EFUSI PLEURA
Pembimbing:
dr. Lenny Evalina Sihotang, Sp.PD
Disusun Oleh:
Putri Auliani Fikriana 200131215
Khairunnisa Lubis 200131001
Janvagrith 200131004
Edwin Utomo 200131123
Rado Reynalda Elisabeth Sitohang 200131135
Novia Febiola Sihite 200131226
Keni Yolani Dalimunthe 200131228
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
PIMPINAN SIDANG,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus berjudul ”Efusi Pleura”. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan laporan kasus di kemudian hari. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi segala pihak yang membutuhkannya, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ..................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ....................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura .................................................... 3
2.1.1 Anatomi Pleura .................................................................. 4
2.1.1 Fisiologi Pleura .................................................................. 5
2.2 Efusi Pleura ................................................................................ 6
2.2.1 Definisi ............................................................................... 6
2.2.2 Epidemiologi ...................................................................... 8
2.2.3 Etiologi ............................................................................... 7
2.2.4 Faktor Risiko ...................................................................... 10
2.2.5 Patofisiologi ...................................................................... 10
2.2.6 Klasifikasi Efusi Pleura...................................................... 11
2.2.7 Manifestasi Klinis .............................................................. 12
2.2.8 Diagnosis............................................................................ 13
2.2.9 Diagnosis Banding ............................................................. 16
2.2.10 Tatalaksana ...................................................................... 18
2.2.11 Komplikasi ....................................................................... 21
2.2.12 Prognosis .......................................................................... 22
BAB III. LAPORAN KASUS.................................................................... 23
BAB IV. FOLLOW UP.............................................................................. 35
BAB V. DISKUSI ....................................................................................... 39
BAB VI. KESIMPULAN ........................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pleura merupakan membran serosa yang melapisi permukaan paru, dibagi menjadi
pleura parietal dan pleura visceral. Pleura parietal melekat pada dinding dada,
sedangkan pleura visceral melekat pada permukaan paru sehingga membentuk rongga
dengan jarak sekitar 10-20 µm. Pada rongga ini terdapat cairan pleura. Pleura memiliki
peran yang signifikan dalam fisiologi pernafasan.1,2
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pada rongga pleura. Akumulasi cairan
pleura tersebut dapat berupa cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura dapat terjadi
akibat perubahan tekanan hidrostatik atau onkotik (umumnya transudat), peningkatan
permeabilitas kapiler dan mesotelial (umumnya eksudat) atau akibat terganggunya
drainase limfatik.3 Efusi pleura sering disebabkan oleh tuberkulosis, keganasan,
pneumonia, dan gagal jantung kongestif.4
Efusi pleura merupakan penyakit pleura yang umum dan mempengaruhi sekitar 1,5
juta pasien setiap tahunnya di Amerika Serikat. Prevalensi efusi pleura diperkirakan
yaitu sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri. Di Indonesia,
belum ada data nasional yang menggambarkan prevalensi efusi pleura.5,6
Manifestasi klinis efusi pleura tergantung pada penyakit yang mendasari serta
jumlah cairan yang terakumulasi. Gejala efusi pleura yang paling umum yaitu dyspnea.
Sedangkan gejala nyeri pleuritik dapat muncul akibat adanya inflamasi pada pleura,
yang dimediasi oleh pleura parietal (pada pleura visceral tidak terdapat nosiseptor
ataupun serabut saraf nosiseptif). Nyeri yang muncul sering kali berkaitan dengan
siklus respirasi, dan biasanya terasa tajam serta semakin memburuk pada saat inspirasi
dalam, batuk, dan bersin. Selain itu, dapat juga dijumpai gejala batuk kering akibat
2
inflamasi pleura atau kompresi paru akibat efusi yang besar. Efusi pleura juga dapat
menganggu kualitas tidur pasien.7,8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pleura adalah suatu membrane serosa yang melapisi permukaan dalam dinding
thoraks di bagian kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan
kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis),
kemudian pada pangkal paru, membrane serosa ini berbalik melapisi paru (pleura
viseralis) pleura viseralis dapat berinvaginasi mengikuti fisura yang terbagi pada setiap
lobus paru.10
a. Pleura viseralis
Pleura viseralis adalah pleura yang berada pada permukaan paru, terdiri dari satu
lapis sel mesothelial yang tipis < 30µm yang terletak di permukaan bagian luarnya.
