Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

PASIEN LAKI-LAKI 32 TAHUN DENGAN TUBERCULOSIS


PUTUS OBAT DAN BERAKHIR DENGAN TB MDR

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia

Oleh:

Nama , S.Ked
NIM:

Preseptor:

dr. Marliza, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izinNya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Tuberkulosis” sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di Bagian/SMF Pulmonologi Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih banyak


kepada dr. Ikhsan, M.Ked (Paru), Sp.P sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
Bagian/SMF Pulmonologi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh
Utara.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan


laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan
kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak.

Lhokseumawe Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB 2 STATUS PASIEN ...................................................................................... 3

2.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 3

2.2 Anamnesis ............................................................................................. 3

2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 4

2.5 Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 6

2.6. Resume ............................................................................................... 10

2.7. Diagnosa ............................................................................................. 11

2.8. Terapi ................................................................................................. 11

2.9. Prognosis ............................................................................................ 12

2.10. Follow Up ......................................................................................... 12

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 15

3.1 Multidrug-Resistant Tuberculosis (TB-MDR) .................................... 15

3.1.1 Definisi .................................................................................. 15

3.1.2 Epidemiologi ............................................................................ 15

3.1.2 Faktor resiko .......................................................................... 16

3.1.3 Klasifikasi .............................................................................. 18

3.1.4 Kriteria Suspek TB-MDR ..................................................... 18

3.1.5 Mekanisme Terjadinya Resistensi (14) ................................. 19

3.1.6 Diagnosis (15) ....................................................................... 20

ii
3.1.7 Tatalaksana (15) ................................................................... 23

3.1.8 Prognosis .................................................................................. 27

BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 28

BAB 5 KESIMPULAN ......................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. (1). Sebanyak 1,5 juta orang meninggal
karena TB pada tahun 2020 (termasuk 214.000 orang dengan HIV). Di seluruh
dunia, TB adalah penyebab kematian ke-13 dan penyakit menular dengan tingkat
kematian tertinggi nomor dua setelah COVID-19. Pada tahun 2020, diperkirakan
10 juta menderita tuberkulosis (TB) di seluruh dunia dimana 5,6 juta pria, 3,3 juta
wanita dan 1,1 juta anak-anak. TB terdapat di semua negara dan semua kelompok
umur. Pada tahun 2020, 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 86%
kasus TB baru. Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total, dengan India
pada urutan pertama diikuti oleh China, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria,
Bangladesh dan Afrika Selatan. Meskipun demikian, TB dapat disembuhkan dan
dicegah. (2).
Indonesia yang merupakan salah satu satu dari delapan negara dengan
prevalensi TB tertinggi menyumbang dua pertiga dari total global yaitu sebesar
8.5% dengan jumlah penderita yang diperkirakan 56% terjadi pada laki-laki, 32%
pada perempuan dan 12% terjadi pada anak-anak dibawah 15 tahun. Berdasarkan
data dari Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi tuberkulosis di Aceh sebesar
0,49% yang merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi TB paru tertinggi
setelah Banten (0,8%), Papua (0,8%) dan Jawa Barat (0,6%) (3).
Multidrug-resistant Tuberculosis (TB-MDR) adalah salah satu
tantangan utama dalam upaya pengendalian TB secara global. Hal ini
telah didefinisikan sebagai infeksi oleh strain Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap setidaknya isoniazid dan rifampisin.
Perkiraan pasti kejadian infeksi ini sulit ditentukan karena adanya
berbagai variasi pengujian dan pelaporan dari berbagai negara di dunia
(4). Tuberkulosis yang resistan terhadap berbagai obat (TB-MDR) telah
menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan menjadi
hambatan dalam pengendalian TB secara global (5).

1
2

Pada tahun 2014, diperkirakan ada 480.000 kasus baru TB-MDR


di seluruh dunia, dan sekitar 190.000 kematian akibat TB-MDR dan lebih
dari separuh kasus tersebut terjadi di negara berkembang. Beberapa
faktor seperti adanya infeksi human immunodeficiency virus (HIV), status
sosial ekonomi yang rendah, dan fasilitas diagnostik dan pengobatan
yang terbatas semakin memperburuk efek TB-MDR di negara-negara
berkembang (6).
India, Cina dan Federasi Rusia menyumbang hampir setengah
(45%) dari total kasus TB-MDR di seluruh dunia. Sebanyak Dari 580.000
pasien yang memenuhi syarat untuk pengobatan TB-MDR, hanya
125.000 (20%) yang terdaftar dalam program pengobatan (7).
Menurut data WHO pada tahun 2016, Indonesia merupakan
negara dengan pasien TB terbanyak ke-2 di dunia. Pada tahun 2015
diperkirakan 3,9% dari kasus baru dan 21% kasus lama yang mengalami
TB-MDR berjumlah 580.000 kasus. Indonesia menempati urutan ke-4
kasus TB-MDR dengan estimasi 32.000 kasus dengan 2,8% dari kasus
baru dan 16% kasus lama. Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2014
melaporkan ada sekitar 6.900 pasien TB-MDR dengan 5.900 orang
(1,9%) kasus baru dan 1.000 orang (12%) dari kasus pengobatan ulang
(8).
3

BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama :S
Nomor RM : 02.36.48
Tanggal Lahir : 06 Januari 1991
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lhoksukon, Aceh Utara
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Suku : Aceh
Ruangan : Zam-zam
DPJP : dr. Marliza Sp.P
Tanggal Masuk : 08 Mei 2023
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Batuk
2. Keluhan Tambahan : Sesak napas, nyeri dada, lemas, demam
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Cut Meutia dengan keluhan batuk
berdahak. Keluhan batuk tersebut sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dan
memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sesak napas yang hilang
timbul dan memberat seiring dengan keluhan batuk tersebut. Pasien juga
mengeluh dada terasa nyeri saat batuk, lemas dan demam yang juga hilang
timbul. BAB dan BAK dalam batas normal.

