Anda di halaman 1dari 32

Referat

APPENDISITIS AKUT

Preseptor:
dr. Vandra Bina Riyanda, Sp. B(K) BD

Disusun Oleh:
Nur Rahmi Zurni 2210070200113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

BAGIAN BEDAH RSUD M. NATSIR

SOLOK

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas referat ini yang berjudul
“Appendisitis Akut”. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat kepaniteraan
klinik senior dibagian Bedah Rumah Sakit M. Natsir Solok.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Vandra Bina Riyanda,


Sp. B(K) BD selaku pembimbing penyusunan referat ini yang telah memberikan
bimbingan dan nasehat dalam penyelesaian referat ini. Terimakasih pula kepada
teman-teman serta staf bagian Bedah dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh
dari kata sempurna baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya.
Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penulis dalam
menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan referat selanjutnya. Akhir
kata, semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan bagi pembaca
pada umumnya dalam memahami masalah yang berhubungan dengan
“Appendisitis Akut”

Solok, 25 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................2
1.1 Latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................3
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Anatomi Apendiks.................................................................................4
2.2 Appendisitis Akut..................................................................................6
2.2.1 Definisi Appendisitis Akut........................................................6
2.2.2 Epidemiologi Appendisitis Akut...............................................7
2.2.3 Etiologi Appendisitis Akut........................................................7
2.2.3 Patofisiologi Appendisitis Akut................................................8
2.2.4 Manifestasi Klinis...................................................................11
2.2.5 Diagnosis Appendisitis Akut...................................................12
2.2.6 Sistem Skoring........................................................................16
2.2.7 Diagnosis Banding Appendisitis Akut....................................20
2.2.8 Penatalaksanaan Appendisitis Akut........................................21
2.2.9 Komplikasi Appendisitis Akut................................................25
BAB III PENUTUP..............................................................................................27
3.1 Kesimpulan.............................................................................................27
3.2 Saran.......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sistem skoring Alvarado Score.......................................................... 16

Tabel 2.2 Appendicitis Inflammatory Response Score....................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Appendix......................................................................... 3

Gambar 2.2 Titik McBurney ............................................................................ 4

Gambar 2.3 Variasi letak Appendix.................................................................. 5

Gambar 2.4 Patofisiologi Appendisitis Akut .................................................... 8

Gambar 2.5 Rovsing Sign.................................................................................. 13

Gambar 2.6 Psoas Sign ..................................................................................... 13

Gambar 2.7 Obturator Sign............................................................................... 14

Gambar 2.8 Insisi Gridiron ............................................................................... 22

Gambar 2.9 Insisi Transversal........................................................................... 22

Gambar 2.10 Apendektomi Laparoskopi .......................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendisitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan

memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius.

Appendisitis yang terlambat ditangani akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas penderita. Untuk itu ketepatan diagnosa sangat dibutuhkan dalam

pemngambilan keputusan tindakan. Ketepatan diagnosa tergantung dari

kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan laboratorium.1,2

Berdasarkan penelitian oleh Global Appendicitis Score Initiative, Kejadian

apendisitis telah meningkat secara signifikan di negara-negara yang mengalami

perkembangan industri, sedangkan negara-negara belahan Barat menunjukkan

penurunan kasus.3

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan berdasarkan penemuan klinis dan

anamnesis dari gejala-gejala dan pemeriksaa fisik untuk menemukan tanda khas

dari apendisitis. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang cermat dan tepat

dalam pengambilan diagnosis apendisitis. Tatalaksana apendisitis akut adalah

apendektomi diiringi dengan pemberian medikamentosa untuk mengurangi gejala

apendisitis pasien. Apendisitis yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat

dapat meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan memperburuk prognosis

penyakit pasien.1,2

v
1.2 Tujuan Penulisan

Referat ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran,

menambah ilmu pengetahuan agar pembaca lebih memahami tentang Appendisitis

Akut dan sebagai bahan materi di kepaniteraan klinik bagian Bedah RSUD

M.Natsir Solok.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan teori Appendisitis

Akut.

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Apendiks


Appendiks (umbai cacing) merupakan organ digestif berbentuk tabung

yang panjangnya berkisar 10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum.

