Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HIRSCHSPRUNG

Di susun oleh :

KELOMPOK 1

1. IIS JUWARIYAH 7. ANDIKA SAPUTRA


2. MERRY CLAUDIA ASTUTI 8. AHMAD TAUFIK
3. ENDANG NURJAYANTI 9. INDRA YUDHI
4. EKA YUNI PURNAMA DEWI 10.M. RASOKI LUBIS
5. PURWATI 11.RUDI YANTO
6. WAHYU S 12. HARDI WIJAYA

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Th. 2021
HIRSCHPRUNG

A. DEFINISI
Penyakit Hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus,
dapat dari kolon sampai pada usus halus (Ngastiyah, 2005).

Penyakit Hirscprung tersering pada neonates, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
bayi lahir < 3 Kg, lebih banyak pada bayi laki-laki dari pada perempuan. (Arief
Mansjoeer,2000)

Penyakit Hirschaorung adalah anomaly kongenital yang mengakibatkan abstruksi mekanik


karena ketidak adekuatan motilitas Sebagian dari usus. (Donna L. Wong ,2009).

B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus,
mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10
% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
1. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric
(Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s
disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena
kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada
minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts
mungkin bisa ada namun gagal untuk berkembang menjadi ganglia dewasa yang
berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami
kerusakan karena elemen-elemen di dalam lingkungn mikro dalam dinding usus.
Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi
dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik, imunologis, vaskular, atau mekanisme
lainnya.
2. Mutasi pada RED-oncogen
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah
ditemukan dalam kaitannya dengan penyakit Hirschsprung segmen panjang dan
familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang
diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang
rentan untuk penyakit Hirschsprung adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang
berlokasi pada kromososm 13q22. Sinyal dari gen ini diperlukan untuk perkembangan
dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini
paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment.
Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek
dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting
untuk perkembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-oncogene RET
diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50 sampai 70% penetrasi dan
ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan pada hanya 15 sampai 20% kasus
spordis. Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan
ditemukan hanya pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
3. Kelainan dalam lingkungan mikro dinding usus
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-sel
neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen
major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen
aganglionik dari usus pasien dengan penyakit Hirschsprung, namun tidak ditemukan pada
usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun
pada perkembangan penyakit ini.

4. Matriks protein ekstraselular


Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan pergerkan
dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen tipe IV yang
tinggi dalam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam
lingkungan mikro di dalam usus ini dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest
dan memiliki peranan dalam etiologi dari penyakit Hirschsprung.

C. KLASIFIKASI
Pada pemerikasaan patologi anatomi dari penyakit ini, pada sel ganglion Auerbach dan
Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot hipertofik. Aganglionosis ini
mulai dari anus ke arah oral. Berdasarkan Panjang segmen yang terkena, penyakit
Hirschprung dapat di klasifikasikan dalam 3 kategori

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek / HD klasik (75%)


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmaoid. Merupakan 70% dari kasus
Penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki disbanding anak
perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen Panjang / Long Segment HD (20%)
Daerah aganglinosis dapat melebihi sigmoid malah dapat mengenai seluruh kolon atau
sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan.
3. Total Colonic Aganglionisis (3-12%)

D. PATOFISIOLOGI
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan Sphincter anus
sehingga terjadi Obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di
segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian
proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.
Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya gelombang propulsive dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi anus internus yang disebabkan aganglionisis,
hipoganglionisis atau disganglionisis pada usus besar.

Hipoganglionisis
Pada proximal Segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionisis. Area tersebut
dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionisis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion
kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal.
Pada kolon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionisis
kadang mengenai sebagian Panjang kolon namun ada juga yang mengenai seluruh kolon.

Imaturitas dari sel ganglion


Sel ganglion yang Imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH
(laktat dehidrogenese). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan
dehidrogenese, sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schawann’s dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan.
Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu
pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas
dan hypoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion


Aganglionis dan hypoganglionosis yang didapat dapat berasal dari vascular atau nonvascular.
Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi (Penyakit Changas),
defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel
ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat
Tindakan pull through secara Swenson, Duhamel atau Soave.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis penyakit Hirschprung dapat dibedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai
terlihat :
1. Periode Neonatal.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yalni pengeluaran meconium yang terlambat,
muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang terlambat (lebih dari 24
jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swensons (1973) mencatat angka
94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir.
Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala meconium dapat
dikeluarkan segera. Sedangkan enterocolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius
bagi penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi
saat usia 2-4 minggu , meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. (Gambar 2)

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien tampak menderita.

