
3.1.7 Tata Laksana Cannabis Use Disorder
Penatalaksanaan Cannabis Use disorder atau penyalahgunaan ganja
dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis, usia pasien, dan ada tidaknya
gangguan penggunaan narkoba lainnya. Penatalaksanaan medis bersifat
suportif, terutama diberikan pada fase akut. Selain itu, penanganan psikiatris
diperlukan untuk membantu pasien berhenti menggunakan ganja.
1. Manajemen Akut
Pada penatalaksanaan akut, prinsip penatalaksanaan darurat harus
diterapkan, antara lain pengkajian jalan nafas pasien, pernafasan dan
pencegahan aspirasi. Jika pasien mengalami penurunan kesadaran, singkirkan
penyebab penurunan kesadaran lainnya, seperti cedera otak traumatis atau
gangguan elektrolit. Melakukan penatalaksanaan yang tepat untuk
mengidentifikasi keadaan darurat yang terjadi, misalnya resusitasi jantung paru
pada pasien henti jantung. Pasien yang cemas dan gaduh, baik dengan atau
tanpa gejala psikosis, dapat diberikan benzodiazepin, misalnya diazepam 5 mg
sehari (27).
53

Medikamentosa
1. Canabinoid agonist
Hingga saat ini belum ada terapi farmakologis yang efektif untuk
gangguan cannabis use disorder. Uji coba farmakoterapi untuk cannabis use
disorder telah menyelidiki obat yang bersifat agonis yang menargetkan reseptor
CB1 (terapi substitusi) seperti dronabinol atau nabiximols untuk mengurangi
keparahan gejala putus obat yang parah gejala atau upaya berhenti yang gagal
karena gejala withdrawal. Dronabinol adalah cannabinoid yang aktif berbentuk
oral (bentuk sintetis dari delta-9-tetrahydrocannabinol aktif). Mayoritas efek
cannabinoid dan endocannabinoid (cannabinoid endogen) diperantarai oleh dua
reseptor berpasangan G-protein (GPCR) penghambat, CB1 (terdapat dalam
tingkat tinggi di beberapa wilayah otak, termasuk korteks prefrontal,
hipokampus, amigdala, ganglia basalis, dan otak kecil) dan CB2 (terdapat
dalam distribusi terbatas di batang otak dan perifer termasuk sel imun dan
neuron). Ketika diaktifkan, CB1 umumnya mengurangi eksitasi saraf.
Dronabinol, seperti THC, adalah agonis parsial pada reseptor CB1. Sinyal
cannabinoid membawa implikasi dalam banyak jalur, termasuk modulasi nyeri,
kognisi, stimulasi nafsu makan, antimual, dan lain-lain. Studi yang dilakukan
Levin dkk menggunakan dronabinol sebagai terapi penyalahgunaan ganja
dengan dosis dronabinol 20 mg dua kali sehari diberikan kepada 156 orang
dengan penyalahgunaan ganja secara double-blind dan terkontrol plasebo,
selama 12 minggu. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang kurang
signifikan karena tidak mempengaruhi penghentian penggunaan ganja pada
minggu ke 7 dan 8 dari waktu 12 minggu yang ditentukan. Namun, sejauh ini,
dronabinol masih menjadi satu-satunya obat yang lebih efektif dibandingkan
obat lainnya dalam tatalaksana cannabis use disorder dengan dosis tunggal
yang diberikan 10mg/hari (28) (29) (30).
54

2. Non-Kanabinoid
Beberapa terapi non kabinoid yang dapat diberikan (31) (32) :
a. Glutamat- N-asetilsistein (NAC)
Neurotransmitter glutamat telah muncul sebagai target potensial dalam
pengobatan kecanduan, seperti ketergantungan kokain, nikotin, dan ganja.
Dalam penelitian pada hewan coba, N-acetylcysteine (NAC) membalikkan
penurunan regulasi penukar sistin-glutamat akibat obat, sehingga
mengembalikan regulasi normal pelepasan glutamat, sehingga mengurangi
perilaku craving pada pengguna ganja.
1. Farmakokinetik NAC
a) Absorbsi
Obat ini dimetabolisme di hati dan sebagian besar diekskresikan
melalui ginjal. Penyerapan NAC mengalami penyerapan cepat dengan
kadar puncak plasma dicapai dalam waktu+ 2 jam (periode 1‒3,5 jam)
setelah pemberian oral. Namun bioavailabilitasnya sangat rendah yaitu
+9%.
b) Distribusi
Volume distribusi NAC sebesar 0,47 L/kg, sedangkan pengikatan
protein mencapai 66‒83%.
c) Metabolisme
NAC yang diserap akan mengalami deasetilasi di hati, dimana sebagian
besar jaringan menjadi sistein dan disulfida. Sistein kemudian akan
dimetabolisme lebih lanjut menjadi glutathione dan metabolit lainnya.
d) Eksresi
NAC yang diberikan secara intravena memiliki waktu paruh 5,6 jam,
sedangkan tablet effervescent memiliki waktu paruh 18,1 jam. Klirens
ginjal NAC diperkirakan mencapai 30% dari total klirens. Ekskresi
melalui feses hanya berkisar 3%.
2. Farmakodinamik NAC
N-asetilsistein mengembalikan konsentrasi ekstraseluler glutamat yang
55