4. Riwayat penyakit dahulu :


Pasien pernah didiagnosis dengan TB Paru 2 tahun yang lalu dan pernah
mengkonsumsi OAT namun tidak tuntas. Pasien kemudian datang kembali
4

kerumah sakit 2 tahun setelahnya dengan gejala serupa namun lebih berat dari
sebelumnya

5. Riwayat penyakit keluarga


Pasien tinggal serumah dengan abang iparnya yang juga merupakan
seorang pengidap TB Paru dan telah selesai pengobatan pada tahun 2020.

6. Riwayat Obat-obatan
Pasien pernah mengkonsumsi OAT 2 tahun yang lalu namun tidak tuntas.

7. Riwayat Kebiasaan : pasien merupakan seorang perokok.

8. Riwayat Sosioekonomi : Pasien sehari-hari bekerja serabutan dan tinggal di


lingkungan yang padat penduduk, dengan kondisi rumah yang cukup ventilasi
dan mendapat cahaya matahari yang cukup

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Umum
Kesadaran : Composmentis / GCS 15 (E4V4M6)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Heart rate : 100 x/i
Respiratory rate : 25 x/i
Saturasi Oksigen : 96 %
Suhu : 38°C
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 32,4 kg
IMT : 11,5 (underweight)

Status Generalis
a. Kulit
1. Warna : Sawo Matang
5

2. Turgor : Dalam batas normal


3. Sianosis : Tidak ada
4. Ikterus : Tidak ada
5. Oedema : Tidak ada
6. Anemia : Tidak ada
B. Kepala
1. Umum : Normocephaly, rambut berwarna hitam dan
sedikit beruban
2. Wajah : Simetris, tidak dijumpai deformitas
3. Mata : Konjunctiva pucat (-/-), konjungtivitis (-/-), sclera
ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+), reflex
cahaya tidak langsung (+/+).
4. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)
5. Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-)
6. Mulut : Lidah normoglosia, tidak kotor, tidak tremor,
mukosa mulut tidak hiperemis, tonsil tidak
hiperemis, arcus faring simetris, uvula ditengah,
Sianosis (-)
C. Leher
1. Inspeksi : Simetris (+), pembesaran kelenjar tiroid (-),
2. Palpasi : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)

D. Thorak
1. Paru
• Inspeksi : Bentuk dada normal dan pergerakan dinding dada
simetris, tidak ada retraksi, venektasi (-),
penggunaan alat bantu napas (-)
• Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri (tidak
meningkat dan tidak menurun ), pelebaran sela
iga (-),fraktur costae (-), massa(-), pembesaran
6

KGB (-), massa (-) ekspansi dada simetris,


emfisema subkutis (-)
• Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Batas paru-hati : ICS IV Linea midclavicula dextra
• Auskultasi : Vesikuler(+/+), Wheezing (+/+), Rhonki (+/+)
2. Jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Redup, batas jantung kanan ICS IV linea
parasternal dextra, batas jantung kiri ICS V linea
midclavicula sinistra
• Auskultasi : S1/S2 normal, murmur (-), gallop (-)
E. Abdomen
1. Inspeksi : Distensi (-), asites (-)
2. Auskultasi : Peristaltik (+)
3. Perkusi : Timpani (+)
4. Palpasi : Nyeri tekan daerah suprapubik (-), Hepatomegali
(-), splenomegali (-)
F. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Deformitas (-), edema (-)
sianosis (-), kelemahan anggota gerak (-)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


• Laboratorium (09/05/2023)

Nama test Hasil Satuan Nilai rujukan

Hematology

Darah lengkap

Hemoglobin(HGB) 10,62 g/dl 13.0-18.0

Eritrosit(RBC) 4,03 Juta/ul 4.5-6.5


7

Hematokrit(HCT) 31,63 % 37.0-47.0

MCV 78,40 fl 79-99

MCH 26,33 Pg 27.0-31.2

MCHC 33,59 g/dl 33.0-37.0

Leukosit(WBC) 7,68 Ribu/ul 4.0-11.0

Trombosit(PLT) 231 Ribu/ul 150-450

RDW-CV 9,64 % 11.5-14.5

Kimia Darah

Fungsi Ginjal

Ureum 26 mg/dl <50

Kreatinin 0.72 mg/dl 0.6-1.1

Asam Urat 1,7 mg/dl 3.4-7.0

Fungsi Hati

SGOT 22 U/L ≤37

SGPT 21 U/L ≤42

Bilirubin Total 0,82 mg/dl <1.0

Bilirubin Direct 0.52 mg/dl 0.0-0.5

Bilirubin Indirect 0.30 mg/dl 0-0.7

Fosfatase Alkali 145 U/L 35-105

Glukosa Darah

Glukosa Sewaktu 80 mg/dl 180


8

Elektrolit

Na 127 mmol/l 136-146

K 3,1 mmol/l 3.5-5.0

Cl 116 mmol/l 98-106

Ca 0.50 mmol/l 1.12-1.32

Anti HIV Non reaktif

• Rontgen Thorax (09/05/2023)