Appendiks terletak pada abdomen bagian kanan bawah. Lumennya sempit

dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Hal ini menjadi

penyebab rendahnya insidensi appendisitis pada usia bayi.1,4,5

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti

arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus torakalis 10 (T10), sesuai dengan dermatom

umbilikus. Oleh sebab itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar

umbilikus. Suplai darah/vaskularisasi apendiks berasal dari arteri apendikularis,

yang merupakan cabang terminal dari arteri ileosekal.1,4,5

Gambar 2.1 Anatomi Appendix4

vii
Apendiks diliputi seluruhnya oleh peritoneum yang melekat pada lapisan

bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang

pendek, “mesoapendiks”. Apendiks orang dewasa umumnya lebih panjang

daripada apendiks anak-anak. Apendiks terletak di regio iliaka dekstra dan

pangkal diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah

garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus, yaitu

titik McBurney.1,4,5

Gambar 2.2 Titik McBurney4

Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum

sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi

imunoglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan

IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena

jumlahnya yang sedikit dan minimal, pengangkatan apendiks dikatakan tidak

mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna. Apendiks juga

menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke

viii
sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis

seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.1,4,5

Gambar 2.3 Variasi letak Appendix4

Variasi posisi apendiks berkaitan dengan perkembangan sekum. Dalam

masa perkembangan embrio, apendiks bersama dengan sekum berasal dari

midgut. Saat terjadi pemanjangan kolon, sekum dan apendiks mengalami rotasi ke

arah medial dan turun ke fossa iliaka kanan. Apendiks kemudian terdorong ke

berbagai variasi arah menjauhi sekum. Keberagaman posisi anatomis tersebut

dikategorikan menjadi lima variasi, yaitu retrocecal, pelvic, post-ileal, subcecal,

dan preileal.1,4,5

2.2 Appendisitis Akut


2.2.1 Definisi Appendisitis Akut

Appendisitis berasal dari kata latin yaitu appendix dan -it is yang berarti

inflamasi pada appendix. Appendisitis merupakan peradangan pada appendix

vermiformis. Appendisitis merupakan salah satu penyebab tersering dari nyeri

abdomen akut dan merupakan keadaan darurat bedah yang umum ditemui.5,6,7

ix
2.2.2 Epidemiologi Appendisitis Akut

Appendisitis paling sering terjadi antara usia 5 dan 45 tahun dengan

prevalensi tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun. Insidensi appendisitis sekitar

233 per 100.000 orang. Secara global, prevalensi appendisitis berjumlah 52 kasus

per 100.000 penduduk. Berdasarkan data yang didapatkan dari World Health

Organization (WHO), insidensi appendisitis pada tahun 2010 mencapai 7,62%

dan meningkat menjadi 8,22% pada tahun 2013.8

Kejadian Apendisitis akut di negara berkembang tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan negara maju. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati

urutan pertama sebagai angka kejadian Apendisitis akut tertinggi dengan

prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina sebesar 0.022% dan Vietnam sebesar

0.02% (Wijaya, et al, 2020). Kejadian apendisitis akut di negara berkembang

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan negara maju.8

Di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama sebagai angka

kejadian Apendisitis akut tertinggi dengan prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina

sebesar 0.022% dan Vietnam sebesar 0.02%. Prevalensi Appendisitis akut di

Indonesia berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi. Berdasarkan data yang dirilis

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2012 sebanyak 582.991

orang menderita appendisitis. Angka ini terus meningkat pada tahun 2013 menjadi

593.877.8

2.2.3 Etiologi Appendisitis Akut

Penyebab radang usus buntu biasanya adalah adanya sumbatan pada lumen

usus buntu. Hal ini dapat disebabkan oleh radang usus buntu (batu usus buntu)

x
atau etiologi mekanis lainnya. Tumor usus buntu seperti tumor karsinoid,

adenokarsinoma usus buntu, parasit usus, dan hiperplasia limfoid semuanya

diketahui sebagai penyebab obstruksi usus buntu dan radang usus buntu.8,9

Etiologi yang tepat dari apendisitis akut seringkali tidak dapat diketahui

dengan pasti, namun biasanya disebabkan oleh sumbatan pada saluran dalam

apendiks. Sumbatan ini bisa disebabkan oleh apendikolit (batu di dalam apendiks)

atau beberapa penyebab mekanis lainnya. Tumor pada apendiks seperti tumor

karsinoid, adenokarsinoma apendiks, infeksi parasit usus, dan pembesaran

jaringan limfatik semuanya dapat menjadi penyebab terjadinya sumbatan dan

apendisitis. Ketika saluran dalam apendiks tersumbat, bakteri dapat berkumpul di

dalamnya dan menyebabkan peradangan yang akut, yang mungkin berujung pada

perforasi dan pembentukan abses. Selain itu, sumbatan juga bisa disebabkan oleh

pembesaran jaringan limfatik, tumor pada apendiks, dan infeksi cacing askaris.10,11

