Anda di halaman 1dari 37

Nama Dosen : Imelda Appulembang, MSN

Mata Kuliah : Keperawatan dewasa sistem kardiovaskuler,


respiratori dan hematologi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DHF (DENGUE HEMORAGIC FEVER) GRADE 3 DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL PASURUAN

Oleh:
KELOMPOK 6

MUH. RUSLAN 21212011


LENORA DIANA RAHAMBINAN 21212033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa
Medis DHF ( Dengue Hemoragic Fever ) Grade 3 di Ruang Asoka RSUD
Bangil Pasuruan” ini dengan tepat waktu sebagai persyaratan akademik dalam
menyelesaikan Program S1 Keperawatan di STIKES Gunung Sari Makassar.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga


makalah ini selesai dengan baik.
2. Orang tua, dan keluarga besar tercinta yang selalu mendukung dan
mendoakan sehingga semua bias berjalan lancar
3. Imelda Appulembang, MSN yang sangat membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan,
sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterimakasih apabila para pembaca
berkenan memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran
demi kesempurnaan makalah ini.Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca dan bagi keperawatan.

Makassar 01 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN.................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
1. Tujuan Umum........................................................................ 3
2. Tujuan Khusus....................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 3
1. Akademis............................................................................... 4
2. Bagi Pelayanan Di Rumah Sakit........................................... 4
3. Peneliti................................................................................... 4
4. Bagi Peneliti Kesehatan......................................................... 4
E. Metode Penulisan........................................................................ 4
1. Metode................................................................................... 4
2. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 4
3. Sumber Data.......................................................................... 4
4. Studi Kepustakaan................................................................. 5
F. Sistematika Penulisan.................................................................. 5
1. Bagian Awal.......................................................................... 5
2. Bagian Inti............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................... 6
A. Konsep Dasar Medik................................................................... 6
1. Definisi.................................................................................. 6
2. Etiologi.................................................................................. 6
3. Anatomi fisiologis................................................................. 7
4. Patofisiologis......................................................................... 10
5. Tanda dan gejala.................................................................... 11

iii
6. Komplikasi............................................................................ 12
7. Pemeriksaan Diagnostik dan laboratorium............................ 12
B. Kosep Asuhan Keperawatan....................................................... 13
1. Pengkajian............................................................................. 13
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 17
3. Intervensi Keperawatan......................................................... 18
4. Implementasi......................................................................... 21
5. Evaluasi................................................................................. 21
C. Pencegahan primer, sekunder dan tersier.................................... 21
D. Pendidikan kesehatan.................................................................. 25
E. Pathway ....................................................................................... 28

BAB III PENUTUP................................................................................. 29


A. Kesimpulan................................................................................... 29
B. Saran............................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Eegypty.
Penyakit ini yang ditandai dengan demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang
jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, disertai manifestasi
perdarahan (sekurang- kurangnya uji tourniquet positif) dan / atau
trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μL). Penyakit ini nyaris di
temukan diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik
secara endemik maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan
datangnya musim penghujan. Penyakit ini banyak menimbulkan kematian
didaerah tropis dan subtropis serta merupakan ancaman kesehatan bagi dunia
karena lebih dari 100 negara terjangkit penyakit ini (Ranjit,2011). Dalam 30
tahun terakhir, sebanyak >5 juta kasus demam berdarah terjadi di Amerika
( Branco, et al., 2014).
Wabah hebat terjadi saat penyakit menyebar ke daerah baru dengan
angka serangan tinggi pada orang-orang yang rentan. Demam berdarah
dengue ini merupakan infeksi yang berhubungan dengan berpergian, yang
sering terjadi pada turis dari negara non endemik. Penyakit ini ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypty yang terutama memiliki habitat perkotaan dan
mendapat virus sewaktu menghisap darah manusia yang terinfeksi (Infektif
setelah 8-10 hari). Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa orang yang
terkena penyakit DBD/DHF dapat di berikan jus jambu agar sel darah merah /
trombositnya cepat kembali tapi sebenarnya yang bermanfaat itu adalah
daun jambunya karena setiap 1 lembar daun jambu sama dengan 1kg buah
jambu tersebut. ( Djunaedi, 2006).
Menurut Word Health Organization (WHO 1995) populasi di dunia
diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar
terutama yang tinggal di daerah perkotaan di Negara tropis dan subtropis.
Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh

1
dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus
demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang
dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan
perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012). Data dari seluruh
dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
DBD setiap tahunnya. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di
Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada
tahun 2016 kejadian kasus DBD menyebar ke 7 provinsi di Indonesia,
termasuk provinsi Jawa Timur khususnya kabupaten Sidoarjo yang
mengalami peningkatan jumlah kasus DBD sejak bulan Januari 2016. Kasus
DBD di Indonesia sulit diberantas karena curah hujan yang cukup tinggi dan
system sanitasi yang kurang mendukung sehingga menyebabkan laju perkem-
bangbiakan nyamuk Aedes Aegypti cukup cepat.
Penyakit ini di sebabkan oleh virus Dengue (Arbovirus ) yang
mengakibatkan demam selama 2-7 hari dengan di tandai nyeri kepala, mual
muntah, tidak nafsu makan, diare, ruam pada kulit, uji tourniquet positif,
adanya petekie, penurunan kesadaran atau gelisah, nadi cepat atau lemah,
hipotensi, tekanan darah turun, perfusi perifer turun dan kulit dingin atau
lembab. Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD antara lain yaitu: Gagal
ginjal, Efusi pleura, Hepatomegali, Gagal jantung, Syok, Penurunan
kesadaran.
Sebagian besar pasien yang terkena DBD/DHF yang telah mengalami
demam lebih dari 3 hari harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan
perwatan yang intensif. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan keluarga
dan masyarakat tentang penyakit DBD/DHF dengan memberikan penyuluhan
tentang sebab dan akibat dari Demam berdarah. DBD/DHF dapat di cegah
dengan melakukan 3M yaitu Mengubur (mengubur barang-barang yang sudah
tidak di pakai lagi contohnya sampah kaleng atau plastik), Menguras
(menguras bak mandi atau tempat penyimpanan air yang ada di rumah.
Dalam 1 minggu tempat penyimpanan air dapat di kuras 2 kali atau 3kali),
Menutupi tempat 10 Penyimpanan air ; jangan sampai terkena gigitan

