Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ENDOKRIN SKENARIO 1


HIPERTIROIDISME

KELOMPOK B III
Aprillio Bagas Sriwisnu
Canda Arditya
Debby Davina Saraswati
Farrah Putri Amalia
Hutami Sri Ummiyati
Latifa Zulfa S
Masyola Gusta Alim
Reza Satria HS
Rima Aghnia Permata S
RR Miranda Mutia
Samuel Firgeon P
Tria Multi Fatmawati

(G 0012024)
(G 0012046)
(G0012052)
(G 0012076)
(G0012092)
(G0012112)
(G 0012128)
(G0012178)
(G0012186)
(G0012196)
(G0012204)
(G0012222)

TUTOR : DR. Risya Cylmiati A R


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013

DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................2
BAB I
A. LATAR BELAKANG MASALAH..................................................3
B. RUMUSAN MASALAH................................................................4
C. TUJUAN DAN MANFAAT...........................................................4
BAB II
A. ANATOMI HISTOLOGI KELENJAR TIROID................................5
B. ETIOLOGI HIPERTIROID PADA KELENJAR TIROID...................6
C. KELUHAN, GEJALA, DAN PATOFISIOLOGI...............................7
D. CARA DIAGNOSIS ....................................................................11
E. PENATALAKSANAAN................................................................12
BAB III
A. KESIMPULAN...........................................................................18
B. SARAN.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................19

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit tiroid, baik itu hipertiroid, hipotiroid yang menyebabkan terjadinya goiter atau
struma, dimana orang awam sering menyebutnya sebagai gondok, adalah penyakit endemic
maupun sporadik yang seharusnya dapat dihindari, dengan asupan makanan yang cukup
kadar iodium nya. Hiperfungsi maupun hipofungsi kelenjar tiroid dapat menyebabkan
ketidak produktifan masyarakat di berbagai faktor, khususnya pada bidang ekonomi, yang
akan menyebabkan penurunan kualitas SDM.
Contoh kasus hiperfungsi tiroid, berikut disajikan, sesuai dengan skenario 1 blok endokrin :
Seorang ibu rumah tangga berasal dari daerah gondok endemis, usia 27 tahun dating ke
puskesmas dengan keluhan sering berdebar-debar, lima tahun yang lalu pasien sudah
merasakan ada benjolan di leher depan sebesar telor ayam, dan terasa nyeri da sembuh
setelah berobat ke dokter. Sejak tiga bulan ini pasien merasakan dada berdebar, badan
kurus walaupun banyak makan. Setelah dilakukan pemeriksaan indeks wayne dan indeks
new castels, hasilnya melebihi angka normal, oleh dokter puskesmas di beri obat
propanolol, kemudian dirujuk ke RSUD. Dr Moewardi (RSDM)
Pemeriksaan di RSDM: teraba massa di leher depan, konsistensi lunak, permukaan rata,
tidak nyeri, dan ikut bergerak bila menelan. Nadi 124 kali permenit. Tremor pada kedua
telapak tangan. Oleh dokter RSDM dirujuk ke dokter mata karena matanya terlihat
exopthalmus, dan memeriksakan ultrasonografi kelenjar gondok. Apa kemungkinan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut ? apa indikasi dan
komplikasi bila dilakukan operasi ?

B. Rumusan Masalah
1.

Menjelaskan anatomi, fisiologi, histology, etiologi dan patofisiologi dari kelenjar

tiroid
2.

Menjelaskan penatalaksanaan penyakit hipertiroidisme primer beserta komplikasi

dan indikasi

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui anatomi, fisiologi, histology, etiologi, dan patofisiologi dari
kelenjar tiroid
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan hipertiroidisme primer beserta komplikasi dan
indikasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi-Histologi Kelenjar Tiroid
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi
empat. Kelenjar tiroid merupakan organ yang
bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada
leher bagian bawah di sebelah anterior trakea.
Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin
yang

paling

banyak

vaskularisasinya,

dibungkus oleh kapsula yang berasal dari


lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula
ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea.
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang- kadang
terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1,
terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk
seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea,
dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm,
lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10
sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5
ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan
satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh epitel kubus dan
diisi oleh bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin, merupakan tempat hormon tiroid
disintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh
folikel-folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi hormon lain dalam
kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat pada dasar folikel dan berhubungan
5

