Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Stella Abigail

NIM : 1261050130

Fakultas : Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Cibinong

Diajukan : 23 Januari – 25 Febuari 2017

Judul : SARKOIDOSIS IN THE NOSE

Cibinong, 13 Febuari 2017

Pembimbing bagian Ilmu Penyakit THT-


KL RSUD Cibinong

dr. H. R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Sarcoidosis in the Nose”. Selama menyelesaikan referat ini, banyak pihak yang
membantu penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong yang telah memberikan


kesempatan penulis untuk mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik THT-KL.

2. dr. H.R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL., dokter pembimbing yang telah banyak


memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang baik selama
penulisan referat maupun selama penulis mengikuti kepaniteraan di Rumah
Sakit Daerah Umum Cibinong.

3. dr. Dadang Chandra, Sp.THT-KL., dokter pembimbing yang telah banyak


memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan selama mengikuti kepaniteraan
THT-KL di Rumah Sakit Daerah Umum Cibinong.

4. dr. Martinus, perwakilan diklat Rumah Sakit Daerah Umum Cibinong yang
telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan tentang THT-KL.

5. Para staf dan seluruh karyawan, serta para perawat yang telah banyak
membantu penulis dan banyak memberikan saran-saran yang berguna dalam
menjalani kepaniteraan di Rumah Sakit Daerah Umum Cibinong.

6. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan, doa dan
bantuan sehingga referat ini dapat selesai tepat pada waktunya.

2
7. Rekan-rekan satu kepaniteraan ilmu THT-KL di Rumah Sakit Umum Daerah
Cibinong yang telah menjadi rekan belajar yang baik dan memberikan
dukungan dalam penulisan referat ini.

Penulis masih merasa memiliki banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
baik secara teknik maupun materi penulisan. Kritik dan saran dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penyusunan referat ini.

Jakarta,13 Febuari 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 5
DAFTAR TABEL ............................................................................................ 6

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 7

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG


A. ANATOMI HIDUNG .......................................................................... 9
B. FISIOLOGI HIDUNG ......................................................................... 12

BAB III SARKOIDOSIS IN THE NOSE


A. DEFINISI ............................................................................................. 14
B. ETIOLOGI ........................................................................................... 14
C. PATOLOGIK ....................................................................................... 15
D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS .......................................... 18
E. DIAGNOSIS ........................................................................................ 19
a. ANAMNESIS .......................................................................... 19
b. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................... 21
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................. 22
F. PENATALAKSANAAN ..................................................................... 23
G. PROGNOSIS ....................................................................................... 23

BAB IV RESUME .......................................................................................... 24


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36

4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar .................................................................... 10
Gambar 2. Anatomi Hidung Dalam ................................................................. 11
Gambar 3. Septum Nasi ................................................................................... 12
Gambar 4. Tuberkel Sarkoidosis ...................................................................... 13
Gambar 5. Tuberkel Sarkoidosis Pada Mukosa Paru Normal.......................... 14
Gambar 6. Granuloma pada Sarkoidosis .......................................................... 15
Gambar 7. Macam Granuloma pada Sarkoidosis ............................................. 15
Gambar 8. Lupus Pernio .................................................................................. 16
Gambar 9. Saddle Nose .................................................................................... 21
Gambar 10. Cobble Stone pada mukosa hidung .............................................. 22

5
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Epidemiologi Gejala yang Ditimbulkan oleh Sarkoidosis ................. 20

6
BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ panca indra yang terletak di wajah.
Fungsi hidung antara lain adalah fungsi respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik,
fungsi statik dan mekanik, serta refleks nasal. Rongga hidung atau kavum nasi
berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1 Secara anatomi
hidung dibagi menjadi bagian hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar berbentuk
piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah adalah pangkal hidung , dorsum
nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang hidung .

Struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian. Bagian yang paling atas
adalah kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang
mudah digerakkan.2 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.3,4

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os. internum
di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior,
konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.1

7
Sarkoidosis adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan proses
peradangan. Penyakit ini ditandai dengan adanya granuloma dan daerah kecil yang
berisi sel-sel radang.3 Sarkoidosis dapat menyerang organ apa saja dari tubuh pada
lokasi mana saja. Sarkoidosis paling banyak ditemukan pada paru. Selain itu
sarkoidosis memiliki kecenderungan untuk melibatkan banyak organ kepala dan leher
, termasuk mata, kelenjar ludah, orofaring, dan laring, serta keterlibatannya dengan
berbagai neuropati. Sarkoidosis yang mengenai hidung dapat mengenai bagian luar
maupun bagian dalam hidung.5

Kasus sarkoidosis ditemukan di seluruh dunia. Sarkoidosis hidung umumnya


menyertai manifestasi paru yang lebih lazim dari penyakit dengan distribusi
kosmopolit dan etiologi tidak diketahui ini. Epidemiologi sarkoidosis menjadi
tantangan yang besar karena munculnya manifestasi klinis yang berbeda-beda dan
kurangnya alat diagnosis yang spesifik. Dari studi global, jelas bahwa sarkoidosis
dapat mengenai setiap orang, setiap suku dan semua jenis kelamin, Namun ditemukan
lebih sering mengenai dewasa muda. Puncak kejadian pada orang berusia 25-35
tahun. Sebuah puncak kedua terjadi bagi wanita berusia 45-65 tahun. Rasio kejadian
pada laki-laki-perempuan sekitar 1: 2. 2,6

8
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

A. Anatomi hidung

Hidung merupakan salah satu organ panca indra yang terletak di wajah.
Fungsi hidung antara lain adalah fungsi respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik,
fungsi statik dan mekanik, serta refleks nasal. Rongga hidung atau kavum nasi
berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1 Secara anatomi
hidung dibagi menjadi bagian hidung luar dan hidung dalam.

Hidung luar
Hidung Luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah
adalah pangkal hidung , dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang
hidung. Struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian. Bagian yang paling atas
adalah kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang
mudah digerakkan.2 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.3,4

9
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar
( Diambil dari buku Grant’s Dissector ed 13 )
Hidung dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os. internum
di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior,
konka media, dan konka inferior1 Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga
meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimal. Dinding inferior merupakan
dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os rnaksila dan os palatum. Dinding superior
atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriform, yang
memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung. (3,4)

10
Gambar 2. Anatomi Hidung Dalam
( Diambil dari buku Grant’s Dissector ed 13 )
Septum nasi merupakan bagian hidung dalam yang membagi kavum nasi
menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina
perpendikular os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) ,
premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer,
krista maksila , Krista palatina serta krista sfenoid.1

Gambar 3. Septum Nasi


( Diambil dari buku Grant’s Dissector ed 13 )

11
B. Fisiologi Hidung
Hidung merupakan salah satu organ panca indra yang terletak di wajah.
Fungsi hidung antara lain adalah fungsi respirasi, fungsi penghidu, fungsi fonetik,
fungsi statik dan mekanik, serta refleks nasal.1

1. Fungsi respirasi

Fungsi respirasi hidung adalah hidung sebagai pengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
dan mekanisme imunologik lokal.1

Sebagai pengatur kondisi udara hidung perlu untuk mempersiapkan udara


yang akan masuk ke dalam alveola. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur
kelembaban udara, yang dilakukan oleh palut lendir dan suhu, yang dimungkinkan
karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.1,2

Fungsi hidung sebagai penyaring dan pelindung berguna untuk membersihkan


udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi,
Silia, Palut lendir, dan enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri,
disebut lysozime. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel –
partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan
dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.3

2. Fungsi Penghidu.
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktori pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
atau bila menarik napas dengan kuat.1,2

12
3. Fungsi fonetik
Berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Bentuk dan fungsi hidung
membentuk karakteristik suara setiap orang. Hidung termasuk dalam komponen kaku
saluran yang membentuk suara dan artikulasi. Bila hidung tersumbat karena banyak
sekret dan gangguan lainnya, kualitas suara akan berubah dan suara pasien menjadi
sengau.1,2
4. Fungsi statistik dan mekanik
Yaitu fungsi hidung untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas.1
5. Refleks nasal.