pada gilirannya merangsang reseptor mGluR2/3. Ditemukan bahwa


stimulasi reseptor mGluR kelompok II menghambat transmisi glutamat
pada celah sinaps dan mengurangi efek adiksi. Selain itu, efek drug
reward menjadi lebih kecil pada pemberian NAC jika dikaitkan dengan
pengurangan gejala withdrawal.
b. Buspirone
Buspirone memiliki beberapa khasiat yang sama dengan benzodiazepin dan
neuroleptik, agonis reseptor 5-HT dan antagonis reseptor D2. Sebuah studi
awal label terbuka selama 12 minggu pada 10 pria yang bergantung pada
ganja menemukan bahwa buspirone (maksimum 60 mg per hari) dalam uji
coba selama 12 minggu secara signifikan mengurangi frekuensi dan durasi
keinginan dan penggunaan ganja serta mengurangi iritabilitas dan depresi.
c. Atomoxetine
Atomoxetine adalah inhibitor reuptake norepinefrin selektif yang sering
digunakan dalam pengobatan gangguan pemusatan perhatian/ hiperaktivitas
(ADHD) . Dalam studi terbuka selama 11 minggu pada 13 pasien rawat
jalan yang dengan ketergantungan ganja, menunjukkan penurunan
penggunaan ganja dan peningkatan proporsi pada 8 pasien yang
menyelesaikan uji coba. Farmakokinetik Atomoxetine yaitu memiliki
kelarutan dalam air yang tinggi dan permeabilitas membran biologis yang
memfasilitasi penyerapan yang cepat dan lengkap setelah pemberian oral.
Bioavailabilitas oral absolut berkisar antara 63 hingga 94%, yang
ditentukan oleh tingkat metabolisme lintas pertama (33)
Terapi suportif
Terapi suportif untuk penyalahgunaan ganja adalah terapi perilaku. Terapi
perilaku yang direkomendasikan adalah cognitive behavioral
therapy (CBT), motivational enhancement therapy (MET), dan contingency
management (CM) (34),(35),(36) :
1. Terapi perilaku kognitif (CBT)
Terapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT) berfokus
56

pada mendidik orang yang kecanduan untuk memiliki keterampilan yang


relevan, agar mampu menghentikannya dan mencegah kekambuhan. Pasien
diajarkan cara menganalisis penggunaan ganja dan cara menghindari
keinginan menggunakan ganja. CBT biasanya dilakukan selama 45‒60
menit setiap minggunya, baik secara individu maupun kelompok.
2. Terapi Peningkatan Motivasi
Terapi peningkatan motivasi (MET) adalah pendekatan konseling yang
membantu individu mengatasi masalah yang terlibat dalam pengobatan dan
menghentikan penggunaan narkoba. Pendekatan ini bertujuan untuk dengan
cepat menghasilkan perubahan motivasi dalam diri. MET dilaporkan
berhasil membantu penderita penyalahgunaan ganja jika dikombinasikan
dengan CBT.
Proses konseling ini sendiri meliputi:
1. Fasilitasi keterlibatan klien. Seorang konselor dapat memfasilitasi
keterlibatan klien melalui empati, ketulusan, kesegeraan, kehangatan dan
menghargai.
2. Strategi yang dipilih untuk menciptakan suasana yang positif untuk
melakukan eksplorasi dan perubahan. Pemahaman terhadap sikap dan
perubahan yang dapat dialami oleh klien perlu dimiliki oleh konselor.
Dalam proses konseling, terdapat enam tahapan yaitu (37) :
1. Pre-contemplation
Dimana klien tidak berpikir serius berubah dan tidak tertarik dengan
intervensi apapun. Klien pada tahap ini cenderung untuk
mempertahankan penggunaan zatnya dan merasa bahwa saat ini ia dalam
suatu masalah.
2. Contemplation
Klien sudah berpikir serius tentang menghentikan penggunaan zatnya di
waktu mendatang. Pada tahap ini dia mulai berpikir adanya konsekuensi
akibat penggunaan zatnya dan· merasa bahwa penggunaan zatnya adalah
57

suatu masalah, namun demikian masih cenderung untuk bersikap


ambivalen.
3. Determination/ preparation
Pada tahapan ini klien sudah membuat keputusan untuk stop
menggunakan zat dan mulai mengambil langkah untuk siap melakukan
perubahan dengan benar-benar tidak menggunakan zat lagi. Motivasi
untuk berhenti tergambar seperti pernyataan berikut ini: "saya harus
melakukan sesuatu ... hal ini adalah serius". "Sesuatu harus diubah. Apa
yang harus saya lakukan?".
4. Action
Pada tahapan ini, klien sudah secara nyata melakukan berbagai cara
untuk dapat menghentikan penggunaan zatnya. Berapa lama klien akan
berada pada tahapan ini adalah bervariasi, tapi umumnya akan berakhir
sampai 6 bulan. Mereka mencoba berbagai upaya dan memerlukan
dukungan dari sekitar dan mempunyai risiko yang tinggi untuk relaps.
5. Maintenance
Merupakan tahapan akhir dimana klien dapat melewati semua tantangan
ataupun godaan kembali menggunakan zat. Pada tahap ini klien sudah
mampu untuk mengantisipasi situasi yang memungkinkan terjadinya
relaps dan menyiapkan strategi koping. Jadi, meskipun ada kemungkinan
relaps namun klien selalu belajar dari kondisi relaps tersebut agar tidak
terulang lagi.
6. Relapse
Kondisi relaps adalah kejadian normal yang mungkin terjadi selama
dalam proses untuk berhenti. Hal ini penting bagi pengguna zat untuk
memahami relaps tersebut dan membuat rencana atau mekanisme koping
bila muncul kondisi yang sama atau mirip.
3. Manajemen Kontinjensi
Dalam terapi manajemen kontingensi atau motivational enhancement
therapy (CM), suatu perilaku diubah dengan menerapkan penghargaan
58