2.2.3 Patofisiologi Appendisitis Akut


Pada kebanyakan pasien dan khususnya dalam kelompok usia lebih muda,

apendisitis karena hiperplasia folikel limfoid submukosa dapat menyebabkan

obstruksi lumen appendix vermiformis. Sekresi mukosa kontinu, walaupun ada

lumen tersumbat dan tekanan di dalam appendix meningkat. Karena tekanan intra

lumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat, yang menyebabkan edema

appendix. Karena appendix vermiformis dan usus halus mempunyai persarafan

yang sama, maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-

samar dalam area periumbilicus.5,6,8

xi
Gambar 2.4 Patofisiologi Apendisitis akut.12

Patofisiologi appendisitis akut secara umum terjadi karena proses

inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah

karena terdapat obstruksi, terutama pada apendiks vermiformis.1,5,6

 Stadium Kataralis

Obstruksi mengakibatkan fisiologi aliran mukus apendiks terganggu,

sehingga akumulasi mukus mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen.

Peningkatan ini menyebabkan hambatan pada aliran limfe sehingga terjadilah

edem mukosa, submukosa, serosa hingga ke peritoneum viseral. Akumulasi

mukus kemudian menjadi lingkungan tepat untuk perkembangan bakteri aerob

dan anaerob saluran cerna dan berubah menjadi pus oleh bakteri. Edema dinding

apendiks kemudian menyebabkan diapedesis kuman ke submukosa dan

terbentuklah ulkus. Resolusi pada stadium ini dapat terjadi spontan atau dengan

bantuan antibiotik.1,5,6

xii
 Stadium Purulen

Udema dan pus menyebabkan penurunan aliran vena dan arteri, sehingga

terjadi iskemia. Selama iskemia bakteri menyebar menembus dinding

menyebabkan apendisitis akut. Pada stadium ini peradangan telah mengenai

seluruh dinding apendiks dan terjadi perangsangan peritoneum parietal lokal.1,5,6

 Stadium Gangrenosa

Aliran arteri sangat terganggu mengakibatkan nekrosis/ gangren dengan

bakteri yang menembus lumen usus ke rongga peritoneum. Peradangan ini akan

menyebabkan masa lokal yang terdiri dari omentum dan usus membatasi

penyebaran bakteri dan melokalisir radangnya. Masa ini disebut apendisitis

infiltrate, bila masa lokal itu berisi pus maka disebut apendisitis abses. Tidak

jarang terjadi resolusi.1,5,6

 Stadium Perforasi

Penyebaran bakteri ke rongga peritoneal atau peritonitis merupakan

dampak yang ditakutkan pada apendisitis akut. Peritonitis ini dapat timbul oleh:156

- Perforasi dari lumen apendiks ke rongga peritoneum melalui dinding

yang gangren

- Delayed-perforasi dari abses apendisitis

Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu

dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan

menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada

komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah

dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi

xiii
lebih besar. Faktor risiko lain perforasi diantaranya terapi immunosupresi,

diabetes mellitus, fekalit, appendix pelvis, operasi abdomen sebelumnya.1,5,6,8

2.2.4 Manifestasi Klinis

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang umum dirasakan pasien

dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut pada apendisitis muncul

mendadak yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri yang

dirasakan berupa nyeri visceral yang dirasakan pada epigastrium atau

periumbilikus. Nyeri visceral akan terjadi terus menerus hingga berubah menjadi

nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik

McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan spina iliaka anterior superior

(SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam dengan intensitas

sedang sampai berat.6,7

Posisi apendiks yang tidak tetap juga perlu diperhatikan saat penegakkan

diagnosis. Pada beberapa manusia, letak apendiks berada retrosekal atau berada

pada rongga retroperitoneal. Pada posisi apendiks retrosekal, nyeri yang timbul

biasanya tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke

peritoneum minimal. Nyeri perut biasanya akan terangsang saat pasien berjalan

dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal. Apendiks yang

tergantung di dalam pelvis mengakibatkan tidak adanya nyeri kuadran kanan

bawah, tetapi nyeri tekan yang dalam mungkin dirasakan tepat diatas simpisis

pubis.6,7

Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik

dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering

ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi

xiv
karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau

perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi,

apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta

lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama

dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.6,7

2.2.5 Diagnosis Appendisitis Akut

Anamnesis

Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya,

gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala

gastrointestinal. Menyingkirkan gejala akut abdomen lainnya juga penting bila

apendisitis akut tidak khas.3,5,10

Nyeri perut adalah keluhan utama pasien dengan apendisitis akut. Urutan

diagnostik nyeri perut kolik sentral diikuti dengan muntah dengan migrasi nyeri

ke fossa iliaka kanan pertama kali dijelaskan oleh Murphy tetapi mungkin hanya

ada pada 50% pasien. Biasanya, pasien mengeluhkan nyeri kolik peri-umbilikal,

yang mengintensifkan selama 24 jam pertama, menjadi konstan dan tajam, dan

bermigrasike fosa iliaka kanan. Nyeri awal merupakan nyeri alih yang dihasilkan

dari persarafan visceral dari midgut, dan nyeri lokal disebabkan oleh keterlibatan

peritoneum parietal setelah perkembangan proses inflamasi.3,5,10

Kehilangan nafsu makan seringkali merupakan ciri utama, dan sembelit

serta mual sering muncul. Muntah yang banyak dapat menunjukkan

perkembangan peritonitis umum setelah perforasi tetapi jarang menjadi ciri utama

pada apendisitis sederhana. Sebuah meta-analisis dari gejala dan tanda yang

xv
terkait dengan presentasi apendisitis akut tidak dapat mengidentifikasi satu

temuan diagnostik tetapi menunjukkan bahwa migrasi nyeri dikaitkan dengan

diagnosis apendisitis akut.3,5,10

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital

juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam

sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Demam biasanya ringan

dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Apabila suhu lebih tinggi, mungkin telah terjadi

perforasi. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Pada

inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran yang spesifik. Kembung sering terlihat

pada pasien dengan komplikasi perforasi, kadang dapat ditemukan bahwa dinding

perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi.1,6,10

Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan

(defense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis

yaitu titik McBurney, uji Rovsing, dan uji Blumberg. Uji psoas dan uji obturator

juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara

retrosekal.1,6,10

 Rovsing sign

Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan

nyeri diabdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh

karena iritasi dari peritoneum, disebut dengan nyeri tekan

kontralateral. Sering positif pada appendisitis namun tidak

spesifik.1,6,10

xvi
Gambar 2.5 Rovsing Sign10

 Psoas Sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut

pasien dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai

kanan pasien digerakkan kearah anteroposterior. Nyeri pada manuever

ini menunjukkan appendiks mengalami peradangan kontak dengan

otot psoas yang meregang saat dilakukan manuever.1,6,10

Gambar 2.6 Psoas Sign10

 Obturator Sign

Dilakukan dengan posisi terlentang, kemudian gerakan endorotasi

tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan

peradangan pada M. Obturatorius di rongga pelvis.1,6,10

xvii
Gambar 2.7 Obturator Sign10

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan

appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis akut berkisar antara

12.000-18.000/mm2. peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)

dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis apendisitis, jumlah

leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan apendisitis. Apabila

ditemukan lebih dari 18.000/mm2, maka kemungkinan apndiks perforasi dapat

dipertimbangkan. Pada apendisitis infiltrat, LED akan ditemukan meningkat. 10,13

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis

oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai

meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan. Kombinasi 3 tes yaitu peningkatan

CRP ≥ 8mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11.000/mm 2, dan presentasi neutrofil ≥ 75%

memiliki sensitivitas 86% dan spesifitas 90,7%.10

xviii
 Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk

menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya

lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis apendisitis

akut adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7mm atau lebih, dan bisa

ditemukan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.2,6,10

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai

hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat

muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi

banyak udara yang menghalangi appendix.2,6,10

CT-Scan merupakan pemeriksaan yang daoat digunakan untuk

mendiagnosis apendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan

spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis

tidak jelas, dan curiga adanya abses, maka CT-Scan dapat digunakan sebagai

pilihan tes diagnostik. Pada CT-Scan dapat ditemukan apendiks yang membesar

(diameter lebih dari 6 mm), penebalan dinding apendiks (lebih dari 2mm), untaian

lemak peri-apendiks, dan adanya apendikolit.2,6,10

2.2.6 Sistem Skoring

Appendisitis akut merupakan suatu diagnosis klinis, dengan adanya sistem

skoring maka diharapkan mampu memudahkan dalam penegakkan diagnosis.