Kesan : TB paru lama aktif


Besar cor normal
9

Pemeriksaan TCM dengan Kesan TB MDR

• CURB 65
Confusion (CM) :0
BUN ≥20 mg/dl : (26 mg/dl) :1
RR ≥30 x/i : (25 x/i) :0
10

SBP <90 DBP <60 : (120/80) : 0


Age ≥65 ( 32 thn) :0
Total :1
Interpretasi : Low Risk

• EWS Score
Respiration Rate (25 x/i) :3
% SpO2 scale (96%) :0
Supply Oxygen (Yes) :2
Systolic BP (120) :0
Heart Rate (100) :0
Level of Consciousness (Alert) : 0
Temperature ( 38) :1
Score : 6 (Medium Risk)

2.6. Resume
Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak yang sudah dirasakan sejak
2 tahun yang lalu hilang timbul dan memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien juga
mengeluh sesak napas yang juga hilang timbul dan memberat seiring dengan
keluhan batuk tersebut. Keluhan lain berupa dada terasa nyeri saat batuk, lemas
dan demam. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat TB
Paru 2 tahun yang lalu dan sempat mengkonsumsu OAT namun tidak tuntas.
Dalam keluarga terdapat anggota lainnya yang pernah mengalami TB Paru namun
dinyatakan sembuh pada tahun 2020.
Dari pemeriksaan fisik kesadaran composmentis dengan TD : 120/80
mmHg, HR : 100 x/i, RR : 25 x/I, T: 38 0C, dan SPO2 : 96 %. Bentuk dada
normal, tidak ada pelebaran sela iga, suara napas vesikuler (+/+), suara napas
tambahan ronki (+/+), wheezing (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapati Hb :
10,62 g/dl dan leukosit : 7,68 ribu/ul. Pada pemeriksaaan foto thorax didapati
fibroinfiltrat pada kedua lapang paru, konsolidasi pada perihilar pulmo kanan, air
11

bronchogram (+), sinus costofrenicus dextra dan sinistra lancip, trakea sedikit
terdeviasi kearah dextra, sehingga didapatkan kesan mengarah gambaran TB
paru. Pada pemeriksaan TCM didapatkan hasil MTB high detected dan
Rifampicin Ressistant Detected dengan kesan MDR TB.

2.7. Diagnosa
Diagnosis Banding : 1. MDR TB
2. TB Paru Putus Obat
3. Pneumonia
3. Tumor paru
Diagnosis Kerja : TB Paru MDR + Pneumonia + Malnutrisi

2.8. Terapi
IGD :
O2 Nasal canul :2 liter/i
IVFD Asering 20 gtt/i
Drip Aminofluid 1 fls/hari
Drip paracetamol /12 jam
Inj : Fosmicin 1 gr vial
Omeprazole amp
Ondancetron amp

Ruangan :
IVFD Asering 30-40 gtt/i
Drip Aminofluid 1 fls/hari
Drip paracetamol /12 jam
Inj : Fosmicin 1 gr vial
Omeprazole amp
Ondancetron amp
Oral : Asam folat 2x1 tab
KSR 2x1 tab
12

Bedaquiline 4 tablet
Levofloxacin 4 tablet
Clofazimin 1 tablet
Hdt 2 tablet
Pirazinamid 3 tablet
Etambutol 3 tablet
Ethionamid 3 tablet

2.9. Prognosis
Quo Ad Vitam : dubia et malam
Quo Ad Fungsionam : dubia et malam
Quo Ad Sanationam : dubia et bonam

2.10. Follow Up
Tanggal SOAP Terapi

Senin,8/5/23 S/ Batuk berdahak, sesak, IVFD Asering 30-40 gtt/i


demam, nyeri dada, lemas Drip Aminofluid 1 fls/hari
O/ TD = 110/80 mmHg Drip paracetamol /12 jam
HR= 80 x/menit
Inj : Fosmicin 1 gr vial/12 J
RR= 25 x/menit
SPO2= 95 % Omeprazole amp/12 J
T = 37,6 ⁰C Ondancetron amp/12 J

Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : pergerakan dada
simetris
Palpasi : stem fremitus sama
kanan dan kiri
Perkusi : sonor dikedua
lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Wheezing (+/+)
Ronki (+/+)
13

A/ MDR-TB

P/-

Selasa,9/5/23 S/ Batuk berdahak, sesak,


demam(-), nyeri dada, lemas IVFD Asering 30-40 gtt/i
O/ TD = 110/80 mmHg Drip Aminofluid 1 fls/hari
HR= 80 x/menit
Drip paracetamol /12 jam
RR= 25 x/menit
SPO2= 95 % Inj : Fosmicin 1 gr vial/12 J
T = 36,6 ⁰C Omeprazole amp/12 J
Ondancetron amp/12 J
Pemeriksaan Thorax:
Inspeksi : pergerakan dada
simetris
Palpasi : stem fremitus sama
kanan dan kiri
Perkusi : sonor dikedua
lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Wheezing (+/+)
Ronki (+/+)

