Anda di halaman 1dari 46

KEGANASAN PADA KEPALA LEHER

DAN PENATALAKSANAANNYA

dr. Renny Swasti Wijayanti, Sp. THT – KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK DAN KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
 Keganasan/ kanker kepala leher : keganasan yang muncul pada semua
struktur dari cephalad s/d clavicula, kecuali : otak, spinal cord dan
dasar otak.
 Secara umum lokasi : hidung, sinus paranasal, faring (nasofaring,
orofaring, hipofaring), laring, tiroid
 Gejala tumor  sesuai dengan tumor primer:
- Disfagia - Hidung tersumbat
- Trismus - Mimisan
- Fetor ex ore - Gejala aspiasi
- Gangguan bentuk wajah - Sumbatan jalan nafas
- Perdarahan & pembesaran kelenjar di daerah leher & sekitarnya
Etiologi

 Perkembangan kanker kepala leher  hasil


interaksi lingkungan dan genetik
 Multifaktorial :
- paparan karsinogen
- oral hygiene
- pembentukan plak gigi
- iritasi kronik pada sel pembentuk lapisan mulut
- riwayat keluarga
- paparan sinar ultraviolet
Faktor Risiko
 Jenis kelamin : laki – laki > wanita
 Usia : usia lanjut
 Merokok dan konsumsi tembakau
 Konsumsi alkohol
 Paparan kronik bahan karsinogenik
 Faktor pola makan atau diet (tinggi lemak, tinnggi garam, tinggi nitrat
& nitrit)
 Gastro- Esophageal Reflux Disease
 Faktor genetik
 Virus HPV & EBV
 Tingkatan pembesaran kelenjar getah bening:
Level 1: mulai dari garis tengah segitiga
submental sampai tingkat kelenjar submandibular
Level 2: dari basis tulang tengkorak sampai
tingkat tulang hyoid, anterior dari bagian posterior
musculus sternocleidomastoideus
Level 3: mulai bagian bawah tulang hyoid sampai
ke bagian bawah arkus krikoid, dan anterior dari
batas posterior sternocleidomastoideus sampai
garis tengah
Level 4: mulai dari bagian bawah krikoid sampai
ke bagian atas manubrium sterni, dan anterior dari
batas posterior musculus sternocleidomastoideus
Level 5: posterior dari musculus
sternocleidomastoideus dan bagian anterior
musculus trapezius, di atas klavikula
Level 6: di bawah tulang hyoid dan di atas sternal
notch
Level 7: di bawah sternal notch
TUMOR HIDUNG DAN SINUS
PARANASAL (SINONASAL)
TUMOR HIDUNG DAN SINUS
PARANASAL (SINONASAL)
 Laki – laki : wanita = 2:1
 Etiologi : zat kimia/ bahan industri (nikel, debu kayu, kulit, formaldehid,
kromium, minyak isopropil)
 Gejala dan tanda
- Gejala nasal : obstruksi hidung unilateral, rinorea, sekret bercampur
darah, epistaksis, ingus berbau (karena jaringan
nekrotik), deformitas hidung (karena desakan
tumor)
- Gejala orbita : diplopia, proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus,
epifora
- Gejala oral : nyeri gigi, gigi geligi goyah, trismus
- Gejala fasial : penonjolan pipi, nyeri wajah, parestesia
- Gejala intrakranial : nyeri kepala hebat
 Pemeriksaan Fisik

- Inspeksi : wajah asimetri, proptosis (perhatikan arahnya : atas sinus


maksila, ke bawah & lateral  sinus frontal / etmoid), cavum
oris
- Palpasi : sinus paranasal, gusi rahang atas & palatum (nyeri tekan,
penonjolan/gigi goyah)
- Rinoskopi anterior & posterior : deskripsi massa pada cavum nasi;
permukaan licin / berbenjol-benjol, rapuh & mudah berdarah;
dinding lateral cavum nasi ke medial (massa di sinus maksila)
- Nasoendoskopi & sinuskopi
- Pemeriksaan pembesaran limfonodi leher
 Pemeriksaan Penunjang
 CT – scan  gold standar (perluasan tumor &
destruksi tulang jelas)
 MRI  membedakan jaringan tumor dari jaringan
normal
 Foto polos thorax  metastase tumor ke paru
 Diagnosis
- Biopsi tumor  histopatologi (bisopsi massa di sinus maksila dengan
CWL); curiga tumor vaskuler (hemagioma& angiofibroma) jangan
dibiopsi; ditegakkan dengan angiografi.
- Histopatologi : tersering karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh
karsinoma tanpa deferensiasi