2. Anak.
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi
buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat Gerakan peristaltic usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang
dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang digunakan untuk membantu mendiagnosa penyakit Hirschprung dapat
mencakup:
1. Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan penumpukan udara
di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi
usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat  bayangan udara dalam usus
halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi tengkurap kadang-kadang
terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid dengan tanda-tanda klasik penyakit
Hirschsprung.

Gambar 3. Penyakit Hirschprung. Foto polos


abdomen menunjukkan dilatasi usus dan
daerah rektosigmoid tidak terisi udara.

2. Barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah
dilatasi.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka dapat
dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur
dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal
di daerah rektum dan sigmoid.

Gambar 4. Terlihat gambar barium


enema penderita Hirschprung.
Tampak rektum yang mengalami
penyempitan, dilatasi sigmoid dan
daerah transisi yang melebar.

3. Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari
otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari
rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada
rektum tidak relaksasi secara normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai,
dan mendorong.  Tekanan otot spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras,
seseorang mengencangkan otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar. Mendorong,
seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-
anak yang kooperatif dan dewasa.
4. Biopsi rektum
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil
bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan
penyakit Hirschsprung akan tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil.
Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap.
Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi.
Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika
tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi
diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness
lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk
kemudian diperiksai di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan
penyakit Hirschsprung.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan
juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana
diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi
normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur dalampembedahan diantaranya:
a) Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengan cara
penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik.
b) Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c) Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

2. Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat.
Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga
adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan
nutrisi parenteral total ( NPT )
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1) Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi
jangka panjan berikut ini.
a) Stenosis dan kontriksi
b) Inkontinensia
c) Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2) Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak.
a) Persiapan kulit
b) Penggunaan alat kolostomi
c) Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat , prolaps,
feses seperti pita )
d) Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
e) Irigasi kolostomi
3) Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a) Makanan rendah sisa
b) Masukan cairan tanpa batas
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4) Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang
kolostomi.
a) Tampilan
b) Bau
c) Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5) Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada
orang tua tentang perawatan dirumah.

3. Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan
kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan
penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau
lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.

H. KOMPLIKASI
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas:
1) Kebocoran anastomose
2) Stenosis
3) Ruptur kolon
4) Enterokolitis
5) Gangguan fungsi spinchter
a. Obstruksi usus
merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus.
b. Konstipasi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana
seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau
tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat
menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler ( ECF ) dan
menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relative
sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan voleme ekstraseluler ( ECF )
d. Entrokolitis
suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan meradang. Jika
penyakitnya berat, sebagian jaringan usus bisa mati (menjadi nekrotik) dan
menyebabkan perforasi usus serta peritonitis.
e. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :

1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya
klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan
dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah
diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
Pre Operasi
1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi
1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3) Kaji adanya komplikasi
4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan
yang berkelanjutan.

 Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi
1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

 Intervensi
Pre operasi

No Dx Tujuan Intervensi

1. Konstipasi BAB lancar, dengan Bowel management


berhubungan 1. Catat BAB terakhir
 Kriteria Hasil :
dengan mekanik : 2. Monitor tanda konstipasi
megakollon  Feses lunak 3. Anjurkan keluarga untuk
 Anak tidak kesakitan mencatat warna, jumlah,
saat BAB. frekuensi BAB.
 Tindakan operasi 4. Berikan supositoria jika perlu.
colostomi Bowel irrigation
1. Jelaskan tujuan dari irigasi
rektum.
2. Check order terapi.
3. Jelaskan prosedur pada orangtua
pasien.
4. Berikan posisi yang sesuai.
5. Cek suhu cairan sesuai suhu
tubuh.
6. Berikan jelly sebelum rektal
dimasukkan.
7. -     Monitor effect dari irigasi.

2. Cemas Cemas keluarga pasien 1. Jelaskan semua prosedur  yang


berhubungan tertangani dengan akan dilakukan.
dengan perubahan 2. Kaji pemahaman orangtua
Kriteria Hasil:
dalam status terhadap kondisi anak, tindakan
kesehatan anak - Ibu terlihat lebih tenang yang akan dilakukan pada anak.
- Ibu dapat bertoleransi 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dengan keadaan anak. dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan.

