Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Oleh:
dr. Karina Fitrah Amanda

Pembimbing :
dr. Lifea, Sp.S

Pendamping
dr. N. W. Eka Satyawati
dr. A. A. Diah Ratna Dewi

DALAM RANGKA MENJALANI PROGRAM INTERNSIP INDONESIA


DI RUMAH SAKIT KASIH IBU KEDONGANAN
PROVINSI BALI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Benign Paroxysmal Positional Vertigo” ini tepat pada
waktunya. Paper kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip
Indonesia di Rumah Sakit Kasih Ibu Kedonganan, Provinsi Bali.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan kasus ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan
moral. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. dr. Lifea, Sp.S selaku pembimbing.
2. dr. N. W. Eka Satyawati dan dr. A. A. Diah Ratna Dewi yang telah
mendampingi penulis dalam Program Intersip Dokter Indonesia ini.
3. Seluruh staf RS Kasih Ibu Kedonganan, Kedonganan, Bali.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. lain yang telah
membantu dalam penyusunan laporan paper ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Kedonganan, April 2020

Penulis

2
LAPORAN KASUS
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Lembar Persetujuan Pembimbing


USULAN LAPORAN KASUS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL
08 JUNI 2020

Mengetahui,

Pendamping Pendamping

dr. Ni Wayan Eka Satyawati dr. A. A. Diah Ratna Dewi

Pembimbing Direktur RS Kasih Ibu Kedonganan

dr.Lifea, Sp. N dr. Kadek Dwicahyawan

3
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul..................................................................................................i
Lembar Pengesahan..........................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................iii
Daftar Isi...........................................................................................................iv
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................1

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga................................................................................3


2.2 Definisi Vertigo.................................................................................14
2.3 Etiologi Vertigo.................................................................................14
2.4 Klasifikasi Vertigo.............................................................................16
2.5 Patofisiologi Vertigo..........................................................................18
2.6 Tanda & Gejala Klinis Vertigo..........................................................21
2.7 Penegakan Diagnosis Vertigo............................................................24
2.8 Diagnosis Banding Vertigo...............................................................31
2.9 Penatalaksanaan Vertigo...................................................................32
2.10 Prognosis Vertigo............................................................................37
BAB III. LAPORAN KASUS........................................................................39
BAB IV. PEMBAHASAN .............................................................................48
BAB IV. KESIMPULAN................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................51

4
5
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, dan “igo”
yang berarti kondisi, dapat diartikan sebagai sensasi berputar seperti mengelilingi
pasien atau pasien merasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Dizziness
tidak selalu dapat disamakan dengan vertigo, dizziness
adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4 subtipe
tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien. Terdapat empat tipe dizziness
yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope, dan disequilibrium. Yang paling
sering adalah vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan dizziness yang dilaporkan
pada primary care.1
Berbagai macam definisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi
yang paling tua dan sampai sekarang banyak dipakai adalah yang dikemukakan
oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu sensasi atau rasa (berputar) tubuh penderita
atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1 Penyebab terjadinya vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan
pada sistem keseimbangan tubuh. Gangguan ini dapat dikarenakan trauma,
infeksi, keganasan, metabolic, toksik, vaskuler, atau autoimun. 2

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) termasuk vertigo perifer


karena kelainannya terdapat pada telinga bagian dalam, yaitu pada sistem
vestibularis. BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai
terutama pada usia dewasa hingga usia lanjut. BPPV pertama kali dikemukakan
oleh Barany pada tahun 1921.3 Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang
tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan
tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo
dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun
penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai
muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini
yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya.4

1
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi
dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan provokasi
tersebut dapat berupa Dix-Hallpike maneuver, atau side lying maneuver.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh

Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh


yaitu: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular
meliputi labirin (apparatus vestibular), nervus vestibularis, dan vestibular sentral.
Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang terdiri
atas labirin membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe,
dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling
berhubungan. 2

Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus
dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan
atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut
dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi
endolimfe. Ketiga kanalis semi sirkularis terletak saling tegak lurus. 2

  Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis


kedelapan (yaitu, nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan
nuclei vestibularis di bagian otak dengan koneksi sentralnya.
Labirin terletak di dalam bagian petrosus ostempolaris dan terdiri dari utrikulus,
sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin
tulang oleh rongga kecil yang terisi dengan perilimfe; organ membranosa itu
sendiri berisi endolimfe. Urtikulus, sakulus, dan bagian kanalis semi sirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk memper
tahankan keseimbangan. 3
Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal. Dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior

3
sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak
lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 45⁰ terhadap garis
tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga paralel dengan kanalis
semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis
semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal). 5,6
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan
utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk
membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis.
Rambut - rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa
yang memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan
endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista,
yang dengan demikian, merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).