A/ MDR-TB

P/ +Inj.Kalnex/12 j

Rabu,10/5/23 S/ Batuk berdahak, sesak(-), IVFD Asering 30-40 gtt/i


demam(-), nyeri dada, lemas, Drip Aminofluid 1 fls/hari
nyeri kepala
Drip paracetamol /12 jam
O/ TD = 110/80 mmHg
Inj : Fosmicin 1 gr vial/12 J
HR= 80 x/menit
RR= 25 x/menit Omeprazole amp/12 J
SPO2= 95 % Ondancetron amp/12 J
T = 36,6 ⁰C Kalnex 1 amp/12 j
Pemeriksaan Thorax:
Inspeksi : pergerakan dada
simetris
Palpasi : stem fremitus sama
14

kanan dan kiri


Perkusi : sonor dikedua
lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Wheezing (+/+)
Ronki (-/-)

A/ MDR-TB

P/

Kamis,11/5/23 S/ Batuk berdahak, sesak (-), IVFD Asering 30-40 gtt/i


demam(-), nyeri dada, lemas, Drip Aminofluid 1 fls/hari
nyeri kepala berkurang
Drip paracetamol /12 jam
O/ TD = 100/80 mmHg
Inj : Fosmicin 1 gr vial/12 J
HR= 82 x/menit
RR= 20 x/menit Omeprazole amp/12 J
SPO2= 99 % Ondancetron amp/12 J
T = 36,6 ⁰C Kalnex 1 amp/12 j
Oral : Asam folat 2x1 tab
Pemeriksaan Thorax: KSR 2x1 tab
Inspeksi : pergerakan dada
simetris
Palpasi : stem fremitus sama Bedaquiline 4 tablet
kanan dan kiri Levofloxacin 4 tablet
Perkusi : sonor dikedua
Clofazimin 1 tablet
lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) Hdt 2 tablet
Wheezing (+/+) Pirazinamid 3 tablet
Ronki (-/-) Etambutol 3 tablet
A/ MDR-TB Ethionamid 3 tablet

P/ -
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Multidrug-Resistant Tuberculosis (TB-MDR)

3.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
ini masuk ke jaringan paru melalui udara (airbone infection) dan menyebar
melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis (2).
Multidrug-resistant tuberculosis (TB-MDR) adalah kasus
tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid secara
bersamaan, dengan atau tanpa obat antituberkulosis (OAT) lini I
lainnya. Berdasarkan Definitions and reporting framework for
tuberculosis-2013 revision oleh WHO (2013), dikatakan resisten
terhadap OAT apabila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis in vitro saat
terdapat satu atau lebih OAT (9).

3.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan bahwa 5,7% dari kasus tuberkulosis (TB) di
seluruh dunia adalah multidrug-resistant tuberculosis (TB-MDR).
Di beberapa negara Eropa Timur, setidaknya sepertiga dari kasus TB
yang ditemui adalah kasus dengan TB-MDR. Di sejumlah negara di
dunia, angka populasi kasus TB-MDR telah meningkat dari waktu ke
waktu (10).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 480.000
kasus baru TB- MDR pada tahun 2015 dan tambahan 100.000 kasus
yang didiagnosis dengan TB resisten rifampicin (RR-TB). India, China
dan Federasi Rusia menyumbang hampir setengah (45%) dari total

15
16

kasus tersebut. Dari 580.000 pasien yang memenuhi syarat untuk


pengobatan TB-MDR, hanya 125.000 (20%) yang terdaftar dalam
program pengobatan (7).
Wilayah Asia Timur dan Selatan juga merupakan penyumbang
kasus terbesar yaitu sekitar 40% atau 3.500.000 kasus setiap
tahunnya, dengan angka kematian yang cukup tinggi yaitu 26 orang
per 100.000 penduduk. Selama tahun 2011 kasus TB-MDR di
Indonesia dilaporkan berjumlah 260 kasus, dan diperkirakan pada
tahun 2013 akan terdeteksi 1.800 kasus. World Health Organization
(WHO) pada tahun 2010, melaporkan bahwa Indonesia berada pada
urutan ke-8 untuk kasus TB-MDR (11).
Survey yang dilakukan di Kota Surabaya menunjukkan bahwa
pasien TB-MDR yang ditemukan berasal dari kelompok pasien gagal
pengobatan dengan kategori-1 maupun kategori-2 (23,2%), pasien
gagal pengobatan kategori-1 (13,2 %), dan 9.8% adalah pasien yang
diobati di luar sarana yang menerapkan strategi DOTS. Di Gresik,
penderita TB paru mencapai ribuan orang. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Gresik (2017) terdapat 7.653 orang yang diperiksa.
Sebanyak 1.733 orang diantaranya dinyatakan positif dan pasien TB
yang sudah resisten obat atau TB-MDR mencapai 101 orang tiap tahun
(8).

3.1.2 Faktor resiko


Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan terjasinya resistensi
terhadap OAT. Faktor resiko kejadian TB-MDR meliputi motivasi
penderita yang rendah dan ketidakteraturan berobat. Sedangkan
beberapa faktor yang berhubungan lainnya meliputi umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, dukungan keluarga,
keaktifan petugas TB dan perilaku pemanfaatan sarana pelayanan (12).
17

1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan


mutants resisten. Hal ini sangat ditakuti karena dapat terjadi
resisten terhadap OAT lini pertama.
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan
diagnosis akan menyebabkan penyebaran galur resitensi obat.
Penyebaran ini tidak hanya pada pasien di rumah sakit tetapi
juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara, dan keluarga
pasien.
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek
yang tidak sembuh dan akan menyebarkan kuman.
Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta memerlukan
pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal.
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis
yang mendapat pengobatan jangka pendek dengan monoterapi
akan menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten.