2
nyamuk Ades Aegypti dan bila erlugunakan lotion (mengusir nyamuk),
karena nyamuk ini biasanya aktif di pagi atau siang hari terutama tempat yang
gelap atau kotor ; menggunakan bubuk Abate pada selokan dan
penampungan air agar tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk ; jaga agar
kondisi tetap sehat dan badan yang kuat untuk menangkal virus yang masuk
sehingga walau terkena gigitan nyamuk, virus tidak akan berkembang.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka
penulis akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan
keperawatan pada anak dengan diagnosa medis DHF dengan membuat
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
Anak dengan diagnosa DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil ?

3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa
DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji Anak dengan diagnosa DHF di Ruang Asoka RSUD
Bangil
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Anak dengan diagnosa
DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa
DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil
d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa
DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil
e. Mengevaluasi anak dengan diagnosa DHF di ruang Asoka RSUD
Bangil
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Anak dengan
diagnosa DHF di Ruang Asoka RSUD Bangil

D. Manfaat
Terkait dengan tujuan, makat ugas akhir ini diharapkan dapat
bermanfaat :
1. Akademis, hasil tidak asus ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khusunya dalama suhan keperawatan pada anak DHF
2. Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:
a. Pelayanan keperawatan di rumah sakit, hasil studi kasus ini, dapat
menjadi masukan bagi pelayanan di RS agar dapat melakukan asuhan
keperawatan anak dengan DHF dengan baik
b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan
bagi peneliti berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada
asuhan keperawatan pada anak dengan DHF
c. Bagi profesi kesehatan

4
E. Metode Penulisan

1. Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkap ka


nperistiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi
studikepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data
dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah
pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2. Teknik pengumpulan data


a. Wawancara
Data diambil / diperoleh melalui percakapan baik dengan klien,
keluarga maupun tim kesehatan yang lain
b. Observasi
Data yang diambil melalui pengamat anak pada klien
c. Pemeriksaan
Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat
menunjang menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.
3. Sumber Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari klien

b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau
orang terdekat klien, catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan
dan tim kesehatan lain.
4. Studi kepustakaan
Studi kepustakaanya itu mempelajari buku sumber yang
berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

5
F. Sistematika Penulisan Metode

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan


memahami studi kasus ini, secara keseluruhan di bagi menjadi tiga bagian,
yaitu :

1. Bagian awal, memuat halaman judul, kata pengantar dan daftar isi.

2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing–masing bab terdiri dari sub
bab berikut ini:

Bab 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat


penelitian, sistematika penulisan studi kasus
Bab 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis
dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa DHF serta kerangka
masalah
Bab 3 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konser Dasar Medik


Dalam bab 2 ini akan di uraikan secara teoritis mengenai konsep
penyakit dan asuhan keperawatan pada anak dengan DHF konsep penyakit
akan di uraikan definisi, etiologi, dan cara penanganan secara medis. Asuhan
keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang mucul pada DHF dengan
melakukan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnose,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.
1. Definisi
Demam dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro,
2009).
2. Etiologi
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dari kelompok arbovirus
B yaitu Athropad borne. Atau virus yang disebabkan oleh Arthropoda.
Virus ini termasuk genus flavivirus. Dari famili flavividau. Nyamuk Aides
betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat menghisap darah dari
seseorang yang sedang pada tahap demam akut. Setelah melalui periode
inkubasi ekstrinsik selama 8-10 hari. Kelenjar ludah Aides akan menjadi
terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain.
Setelah masa inkubasi instrinsik selama 3-14 hari timbul gejala awal
penyakit secara mendadak yang ditandai dengan demam, pusing, nyeri
otot, hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda nonspesifik seperti nousea

6
(mual-mual), muntah dan rash (ruam kulit) biasanya muncul pada saat atau
persis sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama 5 hari
setelah dimulai penyakit, saat-saat tersebut merupakan masa kritis dimana
penderita dalam masa inefektif untuk nyamuk yang berperan dalam siklus
penularan. (Widoyono 2010).
Tubuh yang terasa lelah demam yang sering naik turun, nyeri pada
perut secara berkelanjutan, sering mual dan muntah darah yang keluar
melalui hidung, dan muntah. Kebanyakan orang yang menderita DBD
pulih dalam waktu dua minggu Dengan gejala klinis yang semakin berat
pada penderita DBD dan dengue shock syndromes dapat berkembang
menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Klien dapat terjadi
komplikasi seperti Disorientasi atau Kehilangan daya untuk mengenal
lingkungan, terutama yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan orang.
Shock, effusi pleura, asidosis metabolik, anoksia jaringan, Penurunan
kesadaran.(Suriadi dan yuliani, 2009).
3. Anatomi Fisiologi
Menurut Sheerwood hematologi adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu tentang darah dan aspeknya pada keadaan sehat atau sakit, dalam
keadaan normal volume darah manusia ±7-8% dari berat bagian tengah
rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badan
total, sehingga merupakan yang paling besar didalam tubuh. Sumsum bisa
berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi
sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil
darah) utama. Sedangkan sumsum tulang kuning, tersusun terutama oleh
lemak dan tidak ktif dalam produksi elemen darah. (Desmawati, 2013)
Darah sendiri adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain
karena berbentuk ciran yang mengandung elektrolit dan sebagai kendaraan
atau medium untuk transportasi pertukaran antar sel. Darah juga
merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada dalam ruang
vaskuler, karena perannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai
bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari
paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk

7
di keluarkan, membawa zat nutrisi dari saluran cerna ke jaringan
kemudian mengantarkan sisa metabolisme melalui organ sekresi seperti
ginjal, menghantarkan hormon dan materi-materi pembekuan.
(Desmawati, 2013)
a. Karakteristik darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, viskositas, pH,
volume, dan komposisinya
1) Warna darah
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen
yang berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah
vena berwarna merah tua karena kurang oksigen dibandingkan
dengan darah arteri.
2) Viskositas Darah
Viskositas darah ¼ lebih tinggi pada viskositas air yaitu
sekitar 1.084 sampai 1.066.
3) pH Darah
pH darah bersifat alkaline dengan pH 7,35-7,45.
4) Volume Darah
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70-75m/kgBB,
atau sekitar 4-5 liter darah.
b. Komposisi Darah
Darah tersusun atas dua komponen utama, yaitu :
a. Plasma darah
Unsur ini merupakan komponen terbesar dalam darah, karna
lebih dari separu darah mengandung plasma darah. Plasma darah
yaitu suatu cairan kompleks yang berfungsi sebagai medium
transportasi untuk zat-zat yang diangkat dalam darah, yaitu
sebagian terdiri dari air (92%), 7% protein, 1% nutrisi, hasil
metabolisme, gas pernafasan, enzim, hormon-hormon, faktor
pembekuan darah dan garam-garaman organik. Protein-protein
dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1 globulin, alpha-2
globulin, beta globulin, dan gamma globulin), fibrinogen,

8
protombin, dan protein esensial untuk koagulasi.Serum albumin
dan gamma globulin sangat penting untuk mempertahankan
tekanan osmotik, dan gamma globulin juga mengandung antibodi
(immunoglobulin) seperti IgM, IgG, igA, igD, dan IgE untuk
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme.
b. Sel-sel darah
Sel-sel darah tersusun atas sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), trombosit (keping darah).
a) Sel darah merah (eritrosit)
Eritrosit merupakan jenis sel darah yang paling banyak
dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh
lewat darah. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin,
sebua biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin
akan mengambil oksigen dari paru- paru, dan oksigen akan di
lepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna
merah sel darah merah sendiri berasal dari hemoglobil yang
unsur pembuatannya adalah zat besi.
Hemoglobin adalah protein atau pigmen merah yang
terdapat sel darah merah. Normalnya dalam darah pada laki-
laki 15,5 g/dl dan pada wanita 14,00 g/dl. Rata-rata
konsentrasi hemoglobin (MCHC ꞊ Mean cell concentration of
hemoglobin) pada sel darah merah 32g/dl.
Fungsi hemoglobin mengangkut oksigen dari paru dan
dalam peredaran darah untuk di bawa ke jaringan. Ikatan
oksigen dengan hemoglobin disebut oksihemoglobin (HbO2).
Disamping oksigen, hemoglobin juga membawa
karbondioksida dan dengan karbondioksida membentuk ikatan
karbon monoksida (hbCO), juga berperan dalam
keseimbangan pH darah. (Desmawati, 2013)
a) Sel darah putih (leukosit)
Sel darah putih berperan dalam membentuk sistem
pertahanan tubuh terhadap penyakit. Leukosit terbagi atas 2

9
bagian yaitu : Agranulosit Adalah leukosit yang tidak
memiliki granula pada sitoplasmanya dan Granulosit adalah
leukosit yang memiliki granula pada sitoplasmanya
(Desmawati, 2013)\
b) Trombosit

Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter dua


sampai empat mikron, yang terdapat di dalam sirkulasi plasma
darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah,
jumlahnya selalu berubah berkisar antara 150.000 sampai
dengan 450.000 per mm³ darah. Trombosit berperan penting
dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera
vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut.
Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit
menyebabkan trombosit menempel satu dengan lainnya yang
membentuk tambalan atau sumbatan yang sementara
menghentikan perdarahan. Substansi lain dilepaskan dari
trombosit dan memulai mekanisme rumit pembekuan darah
yang disebut juga Clotting Cascade Akan tetapi mekanisme
pembekuan ini hanya efektif pada perdarahan intensitas kecil
misalnya pada pembuluh darah kecil atau rembesan kapiler.
Sedangkan pada perdarahan pembuluh darah besar atau arteri,
mekanisme ini sulit mempertahankan kontinuitasnya oleh
karena tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh jantung dan
darah yang masih di dalam vaskuler.
4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks vrius antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,
dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