dengan membran folikel, sel ini mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat
merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam pengaturan
homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin (T3) mengandung tiga
atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan T3, tetapi
apabila dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif
daripada T4.
B. Etiology Hipertiroid Pada Kelenjar Tiroid
Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipergunakan, dan maknanya sering dipertukarkan.
Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik klasik terkait dengan jumlah hormon tiroid yang
berlebihan. Tirotoksikosis tidak selalu terkait dengan hiperfungsi dari kelenjar tiroid. Hipertiroid
merupakan kondisi klinik terkait dengan peningkatan hormon tiroid yang terkait dengan
peningkatan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang berefek pada jaringan tubuh.
Penyebab tersering dari hipertiroid adalah penyakit Graves. Tirotoksikosis yang terkait proses
inflamasi kelenjar tiroid atau tiroiditis, umumnya disebabkan proses otoimun atau pasca infeksi
virus, atau goiter. Hipertiroidisme dan tiroiditis harus dibedakan dengan tirotoksikosis yang
disebabkan hormon tiroid eksogen, apakah hal ini terkait dengan efek minum obat hormon tiroid
atau secara iatrogenik. Pengobatan medik diperlukan untuk suatu manifestasi klinik dan keluhan
simtomatik akibat tirotoksikosis.
Hipertiroid atau yang disebut juga dengan penyakit grave adalah penyakit otoimun
dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid
(ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis)
dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk
tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada
wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran
tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema)
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada
penderita Graves hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel
6

tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan
bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.
Selain yang diterangkan di atas, ada indikasi juga bahwa etiologi dari hipertiroidisme ini
adalah adanya turut campur beberapa autoantibody terhadap TSH seperti TSI , TGI, TBII yang
lebih jelasnya akan dijelaskan pada sub-bahasan patofisiologi

C. Keluhan, Gejala & Patofisiologi


Manifestasi keluhan dan gejala klinik tergantung dari lama sakit dan derajat berat sakit.
Manifestasi klinik umumnya sudah terjadi beberapa bulan pasien mengalami hipertiroidisme,
dan gejala klinik muncul sedikit demi sedikit secara gradual, terutama jika hormon tiroid
meningkat ringan berrtahap dari minggu ke minggu berikutnya, sehingga akhirnya manifestasi
klinik menjadi ekstrem bahkan tanpa disadari oleh pasien bersangkutan. Pasien bahkan
seringkali mengeluhkan pertama kali penyakitnya terkait hal-hal yang disebabkan oleh bukan
penyakit tiroid, misalnya rasa lelah menghadapi keluarga atau pekerjaan atau tanggung jawab
yang biasa dihadapinya, tidak tahan terhadap udara panas, penurunan berat badan padahal jumlah
makan sudah cukup, sesak dan berdebar saat melakukan olahraga rutin. Sebaliknya, pasien
tirotoksikosis yang terkait dengan tiroiditis seringkali dapat menceritakan onset gejala
simtomatik dengan tepat, umumnya didalam waktu 1 bulan, dan ekses hormon tiroid umumnya
ekivalen dengan total pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi 30 sampai 60 hari, dan dengan
pengeluaran selama beberapa hari atau beberapa minggu saja. Anamnesis yang teliti dan
kronologis diharapkan dapat mengenali spektrum gejala klinik pasien hipertiroid atau
tirotoksikosis. Pasien usia muda umumnya lebih mudah dikenali gejala karaktesitiknya.
Apathetic Thyrotoxicosis atau masked thyrotoxicosis adalah sindrom yang sering ditemukan pada
orang tua yang mungkin disertai dengan payah jantung, aritmia, dan penurunan berat badan
tanpa disertai peningkatan nafsu makan seperti pasien usia muda.
Pada saat ini dengan telah tersedianya pemeriksaan sensitive serumTSH assay sangat
membantu untuk mendeteksi hipertiroidisme subklinik. Pada pasien yang asimptomatik dengan
serum TSH subnormal, disertai dengan kadar tiroksin bebas yang (FT4 atau FT3) normal.
Fasilitas laboratorium yang ada memungkinkan deteksi penyakit dalam tahap dini, dan bisa
7