Gambar 2.3 Anatomi telinga dalam

Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, macula


utrikularis dan macula sakularis. Macula utrikulus terletak di dasar utrikulus
paralel dengan dasar tengkorak, dan macula sakularis terletak secara vertical di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut macula tertanam di membran gelatinosa
yang mengandung Kristal kalsium karbonat. 9

4
Gambar 2.4. Anatomi organ keseimbangan

2.2 Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap


oleh respetor vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor
tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar, yaitu lebih
dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil
konstibusinya adalah propioseptik. 2,3,4

Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan


gerakan dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan
cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair
cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel
berubah sehingga ion Ca menerobos masuk kedalam sel (influx). Influx Ca
akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan
NT eksitator (glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impul sensoris ini
lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di
otak. 4

Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis


menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum
selain merupakan pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi
informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah
lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga

5
tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang gerakan juga
tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri. 2,3

2.3 Definisi BPPV

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) termasuk vertigo perifer


karena kelainannya terdapat pada telinga bagian dalam, yaitu pada sistem
vestibularis. BPPV merupakan bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo
posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala
atau posisi tubuh. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi
di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-
ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal.4,5
Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo
posisional. Benign pada BPPV secara historikal tidak menyebabkan gangguan
susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik.
Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara
tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut
dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo
posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal
positional nystagmus.1

2.4 Etiologi

Berikut ini dikemukakan penyebab yang sering dijumpai :


Vertigo Perifer :
1. Neurinitis vestibuler
2. BPPV
3. Penyakit Meniere
4. Trauma
5. Fisiologis
6. Obat-obatan yang ototoksik
7. Tumor di fosa posterior, misalnya neuroma akustik

6
Vertigo Sentral :
1. Stroke batang otak, atau TIA vertebrobasiler
2. Neoplasma
3. Trauma kepala
4. Perdarahan di serebelum
5. Infark di batang otak/serebelum
6. Degenerasi spinoserebelar
Dimana penyebab paling umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah
adanya riwayat trauma kepala. Pada usia lanjut, penyebab paling umum adalah
degenerasi sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan semakin
bertambahnya usia. BPPV juga sering terjadi pada orang yang berada dalam
pengobatan dengan obat ototoxic seperti gentamisin. Setengah dari seluruh kasus
BPPV disebut idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.7,8

2.5 Patofisiologi BPPV

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang


terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas
dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat
dua kali lebih padat 2x lipat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai
respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium
karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut
menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang
terkena, sehingga menyebabkan vertigo.2,4,6

Gambar 2.2 Labirin dari telinga

7
Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola
mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk
nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu
arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Arah dari
nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh
sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena
kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu
pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan
kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium
melekat pada kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk
menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak
dalam kanal.2,4
Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat dari makula belum dipahami
dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi
pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang belum
diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin
dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui
lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan
mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang
terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan
dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetapi perlu ditentukan apakah
terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya
BPPV berulang.2
Otokonia ditemukan pada 85-95 persen pasien pada kanalis semisirkularis
posterior dibandingkan dengan kanalis semisirkularis horizontal. Sekitar 85
persen unilateral, dan 8 persen pada kedua kanal posterior. Kanal horizontal
terkena sekitar 5 persen dari kasus dan keterlibatan kanal anterior jarang. Pada
tahun 1992, partikel yang mengambang bebas diidentifikasi di kanalis
semisirkularis posterior ketika prosedur operasi. 12-15 Temuan ini mendukung
teori kanalitiasis terkait penyebab dari BPPV.2

8
Tanda dan Gejala BPPV

Pasien BPPV akan mengeluhkan onset tiba-tiba dari vertigo yang berlangsung
10-20 detik dengan gerakan kepala tertentu. Gerakan yang memicu seperti
berguling di tempat tidur ke posisi lateral, bangun dari tempat tidur, menengadah
dan melihat ke belakang, dan membungkuk. Dapat berhubungan dengan mual.
Pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien memiliki pendengaran normal, tidak
ada nistagmus spontan, dan pemeriksaan neurologik normal.9,10

Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan di antara keduanya.11

Tabel 1. Perbedaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo


dan Central Positional Vertigo
Sifat BPPV Central
Latensi 3 – 40 detik Tidak ada: vertigo dan
nistagmus sangat cepat
Kelelahan Ya Tidak ada
Habituasi Ya Tidak ada
Intensitas vertigo Berat Ringan
a
Waktu antara posisi kepala dan onset gejala
b
Hilangnya gejala dengan menjaga posisi yang salah
c
Pengurangan gejala dengan percobaan berulang
d
kemungkinan terjadinya gejala selama sesi pemeriksaan
Sumber: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 17th ed. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2008.
Tabel 2. Perbedaan karakteristik vertigo central dan perifer

Sifat Vertigo Perifer Vertigo Central


Nistagmus Kombinasi horizontal Hanya vertikal,
dan torsiional; dihambat horizontal, atau
dengan fiksasi mata ke torsional; tidak
objek, menghilang dihambat dengan fiksasi
setelah beberapa hari; mata ke objek; dapat
tidak ada perubahan arah bertahan dari minggu
dengan memandang ke hingga bulan; arah
arah lain dapat berubah dengan

9
memandang pada fase
cepat nistagmus
Keseimbangan Ringan – sedang; dapat Berat; tidak dapat
berjalan berdiri lama dan
berjalan
Mual dan muntah Dapat berat Bervariasi
Hilangnya Sering Jarang
pendengaran dan
tinnitus
Gejala neurologic Jarang Sering
nonauditori
Latensi pada Lebih lama (di atas 20 Lebih cepat (di atas 5
maneuver detik) detik)
diagnostik
provokatif
Sumber: Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family
Physician 2006; 73: 244-251, 254.

Tabel 4. Differential Diagnosis Vertigo berdasarkan Lama Terjadinya


Vertigo dan Ada tidaknya hilangnya pendengaran
Durasi Vertigo Tidak ada hilangnya Terdapat hilangnya
pendengaran pendengaran
Detik BPPV Perilymphatic fistula
Cholesteatoma
Menit Vertebral/basilar artery
insufficiency
Migrain
Jam Vestibulopathy Meniere’s disease
Hari Vestibular Neuronitis Labyrinthitis
Minggu Central nervous system Vestibular schwannoma
lesion Autoimmune processes
Lyme disease Psychogenic
Multiple sclerosis
Sumber: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. 17th edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

2.6 Diagnosis

10
A. Anamnesis

Pertama-tama pemeriksa harus memastikan apakah pusing yang


dirasakan oleh pasien benar merupakan vertigo atau bukan. Hal ini
dapat dilakukan dengan menanyakan pada pasien, “Saat anda mendapat
serangan pusing, apakah kepala anda terasa ringan atau anda merasa
dunia di sekitar anda berputar?”. Vertigo adalah rasa melayang, goyang,
berputar, tujuh keliling, dan sebagainya. Selanjutnya perlu ditentukan
penyebab vertigo tersebut: perifer atau sentral. Pemeriksa dapat
menanyakan keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo:
perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu:
apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal,
kronik, progresif atau membaik.9 Gejala penyerta lain seperti sakit
kepala, tinitus, hilangnya pendengaran, double vision, mual, muntah,
bicaranya tidak jelas, rasa kebal di sekitar mulut, kelemahan satu sisi,
dan serangan jatuh.12
Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida
(streptomisin, kanamisin), antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin),
antidepresan, antihipertensi, barbiturat, kokain, diuretik (Furosemide,
contoh: Lasix), nitroglyserin, sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik juga perlu
ditanyakan.13

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Neurologik

- Pemeriksaan nervus cranialis lengkap untuk mencari tanda adanya


parese nervus cranialis, tuli sensorineural, nistagmus. Yang
berguna untuk mengetahui apakah ini vertigo sentral ataupun
vertigo perifer.

11
- Pemeriksaan keseimbangan, koordinasi5
1. Uji Romberg digunakan terutama untuk tes fungsi
proprioseptif, bukan fungsi serebelar. Bila terdapat gangguan
proprioseptif, pasien dapat berdiri tegak dengan mata terbuka,
namun goyang atau jatuh dengan mata tertutup. Untuk
melakukan tes fungsi ini, pasien harus memiliki cara berdiri
yang stabil dengan mata terbuka dan kemudian mengalami
penurunan keseimbangan dengan mata tertutup (Romberg +).
Ketika input visual dihilangkan, pasien harus bergantung pada
proprioseptif untuk menjaga keseimbangan.3 Pasien dengan
ataxia serebelar tidak dapat mengkompensasi defisit input
visual dan pasien ini berdiri tidak stabil baik saat mata terbuka
maupun tertutup. 5
2. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.6
- Positional Testing (Tes provokasi)

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nystagmus. Tes posisi yang paling sering digunakan adalah
manuver Dix-Hallpike. Cara melakukan uji Dix-Hallpike adalah dari posisi duduk
di atas tempat tidur, kepala pasien diputar ke satu sisi pada 45o, yang meluruskan
kanal semisirkular posterior dengan potongan sagital kepala. Kemudian pasien
dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45 o di
bawah garis horizontal, pada ujung tempat tidur.
Dalam beberapa detik, muncul vertigo dan nistagmus torsional. 12 Jika
kepala digantungkan ke arah kanan akan menyebabkan nistagmus torsional yang
berlawanan arah jarum jam, dan pada kepala yang digantung ke kiri akan

12
menghasilkan nistagmus torsional sesuai arah jarum jam.4 Dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesi yang diderita adalah lesi perifer atau sentral.
Jika lesinya perifer, maka vertigo dan nistagmus akan timbul setelah
periode laten yang berlangsung kira-kira 2-10 detik dan akan hilang dalam waktu
kurang dari satu menit, vertigo dan nistagmus itu sendiri akan berkurang atau
menghilang bila tes dilakukan berulang kali (fatigue). Sedangkan jika lesinya
sentral, maka tidak terdapat periode laten, nistagmus dan vertigo akan
berlangsung lebih dari satu menit, nistagmus dan vertigo akan tetap muncul bila
tes ini dilakukan berulang kali. 7