untuk setiap perubahan perilaku (reward dan penguatan). Dengan terapi ini
diharapkan terjadi perubahan perilaku secara sukarela. terapi manajemen
kontingensi umumnya digunakan sebagai terapi perilaku tambahan. Namun
penelitian menemukan bahwa penggunaan metode ini tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT saja.
4. Rawat Inap untuk Cannabis Withdrawal
Pasien dengan Cannabis Withdrawal yang gagal dalam terapi rawat jalan
dianggap dirawat di rumah sakit selama 1‒2 minggu. Perawatan ini
bertujuan untuk memantau dan mengatasi gejala putus obat yang dialami
pasien, serta menjauhkan pasien dari sumber ganja dan memberikan
dukungan psikososial kepada pasien. Rawat inap juga dapat
dipertimbangkan pada kondisi berikut (27) :
1. Pasien memiliki gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia atau gangguan
bipolar
2. Riwayat kekerasan atau agresi serius
3. Memiliki ketergantungan pada beberapa obat sekaligus
3.1.8 Prognosis Cannabis Use Disorder
Gangguan penggunaan ganja terjadi pada sekitar 10 % pengguna ganja rutin
dan hingga 50 % pengguna harian yang kronis dan mungkin berhubungan
dengan gangguan kognitif, prestasi sekolah atau pekerjaan yang buruk, dan
penyakit penyerta psikiatrik seperti gangguan mood dan psikosis (38).
3.1.9 Komplikasi Cannabis Use Disorder
Komplikasi gangguan penggunaan ganja dapat terjadi pada banyak organ,
yaitu kardiovaskular, paru, gastrointestinal, reproduksi, serta intelektual dan
neurokognitif.
1. Sistem kardiovaskular
Penggunaan ganja dikaitkan dengan peningkatan angka infark miokard
dan aritmia. Sistem cannabinoid bersifat antagonis terhadap sistem saraf
otonom, menyebabkan vasokonstriksi paradoks, penurunan curah jantung,
hipoksia, peningkatan karboksihemoglobin, dan hipotensi ortostatik (39).
59

2. Sistem pernapasan
Mengkonsumsi ganja dapat menyebabkan gejala paru-paru, seperti batuk,
peningkatan produksi dahak, dan mengi. Mengkonsumsi ganja juga dikaitkan
dengan dispnea, faringitis, dan eksaserbasi asma. Pada orang yang
mengonsumsi ganja, terdapat peningkatan risiko penyumbatan saluran napas
yang dapat berujung pada penyakit paru obstruktif kronik (40).
3. Efek Samping Saluran Pencernaan
Penggunaan ganja setiap hari meningkatkan risiko steatosis pada hepatitis
C kronis. Penggunaan ganja setiap hari juga dikaitkan dengan perkembangan
fibrosis pada hepatitis C kronis, sehingga meningkatkan risiko sirosis hati.
Gangguan penggunaan ganja juga dapat menimbulkan efek samping
gastrointestinal berupa Cannabinoid Hyperemesis Syndrome (CHS). Sindrom
ini terjadi akibat penggunaan ganja kronis berupa episode muntah dan mual
yang berulang (23).
4. Sistem reproduksi
Penggunaan ganja kronis mengganggu reproduksi manusia dengan
mengganggu siklus menstruasi, menekan oogenesis, dan mengganggu
implantasi embrio pada wanita. Pada pria, dampak yang dapat terjadi adalah
peningkatan gangguan ejakulasi, penurunan produksi dan motilitas sperma,
serta penurunan libido dan menyebabkan impotensi pada pria. Penggunaan
ganja pada ibu hamil dapat menyebabkan peningkatan risiko cacat lahir.
Paparan ganja pada kehamilan menyebabkan kelainan pada perkembangan otak
dan mengganggu fungsi kognitif (41).
5. Penurunan Tingkat Intelektual dan Neurokognitif
Suatu penelitian menyatakan bahwa penyalahgunaan ganja pada masa
remaja dapat menimbulkan dampak jangka panjang berupa penurunan fungsi
neurokognitif yang diduga terjadi akibat efek neurotoksik penggunaan ganja
terhadap otak (42).
BAB IV
LITERATURE REVIEW

Ganja atau cannabis merupakan salah satu zat narkotika yang memiliki 2
kandungan berupa Canabinoid dan THC. Ganja mampu membuat penggunanya
mengalami euforia. Cannabinoid adalah sebutan untuk komponen aktif ganja, dimana
Delta -9- tetrahydrocannabinol (THC) diketahui merupakan komponen paling aktif di
antara 400 cannabinoid. Patofisiologi cannabis use disorder atau penyalahgunaan
ganja berhubungan dengan sifat ganja sebagai golongan obat psikotropika yang dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat.
Tujuan
Penulisan Literature Review ini bertujuan untuk mengetahui patofisiologi dan
manajemen pada cannabis use disorder
Metode
Metodelogi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Systematic Literature
Review (SLR) yang disimpulkan berdasarkan 20 literature terhitung pada tahun 2018-
2023. Penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengikuti aturan dengan alur
literature review guna terhindar dari kesalahan pemahaman yang bersifat subjektif dari
peneliti. Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari database publikasi
ilmiah baik nasional dan internasional seperti Google Scholar, PubMed, NCBI,
Scienscedirect, Elsevier dan springlink.
Hasil
Berdasarkan 20 penelitian yang dilakukan dari tahun 2018-2023 terkait yang
berfokus pada patofisiologi dan manajemen pada cannabis use disorder Terdapat 18
artikel yang signifikan mengenai hubungan ganja dengan perubahan otak dan reward
system dan 2 artikel yang tidak signifikan.
Diskusi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meghan (2022), Francesca(2020),
Joseph aloi (2019), Natasha Mason (2021), Sarah yip (2022), Antoni gual (2022),
Zhaoyang chong (2022), Schlefer (2021), Annchen (2022),Nora (2018), Henrika van
hel (2020), John C. Churchwell (2019), Martine Skumlien (2022), Yusuf Daniju

60
61

(2022), Chantal Martin (2019), Briana Lees (2021), Madeline (2022), Evone(2018),
memiliki masalah yang sama dan saling berikatan mengenai point yang diangkat dalam
penelitiannya yakni perubahan pada otak dan reward system terkait penggunaan ganja
dimana terdapat interaksi cannabis use disorder yang signifikan dalam lobus parietal
inferior, hippokampus cerebellum dengan penurunan reward system yang memodulasi
kerusakan di reward system. Dampak awal dari penggunaan narkoba adalah perasaan
menyenangkan yang mereka rasakan saat berada dalam kondisi "high", perasaan yang
dihasilkan dari rangsangan listrik pada area tertentu di otak yang membentuk apa yang
secara kolektif disebut sebagai "pusat penghargaan" atau reward system di otak yaitu
bagian ventral, area tegmental (VTA), nukleus accumbens (NAc), dan substantia nigra
(SN), yang semuanya terletak di dekat bagian depan otak. Neurotransmitter yang
"membuka" rangsangan listrik di area ini adalah dopamin, yaitu sebuah
neurotransmitter yang sangat terkait dengan perasaan senang dan dihargai. Tujuan
biologis dari mekanisme ini adalah untuk mendorong perilaku yang menunjang
kehidupan (seperti makan saat lapar) dengan menghasilkan sensasi menyenangkan
ketika perilaku yang diperlukan terjadi. Namun, penggunaan ganja akan suasana hati
lainnya menciptakan efek ini secara artifisial dan melakukannya dengan lebih efisien
dan intens dibandingkan imbalan alami seseorang. Penelitian telah menunjukkan
bahwa obat-obatan yang paling sering disalahgunakan akan menciptakan reaksi
neurokimia yang secara signifikan meningkatkan jumlah dopamin yang dilepaskan
oleh neuron di pusat reward system di otak. Penggunaan jangka panjang yang terus-
menerus juga mengakibatkan otak mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk
menyesuaikan peningkatan dopamin dalam tubuh.
Berkurangnya reseptor dopamin juga mengakibatkan keadaan yang dikenal
sebagai "anhedonia", atau hilangnya kesenangan dalam aktivitas yang pernah
dinikmati. Perasaan depresi anhedonia dapat mendorong pengguna untuk memberikan
obat sebagai upaya reaktif untuk merasakan kenikmatan kembali, terutama dalam
keadaan pengendalian diri yang rendah. Selain itu, terjadi perubahan struktur diotak
yang mulai menipiskan dan mengikis susbtansia grisea di korteks prefrontal,
mengurangi kemampuan pengguna untuk mempertimbangkan secara rasional
62

konsekuensi akibat berkurangnya fungsi eksekutif dan juga mengurangi peran korteks
prefrontal dalam mengatur sistem penghargaan otak. Hal ini didukung oleh penelitian
Natasha (2021) melalui pendekatan pencitraan otak menunjukkan bahwa pada
pengguna ganja akan menginduksi perubahan neurometabolik yang signifikan dalam
reward system, yaitu, penurunan fungsi konektif dan peningkatan striatal glutamat,
yang dikaitkan dengan peningkatan tingkat subjektif tinggi dan penurunan kinerja.
penurunan fungsi konektif antara NAc dan daerah seperti thalamus dan korteks frontal
diduga mencerminkan peningkatan neurotransmisi dopaminergik di seluruh sirkuit
reward system. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor dopamin
dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation) yang
menghasilkan gangguan pada reward system. Gangguan ini pada akhirnya dapat
menyebabkan neuroadaptasi di banyak sirkuit atau lain (motivasi/dorongan, kontrol
penghambatan/fungsi eksekutif, dan memori/pengkondisian) yang juga dimodulasi
oleh dopamin yang berlebihan. Di antara adaptasi saraf yang telah dilaporkan secara
konsisten pada subjek kecanduan adalah penurunan signifikan pada tingkat reseptor
D2R (afinitas tinggi) dan jumlah dopamine yang dilepaskan dopamine reseptor. Defisit
ini berhubungan dengan aktivitas metabolisme regional yang lebih rendah di area
prefrontal cortex (PFC) yang penting untuk kinerja eksekutif yang tepat (yaitu anterior
cingulate gyrus (CG) dan orbitofrontal cortex (OFC) (43).
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Meghan (2022) yang
mana menemukan hubungan prospektif antara penggunaan ganja dan penurunan
aktivasi NAcc terhadap antisipasi reward system. Temuan menunjukkan bahwa
penggunaan ganja secara terus-menerus dapat menumpulkan respons Nacc (44).
Penelitian lainnya yang dilakukan Chantal (2019) menunjukan hasil serupa juga
terlihat pada pengguna ganja, menunjukkan bahwa penggunaan ganja mempengaruhi
reward system di tingkat perilaku. Hal ini dapat dijelaskan dengan hal serupa disfungsi
sistem motivasi otak, khususnya dibagian dari amigdala menunjukkan bahwa
penggunaan ganja mempengaruhi motivasi, dan bahwa penyalahgunaan zat yang
berbeda menghasilkan efek yang sama seperti perubahan motivasi pada tingkat
perilaku. Kepadatan tinggi reseptor cannabinoid diamati di daerah yang terlibat dalam
63

