Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHPRUNG DISEASE

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Anak


di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang di Ruang 15

OLEH:

RANGGA ANDRI EKANANTA


150070300011050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHPRUNG DISEASE

A. DEFINISI
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 2005)
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir < 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi


mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2009)

B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus.
1) Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk
Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini
disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari
esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan
bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untuk berkembang menjadi ganglia
dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi
atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen di dalam lingkungn mikro dalam
dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi,
dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik, imunologis, vaskular, atau
mekanisme lainnya.
2) Mutasi pada RED-oncogen
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah
ditemukan dalam kaitannya dengan penyakit Hirschsprung segmen panjang dan
familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang
diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang
rentan untuk penyakit Hirschsprung adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang
berlokasi pada kromososm 13q22. Sinyal dari gen ini diperlukan untuk perkembangan
dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini
paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment.
Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga.
Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang
penting untuk perkembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-
oncogene RET diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50 sampai 70%
penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan pada hanya 15 sampai
20% kasus spordis. Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan
dan ditemukan hanya pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
3) Kelainan dalam lingkungan mikro dinding usus
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-
sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari
antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada
segmen aganglionik dari usus pasien dengan penyakit Hirschsprung, namun tidak
ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu
mekanisme autoimun pada perkembangan penyakit ini.
4) Matriks protein ekstraselular
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen
tipe IV yang tinggi dalam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik.
Perubahan dalam lingkungan mikro di dalam usus ini dapat mencegah migrasi sel-sel
normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi dari penyakit Hirschsprung.

C. KLASIFIKASI
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, pada sel ganglion Auerbach dan
Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot hipertofik. Aganglionosis
ini mulai dari anus ke arah oral. Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit
Hirschprung dapat diklasifikasikan dalan 3 kategori:
1) Penyakit Hirschsprung segmen pendek/ HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.
2) Penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)
Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malah dapat mengenai seluruh kolon atau
sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
3) Total Colonic Aganglionosis (3-12%)

D. PATOFISIOLOGI
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan
sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan
mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami
dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat di bagian distal rektum.
Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya gelombang
propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.
Hipoaganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area
tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah
sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada kolon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang kolon namun ada pula yang
mengenai seluruh kolon
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan
LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat
menghasilkan dehidrogenase, sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan
sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan.
Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu
pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara
imaturitas dan hipoganglionosis.
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapa dapat berasal dari vaskular atau
nonvaskular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti tuberculosis. Kerusakan
iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen
tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis peyakit Hirschprung dapat dibedakan berdasarkan usia gejala klinis
mulai terlihat:
1) Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat
(lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1973)
mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono
mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir.
Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium
dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi
yang serius bagi penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun
paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.
Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. (Gambar 2)

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien tampak menderita.
2) Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding
abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang
air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total
saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan
diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang digunakan untuk membantu mendiagnosa penyakit Hirschprung
dapat mencakup:
1) Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan
pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos
abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat  bayangan udara
dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi
tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid
dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirschsprung.

Gambar 3. Penyakit Hirschprung. Foto


polos abdomen menunjukkan dilatasi
usus dan daerah rektosigmoid tidak terisi
udara.

2) Barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka
dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam
barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya
barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada
penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,
maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Gambar 4. Terlihat gambar


barium enema penderita
Hirschprung. Tampak rektum
yang mengalami penyempitan,
dilatasi sigmoid dan daerah
transisi yang melebar.
3) Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam
rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur
tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan
perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki
penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal. Selama
tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong.  Tekanan otot
spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan
otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar. Mendorong, seseorang seolah
mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak
yang kooperatif dan dewasa.
4) Biopsi rektum
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Dokter
mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop.
Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung akan tidak memiliki sel-sel ganglion
pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon
dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan
jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion
pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk
mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak
jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian
diperiksai di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan
penyakit Hirschsprung.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga
normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel
dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur dalampembedahan
diantaranya:
a) Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengan
cara penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya
dibelakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung
aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b) Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran
anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c) Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara
membiarkan dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

2. Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi
dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1) Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala
komplikasi jangka panjan berikut ini.
a) Stenosis dan kontriksi
b) Inkontinensia
c) Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2) Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak.
a) Persiapan kulit
b) Penggunaan alat kolostomi
c) Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat ,
prolaps, feses seperti pita )
d) Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
e) Irigasi kolostomi
3) Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a) Makanan rendah sisa
b) Masukan cairan tanpa batas
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4) Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang
kolostomi.
a) Tampilan
b) Bau
c) Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5) Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan
pada orang tua tentang perawatan dirumah.

3. Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan
kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan
penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan
atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan
antibiotik.

H. KOMPLIKASI
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas:
1) Kebocoran anastomose
2) Stenosis
3) Ruptur kolon
4) Enterokolitis
5) Gangguan fungsi spinchter
a. Obstruksi usus
merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus.
b. Konstipasi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di
mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan
feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan
dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler ( ECF )
dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang
relative sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan voleme
ekstraseluler ( ECF )
d. Entrokolitis
suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan meradang. Jika
penyakitnya berat, sebagian jaringan usus bisa mati (menjadi nekrotik) dan
menyebabkan perforasi usus serta peritonitis.
e. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :

1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan
rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
Pre Operasi
1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi
1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3) Kaji adanya komplikasi
4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan
perawatan yang berkelanjutan.
 Diagnosa keperawatan

Pre operasi
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi
1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
 Intervensi

Pre operasi

No Dx Tujuan Intervensi

1. Konstipasi BAB lancar, dengan Bowel management


berhubungan 1. Catat BAB terakhir
 Kriteria Hasil :
dengan mekanik : 2. Monitor tanda konstipasi
megakollon  Feses lunak 3. Anjurkan keluarga untuk

 Anak tidak kesakitan mencatat warna, jumlah,

saat BAB. frekuensi BAB.