dihindari deteksi penyakit yang sudah pada tahap lanjut. Berbagai kemungkinan manifestasi
klinik seperti dibawah ini.
1. Sistem saraf. Pasien hipertiroid sering memberikan gejala kecemasan, perasaan kejiwaan
yang tertekan. Depresi, emosional yang labil, konsentrasi yang menurun, mungkin
mengalami penurunan prestasi sekolah dan pekerjaan. Pada beberapa kasus yang jarang
gangguan mental bisa sangat berat meliputi gejal manik-depresi, schizoid, atau reaksi
paranoid. Gejala karakteristik pasien tirotoksikosis bisa menunjukkan hiperkinesia.
Selama wawancara pasien bisa menunjukkan gejala sering mengubah posisi, pergerakan
yang cepat, jerky, exaggerated, dan seringkali tanpa tujuan yang jelas. Peningkatan
refleks dan tremor mungkin pula didapatkan. Pada pasien anak-anak manifestasi gejala
klinik cenderung lebih berat, misalnya tidak mampu berkonsentrasi, penurunan prestasi
sekolah. Tremor halus tangan, lidah mungkin menyerupai gejala parkinson. Pemeriksaan
electroencephalogram menunjukkan peningkatan fast wave activity, dan pada pasien
dengan gangguan konvulsi, frekuensi kejang semakin meningkat.
2. Sistem jantung. Hormon tiroid mempunyai efek langsung pada sistem konduksi
jantung, sehingga mungkin terjadi efek takhikardi dan biasanya jenis supraventrikuler.
Hipertiroidisme dan mungkin pula disertai ada dasar penyakit jantung mungkin menjadi
penyenab fibrilasi atrial.

Kardiomegali dan payah jantung mungkin disebabkan

tirotoksikosis yang telah berlangsung lama. Bising jantung sering didapatkan. Jantung
dalam keadaan hiperdinamik sering menunjukkan suara jantung ekstrakardial. Suara
jantung dapat meningkat, terutama S1 dan scratchy systolic sound sepanjang batas kiri
sternum, menunjukkan adanya pleuropericardial friction rub (Mean-Lerman scratch).
Manifestasi klinik ini membaik jika status metabolik normal bisa dipulihkan. Graves
atau Hashimoto bisa terjadi prolaps katub mitral, dan proporsinya lebih tinggi
dibandingkan dengan orang normal. Aritmia kardial terutama jenis supraventrikuler, dan
sering pada pasien usia muda. Atrial fibrilasi tercatat antara 2 20% , dan pada populasi
pasien atrial fibrilasi sejumlah 15% diantaranya tergolong tirotoksik. Pada populasi
diatas 60 tahun, pada kelompok yang TSHnya rendah atrial fibrilasi didapatkan pada 28%
kasus.

3. Sistem Muskuloskeletal. Katabolisme otot yang berlebihan menyebabkan otot atrofi,


dan lemah. Kekuatan otot menjadi menurun sehingga kekuatan jalan, mendaki,
mengangkat barang, posisi jongkok ke berdiri mengalami penurunan. Hipertiroidisme
mungkin disertai Myasthenia gravis, atau Paralisis periodik hipokalemia. Proses
resorbsi tulang lebih dominan dari proses pembentukan tulang, berakibat pada
hipercalciuria dan kadang-kadang bisa terjadi hipocalcemia. Hipotiroidism yang
berlangsung lama dapat menyebabkan osteopenia.
4. Sistem Gastrointestinal. Nafsu makan meningkat, dan beberapa pasien nafsu makannya
tidak terkendali. Meskipun demikian umumnya disertai penurunan berat badan. Motilitas
usus besar meningkat, sehingga terkait hiperdefikasi, tetapi jarang didapatkan diare.
Hipertiroid tahap lanjut akan menyebabkan bisa menyebabkan malnutrisi, dan berakibat
fungsi hati abnormal.
5. Mata. Perubahan pada mata sangat bervariasi, abnormalitas bisa baru tampak setelah
dilakukan pemeriksaaan canggih, jika secara klinis mudah terdeteksi maka itu sidah
kondisi yang mungkin mengancam penglihatan. Pada Graves mungkin terjadi retraksi
pada kelopak mata, jika terjadi inflamasi jaringan lunak maka bisa memberikan
epifora, fotopobia, rasa ngeres pada kornea, dan nyeri retro orbita. Selain itu
disertai dengan tanda-tanda edema, kelopak mata khemosis, lagopththalmus, lemak
orbita keluar melalui septum orbita dan adanya inflamasi pada tempat inserasi
dari muskulus rektus horisontal. Perubahan akibat inflamasi ini memegang peranan
penting dalam menentuka aktifitasa penyakit. Proptosis terjadi pada 20 30% penderita
penyakit Graves. Proptosisi terjadi pada 20-30% pasien Graves da secara klinis tampak
bilateral pada 80 90% pasien. Proptosis ialah apabila eksoptalmus yang terjadi
melebihi > 2 mm dari batas atas harga normal. Proptosis adalah manifestasi dari
abnormalitas oftalmopati Graves yang paling persisten dan sulit ditangani. Proptosis,
pembengkakan dan fibrosis menyebabkan keterbatasan pergerakan mata dan diplopia.
Mata yang terpapar berwarna kemerahan. Tekanan pada nervus optikus dan keratitis
dapat menyebabkan buta. Pada Graves hipertiroidisme dan kelainan mata biasanya terjadi
paralel, tetapi bisa pula berjalan sendiri. Penyebab kelainan umumnya terkait otoimun.
Sangat jarang oftalmopati terjadi pada Hashimoto dan pada pasien eutiroid yang tidak
terkait dengan gejala klinik penyakit tiroid, disebut sebagai Penyakit Graves Eutiroid.