13
- Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi
kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus
diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.2
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata
pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau

14
jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90
derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.2, 4

- Test kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air
panas adalah 44oC. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,
lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk
menghilangkan pusingnya).2

3. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, mengidentifikasi


penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes laboratorium tersebut
mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan gejala atau tanda yang

15
menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu
menegakkan diagnosis penyakit Meniere.8
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau
kehilangan pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien
dengan pusing dan tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan
menunjukan lesi sistem saraf pusat pada MRI kepala.
Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa
vertigo karena keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana
kebanyakan penyakit sistem saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan.
Studi neuroimaging dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang
meluas, neoplasma, atau perkembangan abnormalitas jika terdapat gejala lain
yang menunjukan salah satu diagnosis di atas.9
Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak
diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere.
Radiografi konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk
mendiagnosa vertigo servikal (contohnya vertigo yang dipicu oleh input
somatosensori dari gerakan kepala dan leher) pada pasien dengan riwayat yang
mengarah ke diagnosis ini. 8

2.7 Diagnosis Banding

- Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus.


Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis
terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan penurunan
pendengaran.11

- Labirintitis

16
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif.
Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat
terjadi pada telinga tengah yang menyebar ke telinga dalam. Labirintitis toksik
biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular.
Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam
struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari
berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.

- Meniere’s disease

Meniere disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan


keluhan pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah),
dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh
10
pada telinga. Meniere disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo
otologik. Meniere disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini
terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis
semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat
terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau
gangguan metabolik.8

2.8 Tata Laksana

Penatalaksaan vertigo terbagi 3 bagian utama, yaitu: Terapi kausal,


sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui atau idiopatik kausanya sehingga
terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
- Terapi simtomatis medikamentosa BPPV
Pada beberapa penilitian diketahui antihistamin merupakan
golongan obat yang digunakan paling banyak (97,33%) yang memiliki

17
efek vasodilatasi untuk memperbaiki aliran darah pada mikrosirkulasi di
daerah telinga bagian dalam dan sistem vestibuler untuk mengatasi pusing
berputar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Heike et al.
(2010) bahwa di Eropa penggunaan obat antivertigo yang paling banyak
digunakan adalah betahistine. Pada penelitian ini, diketahui bahwa terapi
vertigo perifer di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Bethesda
menggunakan dua jenis betahistin yaitu betahistine mesilate (64%) dan
betahistine dihydrochloride (33,33%). Golongan antihistamin juga dapat
menontrol pusat muntah di otak yaitu di medulla oblongata untuk
mengurangi rasa mual dan muntah namun efek nya tidak sebesar
antiemetik lainnya.
Golongan antagonis kalsium (53,33%) menempati posisi kedua
terbanyak obat yang digunakan untuk vertigo yaitu flunarizine yang
bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam sistem vestibuler,
sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal
kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizine diresepkan
dalam 2 dosis, yaitu 5 mg 1x1 atau 5 mg 2x1.

Penggunaan golongan benzodiazepin (20%) yaitu penggunaan


alprazolam yang merupakan obat dengan mekanisme merelaksasi otot-otot
saraf dan menimbulkan efek sedasi agar dapat rileks dan beristirahat.
Penggunaan obat alprazolam yaitu 0,25 mg 1x1 atau 0,5 mg 1x1 dan
digunakan saat malam hari, tetapi menimbulkan efek samping adiktif yang
berbahaya dalam penggunaan jangka panjang.

Penggunaan antiemetik yang terkuat baru-baru ini ialah antagonis


serotonin atau serotonergic (5-HT3) yaitu ondansentron dikarenakan efek
samping yang cukup ringan, dan lebih efektif untuk anti mual dan anti
muntah, selain itu golongan antidopaminergik (D-2) yaitu domperidon
(9,33%) dan golongan antihistamin (H-1) yaitu dimenhidrinat (17,33%)
juga digunakan untuk mengurangi keluhan berupa mual yang muncul pada
gejala vertigo.
Penggunaan analgesik fixed dose bertujuan untuk mengatasi nyeri
tengkuk yang muncul pada pasien vertigo ketika perubahan posisi kepala,

18
yang dapat mengakibatkan pasien merasa pusing berputar. Kandungan
analgesik bertujuan untuk mengatasi nyeri tengkuk yang muncul.