Terdapat sel-sel limfosit yang berada diantara celah-celahnya. Endopleura yang
berisikan fibrosit dan histiosit berada di bawah sel-sel mesothelial, dan di bawahnya
merupakan lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastis. Sedangkan
pada lapisan paling bawah terdapat jaringan interstitial subpleura, didalamnya banyak
mengandung pembuluh darah kapiler.10
b. Pleura Parietalis
Pleura parietalis yaitu pleura yang letaknya berbatasan dengan dinding thorax,
memiliki jaringan yang lebih tebal yang tersusun dari sel-sel mesothelial dan juga
tersusun dari jaringan ikat seperti kolagen dan elastis. Sedangakan jika pada jaringan
ikat tersebut banyak tersusun kapiler dari intercostalis dan mamaria interna, pada
pembuluh limfe banyak terdapat reseptor saraf sensoris yang sangat peka terhadap
rangsangan rasa sakit dan juga perbedaan temperature. Yang keseluruhannya tersusun
dari intercostalis pada dinding dada dan alirannya pun akan sesuai dengan dermatom
dada. Sehingga dapat mempermudah dinding dada yang berada di atasnya menempel
dan melepas. Sehingga berfungsi untuk memproduksi cairan pleura. Kedua lapisan
pleura tersebut saling berkaitan dengan hilus pulmonalis yang berfungsi sebagai
penghubung pleura (ligament pulmonalis). Pada lapisan pleura ini terdapat rongga
5
yang dinamakan cavum pleura. Cavum pleura memiliki sedikit kandungan cairan
pleura yang berfungsi untuk menghindari adanya gesekan antar pleura saat sedang
melakukan proses pernapasan.11
Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan
pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura. Di antara pleura
parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang disebut cavum pleura.
Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada proses respirasi yakni
mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada cavum pleura memiliki
tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika diafragma dan dinding dada
6
mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga sebaliknya. Cairan
dalam rongga pleura ini sangatlah sedikit, sekitar 0,1 ml/kg – 0,2 ml/kg yang mana
untuk melumasi dinding dalam pleura. Bila terjadi gangguan produksidan reabsorbsi
maka akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura.11
2.2.1 DEFINISI
Efusi pleura yaitu akumulasi cairan di antara pleura parietal dan viseral, atau
disebut juga rongga pleura. Pada setiap tubuh manusia terdapat sedikit cairan pleura
yang berfungsi untuk lubrikasi rongga pleura yang berperan dalam pergerakan paru
normal pada saat bernafas. Cairan pleura ini diatur oleh tekanan onkotik dan
hidrostatik, serta drainase limfatik, adanya gangguan pada salah satu sistem ini akan
menyebabkan penumpukan cairan pleura.3
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura merupakan penyakit pleura yang umum dan mempengaruhi sekitar 1,5
juta pasien setiap tahunnya di Amerika Serikat. Prevalensi efusi pleura diperkirakan
yaitu sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri. Berbagai
penyakit dapat dijumpai dengan efusi pleura seperti penyakit yang melibatkan paru
seperti pneumonia, paparan asbestos, penyakit sistemik seperti lupus, artritis
reumatoid, atau dapat berupa manifestasi pleura dari penyakit yang mempengaruhi
organ lainnya seperti penyakit jantung kongestif, pankreatitis, atau penyakit yang
bersifat lokal pada pleura seperti infeksi pleura dan mesotelioma.5
2.2.3 ETIOLOGI
Beberapa penyebab lain efusi pleura yaitu emboli paru dapat berupa eksudat atau
transudat, drug-induced (misalnya methotrexate, amiodarone, phenytoin, dasatinib,
umumnya eksudat), post-radiotherapy (eksudat), dan ruptur esofagus (eksudat).3
Etiologi efusi pleura dapat juga dilihat pada tabel 2.1.
9
Dua permukaan pleura tersebut dikenali sebagai pleura parietal dan pleura viseral.
Kedua-dua pleura tersebut terletak berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan
oleh selaput tipis cairan serosa. Pleura viseral dan parietal berperan penting dalam
homeostasis cairan di rongga pleura. Laju rata-rata produksi dan absorpsi cairan pleura
normalnya adalah 0,2 mL/kg/jam, yang berarti bahwa seluruh volume cairan pleura
secara normal berubah dalam waktu satu jam. Sisi parietal dari pleura menyumbang
sebagian besar produksi cairan pleura, dan untuk sebagian besar resorpsi juga. Efusi
pleura akibat gagal jantung kiri merupakan pengecualian dari aturan ini, di mana cairan
berasal dari pleura visceral.7
kapasitas cadangan yang besar. Dalam keadaan sehat, produksi dan resorpsi cairan
pleura berada pada keseimbangan. Efusi pleura merupakan gangguan keseimbangan
ini, mungkin karena peningkatan produksi dan penurunan resorpsi. Tekanan onkotik
yang rendah (misalnya, pada hipoalbuminemia), peningkatan tekanan kapiler paru,
peningkatan permeabilitas, obstruksi limfatik, dan penurunan tekanan intrapleura
negatif adalah semua komponen patofisiologis yang mengarah pada gambaran klinis
yang relevan dan membedakan efusi pleura—transudat vs. Eksudat.7
Efusi pleura dapat terjadi apabila terdapat perubahan homeostasis cairan dan zat
terlarut. Mekanisme yang menyebabkan perubahan ini menentukan apakah efusi itu
akan menjadi efusi eksudatif (kadar protein tinggi) atau transudatif (kadar protein
rendah). Eksudat adalah cairan yang bocor di sekitar sel-sel kapiler dan disebabkan
oleh peradangan, sedangkan transudat adalah cairan yang didorong melalui kapiler
karena tekanan yang tinggi di dalam kapiler. Ketidakseimbangan antara tekanan
hidrostatik dan onkotik di dalam kapiler menyebabkan efusi transudatif. Perubahan
faktor inflamasi lokal yang memicu akumulasi cairan pleura menunjukkan efusi
eksudatif. Akumulasi cairan berlebih dapat terjadi jika ada produksi berlebihan atau
penurunan penyerapan atau keduanya melebihi mekanisme homeostatis normal.17
Efusi pleura tipe eksudatif terjadi ketika laju filtrasi melebihi aliran getah bening
maksimum dan eksudat terbentuk ketika permeabilitas protein kapiler sistemik
meningkat, menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif umumnya disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia, keganasan, penyakit
granulomatosa seperti tuberkulosis atau coccidioidomycosis, penyakit pembuluh darah
kolagen, dan keadaan inflamasi lainnya.18
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenese laktat (LDH) lebih dari 0,6.
3) LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
Penyebab umum eksudat termasuk infeksi paru seperti pneumonia atau TBC,
keganasan, gangguan inflamasi seperti pankreatitis, lupus, rheumatoid arthritis,
sindrom cedera pasca-jantung, chylothorax (karena obstruksi limfatik), hemothorax
(darah dalam rongga pleura), dan asbes pleura jinak efusi.3
Beberapa penyebab efusi pleura yang kurang umum adalah emboli paru yang dapat
berupa eksudat atau transudat, akibat obat (misalnya metotreksat, amiodaron, fenitoin,
dasatinib, biasanya eksudat), pasca radioterapi (eksudat), ruptur esofagus (eksudat) ,
dan sindrom hiperstimulasi ovarium (eksudat).3
Manifestasi efusi pleura sangat ditentukan oleh penyakit yang mendasarinya. Gagal
jantung kongestif adalah penyebab paling umum. Gejala paling umum yang timbul dari
respon inflamasi pleura adalah nyeri pleuritik, yang diperantarai oleh pleura parietal
(pleura visceral tidak mengandung nosiseptor atau serabut saraf nosiseptif). Rasa sakit
biasanya dirasakan di daerah kelainan patologis, dan sering dikaitkan dengan siklus
pernapasan. Nyeri pleuritik lokal seperti itu membaik atau menghilang segera setelah
efusi pleura muncul. Beberapa pasien menggambarkan sensasi tekanan yang difus dan
13
Gejala efusi pleura yang paling umum adalah dispnea. Tingkat keparahan dispnea
hanya sedikit berkorelasi dengan ukuran efusi. Efusi pleura besar menempati ruang di
dada yang biasanya diisi oleh parenkim paru dan dengan demikian berhubungan
dengan pengurangan semua volume paru-paru. Volume paru-paru juga tidak segera
berubah ketika efusi pleura (bahkan yang besar) dikeringkan. Perbaikan klinis yang
cepat dari dyspnea setelah efusi pleura dikeringkan mungkin mencerminkan transisi ke
kurva panjang-tegangan yang lebih baik dari otot-otot pernapasan, terutama
diafragma.19 Beberapa pasien mengeluh batuk kering, yang dapat dijelaskan sebagai
manifestasi peradangan pleura atau kompresi paru-paru karena efusi yang besar. Efusi
pleura juga dapat secara nyata mengganggu kualitas tidur.20
2.2.8 DIAGNOSIS
Gambaran klinis efusi pleura terutama ditandai oleh penyakit yang mendasarinya,
bisa tanpa gejala. Pada seseorang yang mengalami efusi pleura, gejala klinis dapat
berupa keluhan sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat efusi yang
banyak berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, pada beberapa
penderita dapat timbul batuk-batuk kering. Keluhan berat badan menurun dapat
dikaitkan dengan neoplasma dan tuberkulosis, batuk berdarah dikaitkan dengan
neoplasma, emboli paru dan tuberkulosa yang berat. Demam subfebris pada
tuberkulosis, demam menggigil pada empiema, ascites pada sirosis hepatis. 37
Untuk menegakkan diagnosis adanya efusi pleura, dalam anamnesis perlu untuk
memastikan gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala efusi pleura tidak khas karena
tergantung dari penyakit yang mendasari / etiologi pada pasien tersebut. Riwayat
demam dapat menunjukkan bahwa efusi disebabkan adanya infeksi. Pada beberapa
kasus, seperti adanya riwayat pneumonia pada saat anamnesis kemungkinan
14
Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi virus. Efusi pleura yang
disebabkan oleh adanya infeksi biasanya memiliki gejala sebagai berikut: demam
persisten, batuk, dyspnea, sputum produktif, dan nyeri dada. Pada pneumonia biasanya
pasien memiliki trias gejala pneumonia yaitu batuk produktif dengan dahak purulen
atau bisa berdarah, sesak napas, dan demam tinggi. Pada infeksi virus, biasanya lebih
bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting disease. Pada tuberkulosis, biasanya
memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris berkepanjangan, batuk kronik
lebih dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam hari, dan penurunan berat badan. Pada
pasien ini, gejala yang dirasakan pasien lebih mengarah ke efusi pleura yang
disebabkan oleh tuberkulosis paru. Pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya
keganasan memiliki gejala yang tidak khas yaitu batuk, demam suhu rendah, dan
apabila berada di stadium berat dapat terjadi distres pernapasan. Pada efusi pleura yang