Beberapa sistem skoring yang banyak digunakan pada diagnosis apendisitis akut

xix
adalah Alvarado score, Appendicitis Inflammatory Response Score, dan skor Raja

Isteri Pengiran Anak Saleha Appendicitis (RIPASA).14,15

Alvarado Score

Sistem penilaian alvarado banyak digunakan untuk menentukan perlunya

atau beratnya apendisitis dan sebagai pertimbangan intervensi bedah pada

apendisitis akut.15

Tabel 2.1 Sistem Skoring Alvarado Score15

Skor

Gejala Migrasi Nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/Muntah 1

Tanda Nyeri kuadran kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu > 37,5oC 1

Laboratorium Jumlah leukosit >10.000/mm3 2

Jumlah neutrofil > 75% 1

Total 10

Interpretasi:15

 Skor 5-6 : Kemungkinan appendicitis (compatible)

 Skor 7-8 : Kemungkinan besar appendicitis (probable)

 Skor 9-10 : Kemungkinan sangat besar appendicitis (very probable)

Ada pula interpretasi lain untuk tindak laksana pada pasien dimana apabila

skor total yang ditemukan 1-4, maka pasien dapat “dipulangkan”, skor 5-6 artinya

“diobservasi”, sedangkan skor 7-10 artinya perlu intervensi bedah darurat.15

xx
Appendicitis Inflammatory Response Score

Merupakan sistem skoring sederhana yang melibatkan 8 pengukuran,

berupa:14

Tabel 2.2 Appendicitis Inflammatory Response Score14

Temuan dan gejala klinis Skor

Muntah 1

Nyeri pada Fossa iliaka kanan 1

Ringan 1

Rebound Phenomenal/ defans muskular Sedang 2

Berat 3

Demam/ kenaikan temperature >38,5oC 1

70-84% 1
Leukosit Polimorfonuklear
>85% 2

10.000-14.900/mm3 1
Leukositosis
>15.000/mm3 2

10-49 1
CRP
>50 2

Interpretasi:

 Skor 0-4 : Low probability (Boleh rawat jalan bila kondisi baik)

 Skor 5-8 : Indeterminate (Observasi di rumah sakit)

 Skor 9-12 : High probability (Disarankan eksplorasi bedah)

2.2.7 Diagnosis Banding Appendisitis Akut

Terdapat beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis

banding, yaitu:6,17

xxi
 Gastroenteritis6,17

Pada gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering

ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

dengan appendisitis akut.

 Limfadenitis mesentrika6,17

Salphingitis akut kanan sering membuat rancu diagnosis apendisitis

akut. Suhu biasanya lebih tinggi dibandingkan apendisitis dan nyeri

perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya

disertai keputihan dan infeksi urin.

 Kista ovarium terpuntir6,17

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa

pada rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal atau colok

rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaa ultrasonografi dapat

menyingkirkan diagnosis.

2.2.8 Penatalaksanaan Appendisitis Akut

Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama

pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk

persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan

keberhasilan operasi.

 Terapi Medikamentosa

Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa

analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien

apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat

xxii
sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan

cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum

diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Akan

tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48

jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10

hari.3,5,6,18

 Tindakan Operatif

Hingga saat ini, kebijakan umum dalam menentukan waktu pelaksanaan

apendektomi adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena kondisi ini