Mengidentifikasi terapi yang tidak memadai sebagai penyebab


utama penyakit ini dan menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan kemunculannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyoroti banyak faktor penentu sosial yang memengaruhi resiko
berkembangnya resistansi. Perhatian khusus diberikan pada
kemiskinan, kondisi hidup yang buruk, berbagai penyebab kerentanan
sosial dan berkurangnya akses dan ketersediaan layanan kesehatan
(12).
Selain itu, perlu adanya pemahaman yang lebih baik tentang
faktor-faktor yang terkait dengan perilaku (tingkat individu dan
komunitas). Banyak artikel mendokumentasikan hubungan antara TB-
MDR dan faktor-faktor penentu kesehatan sosial: rejimen terapeutik
yang tidak memadai, dosis yang tidak tepat, obat yang tidak
memadai, pengobatan dalam waktu singkat, kualitas obat yang buruk
18

serta kepatuhan yang buruk terhadap rejimen pengobatan. Selain itu,


lingkungan lapas juga sering disebut sebagai salah satu faktor risiko,
rawat inap berkepanjangan, alkohol dan adanya infeksi HIV (12).

3.1.3 Klasifikasi
Kasus diklasifikasikan dalam kategori berdasarkan drug
susceptibility testing (DST) dari isolat klinis yang dikonfirmasi
sebagai Mycobacterium tuberculosis (9).

Mono resistance Resisten terhadap satu obat lini pertama

Polidrug resistance Resisten terhadap lebih dari satu OAT


lini pertama selain kombinasi isoniazid
dan rifampisin.

Multidrug resistance (MDR) Resisten terhadap sekurang-kurangnya


isoniazid dan rifampisin

Extensive drug resistance Resisten terhadap fluorokuinolon dan


setidaknya salah satu dari OAT injeksi
lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan
amikasin).

3.1.4 Kriteria Suspek TB-MDR


Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini (13):

1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (kasus kronik)


2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian
sisipan
19

6. Pasien TB kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR Pasien koinfeksi
TB dan HIV

3.1.5 Mekanisme Terjadinya Resistensi (14)


Resistensi obat pada TB bukan hanya disebabkan oleh pengobatan
yang tidak adekuat atau gagal, namun juga disebabkan oleh munculnya
strain resisten yang ditransmisikan oleh penderita TB-MDR. Strain yang
resisten muncul akibat adanya perubahan atau mutasi pada gen-gen
tertentu dalam genom Mycobacterium tuberculosis. Gen-gen ini
merupakan target dari mekanisme kerja OAT.
Mycobacterium tuberculosis memiliki karakteristik
pertumbuhan yang lambat, dorman, komponen dinding sel yang
kompleks, serta memiliki homogenitas genetik. Karakteristik
pertumbuhan yang lambat dan dorman sangat berkontribusi dalam
kronisitas infeksi yang ditimbulkan. Hal ini juga berdampak pada
lamanya masa terapi dan menjadi kendala terutama dalam hal
membiakkan bakteri Gram positif ini.
Resistensi alamiah terhadap banyak antibiotik merupakan
salah satu kemampuan yang dimiliki oleh Mycobacterium
tuberculosis. Resistensi ini terjadi akibat adanya dinding sel yang
sangat hidrofobik dan berperan sebagai barrier permeabilitas.
Mycobacterium tuberculosis mengembangkan mekanisme resistensi
yang berbeda dengan bakteri lain pada umumnya. Resistensi hanya
akan menguntungkan bakteri pada saat terpapar dengan obat target.
Pada paparan OAT yang tidak adekuat, bakteri yang sensitif akan mati
dan bermutasi kemudian akan berkembang biak dengan pesat tanpa
adanya persaingan yang berarti dalam hal nutrisi.
20

3.1.6 Diagnosis (15)


A. Strategi diagnosis TB-MDR
Pemeriksaan laboratorium untuk menguji kepekaan
Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan metode standar yang
tersedia di Indonesia :
a. Metode konvensional
Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/ LJ) atau
media cair (MGIT).
b. Tes Cepat (Rapid Test).
Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert.

Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis


yang dilaksanakan adalah pemeriksaan untuk obat lini pertama dan
lini kedua.

B. Prosedur dasar diagnostic untuk suspek TB-MDR


1) Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis untuk
OAT lini kedua bersamaan dengan OAT lini pertama : kasus TB
kronis, pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non
DOTS Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan
kasus TB-XDR konfirmasi.
2) Pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis untuk OAT lini kedua
setelah terbukti menderita TB-MDR :
a. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi.
b. Pasien pengobatan kategori 1 yang gagal.
c. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak
konversi setelah pemberian sisipan.
d. Pasien kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2.
e. Pasien yang berobat kembali setelah lalai berobat/default,
kategori 1 dan kategori 2.
f. Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan
pasien TB MDR.
21

g. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap


pemberian OAT.

3) Pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis untuk OAT lini


kedua atas indikasi khusus :
- Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah
bulan ke-empat pengobatan menggunakan paduan obat
standar yang digunakan pada pengobatan TB-MDR.
- Pasien yang mengalami rekonversi biakan menjadi positif
kembali setelah pengobatan TB-MDR bulan ke empat.

Sambil menunggu hasil uji kepekaan Mycobacterium


tuberculosis di laboratorium rujukan TB-MDR, maka suspek TB-
MDR akan tetap meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman
penanggulangan TB Nasional di tempat asal rujukan, kecuali pada
kasus kronik, pengobatan sementara tidak diberikan. Suspek TB-
MDR tersebut akan diberikan penyuluhan tentang pengendalian
infeksi.
22
23

3.1.7 Tatalaksana (15)


Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB-MDR
mengacu kepada strategi DOTS.
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB-MDR dipastikan
dapat mengakses pengobatan TB-MDR yang baku dan bermutu.
b. Paduan OAT untuk pasien TB-MDR adalah paduan standar
yang mengandung OAT lini kedua.

Bila diagnosis TB-MDR telah ditegakkan, maka sebelum


memulai pengobatan harus dilakukan persiapan awal. Persiapan
awal yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan penunjang
yang bertujuan untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ
(ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Persiapan sebelum pengobatan
dimulai adalah :
1. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya
riwayat dan kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat
penyakit terdahulu seperti sakit kuning (hepatitis), diabetes
mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati
perifer) dll.
2. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi
penglihatan, pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu
dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya saat pasien
berstatus sebagai suspek TB- MDR.
3. Pemeriksaan kejiwaan. Pastikan kondisi kejiwaan pasien
sebelum pengobatan TB-MDR dimulai, hal ini berguna untuk
menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan
sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai.
4. Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.
tuberculosis.
24

b) Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin


(Hb), jumlah lekosit.
c) Pemeriksaan kimia darah : faal ginjal, faal hati : SGOT, SGPT,
serum kalium, asam urat, gula darah.
d) Pemeriksaan hormon bila diperlukan : Tiroid stimulating
hormone (TSH)
e) Tes kehamilan.
f) Foto dada/ toraks.
g) Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
h) Pemeriksaan EKG
i) Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
5. Pengawas Minum Obat (PMO) untuk pasien TB-MDR haruslah
seorang petugas kesehatan yang terlatih.

Pengobatan TB-MDR

OAT untuk pengobatan TB-MDR


Pengobatan pasien TB-MDR menggunakan paduan OAT
yang terdiri dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi
dalam 5 kelompok berdasar potensi dan efikasinya, yaitu :
25

Pilihan paduan OAT TB-MDR saat ini adalah paduan


terstandar, yang pada permulaan pengobatan akan diberikan sama
kepada semua pasien TB- MDR (standardized treatment). Adapun
paduan yang akan diberikan adalah :

Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi


TB-MDR secara laboratoris. Paduan pengobatan ini diberikan
dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal
adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan
atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil
pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum terjadi konversi maka disebut
26

gagal pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian paduan OAT


tanpa suntikan setelah menyelesaikan tahap awal.

Tahap pengobatan TB-MDR


a. Tahap awal
Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan menggunakan obat
suntikan (kanamisin atau kapreomisin) yang diberikan sekurang-
kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi
biakan.
27

b. Tahap lanjutan

1) Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai


pengobatan tahap awal dan pemberian suntikan dihentikan.
2) Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap
bulan.

3) Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi


fasyankes Rujukan TB-MDR setiap 2 bulan untuk berkonsultasi
dengan dokter (sesuai dengan jadwal pemeriksaan dahak dan
biakan).
4) Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari di
bawah pengawasan petugas kesehatan yang bertindak sebagai
Pendamping Minum Obat (PMO).
5) Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan
berdasarkan adanya kasus kronik dengan kerusakan paru yang
luas.

3.1.8 Prognosis
Beberapa program pengendalian TB telah menunjukkan bahwa
penyembuhan dimungkinkan untuk sekitar 30% hingga 50% orang yang
terkena dampak. Pasien TB-XDR dapat disembuhkan, tetapi dengan obat
yang tersedia saat ini, kemungkinan keberhasilannya jauh lebih kecil
daripada pasien dengan TB biasa atau bahkan TB-MDR. Penyembuhan
tergantung pada tingkat resistensi obat, tingkat keparahan penyakit dan
sistem kekebalan tubuh pasien (14).
BAB 4
PEMBAHASAN