10
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin, faktor V, VII, IX dan X) yang
merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama
perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya
penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara akut.
5. Tanda dan gejala
Banyak orang tidak mengalami tanda atau gejala infeksi demam
berdarah dengue. Ketika gejala benar-benar terjadi, mereka disalah artikan
sebagai penyakit lain, seperti flu. Biasanya gejala akan muncul mulai empat
hingga 10 hari setelah kamu digigit nyamuk.
Penyakit ini bisa menyebabkan demam tinggi hingga 40 derajat
Celsius. Selain itu, beberapa gejala lainnya, antara lain:
a. Sakit kepala.
b. Nyeri otot, tulang atau sendi.
c. Mual dan muntah.
d. Sakit di belakang mata
e. Kelenjar bengkak.
f. Ruam.
Kebanyakan orang bisa pulih dalam waktu seminggu atau lebih. Dalam
beberapa kasus, gejalanya memburuk dan dapat mengancam jiwa. Ini
disebut demam berdarah parah, demam berdarah dengue atau sindrom syok
dengue.
Demam berdarah yang parah terjadi ketika pembuluh darah menjadi
rusak dan bocor. Kondisi ini akan menyebabkan jumlah sel pembentuk
gumpalan (trombosit) dalam aliran darah turun. Hal ini dapat menyebabkan
syok, perdarahan internal, kegagalan organ dan bahkan kematian.
Tanda-tanda peringatan demam berdarah yang parah dan merupakan
keadaan darurat dapat berkembang dengan cepat. Tanda-tanda peringatan
biasanya dimulai satu atau dua hari pertama setelah demam hilang,
termasuk:

11
a. Sakit perut parah.
b. Muntah terus-menerus.
c. Perdarahan dari gusi atau hidung.
d. Darah dalam urin, tinja, atau muntahan.
e. Pendarahan di bawah kulit, yang terlihat seperti memar.
f. Pernapasan yang sulit atau cepat.
g. Kelelahan.
h. Iritabilitas atau kegelisahan.
6. Komplikasi (Hidayat A. Aziz Alimul, 2015).
a. Ensepalopati : Demam tinggi, ganguan kesadaran disertai atau
tanpa kejang.
b. Disorientasi : Kehilangan daya untuk mengenal lingkungan,
terutama yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan orang.
c. Shock : Keadaan kesehatan yang mengancam jiwa ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen untuk
mencukupi kebutuhan jaringan.
d. Effusi pleura : Suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan.
e. Asidosis metabolik : Kondisi dimana keseimbangan asam basa
tubuh terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau
berkurangnya produksi bikarbonat.
f. Anoksia jaringan : Suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen
berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida
(hiperkapnea).
g. Penurunan kesadaran : Keadaan dimana penderita tidak sadar dalam
arti tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus.(Suriadi dan yuliani, 2010).
7. Pemeriksaan diagnostik dan laboratorium
a. Pemerikaan Penunjang
1) Hb dan PCV meningkat ( ≥ 20 %).
2) Trombositopenia ( ≤ 100.000 / ml ).

12
3) Leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis ).
4) Isolasi virus.
5) Serologi ( Uji H) : respon antibody sekunder
6) Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali( setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan),Faal
hemostatis, FDP, EKG, Foto dada, BUN. (Nurarif dan kusuma
2015).

b. Penatalaksanaan
1) Tirah baring atau istirahat baring
2) Diet makan lunak
3) Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan
hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4) Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan)
jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. Periksa
Hb, Ht dan trombosit setiap hari Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen. (Tarwoto dan wartonah,
2010).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
a. Identitas
Pada pasien Dengue hemoragic fever, sebagian besar sering
terjadi pada anak-anak usia 1-4 tahun dan 5-10 tahun, tidak
terdapat perbedaan jenis kelamin tetapi kematian sering pada anak
perempuan. Di daerah tropis yang di sebabkan oleh nyamuk Aedes
aegepty.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Dengue

13
untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dengan suhu
hingga 400C dan anak tampak lemah. (Rampengan, 2009).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil, dan saat demam kesadaran komposmentis.
2) Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin
lemah.
3) Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau hematemesis. (Nur salam, 2013).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada
keluarga yang sedang menderita DHF.
2) Kondisi lingkungan rumah dan komunitas mengkaji kondisi
lingkungan disekitar rumah seperti adanya genangan air didalam
bak dan selokan-selokan yang dapat mengundang adanya nyamuk.
Kemungkinan ada tetangga disekitar rumah yang berjarak 100 m
yang menderita DHF
3) Perilaku yang merugikan kesehatan perilaku buruk yang sering
berisiko menimbulkan DHF adalah kebiasaan menggantung
pakaian kotor dikamar, 3M yang jarang / tidak pernah dilakukan
gerakan.
4) Tumbuh kembang mengkaji mengenai pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik
perkembangan emosi dan sosial.
5) Imunisasi yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur
pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa
alasannya. (Rampengan, 2009).
e. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)

14
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 : pola nafas regular, retraksi
otot bantu nafas tidak ada, pola nafas normal, RR dbn (-),
pada derajat 3 dan 4 : pola nafas ireguler, terkadang terdapat
retraksi otot bantu nafas, pola nafas cepat dan dangkal,
frekuensi nafas meningkat, terpasang alat bantu nafas.
b) Palpasi, vocal fremitus normal kanan-kiri.
c) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 tidak adanya suara
tambahan ronchi, wheezing, pada derajat 3 dan 4 adanya
cairan yang tertimbun pada paru, rales(+), ronchi (+).
d) Perkusi, pada derajat 3 dan 4 terdapat suara sonor
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 pucat, pada derajat 3 dan 4
tekanan vena jugularis menurun.
b) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 nadi teraba lemah, kecil,
tidak teratur, pada derajat 3 tekanan darah menurun, nadi
lemah, kecil, tidak teratur, pada derajat 4 tensi tidak terukur,
ekstermitas dingin, nadi tidak teraba.
c) Perkusi, pada derajat 3 dan 4 normal redup, ukuran dan
bentuk jantung secara kasar pada kasus demam haemoragic
fever masih dalam batas normal.
d) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 bunyi jantung S1,S2
tunggal, pada derajat 3 dan 4 bunyi jantung S1,S2 tunggal.
3) B3 (Brain)
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 tidak terjadi penurunan tingkat
kesadaran (apatis, somnolen, stupor, koma) atau gelisah,
pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesadaran
(apatis, somnolen, stupor, koma) atau gelisah, GCS
menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau
reflek patologis.
b) Palpasi, pada derajat 3 dan 4 biasanya adanya parese,
anesthesia.
4) B4 (Bladder)