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran


cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan
refleks bersin dan napas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung dan pankreas. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan
refleks bersin dan napas terhenti.1,3

13
BAB III
SARCOIDOSIS IN THE NOSE

A. Definisi Sarkoidosis Hidung


Sarcoidosis in the nose dalam bahasa indonesia disebut sebagai sarkoidosis
hidung. Sarkoidosis sendiri merupakan suatu penyakit granulomatosa non-kaseosa
multisistem yang penyebabnya belum diketahui, terutama mengenai dewasa muda
dan paling sering mengenai hillus, paru, kulit, dan mata.7

Sarkoidosis berasal dari bahasa yunani sark dan oid yang berarti kelihatan
seperti daging, juga dikenal sebagai penyakit Besnier-Boeck.8 Sarkoidosis yang
mengenai hidung dapat mengenai bagian luar maupun bagian dalam hidung.5

B. Etiologi Sarkoidosis Hidung


Etiologi sarkoidosis belum diketahui dengan pasti, apakah merupakan
penyakit infeksi, penyakit genetik atau reaksi terhadap benda asing atau apakah
penyakit akibat satu atau banyak penyebab. Banyak agen infeksius yang dicurigai
sebagai penyebabnya.9

Walaupun penyebab sarkoidosis belum diketahui secara pasti, tetapi diduga


berbagai agen infektif, bahan kimia, serbuk pinus, dan debu kacang merupakan
bagian dari berapa penyebabnya.5 Inhalasi bahan kimia seperti zirkonium dan
berilium juga dapat menimbulkan granuloma, tetapi pajanan bahan-bahan tersebut
pada penderita sarkoidosis jarang terbukti.9

Data terbaru juga menunjukan adanya hubungan genetik dengan penyakit ini
dimana terdapat peningkatan risiko sebanyak 5 kali lipat pada orang dengan riwayat
penyakit keluarga serupa. Diduga terdapat hubungan pada kromosom 6 dengan gen
HLA spesifik.10

14
C. Patologik Sarkoidosis Hidung
Pada hidung ditemukan pembentukan krusta dan penebalan mukosa pada
konka inferior dan septum.7 Biopsi memperlihatkan granuloma-granuloma non
kaseosa yang khas. Lesi Granuloma pada sarkoidosis tidak disebabkan oleh agen
spesifik seperti bakteri ataupun virus.11 Gambaran histopatologik sarkoidosis
menunjukkan penyakit granulomatosa noncaseating yang terdiri dari: (1) sel epiteloid
dengan bentuk bulat, berwarna pucat, dengan inti oval; (2) makrofag; dan (3) khas sel
Langhans. Sel ini terlihat lebih besar daripada yang terlihat pada tuberkulosis dan
mengandung lebih banyak inti.12 Temuan lain adalah tanda-tanda sistemik berupa
hipergamaglobulinemia dan penurunan albumin serum.3
Tuberkulum pada sarkoidosis ditandai dengan bagian pusat yang disebut
sebagai sel epiteloid, meskipun sel ini sebenarnya adalah mononuklear fagosit. Tidak
ada kaseasi nekrotik sentral seperti dalam TB, tetapi kadang-kadang terlihat beberapa
hialin degenerasi. Sel makrofag dapat hadir dan terdapat tuberkulum yang dikelilingi
oleh sel limfosit.13

Gambar 4. Tuberkel Sarkoidosis


( Diambil dari jurnal “Pathology of Sarcoidosis” )

15
Pada sarkoidosis reaksi tuberkulum tipe ini akan ditemukan di semua lesi
multipel yang ada meskipun tidak menyebabkan masalah. Tidak diketahui
penyebabnya dari pembentukan tuberkulum sarkoid. Pada temuan klinis, lesi tidak
cenderung untuk membentuk ulserasi dan dapat sembuh spontan dan sempurna atau
menjadi jaringan parut hialin