 Stadium Tumor Sinonasal


 menggunakan UICC (International Union Against Cancer) dan AJCC
(American Joint Committee of Cancer)
 Tumor Primer (T)
Sinus maksilaris
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak tampak tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi
tulang
T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau
meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa
pterigoid
T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidal
T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus
trigeminal V2, nasofaring atau klivus
 Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak tampak tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang
T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan
Melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang
T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,
palatum atau fossa kribriformis
T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung
atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus
sfenoid atau frontal
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial
medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus
 Metastasis ke kelenjar limfe leher regional:
 - N0 : tidak ditemukan metastasis
 - N1 : ≤ 3 cm
N2 : ≥ 3 cm dan ≤ 6 cm
N3 : diameter terbesar > 6 cm
- Metastasis jauh:
- - M0 : tidak ada metastasis jauh
- - M1 : ada metastasis
Penatalaksanaan:
 Pengobatan utama : pembedahan seradikal mungkin bersama dengan
modalitas terapi lain (radiasi dan kemoterapi)
 Pembedahan  maksilektomi(medial, total/radikal); kontraindikasi
metastasis jauh
 Kemoterapi  tumor dengan metastasis atau residif, tumor yang
respon dengan kemoterapi (limfoma maligna)
 Rehabilitasi
Tujuan utama  penyembuhan luka primer, memelihara atau
rekonstruksi bentuk wajah & pemulihan oronasal yang terpisah
kemudian memperlancar proses bicara dan menelan.
Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan
dental prosthesis atau reconstructive flap
Prognosis:
- umumnya kurang baik  5 years survival rate 75 %  terapi agresif
secara multimodalitas
KARSINOMA NASOFARING

• KNF : keganasan sel epitel mukosa nasofaring


• Pertama kali dilaporkan 1901
• Karakteristik klinis disampaikan 1922
 EPIDEMIOLOGI
• USA : 0,5 - 2% per 100.000 penduduk
• China & SE Asia (ENDEMIK) : 15 - 50 / 100.000 pddk
• Alaska (Intermediate) : 15 - 20 per 100.000 pddk
• Puncak insidens antara 50 - 60 tahun
• Dijumpai di semua usia
• Laki-laki dan wanita dengan ratio antara 2 : 1
 Keganasan kepala leher terbanyak di Indonesia (60%)
 Prognosis pasien  tergantung diagnosis dini  sulit (lokasi nasofaring
tersembunyi)  tumor terlambat diketahui  gejala pertama
metastasis leher
 Epidemiologi >> pada ras mongoloid & orang eskimo (nitrosamin >>)
 Etiologi : virus Epstein – Barr
EBV
•Tersebar diseluruh dunia
• 95% orang dewasa terinfeksi
• Di Hongkong 80% anak 6 th. terinfeksi dan 100% serologi positif
• Penyebaran : saliva

Replikasi virus di sel mukosa orofaring


 infeksi laten di limfosit B
(primary target of the EBV)
KNF Stage II dan III 100% ditemukan EBV

Infx subklinis  KNF, Limfoma Burkitt, LNH


Infx laten  di semua sel neoplastik KNF
Genome  pasti di Ca invasif, high-grade dysplastic lesions
DIAGNOSIS
Selalu terdiagnosis STADIUM LANJUT
Dx sulit Stadium awal karena :
1. Gejala awal tidak spesifik,
2. Nasofaring sulit diperiksa
3. Lesi disubmukosa 
a. endoskopi tidak tampak ,
b. MRI membandingkan tebal mukosa fosa
Rossenmuler kanan & kiri
c. CT–Scan melihat destruksi tulang

Dx dini (tumor T1) Tumor Marker yg


saling mendukung
Faktor Risiko

 Letak geografis
 Rasial
 Jenis kelamin
 Genetik
 Pekerjaan
 Lingkungan  iritasi bahan kimia, asap kayu
 Kebiasaan hidup  penduduk eskimo memakan makanan yang diawetkan
 Soisal ekonomi
 Infeksi kuman atau parasit
Patogenesis KNF

EBV Karsinogenik

Rokok Ikan Asin

KNF merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang kompleks


disebabkan karena interaksi antara faktor resiko yang berjalan
dalam Multi Carcinogenic Proses.
Patogenesis