3. Defisit Orang tua tahu mengenai 1. Kaji pengetahuan pasien tentang


pengetahuan perawatan anak dengan penyakit.
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Jelaskan tentang penyakit,
dengan tidak prosedur tindakan dan cara
1. Mampu menjelaskan
mengenal dengan perawatan bersama dengan
penyakit, prosedur
sumber informasi dokter.
operasi
3. Informasikan jadwal rencana
2. Mampu menyebutkan
operasi: waktu, tanggal, dan
tindakan keperawatan
tempat operasi, lama operasi.
yang harus dilakukan.
4. Jelaskan kegiatan praoperasi :
3. Mampu menyebutkan
anestesi, diet, pemeriksaan lab,
cara perawatan.
pemasangan infus, tempat
tunggu keluarga.
5. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum operasi:
tujuan, efek samping.
6. Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan penyakit
yang sama.
7.  Jelaskan cara perawatan post
operatif.

4. Ketidakseimbang Status nutrisi baik, dengan 1. Kaji nafsu makan,


an nutrisi kurang Kriteria Hasil: lakukanpemeriksaan
dari kebutuhan abdomen,adanya distensi,
1. Diet seimbang, intake
tubuh hipoperistaltik.
adekuat.
berhubungan 2. Ukur intake dan output, berikan
2. BB normal.
dengan penurunan per oral / cairan intravenasesuai
3. Nilai lab darah normal:
absorbsi usus. program (hidrasi adalah masalah
HB, Albumin, GDR. yang paling penting selama masa
anak-anak).
3. Sajikan makanan favorit anak,
dan berikan sedikit tapi sering.
4. Atur anak pada posisi yang
nyaman (fowler)
5.  Timbang BB tiap hari pada
skala yang sama.

5. Kekurangan Klien tidak mengalami 1. Timbang berat badan tiap hari


volume cairan b.d kekurangan cairan dengan 2. Kelola catatan intake dan
kehilangan output
Kriteria:
volume caian 3. Monitor status hidrasi
secara aktif 1. Menunjukkan urine (membran mukosa, nadi adekuat,
output normal ortostatik TD)
2. Menunjukkan TD, 4. Monitor hasil laboratorium yang
nadi dan suhu dbn
menunjukkan retensi cairan
3. Turgor kulit,
5. Monitor keadaan
kelembaban mukosa
hemodinamik
dbn.
6. Monitor vital sign
4. Mampu menjelaskan
7. Monitor tanda-tanda kelebihan
yang dapat dilakukan
atau kekurangan volume cairan
untuk mengatasi
8. Administrasi terapi Intra  vena
kehilangan cairan
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan cairan dan intake oral.
11. Monitor intake dan output
12. Monitor serum, dan elektrolit
13. Monitor hasil laboratorium
14. Hitung kebutuhan cairan
15. Observasi indikasi dehidrasi
16. Kelola pemberian intake oral
17. Monitor tanda dan gejala over
hidration

Post Operasi

No Dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervesi

1. Nyeri akut Level nyeri berkurang Management nyeri


berhubungan dengan kriteria : 1. Kaji nyeri meliputi
dengan agen karakteristik, lokasi, durasi,
1. Anak tidak rewel
injuri fisik frekuensi, kualitas, dan faktor
2. Ekspresi wajah dan
presipitasi.
sikap tubuh rileks
2. Observasi ketidaknyamanan
3. Tanda vital dbn
non verbal
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar anak
merasa nyaman dan tenang.
5. Tingkatkan istirahat

2. Resiko infeksi Resiko infeksi terkontrol Infektion control


berhubungan dengan kriteria : 1. Terapkan kewaspadaan universal
dengan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah
-     bebas dari tanda-tanda
invasif melakukan tindakan
infeksi
keperawatan.
-     tanda vital dalam batas 2. Gunakan sarung tangan setiap
normal melakukan tindakan.
3. Berikan personal hygiene yang
-     hasil lab dbn
baik.
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
Ostomy  care
1. Bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Monitor insisi stoma.
3. Pantau dan dampinggi keluarga
saat merawat kolostomi
4. Irigasi stoma sesuai indikasi.
5. Monitor produk stoma
6. Ganti kantong kolostomi setiap
kotor.
Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong.
Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
J. Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong

POSTER HIRSCHPRUNG

Anda mungkin juga menyukai