15
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 produksi urin menurun
(oliguria sampai anuria), warna berubah pekat dan berwarna
coklat tua pada derajat 3 dan 4.
b) Palpasi, pada derajat 3 dan 4 ada nyeri tekan pada daerah
simfisis.
5) B5 (Bowel)
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 BAB, konsistensi (cair, padat,
lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, mukosa
mulut kering, perdarahan gusi, kotor, nyeri telan.
b) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 bising usus normal (dengan
menggunakan diafragma stetoskop), peristaltik usus
meningkat (gurgling) > 5-20kali/menit dengan durasi 1
menit pada derajat 3 dan 4.
c) Perkusi, pada derajat 1 dan 2 mendengar adanya gas, cairan
atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara
tymphani, pada derajat 3 dan 4 terdapat hepar membesar.
d) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 nyeri tekan (+), hepar dan lien
tidak teraba, pada derajat 3 dan 4 pembesaran limpha/spleen
dan hepar, nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena.
6) B6 (Bone)
a) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 kulit sekitar wajah
kemerahan, klien tampak lemah, aktivitas menurun, pada
derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot, pada derajat 3 dan 4
adanya ptekie atau bintik-bintik merah pada kulit, akral
klien hangat, biasanya timbul mimisan, berkeringkat, kulit
tanpak biru.
b) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 hipotoni, kulit kering,
elastisitas menurun, turgor kulit menurun, ekstermitas
dingin.(Dianindriyani, 2011)
7) B7 (Pengindraan)
a) Inspeksi pada telinga bagian luar, periksa ukuran, bentuk,
warna, lesi, dan adanya masa pada pinna.

16
b) Palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan
jari telunjuk, lanjutkan telinga luar secara sistematis yaitu
dari jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila
ada nyeri.
c) Inspeksi hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan
atas, kemudian amati warna dan pembengkakan pada kulit
hidung, amati kesimetrisan lubang hidung.
d) Palpasi hidung bagian luar dan catat bila ditemukan
ketidaknormalan kulit atau tulang hidung, lanjut palpasi
sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis, dan perhatikan
adanya nyeri tekan.
e) Inspeksi pada bibir untuk mengetahui adanya kelainan
conital bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi, dan massa.
Lanjutkan inspeksi pada gigi dan anjurkan pasien
membuka mulut.
8) B8 (Sistem endokrin)
Pada anak DHF tidak terjadi gangguan pada sistem hormon.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi

ditandai dengan trombositopeni.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra

abdomen).

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan

suhu tubuh diatas normal, kulit merah, takikardi, kulit terasa hangat

d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

konsentrasi hemoglobin ditandai dengan akral teraba dingin, warna

kulit pucat.

e. Resiko hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan secara

aktif ditandai dengan pendarahan.

17
f. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

lingkungan yang asing, prosedur-prosedur lingkungan.

3. Intervensi
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hipertermi Termoregulasi Pengobatan demam
berhubungan Kriteria hasil : 1. Monitor suhu
dengan proses 1. Suhu tubuh dalam sesering mungkin
penyakit rentang normal 2. Berikan anti piretik
ditandai dengan 2. Nadi dan RR dalam 3. Kompres pada
suhu tubuh rentang normal lipatan paha dan
diatas normal, 3. Tidak ada perubahan aksila
kulit merah, warna kulit dan tidak 4. Kolaborasi
takikardi, kulit ada pusing. pemberian cairan
terasa hangat. intravena
2 Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
berhubungan Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
dengan agen 1. klien mampu nyeri secara
cidera biologis mengontrol nyeri komprehensif
(penekanan intra (tahu penyebab (P,Q,R,S,T).
abdomen) nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
ditandai dengan
menggunakan teknik nonverbal dari
Perubahan selera
makan, Perubahan non farmakologi ketidaknyamanan.
frekuensi untuk mengurangi 3. Gunakan teknik
pernapasan, nyeri, mencari komunikasi
terlihat meringis bantuan ). terapeutik untuk
2. klien dapat mengetahui
melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien.
dengan 4. Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi
manajemen nyeri respon nyeri.
skala 0-2. 5. Evaluasi pengalaman
3. Klien mampu nyeri masa lampau.