regulasi emosional, seperti amigdala, seperti serta efek ansiolitik yang terkait dengan
peningkatan sinyal endocannabinoid, menguatkan hipotesis ini. Selain itu, studi
neuroimaging pada manusia menunjukkan pengaruh langsung THC pada amigdala
respon terhadap rangsangan emosional.
Penelitian yang dilakukan oleh Roberta (2019) dan koenders (2018) tidak
menunjukan hasil yang signifikan dimana penelitian yang dilakukan oleh Roberta
(2019) menemukan penggunaan ganja dalam jumlah besar secara terus-menerus tidak
memengaruhi perubahan neuroanatomi hipokampus dan koenders (2018) menemukan
bahwa penggunaan ganja pada remaja tidak dikaitkan dengan perbedaan struktural otak
di masa dewasa. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor perancu
yang juga mempengaruhi neuroanatomi otak (psikopatologi dan penggunaan zat
komorbiditas), jumlah sampel yang terlalu kecil,waktu penelitian yang terlalu singkat,
waktu pengumpulan data neuroimaging pada partisipan dan keterbatasan lainnya (45)
(46).
Kesimpulan
Penggunaan cannabis jangka panjang yang terus-menerus juga mengakibatkan
otak mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk menyesuaikan peningkatan
dopamin dalam tubuh yang kurang dikarenakan pengguna telah mengalami kondisi
toleransi sehingga mengkonsumsi lebih banyak ganja untuk mencapai kadar dopamin
yang sama tinggi. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor dopamin
dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation). Hal ini
pada akhirnya dapat menyebabkan neuroadaptasi di banyak sirkuit yang menghasilkan
gangguan pada otak yaitu menipiskan susbtansia grisea, menurunkan volume
hipokampus, menumpulkan respons Nacc hingga mengakibatkan disfungsi pada
reward system di otak.
Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah masih kurangnya sampel dalam penelitian
mengani cannabis use disorder/penyalahgunaan ganja dan kaitannya dengan reward
system . Selain itu, terdapat perbedaan waktu mengomsumsi ganja, dan terdapatnya
faktor-faktor komorbid yang turut mempengaruhi hasil juga menjadi keterbatasan
64

dalam penelitian. Hal ini menyebabkan keterbatasan untuk mengkaji lebih dalam
mengenai patofisologi dan perubahan-perubahan yang terjadi cannabis use disorder.
Potensi arah penelitian selanjutnya
Dari 20 jurnal yang di review, didapatkan hasil 18 jurnal menunjukan hasil
bahwa terdapat bukti penggunaan cannabis jangka panjang menimbulkan efek
pengaruh pada reward system dan dari 2 jurnal yang telah di review tidak terdapat
pengaruh karena dapat disebabkan, Pertama, faktor perancu yang juga mempengaruhi
neuroanatomi otak (penggunaan zat komorbiditas) karena sampel penelitian sedari
awal merupakan pengguna ganja berat, perokok dan bukan merupakan drug naive
(kondisi pasien yang belum pernah terpapar/ tidak toleran terhadap suatu zat) sehingga
hasil gambaran struktur otak mungkin karena kondisi resisten terhadap riwayat
penggunaan ganja berat sebelumnya yang tidak lagi mempengaruhi volume
hipokampus dan struktur otak lainnya. Selain itu keterbatasan lainnya adalah yang
pertama, penggunaan ganja didapatkan laporan mengenai frekuensi penggunaan ganja,
namun tidak mengenai kuantitas penggunaan ganja dan sampai saat ini belum ada cara
standar untuk menilainya, sehingga hal ini sulit diperkirakan. Kedua, data
neuroimaging dikumpulkan hanya sekali pada masa dewasa. Oleh karena itu, tidak
jelas apakah perbedaan struktural otak terkait ganja didapat pada masa remaja atau awal
masa dewasa. Ketiga, penelitian ini tidak meneliti hubungan antara penggunaan ganja
pada remaja dan ukuran morfometri otak lainnya (bentuk dan kepadatan substansi alba
dan substansia grisea) atau perbedaan fungsional otak di masa dewasa, yang telah
terbukti berhubungan dalam beberapa penelitian lain sebelumnya. keempat, ukuran
beberapa sampel yang terbagi dalam subkelompok pengguna ganja berukuran kecil,
sehingga membatasi kemampuan untuk mendeteksi perbedaan yang ada. Kelima
penelitian ini berfokus pada penggunaan ganja pada remaja sebagai prediktor struktur
otak orang dewasa dan tidak memperhitungkan pola penggunaan ganja pada masa
dewasa. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini kepada peneliti
selanjutnya untuk meneliti dengan membandingkan data neuroimaging diawal dan di
akhir penelitian, meneliti bagian struktur otak lainnya secara lebih menyeluruh, dan
memperhatikan karakteristik sampel (usia, kuantitas penggunaan, jumlah
65

subkelompok, dan karakter kelompok yang diteliti berserta kelompok kontrol)


sehingga didapatkan hasil yang akurat dan lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN

Cannabis use disorder masih menjadi salah satu penyalahgunaan zat yang tinggi
di dunia. Mekanisme cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja yang
mengakibatkan berbagai macam efek pada fisik ataupun mental berhubungan dengan
sifat ganja yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Penggunaan dengan taraf
waktu lama dapat menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan zat, sehingga
menghasilkan gejala kebutuhan zat yang berlebihan. Dampak awal dari penggunaan
narkoba adalah perasaan menyenangkan yang mereka rasakan saat berada dalam
kondisi "high", perasaan yang dihasilkan dari rangsangan listrik pada area tertentu di
otak yang membentuk apa yang secara kolektif disebut sebagai "pusat penghargaan"
atau reward system di otak.
Penggunaan jangka panjang yang terus-menerus juga mengakibatkan otak
mengurangi jumlah reseptor dopamin di otak untuk menyesuaikan peningkatan
dopamin dalam tubuh. Penyalahgunaan ganja kronis menurunkan regulasi reseptor
dopamin dan produksi dopamin dikarenakan stimulasi terus menerus (over stimulation)
yang menghasilkan gangguan pada otak yaitu menipiskan susbtansia grisea,
menurunkan volume hipokampus, menumpulkan respons Nacc hingga mengakibatkan
disfungsi pada reward system di otak.

66
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Office on Drugs and Crime. Executive summary, World Drug
Report [Internet]. Vol. 2012, New Directions for Youth Development. 2023. 3–
6 p. Available from:
https://www.oecd.org/innovation/inno/47164461.pdf%0Ahttp://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/22522447%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/yd.20002
2. Badan Narkotika Nasional. Indonesia Drugs Report [Internet]. Vol. 5, \. 2021.
p. 40–51. Available from:
https://www.oecd.org/innovation/inno/47164461.pdf%0Ahttp://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/22522447%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/yd.20002
3. Badan Narkotika Nasional. Survei Prevalensi. Snapshots in Dermatology.
Jakarta: Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indon3; 2019. 841–841 p.
4. Patel J, Marwaha R. Cannabis Use Disorder. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023.
5. Connor JP, Stjepanović D, Le Foll B, Hoch E, Budney AJ, Hall WD. Cannabis
use and cannabis use disorder. Nat Rev Dis Prim. 2021;7(1):1–53.
6. Yi S, Peltzer K, Pengpid S, Susilowati IH. Prevalence and associated factors of
illicit drug use among university students in the association of southeast Asian
nations (ASEAN). Subst Abus Treat Prev Policy. 2017;12(1):1–7.
7. Kalayasiri R, Boonthae S. Trends of cannabis use and related harms before and
after legalization for recreational purpose in a developing country in Asia. BMC
Public Health. 2023;23(1):1–11.
8. Copeland J, Pokorski I. Progress toward pharmacotherapies for cannabis-use
disorder: an evidence-based review. Subst Abuse Rehabil. 2016;41.
9. Badan Narkotika Nasional Aceh. Rencana Program Kerja Jangka Menengah.
2020. p. 1–23.
10. Tarigan MI, Collins JS. Dekriminalisasi Penggunaan Ganja: Pendekatan
Komparatif California’s Adult Use of Marijuana Act Maria. Padjadjaran Law
Rev. 2019;7(1):22.
11. Bloomfield MAP, Ashok AH, Volkow ND, Howes OD. The effects of Δ9-
tetrahydrocannabinol on the dopamine system. Nature [Internet].
2019;539(7629):369–77. Available from: https://doi.org/10.1038/nature20153
12. Curran HV, Freeman TP, Mokrysz C, Lewis DA, Morgan CJA PL. Keep off
the grass? Cannabis, cognition and addiction. Nat Rev Neurosci. 2016;17(5).
13. Kendall DA, Yudowski GA. Cannabinoid receptors in the central nervous
system: Their signaling and roles in disease. Front Cell Neurosci.