 Tindakan operasi 4. Berikan supositoria jika perlu.

colostomi Bowel irrigation


1. Jelaskan tujuan dari irigasi
rektum.
2. Check order terapi.
3. Jelaskan prosedur pada
orangtua pasien.
4. Berikan posisi yang sesuai.
5. Cek suhu cairan sesuai suhu
tubuh.
6. Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
7. -     Monitor effect dari irigasi.

2. Cemas Cemas keluarga pasien 1. Jelaskan semua prosedur  yang


berhubungan tertangani dengan akan dilakukan.
dengan 2. Kaji pemahaman orangtua
Kriteria Hasil:
perubahan dalam terhadap kondisi anak, tindakan
status kesehatan - Ibu terlihat lebih tenang yang akan dilakukan pada anak.
anak - Ibu dapat bertoleransi 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dengan keadaan anak. dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan.

3. Defisit Orang tua tahu mengenai 1. Kaji pengetahuan pasien


pengetahuan perawatan anak dengan tentang penyakit.
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Jelaskan tentang penyakit,
dengan tidak prosedur tindakan dan cara
mengenal dengan 1. Mampu menjelaskan perawatan bersama dengan
sumber informasi penyakit, prosedur dokter.
operasi 3. Informasikan jadwal rencana
2. Mampu menyebutkan operasi: waktu, tanggal, dan
tindakan keperawatan tempat operasi, lama operasi.
yang harus dilakukan. 4. Jelaskan kegiatan praoperasi :
3. Mampu menyebutkan anestesi, diet, pemeriksaan lab,
cara perawatan. pemasangan infus, tempat
tunggu keluarga.
5. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi:
tujuan, efek samping.
6. Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan
penyakit yang sama.
7.  Jelaskan cara perawatan post
operatif.

4. Ketidakseimbang Status nutrisi baik, dengan 1. Kaji nafsu makan,


an nutrisi kurang Kriteria Hasil: lakukanpemeriksaan
dari kebutuhan abdomen,adanya distensi,
1. Diet seimbang, intake
tubuh hipoperistaltik.
adekuat.
berhubungan 2. Ukur intake dan output, berikan
2. BB normal.
dengan per oral / cairan intravenasesuai
3. Nilai lab darah normal:
penurunan program (hidrasi adalah
HB, Albumin, GDR.
absorbsi usus. masalah yang paling penting
selama masa anak-anak).
3. Sajikan makanan favorit anak,
dan berikan sedikit tapi sering.
4. Atur anak pada posisi yang
nyaman (fowler)
5.  Timbang BB tiap hari pada
skala yang sama.

5. Kekurangan Klien tidak mengalami 1. Timbang berat badan tiap hari


volume cairan b.d kekurangan cairan dengan 2. Kelola catatan intake dan
kehilangan output
Kriteria:
volume caian 3. Monitor status hidrasi
secara aktif 1. Menunjukkan urine (membran mukosa, nadi
output normal adekuat, ortostatik TD)
2. Menunjukkan TD, 4. Monitor hasil laboratorium yang
nadi dan suhu dbn menunjukkan retensi cairan
3. Turgor kulit, 5. Monitor keadaan  hemodinamik
kelembaban mukosa 6. Monitor vital sign
dbn.
7. Monitor tanda-tanda kelebihan
4. Mampu menjelaskan
atau kekurangan volume cairan
yang dapat dilakukan
8. Administrasi terapi Intra  vena
untuk mengatasi
9. Monitor status nutrisi
kehilangan cairan
10. Berikan cairan dan intake oral.
11. Monitor intake dan output
12. Monitor serum, dan elektrolit
13. Monitor hasil laboratorium
14. Hitung kebutuhan cairan
15. Observasi indikasi dehidrasi
16. Kelola pemberian intake oral
17. Monitor tanda dan gejala over
hidration

Post Operasi

No Dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervesi

1. Nyeri akut Level nyeri berkurang Management nyeri


berhubungan dengan kriteria : 1. Kaji nyeri meliputi karakteristik,
dengan agen lokasi, durasi, frekuensi,
1. Anak tidak rewel
injuri fisik kualitas, dan faktor presipitasi.
2. Ekspresi wajah dan
2. Observasi ketidaknyamanan
sikap tubuh rileks
non verbal
3. Tanda vital dbn
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar anak
merasa nyaman dan tenang.
5. Tingkatkan istirahat

2. Resiko infeksi Resiko infeksi terkontrol Infektion control


berhubungan dengan kriteria : 1. Terapkan kewaspadaan
dengan prosedur universal cuci tangan sebelum
-     bebas dari tanda-
invasif dan sesudah melakukan
tanda  infeksi
tindakan keperawatan.
-     tanda vital dalam 2. Gunakan sarung tangan setiap
batas normal melakukan tindakan.
3. Berikan personal hygiene yang
-     hasil lab dbn
baik.
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi lokal
maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc, granulosit
dan hasi lab yang lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
Ostomy  care
1. Bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Monitor insisi stoma.
3. Pantau dan dampinggi keluarga
saat merawat kolostomi
4. Irigasi stoma sesuai indikasi.
5. Monitor produk stoma
6. Ganti kantong kolostomi setiap
kotor.
Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan
Tambayong. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai