Anda di halaman 1dari 33

Referat

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Penyusun:
Rahmi Nurbadriyah N
712021076

Pembimbing:
dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Dipersiapkan dan disusun oleh


Rahmi Nurbadriyah N
712021076

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di Departmen Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang,November 2022
Pembimbing

dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG

6
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat ini. Penulisan referat ini
dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Obstetri Dan Ginekologi RSUD Palembang BARI
pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) dr. Asmar Dwi Agustine, Sp.OG selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan referat ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan referat
ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, November 2022

Penulis

6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan.........................................................................2
1.3 Manfaat...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perdarahan Uterus Abnormal...........................................3
2.2 Epidemiologi Perdarahan Uterus Abnormal..................................3
2.3 Faktor Risiko Perdarahan Uterus Abnormal..................................4
2.4 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal.......................................4
2.4.1 Polip (PUA-P) ....................................................5
2.4.2 Adenomiosis (PUA-A) .......................................6
2.4.3 Leiomyoma (PUA-L) .........................................6
2.4.4 Malignancy and hyperplasia (PUA-M) ..............8
2.4.5 Koagulopati (PUA-C) .........................................9
2.4.6 Disfungsi Ovulasi (PUA-O) ..............................10
2.4.7 Endometrium (PUA-E) ......................................10
2.4.8 Iatrogenik (PUA-I) ............................................11
2.4.9 Belum diklasifikasikan (PUA-N) ......................12
2.5 Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal .......................................12
2.6 Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal.....................................18
2.7 Komplikasi Perdarahan Uterus Abnormal......................................24
2.8 Prognosis Perdarahan Uterus Abnormal........................................24
BAB III KESIMPULAN................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................26

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan uterus abnormal (PUA) didefinisikan sebagai perubahan
signifikan pada pola atau volume darah menstruasi. Manifestasi klinisnya
dapat berupa perdarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan
haid yang memanjang atau tidak beraturan.1 Perdarahan uterus abnormal
merupakan perdarahan yang berasal dari uterus, dengan durasi, volume,
frekuensi, atau jadwal yang abnormal diluar masa kehamilan dan merupakan
keluhan ginekologi yang umum ditemukan.2
Data di beberapa Negara industri menyebutkan bahwa seperempat
penduduk perempuan pernah mengalami menorrhagia, 21% mengeluh siklus
haid memendek, 17% mengalami perdarahan antar haid,dan 6 % mengeluh
perdahan pasca senggama. Selain menyebabkan gangguan kesehatan,
gangguan haid ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari yaitu 28%
dilaporkan merasa terganggu saat bekerja sehingga berdampak pada bidang
ekonomi. Prevalensi perdarahan uterus abnormal di Indonesia belum
dilaporkan secara pasti. PUA diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok
usia remaja, dan 50% pada usia 40-50 tahun.3
FIGO (Federal Internationale de Gynecologie et d’sistem Obstetrique
onkologi) mengklasifikikasikan perdarahan uterus abnormal secara bertingkat
ke dalam sembilan kategori berdasarkan etiologi yang diatur menurut
singkatan PALM-COEIN : Polip, adenomyosis, leiomyoma, keganasan dan
hyperplasia serta kelainan non-struktural yang terdiri dari kelainan
koagulopati, disfungsi ovulasi, endometrial, iatrogenik dan kelompok yang
belum diklasifikasikan.4
PUA dapat mengganggu seorang wanita dari segi fisik, sosial, maupun
emosional. PUA adalah masalah yang sering terjadi dan penanganannya
begitu kompleks. Dokter sering tidak dapat mengidentifikasi penyebab PUA
setelah menanyakan riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik. Management

1
dari PUA dapat melibatkan banyak keputusan tergantung diagnosa
penyebabnya.3

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dokter muda dapat memahami kasus perdarahan uterus
abnormal.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai
perdarahan uterus abnormal.
3. Diharapkan dokter muda dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat
mengenai perdarahan uterus abnormal selama menjalani kepaniteraan
klinik dan seterusnya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan
dan sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu penyakit
Obstetri dan Ginekologi terutama mengenai perdarahan uterus
abnormal.
2. Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan
karya ilmiah selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktisi


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perdarahan Uterus Abnormal


PUA merupakan perdarahan yang ditandai dengan adanya perubahan
pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang siklus, durasi
maupun jumlah perdarahan. Hal ini sering dijumpai pada wanita pada usia
reproduksi.1 Perdarahan uterus abnormal yang meliputi gangguan perdarahan
berasal dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan
organik genetalia dan kontak berdarah.5 Perdarahan uterus abnormal
merupakan perdarahan yang berasal dari uterus, dengan durasi, volume,
frekuensi, atau jadwal yang abnormal diluar masa kehamilan dan merupakan
keluhan ginekologi yang umum ditemukan.2