 Agar terbentuk NPC  mula-mula dibutuhkan infeksi laten dan litik EBV
yang diduga disokong oleh perubahan genetik yang dapat diidentifikasi
pada epitel nasofaring premalignan(merangsang perubahan epitel
nasofaring).
 Setelah itu infeksi laten dan litik terjadi  menghasilkan produk-
produk tertentu  Virus EBV menginfeksi sel NPC secara laten. Virus ini
kemudian memasuki fase infeksi litik yang produktif barulah ekspansi
klonal dan transformasi sel epitel nasofaring premalignan menjadi sel
kanker.
 Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa konsumsi karsinogen
dalam diet pada masa kanak-kanak juga dapat mengakibatkan akumulasi
dari lesi genetik dan peningkatan risiko NPC. Selain diet, faktor-faktor
lainnya adalah pajanan zat-zat kimia pada pekerjaan, misalnya
formaldehida dan debu kayu yang mengakibatkan inflamasi kronis di
nasofaring.
GAMBARAN KLINIS
KARSINOMA NASOFARING

5 signs
 Neck sign
 Ear sign
 Nose sign
 Eye sign
 Cranial
sign
Gejala dan Tanda

 Nose Sign : epistaksis ringan, hidung tersumbat


 Ear sign : tinitus, rasa penuh di teling, otalgia
 Eye sign : diplopia (N III, IV, VI  melalui foramen lacerum); NV :
nyeri wajah, parestesi
 Cranial sign : IX, X, XI, XII melalui foramen jugulare (Sindrom
Jackson), nyeri kepala
 Neck sign : Metastasis ke kelenjar leher: benjolan di leher
GAMBARAN KLINIS
KARSINOMA NASOFARING

 Wei sham mengelompokkan gejala dan tanda klinik


berdasarkan lokasi tumor primer dinasofaring dan
perluasannya;
 Tumor dinasofaring  epistaksis, obstruksi nasal dan
discharge
 Tumor di fossa rosenmuller  disfungsi tuba, hearing
loss
 Penyebaran ke superior  headeache, diplopi, facial
pain, rasa bebal, parese nervi (VI, V, III, IV, IX, X, XI)
 Meluas ke kelenjar limfonodi : Masa dileher
DIAGNOSTIK RADIOLOGI

CT-Scan
• Tidak dapat membedakan mukosa
normal dgn tumor std awal
• Std lanjut  penyebaran tumor
MRI
• Untuk tumor yang masih kecil (T 1) ,
perubahan mukosa tidak bisa/sulit
dibedakan dari mukosa normal.
• Otitis media serosa kronik atau MRI
limadenopati serfikal  perhatikan
benar bentuk mukosa di fosa rosenmuller,
adakah perbedaan antara sinistra dan
dextra.
• Menentukan locoregional metastase
Diagnosis
 Anamnesis & pemeriksaan fisik
 Endoskopi
• Melihat langsung mukosa yg dicurigai tumor
• Inflamasi, sekret mukopurulen dipermukaan mukosa, perbedaan
penampilan mukosa kanan dan kiri
 Pemeriksaan penunjang: CT – scan (lokasi tumor); perluasan tumor :
foto polos thorax, usg abdomen, bone survey
 Pemeriksaan serologi Ig A anti EA dan Ig A anti VCA  untuk infeksi
virus E-B
 Diagnosis Pasti  biopsi nasofaring; hasil histopatologi (WHO):
- Tipe I : karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi
- Tipe II : karsinoma tidak berkeratinisasi
- Tipe III : karsinoma tidak berdiferensiasi
Histopatologi
WHO 1 :
Ca sel skuamosa berkeratin  jembatan
intrasel dan pembentukan keratin yg
mencolok WHO 1

WHO 2 :
Ca sel skuamosa non keratin 
ciri khas tahap maturasi definitif
dari epitel skuamosa.
WHO 2
WHO 3 :
Undifferentiated carcinoma

WHO 3
 Pasien nonsimtomatik dgn serologi (+) berpeluang besar didiagnosis
KNF. Utk diagnosis pasti perlu konfirmasi dg pemeriksaan
histopatologik.
 IgA VCA range : ≤ 0,8 negatif ; 0,8 – 1 borderline ; ≥ 1,1 positif
 IgA EA range : ≤ 0,8 negatif ; 0,8 – 1 borderline ; ≥ 1,1 positif

 Antibodi IgA/VCA dapat terdeteksi 16 – 41 bulan sebelum muncul


tanda klinis KNF.