18
mengenali nyeri 6. Kontrol
(skala, intensitas, lingkungan yang
frekuensi dan tanda dapat
nyeri). mempengaruhi
4. klien dapat nyeri (suhu
menyatakan rasa ruangan,
nyaman setelah nyeri pencahayaan dan
berkurang. kebsingan).
3 Perfusi jaringan Status sirkulasi Manajemen sensasi
perifer tidak Tissue perfusion cerebral perifer
efektif Kriteria hasil : 1. Monitor adanya
berhubungan 1. Tekanan systole dan daerah tertentu yang
dengan diastole dalam rentang hanya peka
penurunan normal terhadap
konsentrasi 2. Tidak ada ortostatik panas/dingin/tajam/t
haemoglobin hipertensi tidak ada umpul
ditandai dengan tanda-tanda 2. Monitor adanya
akral teraba peningkatan tekanan paratese
dingin,warna intracranial (tidak 3. Instruksikan
kulit pucat. lebih dari 15 mmHg) keluarga untuk
mengobservasi kulit
jika ada lesi atau
laserasi
4. Batasi gerakan pada
kepala, leher, dan
punggung

4 Risiko Kehilangan darah Tindakan pencegahan


perdarahan Kriteria hasil : pendarahan
berhubungan 1. Tidak ada hematuria 1. Monitor ketat tanda-
dengan dan hematemesis tanda perdarahan
gangguan 2. Kehilangan darah 2. Catat nilai Hb dan
koagulasi yang terlihat Ht sebelum dan
ditandai dengan 3. Tekanan darah dalam sesudah terjadinya
trombositopeni batas normal systole perdarahan
dan diastole 3. Monitor nilai lab
Haemoglobin dan yang meliputi PT,
hematokrit dalam batas PTT, trombosit
normal 4. Pertahankan bed rest
selama perdarahan
5. Monitor status
cairan yang meliputi
intake dan output

19
5 Risiko Pencegahan syok Pencegahan syok
syok Manajemen syok 1. Monitor status
hypovolemia Kriteria hasil : sirkulasi blood
berhubungan 1. Nadi dalam batas preasure, warna kulit,
dengan yang normal suhu, heart rate, dan
kehilangan 2. Irama jantung dalam ritme nadi perifer dan
cairan secara batas yang diharapkan capillary refile time
aktif ditandai 3. Frekuensi nafas dalam 2. Monitor suhu dan
dengan batas yang diharapkan pernafsan
perdarahan 3. Monitor tanda dan
gejala asites
4. Pantau nilai lab :
Hb, Ht, AGD, dan
elektrolit
Syok management
1. Monitor fungsi
neurologis
2. Monitor tekanan
nadi
3. Monitor status
cairan input output
4. Monitor EKG sesuai
kebutuhan
6 Cemas Tingkat Pengurangan kecemasan
berhubungan kecemasan 1. Pertahankan sikap
dengan Tingkat yang tenang dan
perpisahan kecemasan sosial meyakinkan
dengan orang Kriteria Hasil
2. Jelaskan prosedur dan
tua, lingkungan 1. Anak istirahat dengan
yang asing, aktivitas lain sebelum
tenang
ketidaknyamana memulai
2. Anak mendiskusikan
n 3. Jawab pertanyaan dan
prosedur dan aktivitas
jelaskan tujuan
tanpa bukti kecemasan
aktivitas
4. Anjurkan orang
terdekat bagi anak
untuk tetap bersama
anak sebanyak
mungkin
5. Memenuhi kebutuhan
bermain

20
4. Impelementasi
Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat
dan klien. Hal- hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilakukan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual
dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat. Implementasi yang dilakukan pada pasien dengan DHF
yaitu ada 3 tahap yaitu perawatan, diet dan pengobatan.
a. Perawatan

Perawatan pasien dengan DHF harus dilaksanakan di rumah


sakit oleh karena kompleksitas permasalahan serta perlunya
tindakan medis khususnya dalam pemberian cairan.
b. Diet

Diet diberikan sesuai dengan keadaan penderita dan adanya


keluhan mual, muntah dan anoreksia.
c. Obat
1) Pemberian Vitamin dan suplemen.
2) Antibiotik untuk mencegah infeksi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil.(Christiana, 2012).
C. Pencegahan primer,sekunder dan tersier
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Depkes RI,
2012)
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah tahap awal dari ketiga tahap

21
pencegahan suatu penyakit. Pada tahap ini dilakukan penyuluhan dan
proteksi spesifik untuk mengendalikan penyakit yang bersangkutan..
Indonesia adalah Negara yang mempunyai program tersendiri untuk
mengendalikan penyakit Demam Berdarah Dengue. Program itu bernama
Gerttak PSN (Gerakan Seretak Pembasmian Sarang Nyamuk). Mengingat
keterbatasan dana dan sarana yang dimiliki oleh Negara, maka kegiatan
penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN Demam Berdarah
Dengue dilaksanakan melalui kerja sama lintas sektor serta lintas
program, termasuk LSM yang terkait penyuluhan, bimbingan dan
motivasi kepada masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat dalam mencegah penyakit demam berdarah
dengue.
Dalam rangka peningkatan penggerakkan masyarakat dalam PSN
Demam Berdarah Dengue secara intensif, pemerintah juga melakukan
pembinaan dan pemantapan terhadap Pokjanal/Pokja Demarn Berdarah
Dengue melalui orientasi secara berjenjang, dengan memperioritaskan
Kecamatan endemis Demam Berdarah Dengue. Tidak hanya PSN,
pemerintah melalui Dinas Kesehatan juga mempunyai tim khusus dalam
bidang Surveilans DBD. Tim dengan lambing sepatu bolong ini akan
selalu siap untuk turun ke lapangan untuk memperoleh data yang
diinginkan. Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti ini sangat penting
untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva,
faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan
penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida
yang dipakai untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk
pelaksanaan pengendalian vektor.
Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan
sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk
memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
survei jentik. Selain penyuluhan dan surveilans, pemerintah juga
mempunyai satu program yang diberi nama fogging. Fogging atau
pengasapan ini dilakukan untuk memberantas nyamuk dewasa.