Telah ditemukan bahwa mukosa pada saluran pernapasan sangat cenderung


untuk terlibat oleh sarkoidosis, meskipun lesi mungkin tersembunyi dan tanpa
gejala. Biopsi yang dilakukan secara acak pada mukosa bronkus atau amandel akan
sering menampakkan gambaran granulomata tuberkuloid dimana lesi klinis tempat
lain memberi kesan sarkoidosis tapi mungkin tidak dapat dipertanggung jawabkan
untuk biopsi.12

Gambar 5. Tuberkel Sarkoidosis Pada Mukosa Paru Normal


( Diambil dari jurnal “Pathology of Sarcoidosis” )
Pada gambar di atas nampak mukosa bronkial normal pada pasien yang
diduga memiliki limfadenopati hilus jinak. Setelahnya ditemukan adanya keterlibatan
dengan mukosa hidung. Reaksi Mantoux negatif adalah signifikan terutama dalam
populasi yang didominasi Mantoux-positif.12

16
Gambar 6. Granulom Pada Sarkoidosis
( Diambil dari jurnal “Pathology of Sarcoidosis” )

Gambar 7. Macam Granuloma Pada Sarkoidosis


( Diambil dari jurnal “Pathology of Sarcoidosis” )

17
Biasanya gambaran sel granulosa pada sarkoidosis tidak terdapat nekrosis,
seperti terlihat pada gambar 6. Tetapi sebagian kecil sel granuloma sarkoidosis
mengalami nekrosis (gambar 7 A-C). Sepertiga dari hasil biopsi pasien sarkoidosis
yang mengandung granuloma ditemukan nekrosis. Apoptosis inti sel sering
ditemukan di dalam nekrose dan terletak berdekatan dengan titik pusat dari
nekrosisnya (gambar 7C,D). Gambar 7E menampakkan gambaran nekrosis supuratif
dan gambaran 7F merupakan gambaran nekrosis luas yang jarang sekali ditemukan. 11

D. Patofisiologi dan Patogenesis Sarkoidosis Hidung


Patofisiologik sarkoidosis dipercaya melibatkan faktor kelainan genetik
dimana terdapat kelainan reaksi imun yang ditambah dengan faktor lingkungan yang
mendukung terjadinya proses patologiknya.10 Dipercaya terdapat suatu antigen dari
faktor lingkungan yang menimbulkan reaksi imun pada penderita. Menurut teori
antigen tersebut adalah partikel kecil yang dapat tercampur dengan atmosfer udara.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sarkoidosis 90% bermanifestasi awal di
paru, maka antigen penyebanya diduga masuk lewat inhalasi udara. Antigen
penyebab juga diduga merupakan multifaktor atau lebih dari satu. Mikroorganisme
seperti virus dan bakteri juga dicurigai terlibat di dalam proses patogenesisnya,
meskipun sampai sekarang belum ditemukan bukti mengenai keterlibatannya.11

Menurut teori, sarkoidosis berasal dari alveolitis paru. Alveolitis paru


mengandung banyak sel T yang kemudian menyebabkan berbagai reaksi kimia. Salah
satu reaksi kimianya adalah menarik monosit yang kemudian bertransformasi menjadi
sel epitelial dan membentuk granula. Granula ini yang dikemudian hari dapat menjadi
fibrosis.5

Proses terbentuknya granuloma sendiri berawal dari adanya sel makrofag dan
limfosit. Sel makrofag dan limfosit ini menimbulkan reaksi serta meningkatkan kadar
limfokin dan sitokin yang kemudian menyebabkan bermigrasinya sel-sel makrofag

18
lain dari sumsum tulang ke daerah-daerah lokalisasi dan membentuk grup padat yang
menjadi granuloma.11 Granuloma ini dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan
yang adekuat. Granuloma yang tidak sembuh kemudian menjadi jaringan
penyambung avaskular. Bila tidak ada perbaikan dalam kurun waktu 1-2 tahun terjadi
hialinsasi perifer dan jaringan dapat berubah menjadi fibrosis. Terakhirnya, fibrosis
dapat membekas.11