67
68

2018;10(January):1–10.
14. Hoffman AF, Lupica CR. Mechanisms of cannabinoid inhibition of GABA(A)
synaptic transmission in the hippocampus. J Neurosci. 2019 Apr;20(7):2470–
9.
15. De Gregorio D, McLaughlin RJ, Posa L, Ochoa-Sanchez R, Enns J, Lopez-
Canul M, et al. Cannabidiol modulates serotonergic transmission and reverses
both allodynia and anxiety-like behavior in a model of neuropathic pain. Pain.
2019 Jan;160(1):136–50.
16. Peters KZ, Oleson EB, Cheer JF. A Brain on Cannabinoids: The Role of
Dopamine Release in Reward Seeking and Addiction. Cold Spring Harb
Perspect Med. 2021 Jan;11(1).
17. Lemonick MD, Park A. The science of addiction. Time. 2017;170(3):42–8.
18. Mason NL, Theunissen E. Reduced responsiveness of the reward system is
associated. Addict Biol. 2021;2019.
19. Volkow ND, Boyle M. Neuroscience of addiction: Relevance to prevention and
treatment. Am J Psychiatry. 2018;175(8):729–40.
20. Aloi J, Crum KI, Blair KS, Zhang R, Bashford-Largo J, Bajaj S, et al. Individual
associations of adolescent alcohol use disorder versus cannabis use disorder
symptoms in neural prediction error signaling and the response to novelty. Dev
Cogn Neurosci [Internet]. 2021;48(March):100944. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.dcn.2021.100944
21. Tuell C, Ed D. Process Addiction and the Addictive Brain. Health (Irvine
Calif). 2015;
22. Koob GF, Volkow ND. Neurobiology of addiction: a neurocircuitry analysis.
The lancet Psychiatry. 2016 Aug;3(8):760–73.
23. Karila L, Roux P, Rolland B, Benyamina A, Reynaud M, Aubin H-J, et al.
Acute and long-term effects of cannabis use: a review. Curr Pharm Des.
2014;20(25):4112–8.
24. Kesner AJ, Lovinger DM. Cannabis use, abuse, and withdrawal: Cannabinergic
mechanisms, clinical, and preclinical findings. J Neurochem.
2021;157(5):1674–96.
25. Maslim R. Maslim, Rusdi (2013) Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013.
26. American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. 5 th Editi. United States; 2013.
69

27. NSW Ministry of Health. Management of Withdrawal from Alcohol and Other
Drugs. Australia; 2022.
28. Sherman BJ, McRae-Clark AL. Treatment of Cannabis Use Disorder: Current
Science and Future Outlook. Pharmacotherapy. 2016 May;36(5):511–35.
29. Brezing CA, Levin FR. The Current State of Pharmacological Treatments for
Cannabis Use Disorder and Withdrawal. Neuropsychopharmacology [Internet].
2018;43(1):173–94. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/npp.2017.212
30. Levin P, Carvalho P, Stanley AM, Rapoport TA. Dronabinol for the Treatment
of Cannabis Dependence. Bone. 2011;23(1):1–7.
31. Weinstein AM, Gorelick DA. Pharmacological treatment of cannabis
dependence. Curr Pharm Des. 2011;17(14):1351–8.
32. Danovitch I, Gorelick DA. State of the Art Treatments for Cannabis
Dependence. Psychiatr Clin North Am [Internet]. 2012;35(2):309–26.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.psc.2012.03.003
33. Sauer J-M, Ring BJ, Witcher JW. Clinical pharmacokinetics of atomoxetine.
Clin Pharmacokinet. 2005;44(6):571–90.
34. Carroll KM, Nich C, Lapaglia DM, Peters EN, Easton CJ, Petry NM.
Combining cognitive behavioral therapy and contingency management to
enhance their effects in treating cannabis dependence: less can be more, more
or less. Addiction. 2012 Sep;107(9):1650–9.
35. Petry NM. Contingency management: what it is and why psychiatrists should
want to use it. Psychiatrist. 2011 May;35(5):161–3.
36. Budney AJ, Roffman R, Stephens RS, Walker D. Marijuana dependence and
its treatment. Addict Sci Clin Pract. 2007 Dec;4(1):4–16.
37. Badan Narkotika Nasional. Petujuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
Detoksifikasi pada Penyalahgunaan Narkotika. 2010;33.
38. Meier MH, Caspi A, Ambler A, Harrington H, Houts R, Keefe RSE, et al.
Persistent cannabis users show neuropsychological decline from childhood to
midlife. Proc Natl Acad Sci U S A. 2012 Oct;109(40):E2657-64.
39. Pratap B, Korniyenko A. Toxic effects of marijuana on the cardiovascular
system. Cardiovasc Toxicol. 2012 Jun;12(2):143–8.
40. Lee MHS, Hancox RJ. Effects of smoking cannabis on lung function. Expert
Rev Respir Med. 2011 Aug;5(4):537–46; quiz 547.
41. Wu C-S, Jew CP, Lu H-C. Lasting impacts of prenatal cannabis exposure and
the role of endogenous cannabinoids in the developing brain. Future Neurol.
2011 Jul;6(4):459–80.
70

42. Hooper SR, Woolley D, De Bellis MD. Intellectual, neurocognitive, and


academic achievement in abstinent adolescents with cannabis use disorder.
Psychopharmacology (Berl). 2014 Apr;231(8):1467–77.
43. Mason NL, Theunissen EL, Hutten NRPW, Tse DHY, Toennes SW, Jansen J.
Reduced responsiveness of the reward system is associated with tolerance to
cannabis impairment in chronic users. Addict Biol. 2021;26(1):1–9.
44. Martz M, Elisa E, Trucco, Lora, Cope, Jillian, et al. Association of Marijuana
Use With Blunted Nucleus Accumbens Response to Reward Anticipation.
Physiol Behav. 2017;176(12):139–48.
45. Meier MH, Schriber RA, Beardslee J, Hanson J, Pardini D. Associations
between adolescent cannabis use frequency and adult brain structure: A
prospective study of boys followed to adulthood. Drug Alcohol Depend
[Internet]. 2019;202(November 2018):191–9. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2019.05.012
46. Koenders L, Lorenzetti V, de Haan L, Suo C, Vingerhoets W, van den Brink
W, et al. Longitudinal study of hippocampal volumes in heavy cannabis users.
J Psychopharmacol. 2017 Aug;31(8):1027–34.