disebabkan karena gagal jantung atau sindrom nefrotik biasanya memilki gejala
dyspnea, tanpa demam, dan disertai edema pada ekstremitas. Pasien efusi pleura
biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam posisi tubuh miring kea rah yang sakit
(trepopneu) Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi sehingga cairan yang
terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses pengembangan paru dapat
berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi berbaring yang menyebabkan
cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura sehingga lebih menganggu proses
pengembangan paru atau ventilasi.38
Pada pemeriksaan fisik didapati pembesaran dada pada sisi yang terkena, dan
pelebaran sela iga. Fremitus suara melemah sampai menghilang, pada perkusi didapati
15
bedah dan pada auskultasi suara napas melemah sampai menghilang, serta adanya
bising gesek pleura atau pleural rub atau pleural friction rub selama akhir inspirasi
sampai awal ekspirasi (to and fro pattern).28
Pada pemeriksaan analisis cairan pleura, selain hasil mikroskopis yang didapat
pada tabel 1 diatas, perlu diperhatikan juga secara makroskopisnya seperti warna dan
baunya. Cairan pleura yang berwarna putih seperti susu maka merupakan cyclothoraks,
kemudian jika cairan pleura berwarna merah menunjukkan adanya trauma ataupun
suatu keganasan. Pada efusi transudat cairan pleura umumnya berwarna kekuningan,
jernih serta tidak berbau, sedangkan pada efusi eksudat maka cairan pleura umumnya
berupa pus atau bercampur darah, keruh dan menggumpal serta kadang dapat berbau.28
16
Efusi pleura memiliki diagnosis banding yang luas. Penyebab terseringnya adalah
gagal jantung kongestif, kanker, pneumonia, dan emboli paru. Penegakan diagnosis
yang tertunda dapat dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi,
misalnya, pada pasien dengan pneumonia yang sudah berlarut – larut dan tidak
ditangani dengan tuntas maka akan jatuh pada efusi parapneumonia dan berkembang
mejadi empyema.25
Diagnosis banding efusi pleura berdasarkan tipe eksudat atau transduat cairan pleura.
4. Meigs Syndrom, Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada
penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma
dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya
dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari
rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialysis.
40
2.2.10 TATALAKSANA
Tujuan utama dalam penatalaksanaan efusi pleura adalah meredakan gejala
yang ditimbulkan seperti sesak napas serta pengobatan penyakit atau etiologi yang
mendasarinya. Pilihan terapinya dapat berupa torakosentesis terapeutik,
pemasangan selang dada, terapi fibrinolitik, pleurodesis dan pembedahan
bergantung pada jenis efusi pleura, stadium dan penyakit yang mendasarinya.37
Pengobatan spesifik pada kasus efusi pleura tergantung pada etiologi yang
mendasarinya. Efusi pleura yang terkait dengan penyakit jaringan ikat seperti
rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik diobati dengan steroid dan
proses penyembuhan dapat terjadi dalam 2 minggu. Efusi pleura pada tuberkulosis
diobati dengan terapi OAT (obat anti tuberkulosis) yaitu rifampisin, isoniazid,
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan diikuti dengan rifampisin dan isoniazid
selama 4 bulan. Efusi akibat gagal jantung kongestif biasanya membaik cukup
cepat saat diberi terapi diuretik.27
19
mengugnakan jarum berukuran kecil pada hampir semua kasus tergantung pada
urgensi kondisi kasusnya. Penelitian McVay dkk menunjukkan bahwa tidak ada
peningkatan risiko perdarahan jika hasil prothrombin time atau partial
thromboplastin time tidak lebih dari dua kali nilai normal. Demikian pula tidak ada
pen`ingkatan risiko perdarahan dengan jumlah trombosit yang rendah (<
25.000/mm3). Torakosentesis cukup aman dilakukan pada individu yang
menggunakan ventilasi mekanik. Insidensi pneumotoraks meningkat pada
torakosentesis yang dilakukan tanpa dipandu ultrasonografi pada pasien dengan
ventilasi mekanik. Torakosentesis tidak boleh dilakukan di area kulit yang sedang
terkena infeksi seperti pioderma atau herpes zoster.28
Torakosentesis dilakukan dengan posisi pasien duduk dengan di sisi tempat
tidur dengan tangan dan kepala bertumpu pada satu atau lebih bantal di meja
samping tempat tidur. Bangku kaki diletakkan di lantai agar pasien memiliki tempat
untuk mengistirahatkan kakinya.3 Lokasi torakosentesis dilakukan di 1 atau 2 ruang
intercostal di bawah area efusi yang menunjukkan suara pernapasan melemah,
hilangnya fremitus taktil serta didapatkan beda ketika diperkusi. Torakosentesis
dapat dipandu dengan ultrasonografi yang merupakan teknik non invasif yang
aman dan sederhana untuk menentukan adanya cairan pleura ketika hasil
pemeriksaan fisik meragukan atau ketika dari hasil radiografi dan CT scan
menunjukkan efusi kecil atau terlokalisasi.22
Drainase chest tube terdiri dari insersi perkutan selang yang berukuran kecil
atau besar yang biasanya terbuat dari silicon atau polyurethane ke dalam rongga
pleura. Indikasi utama pemasangan selang dada adalah pasien dengan
pneumotoraks, emfisema, efusi pleura berulang, complicated parapneumonic
effusion, hemotoraks, pasien yang menjalani pleurodesis dan setelah menjalani
pembedahan toraks. Risiko pemasangan chest tube antara lain perdarahan pada
lokasi insisi, perdarahan atau pneumotoraks akibat robeknya adesi pleura atau
jaringan paru, insersi chest tube pada jantung, abdomen atau arteri pulmonalis dan
hipersensitivitas atau alergi terhadap obat-obat analgesia atau anestesi.22
Chest tube harus dihubungkan dengan perangkat drainase. Sistem drainase
dilekatkan dengan chest tube untuk memberikan tekanan negatif pada rongga
pleura, memfasilitasi reekspansi paru dan menghilangkan udara atau cairan dari
rongga pleura.22
2. Periksa kaki setiap hari dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
6. Keringkan kaki dan sela – sela jari kaki secara teratur setelah dari
kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada
ujung – ujung jari kaki.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat
khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak
tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk
menghangatkan kaki
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan
23
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Latihan fisik juga
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program latihan fisik
secara teratur dilakukan 3 – 5 hari seminggu selama sekitar 30 – 45 menit, dengan
total 150 menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut.41
Terapi farmakologis diberikan dalam bentuk oral maupun bentuk suntikan,
beberapa jenis terapi farmakologisnya adalah :41
1. Obat Antihiperglikemia Oral
a. Pemacu Sekresi insulin :
- Sulfonilurea - Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas.
- Glinid - obat golongan ini cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun
berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
- Metformin - Metformin mempunyai efek utama meng-urangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.
- Tiazolidinedion(TZD) - Tiazolidinedion merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR- gamma), suatu reseptor inti
yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer .
24
2.2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi efusi pleura dapat diakibatkan oleh penyakit itu sendiri atau dari
komplikasinprosedur pengobatan.
2.2.12 PROGNOSIS
BAB III
LAPORAN KASUS
dr. Alexander
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ismail Perangin Angin
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Desa Pasar Baru
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak Napas
Telaah : Sesak napas dialami ± sejak 3 minggu ini. Napas berbunyi tidak
dijumpai, trepopnea dijumpai. Sesak napas memberat karena aktivitas. Batuk dialami
2 bulan ini. Batuk berdarah (-), riwayat batuk darah (-), batuk dahak (+). Nyeri dada
dialami 3 minggu ini dengan VAS 5. Demam (-), keringat malam (+). Nafsu makan
menurun (-), BB menurun (-). Riwayat OAT/TB dijumpai sejak 16/08/2021 (R/Z/E)
27
600 mg/ 1000 mg/ 1000 mg. Riwayat merokok IB berat. Riwayat DM (+). Riwayat
asma (-). Riwayat vaksin Covid-19 (-). Riwayat hipertensi (-).
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Angina Pectoris : (-) Edema : (-)
Saluran Pernapasan
Saluran Pencernaan
Saluran Urogenital
Endokrin
Saraf Pusat
Lain-lain : (-)
Temperatur : 36,5 ℃
Keadaan Gizi
Berat Badan : 86 kg
KEPALA
isokor
LEHER
Trakea : Medial
THORAX DEPAN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
30
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Auskultasi
Paru
THORAX BELAKANG
ABDOMEN
Perkusi : Timpani
Akral : Hangat
Edema : (-)
Sianosis : (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
BE: -2 mmol/L
O2 Saturasi: 99 %
12/09/2021 219 -
33
RESUME
STATUS LOKALISATA
Kepala
Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor
Telinga, hidung, mulut: Dalam batas normal
Leher: Pembesaran KGB (-), TVJ R+2 cmH2O
Toraks
Inspeksi: Ketinggalan pernapasan pada dada sebelah kanan (+),
penggunaan otot bantu napas (+)
Perkusi: Redup pada lapangan paru kanan
Palpasi: Stem fremitus kanan melemah
Auskultasi: Suara pernapasan melemah lapangan paru kanan,
suara tambahan ronki basah (+/+)
Abdomen
Inspeksi: Simetris
Perkusi: Timpani
Palpasi: Soepel, hepar/lien/renal tidak dijumpai pembesaran
Auskultasi: Normoperistaltik
Ekstremitas: Dalam batas normal
FOTO TORAKS Proses spesifik tipe milier disertai efusi pleura kanan
BAB IV
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
13 Sesak Sensorium: compos - Efusi - Diet DM 1600 kkal
September napas (+) mentis TD:180/85 pleura - O2 2-4 lpm NC
2021 Batuk (+) mmHg HR: 99 x/i large - IVFD NaCl 0,9%
RR: 26x/i dextra ec 20 gtt/i
Temp: 36,5 ºC TB milier - Injeksi Ceftriaxone 1
SpO₂: 92% room (dalam gr/12 jam IV
air pengobata - Injeksi Ranitidin 50
Mata: konjungtiva n fase mg/12 jam IV
anemis (-/-), sklera awal) - Injeksi ketorolac 10
ikterik (-/-) - DM tipe 2 mg/ 8 jam IV
Leher: TVJ R+2 - Hipetensi - Ambroxol tab 3 x 30
cmH₂0 Stage I mg
Thorax: SP vesikuler - B comp tab 2x1
melemah di lapangan - Vit B6 1x100 mg
paru kanan, ST rhonki - Rifampicin 600 mg
basah (-/+) 1x1
Abdomen: soepel, - Isoniazid 300 mg 1x1
BU normal - Pirazinamid 1500 mg
Ekstremitas: akral 1x1
teraba hangat, edema - Etambutol 1500 mg
pretibial (-/-) 1x1
- Vitamin B6 1x100 mg
- Injeksi novorapid 10-
10-10 IU SC
- Injeksi Levemir 0-0-12
IU SC
- Candesartan tab
1x8mg
39
BAB V
DISKUSI
TEORI PASIEN
Definisi Pasien mengalami sesak napas
dialami ± 3 minggu SMRS.
Efusi pleura yaitu akumulasi cairan di antara
Sesak napas memberat dalam 3
pleura parietal dan viseral, atau disebut juga
rongga pleura. Pada setiap tubuh manusia hari SMRS sehingga os lebih
sering berbaring ke arah kanan.
terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi
Sesak napas memberat saat
untuk lubrikasi rongga pleura yang berperan
dalam pergerakan paru normal pada saat beraktivitas. Sesak napas tidak
bernafas. Cairan pleura ini diatur oleh berkaitan dengan cuaca.
tekanan onkotik dan hidrostatik, serta Riwayat terbangun malam hari
drainase limfatik, adanya gangguan pada karena sesak napas tidak
salah satu sistem ini akan menyebabkan ditemukan. Riwayat tidur
dengan beberapa bantal tidak
penumpukan cairan pleura. Cairan pleura
ditemukan.
diklasifikasikan sebagai transudate atau
Pasien juga mengalami
eksudat berdasarkan kriteria Light. Cairan
batuk yang parah dijumpai
pleura dianggap eksudatif apabila memenuhi
sejak 2 bulan lalu. Batuk
salah satu kriteria tersebut, pasien tidak berdahak dan
yaitu:3 tidak disertai darah.
1. Rasio protein cairan pleura/protein serum >0,5
Riwayat batuk darah tidak
2. Rasio lactate dehydrogenase (LDH) cairan dijumpai.
pleura/LDH serum >0,6
3. LDH cairan pleura >2/3 batas atas nilai normal
LDH serum
43
Faktor risiko
Faktor risiko yang umum untuk terjadinya Pada anamnesis,didapatkan
efusi pleura yaitu:14 pasien merupakan seorang laki-
laki berusia 49 tahun, sudah
1. Adanya penyakit paru, menikah dan bekerja sebagai
2. Merokok, wiraswasta.
Pasien merupakan penderita TB
3. Neoplasia (misalnya pasien kanker paru), Paru Kasus Baru dan
4. Konsumsi alkohol berlebih, mengonsumsi obat OAT selama <
28 hari. Pasien juga penderita DM
5. Gagal jantung sejak 1 tahun yang lalu dan sedang
mengonsumsi Metformin.
6. Sirosis hepatis
7. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti
dasatinib pada tatalaksana pasien dengan
leukemia mielositik kronis dan obat-obatan
yang imunosupresif,
8. Paparan asbestos akibat pekerjaan
9. Sebagai komplikasi dari beberapa prosedur
operasi
dengan usia yang lebih tua, adanya darah. Riwayat batuk darah tidak
penurunan berat badan, dan riwayat dijumpai.
merokok kemungkinan mengarah pada Pasien juga menderita nyeri
efusi pleura dengan etiologi keganasan.27 dada kanan dijumpai sejak 3
Efusi pleura yang terjadi karena adanya minggu ini. Os mengeluhkan
infeksi dapat disebabkan oleh beberapa nyeri dada seperti tertusuk-
penyakit seperti pneumonia, tuberkulosis, tusuk. Nyeri dada memberat
atau infeksi virus. Efusi pleura yang terutama saat menarik napas.
disebabkan oleh adanya infeksi biasanya VAS = 5.
memiliki gejala sebagai berikut: demam Riwayat berkeringat malam
persisten, batuk, dyspnea, sputum dijumpai(+). Riwayat
produktif, dan nyeri dada. Pada pneumonia penurunan berat badan (-).