- Terapi rehabilitatif BPPV atau PRM (Partikel Reposisi Manuver)


Beberapa manuver seperti manuver Epley, manuver Semont,
manuver Brandt-Daroff dapat digunakan sebagai terapi untuk BPPV.
Cara melakukan manuver Epley adalah pasien diminta duduk dan
dimiringkan kepalanya sebesar 45o ke salah satu telinga lalu pasien
dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya
menggantung 45o di bawah garis horizontal selama 20 detik. Pasien
kemudian dimiringkan kepalanya sebesar 90o ke arah telinga yang
berlawanan selama 20 detik dan pasien diminta melengkungkan badan
ke arah dia menghadap tadi selama 20 detik. Setelah itu, pasien kembali
ke posisi duduk dan harus tegak minimal 45o dalam 24 jam ke depan.7

Gambar 2.8 Manuver Epley


Cara melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta
duduk tegak lalu berbaring miring dengan kepala menghadap ke atas
dan mempertahankan posisi tersebut selama 30 detik. Pasien kemudian
kembali duduk tegak selama 30 detik dan diminta berbaring miring ke
sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien berbaring miring
sebelumnya dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan

19
posisi tersebut selama 30 detik. Setelah itu, pasien kembali duduk tegak
selama 30 detik. Manuver Brandt-Daroff dilakukan di rumah tiga kali
sehari selama dua minggu. Setiap latihan dilakukan lima kali manuver.
Tiap manuver membutuhkan waktu dua menit. Efektivitas manuver ini
mencapai 95% meskipun manuver ini lebih sulit dibandingkan manuver
Epley.9 Manuver ini juga dapat dilakukan sebagai latihan di rumah.

Gambar 2.9 Manuver Brandt-Daroff

Menurut penelitian, manuver Semont lebih efektif dibandingkan


dengan manuver brandt-daroff. Prosedur ini kurang lebih sama seperti
brandt-daroff hanya saja pasien dari sisi menyamping ke sisi
menyamping lainnya tidak perlu kembali ke posisi duduk terlebih
dahulu.

20
Gambar 2.10 Manuver Brandt-Daroff.

Menurut penelitian, Manuver Epley lebih efektif dibandingkan


maneuver Brandt-Daroff, dimana maneuver Brandt-Daroff memiliki
efektifitas terendah. Ketiga maneuver ini lebih efektif untuk tatalaksana
BPPV kanalis posterior. Cara melakukannya dengan memiringkan
kepala pasien 90 derajat ke kanan (jika yang terkena adalah telinga
kanan), kemudian diputar 90 derajat ke kiri 4 kali (langkah 1-5 pada
gambar berikut), dimana setiap perputaran, posisi ditahan selama 10-30
detik. Kemudan bagian punggung pasien diputar sehingga dalam
keadaan berbaring dengan kepala ditahan oleh pemeriksa dan dengan
cepat pasien diminta untuk duduk.
Ada terapi pembedahan untuk pasien dengan BPPV, namun terapi
ini hanya dilakukan pada sedikit pasien. Pasien-pasien ini gagal untuk
dilakukan manuver reposisi dan tidak terdapat patologi intrakranial
pada pemeriksaan imaging. Pilihan operasi utama yang dilakukan
adalah oklusi kanalis semisirkularis posterior. Dilakukan mastoidektomi
standar dan terlihat kanalis semisirkularis posterior. Membran kanal
disumbat dengan otot, fascia, atau tulang kepala, atau diruntuhkan
dengan laser. Penyumbatan mencegah gerakan debris dan endolimfe
untuk mendefleksikan kupula. Mungkin terdapat kehilangan
pendengaran sementara yang biasanya sembuh. Tingkat keberhasilan
pada oklusi kanalis semisirkularis posterior ini tinggi. Selain itu juga

21
ada teknik bedah yang lebih menantang dengan risiko lebih tinggi untuk
pendengaran melibatkan ablasi suplai saraf kanalis semisirkularis
posterior melalui neurektomi tunggal. 3

2.9 Prognosis

BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan.
Namun, hampir 30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun.
Kebanyakan pasien membaik dengan manuver reposisi. Pasien akan
mengalami rekuren dan remisi yang tidak dapat diprediksi, dan angka
terjadinya rekurensi dapat 10-15% per tahun. Pasien-pasien ini dapat
dibantu dengan manuver reposisi yang berulang. Pasien dapat
beradaptasi dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah
vertigo.14

22
BAB III
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : IMS
No CM : 00423126
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Perumahan Giri Asri
Pekerjaan : Guru Private
Status Pernikahan : Menikah
Tgl MRS : 16 Maret 2020
Tgl Pemeriksaan : 16 Maret 2020

2. ANAMNESIS
Keluhan utama: Pusing berputar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke UGD RS Kasih Ibu Kedonganan dengan keluhan pusing
berputar sejak 2 jam SMRS. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan, pusing
selama kurang lebih 1 menit tetapi pasien merasa pusing terasa berat dan terasa
sangat mengganggu pasien dalam beraktifitas. Pasien merasa seperti benda dan
lingkungan di sekitar berputar. Pusing dirasa mendadak, saat bangun dari
berbaring, dan memberat saat menengok atau menggerakan kepala. Pasien
mengaku pusing disertai dengan tegang pada kepala, sampai leher. Keluhan
telinga berdenging dan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengaku ada mual dan muntah 3x pada saat di rumah dan UGD.
Pasien menyangkal adanya riwayat penurunan pendengaran (-), riwayat
telinga berdenging (-), penglihatan ganda (-) riwayat keluar cairan berbau dari
telinga (-) dan riwayat rasa penuh dalam telinga (-), rasa kesemutan pada anggota
gerak (-)