6. Manifestasi kulit. Kulit pasien adalah hangat, lembab, dan berminyak. Telapak tangan
berkeringan dan lebih terasa panas dibandingkan dengan dingin. Hipertiroidisme jangka
lama bisa menyebabkan Onycholysis (kuku terangkat pada ujung jari). Bisa sekali-sekali
ditemukan dermopati penyakit Graves, yaitu orange-peel thickening pada daerah
pretibial.
7. Sistem reproduksi. Hipertiroidisme mengganggu kesuburan pada wanita usia subur, dan
mungkin menyebabkan oligomenore. Pada Pria, jumlah absulut sperma menurun dan
munkin terjadi impoten. Hormon testosterone yang tinggi disertai dengan peningkatan
konversi androgen menjadi estrogen menyebakan ginekomasti. Hormon tiroid
meningkatkan sex-hormone binding globulin, sehingga menyebabkan peningkatan kadar
total testosteron dan estradiol. Hormon Folicle stimulating hormone (FSH), dan
Leutenizing hormone (LH) mungkin meningkat atau normal.
8. Sistem metabolik. Pasien usia lanjut bisa bisa timbul anoreksia, dan bisa menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dewasa muda dan remaja bisa kehilangan kontrol dalam
mengendalikan nafsu makan, bisa terjadi peningkatan berat badan. Hormon tiroid yang
tinggi dapat meningkatkan produksi panas tubuh, peningkatan keringat tubuh dan
mungkin ada polidipsi ringan. Banyak pasien merasa tidak tahan dengan udara panas, dan
lebih menyukai udara yang dingin. Pasien diabetes mungkin kebutuhan insulin
meningkat.
9. Sistem respiratorik. Tirotoksikosis yang berat bisa menyebabkan dyspneu, dan beberapa
faktor lainnya bisa terkait. Kekuatan otot pernafasan umumnya menurun, dan berakibat
penurunan vital capacity.
10. Kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid umumnya membesar. Konsistensi dan pembesaran
kelenjar tergantung proses patologis yang mendasarinya. Kelenjar yang sangat
besardisertai dengan peningkatan aliran darah bisa menyebabkan bising tiroid.
Penyakit Graves adalah penyakit otoimun yang terkait dengan lebih dari 80% penyebab
hipertiroidisme. Pada Graves ditemukan antibodi terhadap reseptor tirotropin pada sel folikuler
tiroid mengakibatkan stimulasi pada reseptor, dinamakan sebagai thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI) atau TSH receptor antibody. Derajat berat hipertiroidisme terkait dengan
kadar TSI. Faktor penyebab peningkatan TSI tidak diketahui, Antibodi terhadap struktur tiroid

10

lainnya juga bisa terbentuk, khususnya antiperoxidase antibody. Graves sifatnya menurun atau
familial. Pada populasi kulit putih terkait dengan HLA-B8,dan pada populasi Asia terkait dengan
HLA-BW35
D. Cara Diagnosis
Prinsip penetapan diagnosis secara klinis dapat menggunakan bantuan diagnosis melalui indeks
wayne dan indeks Newcastle

