Referat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HIRSCHSPRUNG DISEASE
Oleh
Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah kelompok penulis dapat menyelesaikan referat mengenai
Hirschsprung ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini merupakan hasil
dari belajar mandiri selama berada di stase radiologi di Laboratorium Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Dalam pembuatan laporan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1
Mulawarman.
dr. Suhartono, Sp. THT-KL selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Pendidikan Dokter Umum.
dr. Dompak, Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik di stase radiologi yang
telah membimbing dan memberi banyak masukan selama penyusunan referat
ini.
Teman-teman yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya referat
ini.
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak maka penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu,
penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
kepada penulis. Sebagai penutup penulis hanya bisa berdoa semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hirschsprung Disease (HD) atau yang disebut juga dengan aganglionik
1.2
Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hirschsprung Disease (HD) atau yang disebut juga dengan aganglionik
megakolon kongenital adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
tidak adanya sel-sel saraf yang disebut sel-sel parasimpatetik ganglion intramural
pada lapisan otot (pleksus myenteric) dan lapisan submucosa (pleksus Auerbach
dan Meissner) yang umumnya terjadi pada bagian distal colon yaitu rectum dan
sebagian colon sigmoid bahkan dapat juga terjadi pada seluruh usus (Total
Colonic Aganglionois (TCA).1,8
2.2 Epidemiologi
Penyakit hirschsprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran dan merupakan
penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada neonatus.1 Penyakit
ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 4:1. Risiko tertinggi terjadinya penyakit hirschprung biasanya pada
pasien yang mempunyai riwayat keluarga penyakit hirschprung dan pada pasien
penderita Down Syndrome.9,10 Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75-90%
kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 10-17% kasus. Anak kembar
dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
hirschsprung, laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5%-17,6% dengan
130 kali lebih tinggi pada anak laki dibandingkan anak perempuan. Penyakit
hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis
dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami
aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan
menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang
kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.2,3
2.4Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.3
a. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
untuk Hirschsprungs disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa
hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest
vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.
Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal
untuk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka
mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena
elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor
yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari
sel-sel ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vaskular, atau
mekanisme lainnya.3
b. Mutasi pada RET Proto-oncogene
mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam
etiologi dari Hirschsprungs disease.3
11
Klasifikasi Meningitis
12
13
mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
daripada usus halus.3
Gambar 3 (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon
transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon desendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum
adalah melalui arteri sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media
yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.3
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam
vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.3
14
15
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal;
dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas,
medial dan depan.3
16
2.7 Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan adanya kerusakan primer
akibat tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus
submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau
lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
peristaltik, yang menyebabkan penumpukan isi usus dan distensi usus yang.
Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi
terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat
padat (feses), cairan, dan gas.8
17
sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus
myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon. 2
b. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh
selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.2
c. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat diakibatkan
gangguan vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah
infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi
kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran
darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull
through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.2
2.5
mekonium yang terlambat, muntah hijau (bilious emesis) dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan
19
tanda klinis yang signifikan. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang ketika mekonium dapat dikeluarkan segera.17
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan dengan gejala yang timbul distensi abdomen dan bilious emesis. Pada
beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya
enterokolitis. Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat
disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna hijau
disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan
gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans
neonatal, atau peritonitis intrauterine. Enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang dapat
menyerang pada usia berapa saja namun yang paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare,
distensi abdomen, feses berbau busuk, dan disertai demam.8
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan
makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit
hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi,
distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.8
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu
gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen
dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien
dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi
intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu
atau bulan pertama kehidupan.2
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola
makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat
konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan
sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala
20
dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada
pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong.2
21
perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit
hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan
perforasi.2
Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi.
Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah
kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bau dari feses,
22
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.7
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti HD adalah pemeriksaan histopathologi, pemeriksaan
imunohistokimia, yaitu ditemukannya bagian atau segmen yang aganglionik pada
biopsi rectal dengan irisan 3,4 dan 5 cm.2,3
Pemeriksaan penunjang yang sangat berperan untuk penegakkan diagnosis
HD adalah pencitraan radiologi. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya
pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk
mendeteksi penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos
abdomen dengan posisi anteroposterior-supine, lateral-errect dan left lateral
decubitus (LLD) tampak dilatasi lumen colon dan tampak udara usus pada regio
pelvic dengan tanda-tanda obstruksi letak rendah. Untuk menegakkan diagnosis
lebih lanjut dilakukan pemeriksaan barium enema.2,
23
Gambar 11. Foto polos abdomen penderita Hirschsprung disease posisi APsupine: gambar a tampak dilatasi pada sistem usus dan gambaran feses (mottled
appearance di proksimal) dan tak tampak gambaran udara/feses di bagian distal
(di rongga pelvis-rektum dan sigmoid). gb.c. posisi setengah duduk: gambaran air
fluid level (kadang-kadang ada) gb.d. Posisi Left Lateral Decubitus (LLD): air
fluid level (+), multiple
Barium enema
Pada barium enema, dapat dijumpai beberapa tanda atau gambaran yang khas
pada kasus HD yaitu2,3:
24
% Kemungkinan
100
66
40
Penilaian
Tinggi
Sedang
Rendah
25
b
b
Gambar 12. a Barium Enema pada anak laki-laki umur 1 bulan dengan gambaran
kontraksi irregular; Gambar b. Gambar HD dengan kolon yang berdilatasi dan
zona transisi.1,3
26
a
Gambar
13. a.
Gambar
HD dengan kolon
yang
berdilatasi dan zona transisi. Gambar b. Barium enema pada neonatus dengan
Zona Transisi dan Cobblestone appearance. 1,3
27
Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen,
sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon
mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling
mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus
obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit
hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk
perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis
selama 1 tahun.18
28
Anorectal manometry
Dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang
ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum
dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan
dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum. Metode
ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada
neonatus.8
Biopsi rektal
Merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit hirschprung.8,17
Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal
karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan
sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample
yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini
biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada
mukosa rectal lebih tebal.8
29
2.9 Tatalaksana
2.9.1 Preoperatif
1. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi
buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan
yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar
memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian
bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat
diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama
dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.3
2. Teapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan
untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk
mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon
melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal
30
2.9.2 Operatif
Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.
1. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah
berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling
distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus
dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang
berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah menurunkan angka
kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan
kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar
sehingga memungkinkan dilakukan anastomosis.3
31
32
b. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar
prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke
arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik,
menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud
dkk,1997). Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu
panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur
Duhamel diantaranya:
a) Modifikasi Grob (1959) : Anastomosis dengan pemasangan 2
buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk
mencegah inkontinensia;
b) Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian
stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
c) Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
d) Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik
transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan
secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah
dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah
klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem
disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasis.3
33
34
2.10 Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post
operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan
secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga
prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum
digunakan sebagai segmen yang di pull-through. Setelah operasi pasien-pasien
dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada
gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada
pascaoperasi.4,8
2.11 Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui
proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti
melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian
yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian
prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang
dilakukan. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung
membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya,
dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan
pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi dari tindakan
pembedahan pada bayi sekitar 20%.3
35
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penelusuran literatur tersebut dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai
pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen
(90%) terletak pada rectosigmoid.
2. Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.
3. Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar.
4. Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena
meliputi: Ultra short segment, Short segment, Long segment, Very longs
segment.
5. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama
kehidupan, distensi abdomen dan muntah.
6. Pemeriksaan penunjang diantaranya Barium enema, Anorectal manometry dan
Biopsy rectal sebagai gold standard.
7. Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara dan bedah
definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein)
8. Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur
anastomosis.
9. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien
yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
39
40