Tn. S, 32 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak yang sudah


dirasakan sejak 2 tahun yang lalu hilang timbul dan memberat sejak 2 hari SMRS.
Pasien juga mengeluh sesak napas yang juga hilang timbul dan memberat seiring
dengan keluhan batuk tersebut. Keluhan lain berupa dada terasa nyeri saat batuk,
lemas dan demam. Kasus tuberkulosis paling berisiko pada usia diatas 65 tahun
dan lebih dari 65% tuberculosis terjadi pada rentang usia 25-64 tahun. Pada kasus
ini pasien berusia 32 tahun. Usia tersebut merupakan usia produktif, sesorang
yang berada di usia produktif memiliki risiko 5-6 kali untuk terkena TB paru
dikarenakan cenderung memiliki mobilitas dan aktivitas tinggi untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehingga masih aktif untuk bekerja dan melakukan aktivitas
di luar.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala lainnya seperti sesak nafas, lemas ,
nyeri dada, dan demam. Peradangan yang dipicu oleh masuknya kuman TB
menyebabkan terjadinya akumulasi sekret di jalan napas sehingga menimbulkan
respon batuk, selain itu secret di jalan napas menghalangi proses difus oksigenasi
yang membuat tubuh akan mengkompensasi dengan meningkatkan gerakan
pernapasan sehingga terjadilah sesak napas yang lama-lama menyebabkan
kelelahan dan tubuh terasa lemas. Reaksi inflamasi juga akan memicu
dihasilkannya prostaglandin yang akan mengubah set point di hypothalamus
sehingga suhu tubuh naik dan menjadi demam.
Pasien memiliki riwayat TB Paru 2 tahun yang lalu dan sempat
mengkonsumsi OAT namun tidak tuntas. Dalam keluarga terdapat anggota
lainnya yang pernah mengalami TB Paru namun dinyatakan sembuh pada tahun
2020. Namun perlu dicurigai kemungkinan penularan kepada pasien dimana TB
dapat ditularkan melalui droplet atau transmisi udara. Awalnya pasien didiagnosis
tb setahun setelah salah satu anggota keluarganya didiagnosis dengan kondisi
yang sama. Pasien kemudian diterapi dengan OAT namun tidak sampai tuntas

28
29

sehingga 2 tahun setelahnya pasien menunjukkan kembali gejala yang serupa


namun lebih berat dari sebelumnya. Dalam kasus ini perlu dicurigai adanya
kuman TB yang masih aktif atau bahkan sudah bermanifestasi sebagai suatu
resistensi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa TCM dan
ternyata setelah dilakukan pemeriksaan tersebut pasien diketahui menderita MDR-
TB.
MDR-TB adalah kasus tuberkulosis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin
dan isoniazid secara bersamaan, dengan atau tanpa obat
antituberkulosis (OAT) lini I lainnya. Berdasarkan Definitions and
reporting framework for tuberculosis-2013 revision oleh WHO (2013),
dikatakan resisten terhadap OAT apabila hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis in vitro
saat terdapat satu atau lebih OAT (9).
Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan terjasinya resistensi
terhadap OAT. Faktor resiko kejadian TB-MDR meliputi motivasi
penderita yang rendah dan ketidakteraturan berobat. Sedangkan beberapa
faktor yang berhubungan lainnya meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengetahuan, dukungan keluarga, keaktifan petugas TB dan
perilaku pemanfaatan sarana pelayanan (12).
Pada pasien ini diketahui mengalami resistensi terhadap Rifampisin
yang merupakan salah satu antibiotik OAT yang paling efektif dan
bersama dengan isoniazid merupakan dasar dari rejimen pengobatan multi-
obat TB. Target rifampisin pada Mycobacterium tuberculosis adalah b
subunit dari RNA polymerase, di mana ia mengikat dan menghambat
pemanjangan utusan RNA. RNA polymerase tersusun atas 4 subunit
berbeda (α, β, β’ dan σ) dan dikode oleh gen rpoA, rpoB, rpoC dan rpoD.
Kebanyakan isolat klinis resisten rifampisin mengalami mutasi pada gen
rpoB sehingga terjadi penurunan afinitas terhadap obat sehingga
resistensi berkembang (7).
30

Dari pemeriksaan fisik kesadaran composmentis dengan TD : 120/80


mmHg, HR : 100 x/i, RR : 25 x/I, T: 38 0C, dan SPO2 : 96 %. Bentuk dada
normal, tidak ada pelebaran sela iga, suara napas vesikuler (+/+), suara napas
tambahan ronki (+/+), wheezing (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapati Hb :
10,62 g/dl dan leukosit : 7,68 ribu/ul. Pada pemeriksaaan foto thorax didapati
fibroinfiltrat pada kedua lapang paru, konsolidasi pada perihilar pulmo kanan, air
bronchogram (+), sinus costofrenicus dextra dan sinistra lancip, trakea sedikit
terdeviasi kearah dextra, sehingga didapatkan kesan mengarah gambaran TB paru.
Pada pemeriksaan TCM didapatkan hasil MTB high detected dan Rifampicin
Ressistant Detected dengan kesan MDR TB.
Penegakan TB dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan bakteriologis
maupun secara klinis. Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis adalah pasien
TB yang terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan (contoh uji
bakteriologi adalah sputum, cairan tubuh dan jaringan) melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung, TCM TB, atau biakan. Sedangkan Pasien TB terdiagnosis
secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini
salah satunya adalah pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto
toraks mendukung TB (16). Pada pasien yang sudah pernah mendapatkan OAT
sebelumnya namun tidak tuntas perlu dilakukan pemeriksaan TCM kembali untuk
menduga adanya resistensi. Pemeriksaan uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis yang dilaksanakan adalah pemeriksaan untuk obat lini pertama dan
lini kedua. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien kemudian didiagnosis sebagai MDR-TB
Pasien kemudian diterapi dengan Asering untuk memenuhi kebutuhan
cairan elektrolit seperti kalsium, natrium, serta kalium pasien yang rendah. Selain
itu asering tidak memiliki sifat menginduksi kerusakan hati karena kandungan
asetat pada asering tidak dimetabolisme di hati, sehingga tidak membebani kerja
hati (17), disamping OAT yang sedang dikonsumsi bersifat hepatotoksik. Pasien
juga mendapat terapi antibiotik fosmicin untuk menangani infeksi lain yang
31

mungkin terjadi seperti pneumonia. Pada pasien juga diberikan terapi MDR-TB
yang terdiri dari :
- Bedaquiline 4 tablet
- Levofloxacin 4 tablet
- Clofazimin 1 tablet
- Hdt 2 tablet
- Pirazinamid 3 tablet
- Etambutol 3 tablet
- Ethionamid 3 tablet