23
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Pasien mengatakan menyangkal pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya. Pasien juga menyangkal memiliki penyakit-penyakit kronik seperti
diabetes mellitus, hipertensi, jantung atau penyakit kronik lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien disangkal. Riwayat
penyakit tekanan darah tinggi, stroke, penyakit ginjal kencing manis, dan penyakit
jantung pada anggota keluarga pasien disangkal.

Riwayat Sosial Personal


Pasien bekerja sebagai pengajar private sehari-harinya. Pasien mengatakan
kerja mulai dari pukul 08.00 WITA sampai pukul 11.00 WITA dari hari senin
sampai jumat. Diet pasien dikatakan bebas. Pasien memiliki riwayat merokok.
Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal pasien.

24
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present (17/03/2020)
Kondisi Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu aksila : 36 o C
VAS : 5/10
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 162 cm

Pemeriksaan Umum (17/03/2020)

Kepala : Bentuk normal

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, edema palpebra -/-,
reflek pupil +/+ isokor

THT :

- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal


- Hidung : Sekret tidak ada
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-)
- Bibir : sianosis (-), Basah, stomatitis (-)
Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-) Bruit arteri carotis (-/-)

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi : batas atas jantung ICS II sinistra

batas bawah jantung setinggi ICS V sinistra

25
batas kanan jantung PSL dekstra ICS IV

batas kiri jantung MCL sinistra ICS V

Auskultasi : S1 S2 normal regular murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Taktil fremitus N N, pergerakan simetris

N N

N N

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi :

Ves + + Ronchi - - Wheezing - -

+ + - - - -

+ + - - - -

Abdomen :

- Inspeksi : distensi (-) scar (-) caput medusa (-)


- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : hepar dan lien sulit dievaluasi, nyeri tekan(+) keempat
kuadran abdomen
- Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas : Hangat + + Pitting edema - -

+ + - -

26
Status Neurologis

A. Kesan Umum : Compos Mentis


Kecerdasan : Sesuai tingkat Pendidikan
Kelainan Jiwa : Tidak ada
Kaku decortikasi : Tidak ada
Kaku deserebrasi : Tidak ada
Reflek leher tonik : Tidak ada
Doll’s eyes : Tidak dievaluasi
Krisis okulogirik : Tidak ada
Opistotonus : Tidak ada

B. Pemeriksaan Khusus
a. Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda Kernig : -/-
Brudzinski 1 : -/-
Brudzinski 2 : -/-
b. Saraf Otak
Nervus I : tidak ada keluhan
Nervus II : visus 6/6, melihat warna normal
Nervus III,IV,VI : kedudukan bola mata simetris, ptosis (-/-),
reflek cahaya langsung (+/+), reflek
cahaya konsensuil (+/+), nistagmus (-/-)
Nervus V : motorik normal, Sensibilitas normal, reflek
kornea tidak diperiksa
Nervus VII : kedudukan wajah simetris, indra pengecap
normal, sekresi air mata normal
Nervus VIII : gesekan jari tengan terdengar (+/+),
keseimbangan normal
Nervus IX, X, XI, XII : menelan normal, disartri (-), disfoni (-),
lidah normal, mengangkat bahu normal,
reflek muntah tidak dievaluasi

27
c. Anggota Atas
Simetris
Tenaga :
M. Deltoid : 5/5
M. Biceps : 5/5
M. Triceps : 5/5
Fleksi pergelangan tangan : 5/5
Ekstensi pergelangan tangan : 5/5
Membuka jari tangan : 5/5
Menutup jari tangan : 5/5
Tonus : normal/normal
Trofik : normal/normal
Reflek :
Biceps : ++/++
Triceps : ++/++
Hoffman-trommer : -/-
Memegang : -/-
Sensibilitas :
Perasa raba : normal/normal
Perasa nyeri : normal/normal
Perasa suhu : normal/normal
Perasa propektif : normal/normal
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk : normal
Tes hidung-telunjuk-hidung : normal
Vegetatif
Vasomotorik : normal
Sudomotorik : normal
Piloerektor : tidak dievaluasi
Gerakan involunter : tidak ada