dianggap sebagai keadaan darurat. Beberapa studi retrospektif telah menemukan

bahwa melakukan operasi dengan cepat, yaitu dalam waktu kurang dari 12 jam

setelah timbulnya nyeri, tidak signifikan dalam menurunkan risiko komplikasi

pascaoperasi dibandingkan dengan operasi yang dilakukan dalam rentang waktu

biasa, yaitu antara 12-24 jam. Namun, penelitian tersebut juga menunjukkan

bahwa setiap penundaan operasi selama 12 jam akan meningkatkan risiko

terjadinya perforasi sebesar 5%.3,5,6,18

Teknik yang digunakan dapat berupa operasi terbuka dan dengan

Laparoskopi. Apendektomi dilakukan dengan menggunakan bius umum dengan

pasien berbaring supine di atas meja operasi. Ketika diagnosis sebelum operasi

dianggap cukup pasti, sayatan yang umum digunakan untuk operasi pengangkatan

usus buntu adalah yang disebut sayatan gridiron. Sayatan gridiron dibuat tegak

lurus terhadap garis yang menghubungkan tulang pinggul anterior superior ileum

dengan pusar, dengan pusatnya berada di titik McBurney. 3,5,6,18

xxiii
Gambar 2.8 Insisi Gridiron5

Dalam beberapa tahun terakhir, sayatan lipatan kulit transversal (Lanz)

telah menjadi lebih populer. Sayatan ini, dibuat sekitar 2 cm di bawah pusar,

berpusat pada garis tengah dari klavikula ke pangkal paha.3,5,6,18

Gambar 2.9 Insisi transversal5

Sebelum mempersiapkan abdomen untuk operasi, raba dulu masa

periapendikular. Bila teraba massa lakukan tatalaksana terhadap massa

periapendikular berupa terapi konservatif dan dilakukan apendektomi 6-10

minggu kemudian. Terapi yang diberikan berupa antibiotic IV dan bowel

rest.3,5,6,18

xxiv
Pembedahan dilakukan dengan identififkasi sekum dengan taenia coli

kemudian dengan jari tarik caecum, apendiks akan terasa pada dasar caecum.

Adesi inflamasi dipidahkan hati-hati dengan jari, lalu keluarkan apendiks melalui

luka insisi. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian

dilakukan ligasi dan transeksi diantara forsep arteri dan ligasi. Benang 2/0

absorbable digunakan untuk menjahit caecum sejauh 1,25 cm dari ujung yang

diamputasi. Jahitan harus melewati otot, dan meliputi tinea coli.3,5,6,18

Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat

ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan

hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi.3,5,6,18

Gambar
5
2.10 Apendektomi Laparoskopi

Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih

belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur

diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih

mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup

xxv
pasien. Perbaikan infeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi

terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.3,5,6,18

Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi

luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan

pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat

kontaminasi rongga peritoneum.3,5,6,18

2.2.9 Komplikasi Appendisitis Akut

Komplikasi yang paling berbahaya adalah perforasi, baik berupa perforasi

bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan

berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Massa periapendikuler terjadi saat apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa

periapendikuler yang pembentukan dindingnya belum sempurna, dapat terjadi

penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh

peritonitis purulenta generalisata. Oleh sebab itu, massa periapendikuler yang

masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah komplikasi

tersebut, dan operasinyapun masih mudah.19

Perforasi apendisitis dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang

ditandai dengan nyeri hebat seluruh perut, demam tinggi dan kembung pada perut.

Bising usus dapat menurun bahkan menghilang karena ileus paralitik. Pus yang

menyebar dapat menjadi abses intraabdomen yang paling umum dijumpai pada

rongga pelvis dan subdiafragma. Tatalaksana yang dilakukan pada kondisi berat

ini adalah laparatomi eksploratif untuk membersihkan pus yang ada. Sekarang ini

xxvi
sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparaskopi sehingga

pembilasan dilakukan lebih mudah.19

xxvii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan salah satu kejadian terbanyak di bagian bedah.

Berdasarkan banyaknya kasus kejadian apendisitis serta tanda dan gejala klinis

yang tidak khas menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis dan keterlambatan

dalam penanganannya. Sehingga dapat berdampak pada komplikasi yang akan

terjadi, seperti gangrenosa, perforasi bahkan dapat terjadi peritonitis generalisata.

Berbagai cara telah digunakan untuk mendiagnosis apendisitis, tetapi masih

terdapat beberapa kasus yang salah diagnosis. Sebelum melakukan tindakan

pembedahan sebagai penatalaksanaan akhir terlebih dahulu dilakukan penilaian

terhadap tingkat keparahan dan diagnosis.

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan menggunakan skoring eperti

Alvarado Score dan AIS serta melalui gejala klinis dan hasil uji laboratorium. Jika

diagnosis klinis sudah jelas dan menyatakan pasien mengalami apendisitis maka

tindakan paling tepat dan merupakan satu-satu nya pilihan terbaik adalah tindakan

bedah dengan apendiktomi. Apendektomi biasanya dilakukan secara terbuka atau

laparoskopi. Pada apendektomi terbuka, insisi Mc. Burney paling sering dipilih

oleh ahli bedah.