E. Penatalaksanaan Hipertiroidisme

11

Prinsip pengobatan: tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit,
tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (misalnya: apakah ia ingin punya anak dalam
waktu singkat?), risiko pengobatan dan sebagainya. Perlu diskusi mendalam dengan pasien
tentang cara pengobatan yang dianjurkan. Pengobatan tirotoksikosis dapat dikelompokkan
dalam: a). Tirostatika, b). Tiroidektomi, c). Yodium radioaktif.
Tirostatika (OAT obat anti tiroid)
Terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau
tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat
proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat
konversi T4T3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6
jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel 20 jam, PTU lebih pendek. Tirostatika dapat
lewat sawar plasenta dari air susu ibu. Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air
susu. Dengan propanolol dan tiamazol aktivasi endotel pulih menjadi normal, OAT juga
menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik (lihat
penggunaannya dalam metoda blok-suplemen di bawah ini). Pemakaian teratur dan lama dosis
besar tionamid berefek imunosupresif intratiroidal. Dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg
MTZ atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai
eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respons klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun,
kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi (Tabel 2).
Tabel 2. Efek Berbagai Obat yang Digunakan dalam Pengelolaan Tirotoksikosis
Kelompok obat
Efeknya
Obat Anti Tiroid
Propiltiourasi
(PTU)
Metimazol
(MMI)

Indikasi

Menghambat sintesis hormon


tiroid dan berefek imunosupresif
(PTU juga menghambat konversi T4
T3)

Karbimazol
(CMZ MMI)

12

Pengobatan ini pertama


pada Graves

Obat jangka pendek


prabedah/pra-RAI

Antagonis
adrenergik-
B-adrenergicantagonis

Propranolol

Mengurangi dampak hormon


tiroid pada jaringan

Obat tambahan, kadang


sebagai obat tunggal
pada tiroiditis

Menghambat keluarnya T4 dan T3

Persiapan tiroidektomi

Menghambat T4 dan T3 serta


produksi T3 ekstratiroidal

Pada krisis tiroid, bukan


untuk penggunaan rutin

Menghambat transpor yodium,


sintesis dan keluarnya hormon
Memperbaiki efek hormon di
jaringan dan sifat imunologis

Bukan indikasi rutin


pada subakut tiroiditis
berat dan krisis tiroid

Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Bahan
mengandung
Iodine
Kalium Iodida

Solusi Lugol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
Obat lainnya
Kalium perklorat

Litium karbonat

Glukokortikoids

Ada dua metoda yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertama berdasarkan
titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/labotaroris dosis diturunkan
sampai mencapai dosis terendah di mana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua
disebut sebagai blok-substitusi, dalam metoda ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan
pabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjadi
eutiroidisme pulih kembali. Rasional cara kedua ini yaitu bahwa dosis tinggi dalam lama
memberi kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari proses penyakit Graves.

13

Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot
dan artralgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis dan
yang paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3
bulan pertama penggunaan obat. Yang amat jarang trombositopenia, anemia aplastik,
hepatitis, vaskulitis, hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome). Untuk evaluasi gunakan
gambaran klinis, dengan misalnya indeks Wayne atau indeks New Castle (termasuk lingkar
leher) dan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan T4/FT4.
Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi.
Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud
menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi
subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun
mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien
pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak
dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi.
Sebagai contoh saja, di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal
dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan
hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0%.
menurut Lang (2010) macam tiroidektomi :
-

Partial thyroid lobectomy

Menghilangkan bagian atas atau bagian bawah dari 1 lobus kelenjar tiroid
-

Lobectomy

Memotong 1 lobus kelenjar tiroid


-

Lobectomy dengan isthmusectomy

Memotong 1 lobus dengan isthmus

14

Sub total thyroidectomy

Menghilangkan 1 lobus isthmus, dan sebagian besar lobus satunya


-

Total thyroidectomy

Menghilagkan seluruh kelenjar tiroid


-

Radical total thyroidectomy

Menghilangkan seluruh kelenjar dengan cervical lymphatic nodes


Komplikasi :
Hoarsness (terjadi akibat suplai darah yang membludak karena adanya pemotongan saat operasi),
infeksi luka (jarang terjadi), kerusakan saraf, luka struktur limfatik, hipoparatiroidisme, thyroid
storm/thyrotoxicosis (gejala : sakit dada, napas pendek, takikardi, tensi tinggi, gagal jantung
kongestive, koma, tremor)
Yodium radioaktif (radio active iodium RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid,
meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda: ada
yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis
besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satusatunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Di
USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves diberi
radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain. Mengenai efek
terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita
belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme.
Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati
(berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle volumes [TMV]).Namun disarankan sebaiknya
jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya
hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis).