28
d. Badan
Keadaan kolumna vertebralis
Kelainan lokal : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Gerakan : normal/normal
Trofik : normal/normal
Reflek kulit dinding perut : tidak dievaluasi
Reflek kremaster : tidak dievaluasi
Sensibilitas
Perasa Raba : normal/normal
Perasa Nyeri : normal/normal
Perasa Suhu : normal/normal
Vegetatif
Kandung kencing : normal
Rektum : normal
Genetalia : normal
Gerakan involunter : tidak ada
e. Anggota Bawah
Simetris
Tenaga
Fleksi panggul : 5/5
Ekstensi panggul : 5/5
Fleksi lutut : 5/5
Ekstensi lutut : 5/5
Plantar fleksi kaki : 5/5
Dorsofleksi kaki : 5/5
Tonus : normal/normal
Trofik : normal/normal
Reflek :
Patella : +/+
Achilles : +/+
Babinski : -/-

29
Oppenheim : -/-
Chaddok : -/-
Klonus : Paha (-/-), Kaki (-/-)
Sensibilitas
Perasa raba : normal/normal
Perasa nyeri : normal/normal
Perasa suhu : normal/normal
Perasa propioseptif : normal/normal
Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibujari kaki (tandem gait): tidak dievaluasi
Berjalan pada garis lurus(Romberg test): tidak dievaluasi
Vegetatif
Vasomotorik : normal
Sudomotorik : normal
Pilo erector : normal
Gerakan involunter : tidak ada
f. Fungsi Luhur
Afasia motorik : negatif
Afasia sensorik : negatif
Afasia global : negatif
g. Pemeriksaan lain
Tanda Lasegue : negatif/negatif
Tanda Patrick : negatif/negatif
Tanda kontra-Patrick : negatif/negatif

30
4. DIAGNOSIS KLINIS
- Vertigo, Observasi vomiting
5. DIAGNOSIS TOPIS
- Sistem vestibularis perifer
6. DIAGNOSIS ETIOLOGIS
- Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

7. PLANNING
Terapi :

 IVFD NACL 0.9% 20 TPM


 Inj diphenhydramine 3x 10 mg IV
 Inj ondansentron 3 x 8 mg IV
 Inj ketorolac 1 ampul PRN bila nyeri kepala
 Mertigo SR 2 x12 mg PO
 Gratizin 2 x 5mg PO
 Cek laboratorium lengkap
Hasil Darah Lengkap (16/03/2020)
HB: 12.90
HCT: 40.60
WBC: 8.49
PLT: 289
SGPT: 33 / SGOT: 29
UREUM: 30.50/ CREATININ: 0.57
GLUKOSA AD RANDOM: 102
Monitoring:
1- Tanda vital
2- Keluhan
KIE:
3- KIE tentang kondisi pasien, tindakan, rencana terapi, komplikasi kepada
pasien dan keluarga pasien

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar, dan
“igo” yang berarti kondisi, jadi dapat diartikan vertigo adalah dapat diartikan
sebagai sensasi berputar seperti mengelilingi pasien atau pasien merasa berputar
mengelilingi lingkungan sekitar. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga bagian dalam,
yaitu pada sistem vestibularis. BPPV merupakan bentuk dari vertigo posisional.
Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala atau posisi tubuh dengan tipikal nistagmus paroksismal. 2

Anamnesis dapat ditanyakan hal ini pada pasien, “Saat anda mendapat
serangan pusing, apakah kepala anda terasa ringan atau anda merasa dunia di
sekitar anda berputar?”. Vertigo adalah rasa melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, dan sebagainya. Selanjutnya perlu ditentukan penyebab vertigo tersebut:
perifer atau sentral. Pemeriksa dapat menanyakan keadaan yang memprovokasi
timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut, perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal,
kronik, progresif. Gejala penyerta lain seperti sakit kepala, tinitus, hilangnya
pendengaran, double vision, mual, muntah, bicaranya tidak jelas, rasa kebal di
sekitar mulut, kelemahan satu sisi, dan serangan jatuh.12 Penggunaan obat-obatan
seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin, kanamisin), antikonvulsan
(fenitoin, contoh: Dilantin), antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik
atau vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.13
Pada pasien ditemukan gejala pusing berputar, pasien merasa seperti benda
dan lingkungan di sekitar berputar. Pusing dirasa mendadak, saat bangun dari
berbaring, dan memberat saat menengok atau menggerakan kepala, dan merasa
pusing selama kurang lebih 1 menit. Hal ini sesuai dengan teori yaitu definisi dari
BPPV, vertigo yang dipengaruhi oleh perubahan posisi dan dirasa paroksismal
atau mendadak dengan onset cepat yaitu hitungan detik – menit.
Pasien juga menyangkal riwayat penurunan pendengaran, riwayat telinga
berdenging, penglihatan ganda, riwayat keluar cairan berbau dari telinga, dan