Perforasi apendiks akan menyebabkan peritonitis difus yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri perut meningkat, distensi dan pembengkakan perut,

serta nyeri dan ketegangan otot yang terjadi di seluruh lapisan tubuh.

Kemungkinan komplikasi pasca operasi adalah infeksi luka, abses intra-

abdominal, ileus paralitik, fistula tinja dan obstruksi usus karena adhesi usus.

xxviii
3.2 Saran

1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Appendisitis akut


2. Pentingnya edukasi kepada masyararakat mengenai tanda, gejala dan
komplikasi appendisitis akut

xxix
DAFTAR PUSTAKA

1. Gordon RG. Sabiston Atlas Bedah Umum. 2011;


2. Borruel Nacenta S, Ibáñez Sanz L, Sanz Lucas R, Depetris MA, Martínez
Chamorro E. Update on acute appendicitis: Typical and untypical findings.
Radiologia. 2023;65 Suppl 1:S81–91.
3. Moris D, Paulson EK, Pappas TN. Diagnosis and Management of Acute
Appendicitis in Adults: A Review. JAMA. 2021;326(22):2299–311.
4. Xiang H, Han J, Ridley WE, Ridley LJ. Vermiform appendix: Normal
anatomy. J Med Imaging Radiat Oncol. 2018;62 Suppl 1:116.
5. Bailey HH, Love RJM, Williams NS (Queen MU of L, O’Connell PR
(University CD, McCaskie AW (University of C. Bayley & Love’s Short
Practice of Surgery. 2018. 297, 1050,1297-1297 p.
6. Sjamsuhidajat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah. 4th ed. 2017.
7. Walter K. Acute Appendicitis. JAMA. 2021;326(22):2339.
8. Awaluddin. FAKTOR RISIKO TERJADINYA APENDISITIS PADA
PENDERITA APENDISITIS DI RSUD BATARA GURU BELOPA
KABUPATEN LUWU TAHUN 2020 Awaluddin. J Kesehat Luwu Raya.
2020;7(1):67–72.
9. Flum DR. Acute Appendicitis — Appendectomy or the “Antibiotics First”
Strategy. N Engl J Med. 2015;372(20):1937–43.
10. Acute Appendicitis: Efficient Diagnosis and Management - PubMed
[Internet].
11. Cristie JO, Ary Wibowo A, Noor MS, Tedjowitono B, Aflanie I. Literature
Review: Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Apendisitis Akut. Homeostasis. 2021;4:59–68.
12. Appendicitis | Calgary Guide [Internet].
13. Khan SA, Ashraf R, Hassaan N, Naseer M, Azad MH, Javed H. The Role
of Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio in the Diagnosis of Acute Appendicitis.
Cureus. 2023;15(12):e51164.
14. Andersson M, Andersson RE. The appendicitis inflammatory response
score: A tool for the diagnosis of acute appendicitis that outperforms the
Alvarado score. World J Surg. 2008;32(8):1843–9.
15. Pouget-Baudry Y, Mucci S, Eyssartier E, Guesdon-Portes A, Lada P, Casa
C, et al. The use of the Alvarado score in the management of right lower
quadrant abdominal pain in the adult. J Visc Surg. 2010;147(2).
16. Alfisahrinie L, Wibowo AA, Noor MS, Tedjowitono B, Aflanie I.
Literature Review: Gambaran Berbagai Skor Diagnosis Apendisitis dengan

xxx
Skor Alvarado Dalam Diagnosis Apendisitis Akut. J Homeost. 2021;4:473–
86.
17. Mariati H, Julyani S, Rasfayanah, Rahmawati, Syamsu RF, Ardiyanto, et
al. Gambaran Faktor-Faktor Mempengaruhi Pasien Appendisitis Terhadap
Pemeriksaan USG di RS. Ibnu Sina Tahun 2016-2018. Fakumi
MedicalJournal J Mhs Kedokt. 2022;2(1):51–8.
18. Voß S, Weckbecker K. [Appendicitis - still a challenge]. MMW Fortschr
Med. 2017;159(11):43–6.
19. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ Br Med J.
2006;333(7567):530.

xxxi

Anda mungkin juga menyukai