Riwayat merokok (+) IB : Berat.
biasanya pasien memiliki trias gejala
Riwayat DM dijumpai sejak
pneumonia yaitu batuk produktif dengan
tahun ini dan mengonsumsi obat
dahak purulen atau bisa berdarah, sesak metformin. Riwayat TB Paru
napas, dan demam tinggi. Pada infeksi dijumpai. Riwayat konsumsi
virus, biasanya lebih bersifat asimptomatik OAT dijumpai yaitu <28 dosis
dan bersifat self-limiting disease. Pada OAT.
tuberkulosis, biasanya memiliki gejala Riwayat asma tidak dijumpai.
umum TB berupa demam subfebris Riwayat vaksin covid-19 tidak
berkepanjangan, batuk kronik lebih dari 3 dijumpai. Riwayat hipertensi
minggu, nyeri dada, keringat malam hari, dijumpai.
dan penurunan berat badan. Pada pasien Pada pemeriksaan fisik,
ini, gejala yang dirasakan pasien lebih dilakukan inspeksi thoraks dan
mengarah ke efusi pleura yang disebabkan didapatkan hasil
oleh tuberkulosis paru. Pada efusi pleura
yang disebabkan oleh adanya keganasan Simetris Fusiformis, ketinggalan
memiliki gejala yang tidak khas yaitu bernapas (+), retraksi interkostal
batuk, demam suhu rendah, dan apabila (+). Pada perkusi thoraks
berada di stadium berat dapat terjadi distres dijumpai SF paru kanan melemah
pernapasan. Pada efusi pleura yang dan redup pada lapang paru
disebabkan karena gagal jantung atau kanan. Pada pemeriksaan
sindrom nefrotik biasanya memilki gejala auskultasi thoraks, dijumpai suara
dyspnea, tanpa demam, dan disertai edema paru menghilang pada lapang paru
pada ekstremitas. Pada pemeriksaan fisik kanan dan suara tambahan Ronki
didapati pembesaran dada pada sisi yang basah (+/-).
terkena, dan pelebaran sela iga. Fremitus Pada pemeriksaan radiologis, xray
suara melemah sampai menghilang, pada thoraks posisi posteroanterior
perkusi didapati bedah dan pada auskultasi (PA) didapatkan hasil aorta
suara napas melemah sampai menghilang, elongasi, proses spesifik tipe
serta adanya bising gesek pleura atau milier effusi pleura kanan.
pleural rub atau pleural friction rub selama Kadar gula darah pasien juga
46
akhir inspirasi sampai awal ekspirasi (to diatas batas normal dengan KGD
and fro pattern).28 Untuk membantu sewaktu: 219 mg/dL.
menegakkan diagnosis dibutuhkan Hb-A1c : 10,5 %
pemeriksaan penunjang. Rontgen thoraks Pada pemeriksaan analisa cairan
adalah suatu strategi imaging yang paling pleura didapatkan cairan
sederhana untuk mengkonfirmasi adanya berwarna Merah keruh. Rivalta
efusi pleura. Rontgen thoraks dapat tes (+) dan kadar WBC-RF:
dilakukan dengan posisi AP, Lateral, dan 0,878 x103/µL dan kadar LDH:
dekubitus. Biasanya hasil rontgen thoraks 943 U/ L.
pasien efusi pleura menunjukkan adanya
free-flowing pleural fluid, dan Meniscus
Sign (+).Setelah dapat mengkonfirmasi
adanya efusi pleura, maka langkah
selanjutnya adalah mengkonfirmasi
penyebab terjadinya efusi pleura dengan
melakukan thoracocentesis dan analisa
cairan pleura.40
Penatalaksanaan
Aktivitas : Tirah baring Diet
Tujuan utama dalam penatalaksanaan efusi : Diet DM
pleura adalah meredakan gejala yang
ditimbulkan seperti sesak napas serta Terapi suportif :
pengobatan penyakit atau etiologi yang
• Oksigen 2-4 lpm nasal canule
mendasarinya. Pilihan terapinya dapat berupa
torakosentesis terapeutik, pemasangan selang • IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I
dada, terapi fibrinolitik, pleurodesis dan (makro)
pembedahan bergantung pada jenis efusi
pleura, stadium dan penyakit yang Medikamentosa:
mendasarinya.37
Pengobatan spesifik pada kasus efusi • Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12
pleura tergantung pada etiologi yang jam IV
mendasarinya. Efusi pleura yang terkait
dengan penyakit jaringan ikat seperti • Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus IV
sistemik diobati dengan steroid dan proses
penyembuhan dapat terjadi dalam 2
minggu. Efusi pleura pada tuberkulosis