15

Dilakukan bila :
Umur pasien di bawah 50 tahun,terdapat thyroid nodules (toxic multinodular goiter) yang
memproduksi hormon tiroid terlalu banyak
Efek samping :
Respon inflamasi spesifik tiroid yang dapat menyebabkan fibrosis dan kerusakan tiroid
Kontraindikasi :
Ibu hamil (karena dapat menembus sawar plasenta dan mempengaruhi janin), pasien dengan
ophtalmopathy parah (karena dapat memperburuk)
Tabel Untung Rugi Berbagai Pengobatan Hipertiroidisme Graves
Cara
Pengobatan
Tirostatika

Keuntungan

Kerugian

Kemungkinan remisi jangka


panjang tanpa hipotiroidisme

Angka residif cukup tinggi


Pengobatan jangka panjang
dengan kontrol yang sering

Cukup banyak menjadi eutiroid


Relatif cepat
Relatif jarang residif

Dibutuhkan ketrampilan
bedah
Masih ada morbiditas
40% hipotiroid dalam 10
tahun

(OAT)
Tiroidektomi

Yodium

Radioaktif
(I131)

Sederhana

Jarang residif (tergantung dosis)

Daya kerja obat lambat

50% hipotiroid pasca radiasi

Ablasi kelenjar gondok.


Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.
1. Tindakan pembedahan.

16

Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda
dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi
subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan
dengan I131(wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi
lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatan- nya, penderita yang keteraturannya
minum obat tidak teijamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang
ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami 21 22 23 keganasan, dan alasan
kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium
atau propanolol guna mencapai ke- adaan eutiroid.
2. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian larut- an Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi. Propranolol dapat
diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium

dapat

diberikan 10 hari sebelum ope- rasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan
eutiroid yang permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat
diturunkan sampai 0.13
3. Ablasi dengan I131.
Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertiroidi.
Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya
murah dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan.
Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Sayangnya
I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30 70% dalam jollow
up 10 20 tahun) tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di samping
itu terdapat pula peningkatan gejala pada mata sebanyak 1 5% dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perubahan gen dan keganasan akibat peng- obatan cara ini, walaupun belum
terbukti.21 22 23
Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya kelenjar
gondok. Dosis yang dianjurkan 140 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah 80
micro Ci/gram.

17

Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain : dosis optimum yang


diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131 di
dalam jaring- an dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tanda tanda klinis pada skenario seperti berdebar-debar, benjolan yang nyeri, dada
berdebar, badan kurus walaupun banyak makan, exophtalmus merupakan
manifestasi

klinis dari hipertiroid dan hiperfungsi kelenjar tiroid,

2. Pemberian propanolol yang merupakan obat golongan beta-blocker yang dilakukan


oleh dokter puskesmas dirasa tepat Karena efek obat ini mengurangi dampak hormon
tiroid pada jaringan, sehingga hipermetabolisme karena hiperfungsi kelenjar tiroid dapat
ditekan.
B. Saran
1. Sebaiknya semua anggota lebih aktif dalam mengutarakan pendapatnya.
2. Sebaiknya koordinasi dan kerja sama antaranggota kelompok dapat ditingkatkan sehingga
terbentuk suasana belajar yang kondusif dan tercapainya tujuan pembelajaran.

18

DAFTAR PUSTAKA
Price, S.A, Wilson, L.M. Patofisiologi Edisi 6. 2006. Jakarta : EGC.
Guyton, A.C, Hall, J.E. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. 2007. Jakarta : EGC.
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and
%20Hypothyroid_3415_1107 diunduh pada 27 februari 2013
Sumber : http://www.endocrine.niddk.nih.gov/pubs/Hyperthyroidism/ diunduh pada 27 februari
2013
http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/ag_04.pdf pada 27 februari 2013
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23151/4/Chapter%20II.pdf pada 27 februari
2013
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20701/1/mkn-sep2006-%20sup%20(22).pdf
pada 27 februari 2013
Hypothyroidism treatment and management. Medscape reference.
http://emedicine.medscape.com/article/121865-treatment diunduh pada 26 februari 2013
Should I use antithyroid medication or radioactive iodine to treat hyperthyroidism?. WebMD.
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/should-i-use-antithyroid-medication-or-radioactiveiodine-to-treat-hyperthyroidism diunduh pada 26 Februari 2013
Thyroidectomy: post-operative care and common complications. Nursing Standard.
http://nursingstandard.rcnpublishing.co.uk/ diunduh pada 26 Februari 2013

19

Anda mungkin juga menyukai