32
riwayat rasa penuh dalam telinga, rasa kesemutan pada anggota gerak, yang dapat
mendukung untuk menyingkirkan penyebab vertigo perifer ataupun sentral
lainnya, sesuai dan mendukung diagnosis BPPV dengan etiologi terbanyak ialah
idiopatik.
Untuk memastikan pusing berputar memang dikarenakan dari sistem
perifer yaitu dengan pemeriksaan neurologis yaitu, Nervus cranialis, sensorik,
motoric, reflex patologis, dan pemeriksaan koordinasi. Pada pasien tidak
didapatkan kelainan pada pemeriksaan neurologis, menandakan kelaianan sesuai
dari sistem vestibularis perifer bukan dari kelainan sentral. Pemeriksaan maneuver
provokasi (dix-Hallpike) untuk mencetuskan nistagmus pada BPPV tidak
dilakukan oleh karena pasien juga merasa tegang dan kaku pada kepala sampai
leher, dimana hal tersbut termasuk kontraindikasi dilakukan maneuver provokasi
untuk mencetuskan vertigo dan nistagmus.
Untuk diagnosis penunjang dapat dilakukan cek laboratorium yaitu, darah
lengkap seperti elektrolit, glukosa darah, mengidentifikasi kemungkinan pusing
berputar dikarenakan vertigo ataupun gejala atau tanda yang menunjukan adanya
kondisi penyebab lainnya. Untuk neuroimaging seperti CT-Scan ataupun MRI
kurang perlu dikakukan dikarenakan sesuai teori diagnosis BPPV dapat tegak jika
anamnesis dan deskripsi dari vertigo posisional memang benar adanya.

Penatalaksaan pada pasien ini diberikan diphenhydramine, ondansentron mg


ketorolac bila nyeri kepala, Mertigo SR (betahistin mesylate), Gratizin
(flunarizine), sebagai terapi simtomatik untuk pasien vertigo. Hal ini sesuai
dengan dengan terapi yang disarankan yaitu terapi simtomatik farmakologis
pasien vertigo yaitu, antivertigo ataupun antihistamin, antagonis Ca, antiemetik,
dan analgesik.
BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan. Namun,
hampir 30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun. Kebanyakan pasien
membaik dengan manuver reposisi. Pasien akan mengalami rekuren dan remisi
yang tidak dapat diprediksi, dan angka terjadinya rekurensi dapat 10-15% per
tahun. Pasien-pasien ini dapat dibantu dengan manuver reposisi yang berulang.
Pasien dapat beradaptasi dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah
vertigo.14

33
34
BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari


vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai
gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang
terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal.
Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui,
yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan pria
yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun, paling
banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia kurang dari
35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat
sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian
yang membuktikan dengan pemberian terapi simtomatik ataupun terapi
rehabilitative dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver
(PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Studi observasional
jangka panjang menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10 tahun,
sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%,
dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Beberapa
efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan
nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang
tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.
Available at:
[download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970]
3. Nagel P & Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.
4. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV) in the emergency department, Journal of
Emergency Medicine, Trauma & Acute Care (JEMTAC), Qatar 2014.
5. Roseli Saraiva et Al “Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment”. Last update: desember 2011.
Available at:
[http://www.tinnitusjournal.com/detalhe_artigo.asp?id=483] diakses: 28
maret 2015.
6. BMJ Best Practice “Benign Paroxymal Positional Vertigo”. Last Update: 27
Maret 2015.
Available at:
[http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/73/follow-
up/prognosis.html] diakses: 1 April 2015.
7. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo Diagnosis and management in primary
care,BJMP 2010.
8. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo. Journal American Family
Physician January 15, 2006Volume 73, Number 2.
9. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
10. Hain TC. 2012. Post Traumatic Vertigo. American Hearing Reasearch
Foundation.

36
11. Gananca FF, Gananca CF, Caovilla HH, et al. 2009. Active head rotation in
Benign Paroxysmal Positional Vertigo.Braz J Otorhinolaryngol.
2009;75(4):586-92.
12. Koo JW, moon IJ, Shim WS, et al. 2006. Value of Lying-down Nystagmus in
the lateralization of horizontal semicircular canal benign paroxysmal
positional vertigo. Otology & Neurotology 2006; 21:539-43.
13. Heindenreich KD, Beaudoin K, Whie JA. 2009. Can lateral canal benign
paroxysmal positional vertigo mimic false positive head trust test?. Am J
Otolaryngology- Head and Neck Medicine Surgery 2009;30:353-55.
14. Herdman SJ, Tusa RJ, Zee DS, et al. 2004. Single treatment approach to
benign paroxysmal positional vertigo . Arch Otolaryngol Head Neck Surg.
2004; 119: 450-54
15. Lee SH, Choi KD, Jeong SH, Oh YM, Koo JW, Kim JS. 2007. Nystagmus
during neck flexion in the pitch plane in benign paroxysmal positional vertigo
involving the horizontal canal. Journal of the Neurological Sciences 2007;
256: 75-80.
16. Toupet M, Ferrary E, Grayeli AB. 2012. Effect of Repositioning Maneuver
Type and Postmaneuver Restriction on Vertigo and Dizziness in Benign
Positional Paroxysmal Vertigo.The Scientific World

37

Anda mungkin juga menyukai