22
Penyemprotan ini dilakukan dengan manggunakan zat kimia berupa
pestisida. Untuk membasmi penularan virus dengue, penyemprotan
dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus
pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue dan
nyamuknyamuk lainnya akan mati.
Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang
diantaranya akan menghisap darah pada penderita viremia (pasien yang
positif terinfeksi DBD) yang masih dapat menimbulkan terjadinya
penularan kembali, oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan yang
kedua agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum
sempat menularkan pada orang lain. Tindakan penyemprotan dapat
membasmi penularan akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan
pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat
diminimalisir.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini murupakan upaya manusia untuk
mencegah orang yang sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit
secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat.
Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :
a. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD,
berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres
dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung
asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan
kesehatan.
b. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan
pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan
penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada
Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan
segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan

23
penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk
mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi
dan kejadianluar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya
diagnosis laboratorium.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan :
a. Transfusi Darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan
seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan
transfusi darah secepatnya.
b. Stratifikasi Daerah Rawan DBD Menurut Kemenkes RI, adapun
jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah
rawan seperti:
1) Endemis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun
terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah
fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), Abatisasi selektif,
dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
2) Sporadis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun
terakhir ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.
3) Potensial Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun
terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat,
mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan
persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang
dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.
4) Bebas Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus
DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan
persentase rumah yang ditemukan jentik ≤ 5%. Kegiatan yang

24
dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan

D. Pendidikan kesehatan
Edukasi dan promosi kesehatan terkait demam dengue dan demam
berdarah dengue diberikan kepada pasien, keluarga pasien, dan masyarakat
yang tinggal di sekitar pasien.
1. Edukasi
Edukasi yang harus dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
demam dengue atau dengue fever  (DF) yang dirawat jalan antara lain:
a. Pasien harus beristirahat cukup dan menjaga suhu tubuh di bawah
39°Celsius

b. Pasien perlu asupan cairan yang cukup, dapat berupa air putih, susu,
jus, cairan isotonik, maupun oralit
c. Awasi munculnya warning sign, termasuk melakukan pemeriksaan
jumlah trombosit dan leukosit, serta hematokrit setiap 24 jam
d. Keluarga pasien harus membersihkan lingkungan sekitar rumah agar
penyebaran penyakit dapat terkontrol

Edukasi untuk pasien dan keluarga pasien yang dirawat di rumah


sakit, yaitu penderita demam berdarah dengue atau dengue haemorrhagic
fever (DHF) adalah:
a. Istirahat cukup

b. Asupan cairan yang cukup, dapat berupa air putih, susu, jus, cairan
isotonik, maupun oralit

2. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat pada umumnya
berupa peningkatan kesadaran masyarakat, dalam upaya untuk
mengendalikan dan mencegah penularan virus dengue, dengan cara
membasmi nyamuk melalui pemberantasan sarang nyamuk.
Upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit perlu terus
dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit. Terdapat tiga jenis
pengendalian, yaitu pengendalian secara lingkungan, biologis, dan

25
kimiawi.

a. Pengendalian Lingkungan
Salah satu cara pengendalian dengue adalah dengan
mengendalikan lingkungan. Upaya pemerintah untuk mengajak
masyarakat turut berpartisipasi dalam program pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), yaitu dengan 3M. Berikut ini merupakan kegiatan
pencegahan 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
1) Menguras
Membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air  seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, ataupun penampung air lemari es. Hal ini
sebagai pertimbangan bahwa perkembangan telur sampai menjadi
nyamuk adalah 7‒10 hari.
2) Menutup
Menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, ataupun bak mandi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah tempat tersebut tidak dijadikan tempat nyamuk bertelur
dan berkembang biak.
3) Mengubu
Mengubur, memanfaatkan kembali, atau mendaur ulang
barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor.

Selain program 3 M di atas, perlu juga dilakukan kegiatan


tambahan (plus) yang dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun,
khususnya pada musim penghujan. Pencegahan lingkungan tambahan
misalnya menggunakan kelambu saat tidur, mengatur cahaya dan
ventilasi dalam rumah, dan menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam kamar/ruangan.
b. Pengendalian Biologis
Pengendalian biologis adalah memanfaatkan hewan dan tumbuhan

26
untuk mengendalikan dengue, misalnya dengan memelihara ikan
pemangsa jentik nyamuk dan menanam tanaman pengusir nyamuk.
Bakteri Wolbachia, upaya menurunkan transmisi penyakit DF yang
saat ini telah dikembangkan dan dilaporkan efektif adalah penggunaan
teknologi bakteri Wolbachia. Nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi
bakteri Wolbachia dapat menekan replikasi virus dalam nyamuk.
Metode ini merupakan intervensi yang menjanjikan untuk diterapkan
terutama di daerah endemis karena cost effective, dapat berkelanjutan
secara alami, serta aman untuk manusia dan lingkungan.
c. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi di antaranya menaburkan bubuk
larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, dan
menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk. Abate ditaburkan ke
dalam tempat penampungan air setidaknya 2 bulan sekali.
Sedangkan fogging atau pengasapan dengan menggunakan malathion
dan fenthion digunakan untuk mengendalikan penyebaran dengue.
3. Vaksin Dengue
WHO merekomendasikan kepada negara-negara yang memiliki
tanggungan beban penyakit dengue (high burden of disease) yang tinggi
untuk menggunakan vaksin recombinant tetravalent. Sekitar tahun
2015−2016, telah tersedia vaksin untuk pencegahan empat serotipe virus
dengue, baik  DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4.
Bukti ilmiah mengungkapkan bahwa seseorang yang pernah
terinfeksi salah satu serotipe virus dengue, akan memiliki risiko tinggi
mengalami DHF atau DSS jika terinfeksi sekunder dengan virus dengue
sertotipe yang lain. Oleh karena itu, sangat disarankan vaksin
dengue memberikan imunitas terhadap keempat serotipe.