Selanjutnya semua disfungsi organ disebabkan oleh intervensi dari granuloma


atau fibrosis tersebut.11 Pada proses formasi granuloma, makrofag mengalami
maturasi yang ditandai dengan perubahan fungsi sebagai berikut; peningkatan
kapabilitas sekresi, penurunan kemampuan fagosit, dan perubahan morfologik
menjadi sel epiteloid.13

E. Diagnosis
Terdapat 3 kriteria yang harus ada untuk mendiagnosis sarkoidosis. Pertama,
presentasi klinis dan radiologik harus sesuai dengan penyakit sarkoidosis. Kedua,
gambaran biopsi harus menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa. Ketiga,
kemungkinan penyebab lain yang dapat menyebabkan granuloma non kaseosa harus
disingkirkan.5
1. Anamnesis
Gejala yang sering ditimbulkan oleh penyakit ini kebanyakan manifestasi dari
saluran napas, diikuti oleh gejala sistemik lainnya seperti demam. Manifestasi yang
ditimbulkan oleh saluran pernapasan bagian atas sebanyak 2-6% dari total kasus.
Namun pada sebagian kecil kasus, penyakit ini dapat tidak memberikan gejala sama
sekali atau asimtomatik.6,14

19
Tabel 1. Epidemiologi Gejala yang Ditimbulkan oleh Sarkoidosis6
GEJALA KETERANGAN PRESENTASI
Asimtomatik Biasa tidak sengaja : 5% dari kasus
ditemukan lewat biopsi
paru
Sistemik demam, anoreksia 45% dari kasus
Paru dispnu, batuk, nyeri dada 50% dari kasus
hidung 2-6 % dari kasus

Gejala sarkoidosis pada hidung timbul baik di luar maupun di dalam hidung.
Pada luar hidung dapat ditemukan tampak lesi kulit. Sedangkan pada dalam hidung
mengenai bagian rongga hidung sampai ke sinus paranasal. Sering didapat obstruksi
berat dari saluran hidung dan krusta lendir hidung, mukosa hidung yang kering,
disertai hiposmia dengan berbagai derajat. Kadang manifestasi pada sarkoidosis yang
mengenai sinus nasal dapat memberikan gejala sakit kepala, epistaksis, mata berkaca-
kaca,dan otitis media. Penyakit sarkoidosis kronis dapat menyebabkan kelainan
anatomi dan menimbulkan nodul di mukosa yang cenderung untuk melenyapkan
kelenjar submukosa.. 12,15

Gambar 8. Lupus Pernio

( Diambil dari “Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck.” )

20
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, karena penyakit sarkoidosis merupakan penyakit
sistemik, penting untuk memeriksa tidak hanya bagian hidung saja, tetapi juga bagian
lain yang sering ikut terlibat seperti pada kulit dapat ditemukan lesi, pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran jantung, hati, dan limpa juga dapat terjadi.6

Formasi granula dapat destruksi dari tulang rawan hidung dan menyebabkan
deformitas hidung menjadi seperti bentuk tapal kuda atau perforasi septum .
Sarkoidosis pada mukosa nasal biasanya didiagnosis dengan pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan nasal anterior didapat mukosa hidung dengan lesi nodul papular
berwarna putih sampai kuning pucat, atau inflamasi berat dengan krusta lendir.12,15

Gambar 9. Saddle Nose


( Diambil dari “Jurnal Sarcoidosis in the Upper and Lower Airway ” )

21
Gambar 10. Cobble Stone Pada Mukosa Hidung
( Diambil dari “Jurnal Sarcoidosis in the Upper and Lower Airway ” )

3. Pemeriksaan Penunjang
Tiga kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakan diagnosis adalah
kecocokan dari klinis dan temuan radiologik dengan sarkoidosis, granuloma tanpa
perkijuan, dan tidak adanya penyebab lain yang dapat menimbulkan granuloma.
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
dari sarkoidosis adalah biopsi jaringan, pemeriksaan lab ditemukan peningkatan
kadar Angiotensin Converting Enzym pada serum atau urin, pemeriksaan foto
Rontgen dengan CT-scan atau xray sering ditemukan gambaran kelainan pada paru.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Kveim test.


Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyuntikkan suspensi yang diambil dari kelenjar
limpa pasien dengan sarkoidosis aktif ke dalam kulit. Reaksi yang positif akan
muncul sebagai nodul padat sebesar 3-8 mm.16

22
F. Penatalaksanaan
Karena penyebab penyakit ini belum diketahui dan belum ada obat pilihan,
pengobatan ditujukan untuk mencegah progresifitas, meningkatkan regresi atau
meredakan gejala penyakit dengan efek samping sekecil mungkin. Kortikosteroid
merupakan obat yang menguntungkan terhadap kelainan klinis, radiologik,
imunologik dan biokimia pada sarkoidosis. Indikasi pemberian kortikosteroid
sistemik adalah penyakit yang progresif dan mengancam jiwa. Obat ini dapat
meredakan proses peradangan dan mengurangi gejala dalam minggu. Pada
kebanyakan penderita, penyakit ini dapat sembuh spontan dan tidak memerlukan
terapi apapun. Apabila dibutuhkan terapi, tujuan utamanya adalah untuk menjaga
agar paru dan organ yang terkena lainnya tidak semakin memburuk fungsinya, juga
untuk menghilangkan gejala.

Obat-obatan seperti kortikosteroid adalah yang paling banyak digunakan


untuk mengobati sarkoidosis. 2 Granuloma sarkoidosis dihasilkan sebagai reaksi dari
respon imun. Pengobatan yang digunakan pada sarkoidosis adalah untuk menekan
sistem imun. Ini akan menyebabkan seseorang akan menderita penyakit akibat
infeksi, dan resiko ini harus dipertimbangkan dalam menentukan pengobatan.
Menghilangkan granuloma bukan merupakan pilihan. Pembedahan juga tidak dapat
menghilangkan penyebab dari granuloma tersebut. Cairan intravena diberikan apabila
penderita kelihatan dehidrasi. 8

G. Komplikasi dan prognosis


Sejumlah 70-80% penderita sarkoidosis akut dapat mengalami resolusi
spontan dan mempunyai prognosis yang baik, tetapi hampir 1/3 jumlah penderita
dapat mengalami relaps. Bentuk kronik lebih sering ditemukan pada orang yang lebih
tua dan cenderung progresif.16

23
BAB IV
RESUME

Sarkoidosis merupakan penyakit granulomatosa non-kaseosa sistemik yang


dapat menyerang organ mana saja, termasuk hidung. Fungsi hidung sebagai salah
satu organ traktus respiratorius bagian atas dapat terganggu oleh bermacam macam
faktor penyebab. Sarkoidosis mengganggu fungsi hidung dengan merubah
morfologik normal hidung. Penyebab sarkoidosis itu sendiri sampai saat ini masih
belum ditemukan. Dipercaya bahwa antigen penyebab sarkoidosis lebih dari satu dan
merupakan partikel kecil yang masuk lewat inhalasi udara. Antigen yang masuk ke
paru memanggil makrofag dan limfosit, sel T yang ada dalam paru menyebabkan
serangkaian reaksi kimia yang mengundang monosit dan menyebabkan transformasi
epitel dan membentuk granuloma yang pada akhirnya dapat menjadi fibrosis.