Pada pasien juga diberikan terapi aminofluid. Hal ini untuk menyuplai
nutrisi kepada pasien dimana pasien diketahui mengalami penurunan gizi dengan
IMT kategori berat badan sangat kurus. Infeksi bakteri TB dapat menyebabkan
tubuh mengalami peningkatan metabolisme sekaligus menurunkan selera makan.
Keadaan ini membuat cadangan energi di dalam tubuh makin berkurang, sehingga
lama kelamaan berat badan pun menurun. Bukan hanya itu, sistem kekebalan
tubuh juga terganggu jika tubuh mengalami malnutrisi.
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus pada pasien laki-laki usia 32 tahun dengan keluhan
batuk berdahak sejak 2 tahun yang lalu dan memberat 2 hari SMRS, pasien
juga mengeluh sesak napas, lemas dan nyeri dada, demam (+), BAB dan BAK
dalam batas normal. Pasien pernah didiagnosis dengan TB Paru 2 tahun yang
lalu dan pernah mengkonsumsi OAT namun tidak tuntas. Pasien kemudian
datang kembali kerumah sakit 2 tahun setelahnya dengan gejala serupa namun
lebih berat dari sebelumnya. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan
baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Dari hasil tersebut
pasien kemudian didiagnosis sebagai MDR TB dan diterapi sesuai dengan
panduan pengobatan.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes R. Info data dan informasi Tuberculosis. 2016;12.
2. World Health Organization. Tuberculosis [Internet]. WHO. 2022 [cited
2022 Jul 4]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/tuberculosis
3. Riskesdas. Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia [Internet]. Vol. 53, Laporan Nasional Riskesdas 2018. 2018. p.
154–65. Available from:
http://www.yankes.kemkes.go.id/assets/downloads/PMK No. 57 Tahun
2013 tentang PTRM.pdf
4. Paul R. The Threat of Multidrug-resistant Tuberculosis. J Glob Infect Dis.
2018;10(3):119–20.
5. Singh A, Prasad R, Kushwaha RAS, Al. E. Treatment outcome of
multidrug-resistant tuberculosis with modified DOTS-plus strategy: A 2
years’ experience. Lung India. 2019;36(5):384–92.
6. Mehari K, Asmelash T, Hailekiros H, Wubayehu T, Godefay H, Araya T,
et al. Prevalence and Factors Associated with Multidrug-Resistant
Tuberculosis (MDR-TB) among Presumptive MDR-TB Patients in Tigray
Region, Northern Ethiopia. Can J Infect Dis Med Microbi.
7. Pontali E, D’Ambrosio L, Centis R, Sotgiu G, Migliori GB. Multidrug-
resistant tuberculosis and beyond: An updated analysis of the current
evidence on bedaquiline. Eur Respir J [Internet]. 2017;49(3):1–5. Available
from: http://dx.doi.org/10.1183/13993003.
8. Hasanah M, , M, Wahyudi AS. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Efikasi Diri Penderita Tuberculosis Multidrug Resistant (Tb-Mdr) Di Poli
Tb-Mdr Rsud Ibnu Sina Gresik. J Kesehat. 2018;11(2):72–5.
9. WHO. Definitions and reporting framework for tuberculosis – 2013
revision [Internet]. World Health Organization. 2014. 1–47 p. Available
from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/79199/1/9789241505345_eng.pdf.
10. Falzon D, Mirzayev F, Wares F, Baena IG, Zignol M, Linh N, et al.
Multidrug-resistant tuberculosis around the world: What progress has been
made? Eur Respir J [Internet]. 2015;45(1):150–60. Available from:
http://dx.doi.org/10.1183/09031936.00101814.
11. Reviono, Kusnanto P, Eko V, Pakiding H, Nurwidiasih D. Multidrug
Resistant Tuberculosis (MDR-TB): Tinjauan Epidemiologi dan Faktor
Risiko Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis. Maj Kedokt Bandung.
2014;46(4):189–96.
12. Stosic M, Vukovic D, Babic D, Antonijevic G, Foley KL, Vujcic I, et al.

33
34

Risk factors for multidrug-resistant tuberculosis among tuberculosis


patients in Serbia: A case-control study. BMC Public Health.
2018;18(1):1–8.
13. Subuh M, Priohutomo S. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Dinihari TN, Siagian V, editors. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2014.
14. Narang SK. Extensively drug resistant tuberculosis (XDR-TB). JK Sci.
2009;11(2):102–3.
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Jakarta; 2013. 6–132 p.
16. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. 2020;
17. Soegijanto, Soegeng dkk. Awareness of Using Ringer Lactat Solution in
Dengue Virus Infection Cases Could Induce Severity. Indones J Trop Infect
Dis. 2013;4(4):35.

Anda mungkin juga menyukai