 Titer antibodi terhadap EBV VCA dan EA tinggi, observasi dalam 3


atau 4 tahun bila titer meningkat pada perkembangan klinik bisa
ditemukan tumor.
 Disimpulkan bahwa antibodi terhadap EBV
berperan penting dalam perkembangan diagnosis
KNF dan skrining serologi amat berguna untuk
deteksi dini KNF.

 Karsinoma epidermoid nasofaring tipe skuamousa


berdiferensiasi jelek (poorly differentiated
squamous) dan undifferentiated berhubungan erat
dengan antibodi terhadap EBV, dan serologi positif
hampir 100% (absolute).
DIAGNOSIS MOLEKULER

 Titer antibodi IgA terhadap EBV viral capsid antigen (EBV-IGA-VCA)


dan antigen (EBV-EA) dengan immunoflourescent assays bisa
digunakan untuk :
 Screening KNF,
 Untuk deteksi dini,
 Evaluasi dan prognostik KNF
 Menegakkan diagnosis KNF yang tumor primernya tidak
diketahui.
 Profil yang memiliki peninggian kadar antibodi serum
khususnya IgA VCA dan early antigen (EA) dicurigai menderita
KNF.
SA (Enzyme-linked immunosorbent assays)

Fungsi :
 Mendeteksi dan menentukan jumlah IgA antibodi EBV VCA
di serum dan plasma  membantu menegakkan diagnosis
 Sbg tumor marker kasus remisi dan relaps
Stadium
 Penentuan stadium dengan sistem TNM menurut UICC:
 T= tumor primer
T0 = tidak tampak tumor
T1 = tumor terbatas di nasofaring
T2a = tumor meluas ke orofaring dan / atau rongga hidung, tanpa parafaring
T2b = disertai perluasan ke parafaring
T3 = tumor menginvasi strutur tulang dan atau sinus paranasal
T4 = perluasan intrakranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang
mastikator
 N = pembesaran kelenjar getah bening regional
N0 = tidak ada pembesaran
 N1 = unilateral ukuran terbesar ≤ 6cm di atas fossa
supraklavikula
 N2 = bilateral ukuran terbesar ≤ 6 cm di atas fossa
supraklavikula
 N3 = bilateral ukuran terbesar ≥ 6 cm atau terletak di
dalam fossa supraklavikula; N3a : ukuran ≥ 6 cm ; N3b :
di dalam fossa supraklavikula
M = metastasis jauh
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh
 Stadium 0 T1s N0 M0
 Stadium I T1 N0 M0
 Stadium IIA T2a N0 M0
 Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
 Stadium III T1 N2 M0
T2a, T2b N2 M0
T3 N2 M0
 Stadium IV A T4 N0,N1,N2 M0
 Stadium IV B semua T N3 M0
 Stadium IV C semua T semua N M1
Penatalaksanaan

 Stadium I : Radioterapi
 Stadium II&III : Kemoradiasi
 Stadium IV dengan N< 6cm : Kemoradiasi
 Stadium IV dengan N > 6 cm : Kemoradiasi dosis
penuh dilanjutkan kemoradiasi
 Pembedahan diseksi leher radikal benjolan di
leher yang tidak hilang dengan radioterapi; dengan
syarat sudah tidak ada tumor primer& tidak ada
metastasis jauh
 Follow up  s/d 10 tahun setelah terapi;
rekurensi sering < 5th ; 5-10 th : 5-15%
Tumor Ganas Rongga Mulut

 Etiologi : faktor merokok & alkohol, memamah sirih & tembakau, higiene
mulut
 Tersering usia lanjut
 Menjalar melalui limfogen (submental & submandibula)
 Diagnosis:
- Gejala : otalgia, odinofagia, disfagia, trismus
- Tanda : leukoplakia dan eritroplakia yang tidak menghilang dengan
pengobatan biasa; Palpasi : massa dengan permukaan tidak
rata(ulkus) disertai nyeri; pembesaran limfonodi leher
- Biopsi langsung pada massa tumor  95 % Ca sel skuamosa
 Pemeriksaan penunjang :
- CT –scan  perluasan tumor ke tulang (adanya kerusakan)
- Ro thorax, uji fungsi hati, scan tulang metastasis
Stadium Tumor
Tumor Primer (T)
T1 = diameter ≤ 2cm
T2 = diameter 2- 4 cm
T3 = diameter > 4 cm
T4 = tumor menyerang korteks tulang; otot- otot lidah lebih dalam, sinus
maksila dan kulit
 Kelenjar Limfa regional (N)
- N0 = tidak teraba pembesaran kelenjar
- N1 = diameter ≤ 3 cm unilateral
- N2a = diameter 3-6 cm unilateral;N2b=diameter
<6cm pada beberapa kelenjar (multipel)
unilateral; N2c = < 6cm bilateral atau kontraleral
- N3 = diameter > 6cm
 Metastasis (M)
- Mo = tidak ada metastasis jauh
-M1 = terdapat metastasis jauh
Penatalaksanaan