47. Martz M, Elisa E, Trucco, Lora, Cope, Jillian, et al. Association of Marijuana
Use With Blunted Nucleus Accumbens Response to Reward Anticipation.
Physiol Behav. 2022;176(12):139–48.

48. Filbey FM, Joseph Dunlop. Differential reward network functional connectivity
in cannabis dependent and non-dependent users. Physiol Behav.
2020;176(3):139–48.

49. Aloi J, Crum KI, Blair KS, Zhang R, Bashford-Largo J, Bajaj S, et al. Individual
associations of adolescent alcohol use disorder versus cannabis use disorder
symptoms in neural prediction error signaling and the response to novelty. Dev
Cogn Neurosci [Internet]. 2021 ; 48 (March): 100944. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.dcn.2021.100944

50. Mason NL, Theunissen EL, Hutten, Tse D, Toennes SW, Jansen J. Reduced
responsiveness of the reward system is associated with tolerance to cannabis
impairment in chronic users. Addict Biol. 2021;26(1):1–9.

51. Yip SW, Devito E, Kober H, Worhunsky PD, Carrol KM, Potenza MN.
Pretreatment measures of brain structure and reward- processing brain function
in cannabis dependence: An exploratory study of relationships with abstinence
during behavioral treatment. Occup Env Med. 2020;23(1):1–7.

52. Bilikothi C, Miquel L, Paniello B. Chronic cannabis use affects cerebellum


71

dependent visuomotor adaptation. J Psychiatr Res. 2022;156.

53. Volkow ND, Wang G, Telang F, Fowler JS, Alexoff D, Logan J. Decreased
dopamine brain reactivity in marijuana abusers is associated with negative
emotionality and addiction severity. Pschiatry. 2018;144.

54. Cong Z, Fu Y, Chen N, Zhang L, Yao C, Yalin W. Individuals with cannabis


use are associated with widespread morphological alterations in the subregions
of the amygdala, hippocampus, and pallidum. Drug Alcohol Depend.
2019;3(81).

55. Scheffler, Asmal L, Remsley. Cannabis use and hippocampal subfield volumes
in males with a first episode of a schizophrenia spectrum disorder and healthy
controls. Psychol Med. 2021;231:13–21.

56. Knodt AR, Meier MH, Ambler A. Diminished Structural Brain Integrity in
Long-term Cannabis Users Reflects a History of Polysubstance Use. Biol
Psychiatry. 2022 Dec;92(11):861–70.

57. Van Hell HH, Vink M, Ossewaarde L, Jager G, Kahn RS, Ramsey NF. Chronic
effects of cannabis use on the human reward system: An fMRI study. Eur
Neuropsychopharmacol. 2020;20(3):153–63.

58. Spechler P, L Jennifer, Stewart, Rayus Kuplick. Attenuated reward activations


associated with cannabis use in anxious/depressed individuals. Transl
Psychiatry. 2020;10(1).

59. Skumlien M, Freeman TP, Hall D, Mokrysz C, Wall MB, Ofori S, et al. The
Effects of Acute Cannabis With and Without Cannabidiol on Neural Reward
Anticipation in Adults and Adolescents. Biol Psychiatry Cogn Neurosci
Neuroimaging [Internet]. 2023;8(2):219–29. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.bpsc.2022.10.004

60. Daniju Y, Faulkner P, Brandt K, Allen P. Prefrontal cortex and putamen grey
matter alterations in cannabis and tobacco users. J Psychopharmacol.
2022;36(12):1315–23.

61. Martin-Soelch C, Kobel M, Stoecklin M, Michael T, Weber S, Krebs B.


Reduced response to reward in smokers and cannabis users.
Neuropsychobiology. 2019;60(2):94–103.

62. Lawn W, Trinci K, Mokrysz C, Borissova A, Ofori S, Petrilli K. The acute


effects of cannabis with and without cannabidiol in adults and adolescents: A
randomised, double-blind, placebo-controlled, crossover experiment.
Addiction. 2023;118(7):1282–94.
72

63. Meier MH, Caspi A, R Knodt A, Hall W, Ambler A, Harrington HL. Long-
Term Cannabis Use and Cognitive Reserves and Hippocampal Volume in
Midlife. Am J Psychiatry. 2022;179(5):362–74.

64. Charboneaua E, Dietricha M, Park S, Caoa A, Watkinsa TJ, Blackforda JU.


Cannabis cue-induced brain activation correlates with drug craving in limbic
and visual salience regions: Preliminary results. Occup Env Med.
2018;23(1):1–7.

65. Meier MH, Schriber RA, Beardslee J, Hanson J, Pardini D. Associations


between adolescent cannabis use frequency and adult brain structure: A
prospective study of boys followed to adulthood. Drug Alcohol Depend
[Internet]. 2019;202(November 2018):191–9. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2019.05.012

66. Volkow ND, Boyle M. Neuroscience of addiction: Relevance to prevention and


treatment. Am J Psychiatry. 2018;175(8):729–40.

Anda mungkin juga menyukai