Terdapat 3 kriteria yang harus ada untuk mendiagnosis sarkoidosis. Pertama,


presentasi klinis dan radiologik harus sesuai dengan penyakit sarkoidosis. Kedua,
gambaran biopsi harus menunjukkan gambaran granuloma non kaseosa. Ketiga,
kemungkinan penyebab lain yang dapat menyebabkan granuloma non kaseosa harus
disingkirkan. Gejala sarkoidosis pada luar hidung dapat ditemukan tampak lesi kulit.
Sedangkan pada dalam hidung sering didapat obstruksi berat dari saluran hidung dan
krusta lendir hidung, mukosa hidung yang kering, disertai hiposmia dengan berbagai
derajat. Pada pemeriksaan nasal anterior didapat mukosa hidung dengan lesi nodul
papular berwarna putih sampai kuning pucat, atau inflamasi berat dengan krusta
lendir.

24
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk membantu penegakan
diagnosis dari sarkoidosis adalah biopsi jaringan, pemeriksaan laboratorium
ditemukan peningkatan kadar ACE pada serum atau urin, pemeriksaan foto Rontgen
dengan CT-scan atau xray sering ditemukan gambaran kelainan pada paru, dan Kveim
test. Pengobatan yang digunakan pada sarkoidosis adalah untuk menekan sistem
imun. Obat-obatan seperti kortikosteroid adalah yang paling banyak digunakan untuk
mengobati sarkoidosis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani R.S. Hidung. Dalam: Soepardi


E.A.,Iskandar N.,dkk. Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher,Ed
6.Jakarta: FKUI, 2009: 118-22.

2. Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and accessory
sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck. Fourteenth
edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London, 1991:3-8

3. Higler, P.A. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam: Adams,


Boeis,Higler. Buku Ajar Penyakit THT BOIES, Edisi ke – 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC :Jakarta, 2014:173-7, 223

4. Probst R, Grevers G, Iro H, Basic Otorhinolaryngology, Thieme : New York.


2016:158-63

5. Cummings C.W. Sarcoidosis. Sarcoidosis. Dalam: Flint P W, Haughey BH,


dst. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery . Philadelphia:
Mosby Elsevier.5(1):2005: 658-9

6. Kamangar N. Sarcoidosis. Mosenifar Z. 2016. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/301914-overview

7. FSR. TREATMENT OF SARCOIDOSIS.2007. Available at:


http://www.stopsarcoidosis.org/sarcoidosis/treatment.htm

8. NHLBI. SARCOIDOSIS. 2007. Available at:


http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/sarc/sar_whatis.html

9. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, FK UI, Jakarta, 2001:953-6

26
10. Poetker D.M.,Cristobal R, Smith T.I, Granulomatous and Autoimmune
Disease of the Nose and Sinuses. Dalam: Bailey B.J., Johnson J.T., Newlands
S.D. Head and Neck Surgery – OTOLARYNGOLOGY. USA: Lippincott
Williams &Wilkins. 4(1):2006:378-91

11. Rosen Y. Pathologi of Sarcoidosis. Dalam: Judson MA, Lannuzzi MC.


Journal Sarcoidosis: Evolving Concepts and Controversies. NewYork:
Departement of Pathology. 2007:36-52

12. . Am J Rhinol. Nasal and sinus manifestations of sarcoidosis. Dalam: Zeitlin


JF, Tami TA, Baughman R, Winget D . Current Diagnosis & Treatment in
Otolaryngology—Head & Neck Surgery .2000:157-61

13. Munro, B. Sarcoidosis of The Nose. Dalam: Journal of Laryngology and


Otology-Section of Laryngology. Newcastle: Royal Victoria Infirmary.
66:1979:669-75

14. Gundy KV, Sharma OP. Pathogenesis of Sarcoidosis. Dalam: The Western
Journal of Medicine. Los Angeles: Journal of Medicine. 1987:168-74

15. Culver D.A. Sarcoidosis of the Upper and Lower Airway. Dalam: Mehta A.C,
Gildea T.R., Jean P. Disease of the Central Airway. Switzerland: Learner
Research Institute. 2016:71-85

16. Davila C. Sarcoidosis Diagnosis Diffilucties. Dalam: Tanase L, Manea C,


Sarafoleanu C. Romanian Journal of Rhinology. Romania: Sfanta Maria
Hospital. 4(1):2014:221-7

27

Anda mungkin juga menyukai