 Pengangkatan massa tumor ditambah radioterapi


Cobalt 6000-6600cG
 T1 kecil : radioterapi
 Tumor pangkal lidah yang lebih besar : diseksi
leher radikal fungsional pada sisi lain, dialnjutkan
radioterapi
Prognosis jelek makin besar tumor/ makin lanjut
stadiumnya
Tumor Ganas Laring
 Etiologi pasti  belum diketahui
 Faktor risiko : perokok &alkoholisme dan terpajan sinar
radioaktif
 Histopatologi tersering Ca sel skuamosa 95-98%
 Klasifikasi :
- Tumor Supraglotik : tepi atas epiglotis s/d batas
bawah glotis (termasuk plika vokalis palsu & ventrikel
laring)
- Tumor Glotik : plika vokalis asli (batas superior
:ventrikel laring; batas inferior : 10mm di bawah tepi
bebas plika vokalis)
- Tumor Subglotik : > 10mm di bawah tepi bebas plika
vokalis asli s/d batas inferior krikoid
- Tumor Transglotik : menyeberangi ventrikel
mengenai plika vokalis asli dan palsu/ meluas ke subglotik
> 10mm
Gejala
 Utama : serak (pada supraglotis & subglotis : serak gejala akhir)
 Afoni  karena nyeri
 Dispnea tumor supraglotik & transglotik
 Stridor
 Nyeri tenggorok
 Disfagia  supraglotik
 Odinofagia
 Batuk & hemoptisis  glotik
 Nyeri alih : otalgia ipsilateral
 Penurunan BB
 Benjolan di leher
Diagnosis

 Anamnesis & pemeriksaan fisik


 PF laring : indirek (kaca laring) & direk
(laringoskop)
 Biopsi massa laring
 Pemeriksaan penunjang : lab darah & radiologi
(CT-scan laring, ro thorax : metastasis)
Stadium UICC & AJCC  Supraglotis, Glotis dan
Subglotis
 Tumor Primer
Supraglotis:
T1 : tumor 1 sisi pita suara, mobilitas pita suara
masih baik
T2 : menjalar ke 1 dan 2 sisi supraglotis & glotis
(tidak terfiksir)
T3 : terbatas pada laring & sudah terfiksir/ meluas ke
krikoid bag belakang, dinding medial sinus piriformis,
ke rongga preepiglotis
T4 : meluas ke luar laring, infiltrasi orofaring jaringan
lunak leher & merusak kartilago krikoid
 Glotis:
T1 : mengenai 1 atau 2 sisi pita suara, mobilitas masih baik/ tumor sudah
terdapat pada komisura anterior dan posterior
T2 : meluas ke supraglotis / subglotis, pita suara masih bisa
bergerak/terfiksir
T3 : meliputi laring & fiksasi pita suara
T4 : tumor sangat luas, kerusakan kartilago tiroid/ sudah keluar dari laring
 Subglotis:
T1 : terbatas pada subglotis
T2 : sudah meluas ke pita suara, belum terfiksir
T3 : mengenai laring, pita suara terfiksasi
T4 : tumor luas, destruksi tulang rawan/ perluasan ke
luar laring
N dan M ≈ tumor orofaring
Penatalaksanaan

 Pembedahan  stadium II-IV (jika masih memungkinkan + radioterapi)


 Radioterapi  stadium I
 Kemoterapi

 Pembedahan :
- laringektomi total
- Laringektomi parsial
- Diseksi leher radikal  jika metastasis ke kelenjar limfe leher
 Rehabilitasi Suara pasca Laringektomi vibrator yg ditempel di
daerah submandibula/ esofageal speech

Anda mungkin juga menyukai