diobati dengan terapi OAT (obat anti • Injeksi ketorolac 10 mg/ 8 jam
tuberkulosis) yaitu rifampisin, isoniazid, IV
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan
diikuti dengan rifampisin dan isoniazid • Ambroxol tab 3 x 30 mg
selama 4 bulan. Efusi akibat gagal jantung
kongestif biasanya membaik cukup cepat • B comp tab 2x1
saat diberi terapi diuretik.27
• Vit B6 1x100 mg
• Vitamin B6 1x100 mg
48
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 49 tahun bernama bapak I didiagnosis dengan Efusi Pleura
LargeDextra ec. TB Milier ( Pengobatan fase awal )+ DM Tipe 2 + Hipertensi Stage
I. Pasien dirawat diRumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dan
didatalaksana dengan tirah baring, diet DM dan diberi terapi suportif berupa
Oksigen 2-4 lpm nasal canule dan IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I (makro) dan diberi
medikamentosa berupa Injeksi Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV, Injeksi Ranitidin
50 mg/12 jam IV, Injeksi ketorolac 10 mg/ 8 jam IV, Ambroxol tab 3 x 30 mg, B
comp tab 2x1, Vit B6 1x100 mg, Rifampicin 600 mg 1x1, Isoniazid 300 mg 1x1,
Pirazinamid 1500 mg 1x3, Etambutol 1500 mg 1x3, Vitamin B6 1x100 mg, Injeksi
novorapid 10-10-10 IU SC, Injeksi Levemir 0-0-12 IU SC, Candesartan tab 1x8mg,
Amlodipin tab 1 x 10 mg (malam)
56
DAFTAR PUSTAKA
16. Cheny YL, Lin CT, Wang HB, Chang H. Pleural effusion complicating after
Nuss procedure for pectus excavatum. Ann Thorac Cardiovasc Surg.
2014;20(1):6-11.
17. Porcel JM. Biomarkers in the diagnosis of pleural disease: a 2018 update. Ther
Adv Respir Dis. 2018;12:1-11.
18. Guinde J, Georges S, Bourinet V, Laroumagne S, Dutau H, Astoul P. Recent
developments in pleurodesis for malignant pleural disease. Clinical Respiratory
Journal. 2018;12(10):2463-2468.
19. Thomas R, Jenkins S, Eastwood PR, Lee YCG, Singh B. Physiology of
breathlessness associated with pleural effusions. Curr Opin Pulm Med.
2015;21(4):338-45.
20. Marcondes BF, Vargas F, Paschoal FH, Cartaxo AM, Teixeira, Genofre EH.
Sleep in patients with large pleural effusion: impact of thoracentesis. Sleep
Breath. 2012;16(2):483-9.
21. Barnes TW, Morgenthaler TI, Olson EJ, Hesley GK, Decker PA, Ryu JH
(2005). "Torasentesis yang dipandu secara sonografis dan laju
pneumotoraks" . USG Jclin . 33(9): 442–
6. doi : 10.1002/jcu.20163 . PMID 16281263
22. Colt, H. 2013, “Drainage techniques”, in Light, R.W., Lee, Y.G.C., editors,
Textbook of Pleural Disease, 3rd edn, pp 534
23. Díaz G, Castro DJ, Pérez-Rodríguez E (2000). "Faktor yang berkontribusi
terhadap pneumotoraks setelah thoracentesis" . Dada . 117 (2): 608–
9. PMID 10669716 .
24. Doelken P, Huggins JT, Pastis NJ, Sahn SA (2004). "Manometri pleura: teknik
dan implikasi klinis" . Dada . 126 (6): 1764
9. doi : 10.1378/dada.126.6.1764 . PMID 15596671 .
25. Jany, B., Welte, T. 2019, ‘Pleural Effusion in Adults—Etiology, Diagnosis, and
Treatment’, Dtsch Arztebl Int, 116(21), pp. 377-386
26. Josephson T, Nordenskjold CA, Larsson J, Rosenberg LU, Kaijser M
(2009). "Jumlah yang terkuras pada torakosentesis dengan panduan ultrasound
dan risiko pneumotoraks" . Akta Radiol . 50 (1): 42–
7. doi : 10.1080/02841850802590460 . PMID 19052935
27. Karkhanis, V.S., Joshi, J.M. 2012, ‘Pleural effusion: diagnosis, treatment and
management’, Dove Medical Press, pp 31-52
28. Light, R.W. 2013, ‘Pleural Disease’, 6th edn, Lippincott Williams & Wilkins,
Philladelphia, pp. 1-4.
29. Molander V, Diakopoulou M, Orre L, Ferrara G (2013). "Empiema kronis:
pentingnya mencegah komplikasi dalam pengelolaan efusi pleura" . Perwakilan
Kasus BMJ . 2013 . doi : 10.1136/bcr-2013-
200454 . PMC 3762540 . PMID 23946529
30. Namba R, Yamamoto Y, Nawa T, Endo K (2009). "[Sebuah kasus sindrom
cedera postcardiac dengan pleuritis berulang setelah trauma tumpul
dada]" . Nihon Kokyuki Gakkai Zasshi . 47 (12): 1161–5. PMID 20058698
58