27
E. Pathway

28
BAB III
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanaka asuhan
keperawatan secara langsung pada anak dengan kasus DHF di ruang Asoka
RSUD. BANGIL. Maka penulis dapat menarik beberapa kesimpiulan sekaligus
saran yang dapat bermandaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan anak
dengan DHF.
A. Simpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan
pada anak DHF, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengkajian klien didapatkan hipertermi dan ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, hipertermi diakibatkan karena adanya
virus dengue yang masuk kedalam tubuh yang mengakibatkan pasien
lemas dan malaise laboratarium yang tidak normal. Pada waktu sebelum
MRS klien demam dan sudah dibawa berobat ke puskesmas. Didapatkan
data fokus klien demam, keadaan umum lemah dan hasil trombosit pada
tanggal 27 Februari 2019 (78- 10’3/uL), tanggal 28 Februari 2019 (152
10’3/uL). Klien mendapati infus Asering 20 Tpm. Keluarga klien
mengatakan An.D demam sejak 5 hari yang lalu, K/u lemah, Akral hangat,
Warna kulit agak kemerahan, TTV :TD : 90/70, S: 38,5˚C, N: 100x/mnt,
RR: 22x/mnt, Lab Leukosit 3600, HB. <12,60 g/dl,13,5-12,0
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah peningkatan suhu tubuh
(hipertermi), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus
sehingga menimbulkan dem am. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dengan tujuan tanda-tanda vital dalam batas normal. Kriteria hasil suhu
tubuh da;am rentang normal. Nadi dan RR dalam rentang normal, tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, akral hangat.
4. Beberapa tindakan mandiri keperawatan pada klien dengan DHF
menganjurkan orang tua pasien cara mengompres yang benar untuk
menurunkan suhu tubuh pasien, yang dikarenakan oleh adanya infeksi
virus demgie. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, penulis melibatkan

29
klien secara aktif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan karena banyak
tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama antara perawat dengan
klien.
5. Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat dicapai karena adanya kerjasama
yang baik antara klien dan tim kesehatan. Hasil evaluasi pada An. D sudah
sesuai dengan harapan masalah teratasi.
B. Saran
Bertolak dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan
yang baik dan keterlibatan klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
2. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat bekerjasama dengan tim
kesehatan lainnya dengan memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan DHF. 5.2.3 Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang
professional alangkah baiknya diadakan suatu penyuluhan atau suatu
pertemuan yang membahas tentang kesehatan yang ada pada klien.
3. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan
dalam bidang pengetahuan.
4. Kembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep manisa
secara komprehensif sehhingga mampu menerapkan asuhan keperawatan
dengan baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amalya, Hani. (2012). Asuhan Keperawatan-Klien-Dengan-DHF. Diakses pada


Tanggal 3 september 2018 pada pukul 16.30

Arief, 2014. Ilmu kesehatan anak. EGC : Jakarta Askar,2012. Tumbuh Kembang
Anak. EGC : Jakarta

Berhman, dkk.2008. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2. EGC : Jakarta Christianti, 2012.
Psikologi Kesehatan.Bart Smet: Jakarta

Depkes RI, 2009. Asuhan Keperawatan berdasarkan Medis & NANDA NIC NOC.
Jogjakarta. Media action

Dian Indriyani, 2011. Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak.Salemba
Medika : Jakarta

Dongoes, dkk. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta Harlimsyah.


2008. Proses dan keperawatan Fisik. SalembaMedika: Jakarta Hidayat
A. Aziz Alimul, 2008. Penyakit Infeksi. Sagung Sejo : Jakarta

HasanRusepno, 2007. Buku kuliah :Ilmu kesehatan anak. Staf pengajar ilmu
kesehatan FKUI : Jakarta

Hadinegoro H Sri Rejeki, 2005. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus
dengue pada anak. Ikatan dokter anak Indonesia :Makasar

Kusnoto, 2009. Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. M.Jusuf


EGC : Jakarta

Minarti, 2010. Ilmu kesehatan anak. EGC : Jakarta

Nurarif Dan Kusuma, 2015. Buku saku diagnosa keperawatan. Depkes RI. 2009
EGC: Jakarta

31
Rekam medis RSUD Bangil, 2017.Data Diagnosa Ranap RSUD Bangil,2017,
Bangil Rampengan TH, 2008. Penyakit tropic anak. Kedokteran EGC:
Jakarta

Riendravi, 2013. Buku ilmu perilaku kesehatan. Rineka Cipta. EGC: Jakarta
Soetjiningsih, 2009. Tumbuh kembang anak. Salemba Medika EGC
:Jakarata

Sudoyu, Aru. 2010. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan


Demam.EGC: Jakarta

Suriadi dan Rita Yulianni.2006. Askep pada anak.Sagung Seto EGC: Jakarta
Satriana, 2010. Buku ajar ilmu gizi.Fladliyah F. EGC: Jakarta

TarwotoWartonah, 2008. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.


Edisi : 3 Salemba Medika: J

32

Anda mungkin juga menyukai