2.2 Epidemiologi Perdarahan Uterus Abnormal


Prevalensi perdarahan uterus abnormal secara global pada wanita usia
reproduksi antara 3% hingga 30%. Insiden tertinggi pada usia menarche dan
perimenopause. Banyak penelitian hanya terbatas pada perdarahan menstruasi
berat (HMB), tetapi ketika perdarahan tidak teratur dan intermenstrual
dipertimbangkan, prevalensi meningkat menjadi 35% bahkan lebih besar.
Banyak wanita tidak berobat untuk keluhannya dan kompenen diagnosis
bersifat objektif sedangkan yang lain bersifat subjektif hal ini membuat
prevalensi yang tepat sulit ditentukan.3
Prevalensi perdarahan uterus abnormal di Indonesia belum dilaporkan
secara pasti. PUA diketahui terjadi sekitar 20% pada kelompok usia remaja,
dan 50% pada usia 40-50 tahun. Data di beberapa Negara industri
menyebutkan bahwa seperempat penduduk perempuan pernah mengalami
menorrhagia, 21% mengeluh siklus haid memendek, 17% mengalami
perdarahan antar haid,dan 6 % mengeluh perdahan pasca senggama. Selain
menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan haid ternyata berpengaruh pada

3
aktivitas sehari-hari yaitu 28% dilaporkan merasa terganggu saat bekerja
sehingga berdampak pada bidang ekonomi.3

2.3 Faktor Resiko Perdarahan Uterus Abnormal


Usia dan resiko terhadap perdarahan uterus abnormal merupakan dasar
untuk evaluasi lehih lanjut pada perdarahan uterus abnormal, yaitu usia lebih
35 tahun, siklus anovulasi, obesitas, dan nulipara. Perdarahan uterus
abnormal jarang didapatkan pada perempuan usia 15 - 19 tahun dan risiko
meningkat berdasarkan usia. Angka kejadian perdarahan uterus abnormal
meningkat dua kali pada kelompok usia 35-39 tahun, sehingga American
College of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan evaluasi
endometrium pada perempuan usia di atas 35 tahun yang mengalami
perdarahan uterus abnormal.6

2.4 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal


Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) (2011), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim
PALM COEIN, yakni polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan
hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik,
dan not yet classified.4
Kelompok “PALM” adalah merupakan kelompok kelainan struktur
penyebab PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau
pemeriksaan histopatologi. Kelompok “COEIN” adalah kelompok kelainan
non struktur penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan
atau histopatologi. PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks
eksogen, AKDR, atau agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan
sebagai “iatrogenik”.4

4
Gambar 1. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab menurut FIGO4

2.4.1 Polip (PUA-P)


Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal
mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter
sampai sentimeter. Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat
pula menyebabkan PUA. Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil
atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma
endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel
endometrium.7
Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah
endometrium. Tidak ada Penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi
faktor hormone kemungkinan mempengaruhi dalam timbulnya polip.
Insiden polip meningkat seiring bertambahnya usia. Polip endometrium
adalah proliferasi epitel dari stroma dan kelenjar endometrium. Polip
biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA.
Kontribusi polip pada kejadian PUA bervariasi antara 3,7% sampai
65%. Insidens polip dengan fibroid meningkat seiring dengan usia dan

5
patologi keduanya sering hadir bersama, atau suspek polip terlihat pada
transvaginal ultrasound scanning dapat digambarkan sebagai fibroid
(leiomyoma).8

2.4.2 Adenomiosis (PUA-A)


Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium,
menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak
sebagai endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium,
dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami
hipertrofi dan hiperplasia.4
Gejala yang sering ditimbulkan yakni nyeri haid, nyeri saat
senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air
besar, atau nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat
disertai dengan perdarahan uterus abnormal. Kriteria adenomiosis
ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil
histopatologi. Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi
berdasarkan pemeriksaan MRI dan USG.4
Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup
untuk mendiagnosis adenomiosis. Dimana hasil USG menunjukkan
jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan sebagian
berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. Hasil histopatologi
menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik
pada jaringan myometrium.4

2.4.3 Leiomyoma (PUA-L)


Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan
myometrium. Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi:
submukosum, intramural, subserosum. Leiomioma adalah neoplasma
jinak otot polos yang biasanya berasal dari miometrium. Leiomioma
sering disebut sebagai mioma uteri, dan karena kandungan kolagennya
yang menyebabkan konsistensinya menjadi fibrous, leiomioma sering

6
keliru disebut sebagai fibroid. Insiden di kalangan perempuan
umumnya antara 20 hingga 25 persen, tapi telah terbukti setinggi 70
sampai 80 persen dalam studi menggunakan histologis atau
pemeriksaan sonografi.4,8
Secara kasar, leiomioma berbentuk bulat, putih seperti mutiara,
berbatas tegas, seperti karet. Uterus dengan leiomioma biasanya
memiliki 6-7 tumor dengan ukuran yang bervariasi. Leiomioma
memiliki otonomi yang berbeda dari miometrium di sekitarnya karena
lapisan jaringan ikat luarnya tipis. Hal ini memungkinkan leiomioma
untuk dapat dengan mudah "dikupas" dari uterus selama operasi. Secara
histologis, leiomioma memiliki sel-sel otot polos memanjang yang
tersusun dalam bundel.7
Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan uterus abnormal,
penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding
abdomen. Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan
biasanya bukan penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam membuat
sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri denga
endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlkah mioma uteri.4
Berikut adalah klasifikasi mioma uteri : 1) Primer yaitu ada atau
tidaknya satu atau lebih mioma uteri 2) Sekunder yaitu membedakan
mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri submukosum)
dengan jenis mioma uteri lainnya. 3) Tersier yaitu klasifikasi untuk
mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.4
Tumor fibromuskular jinak dari miometrium dikenal dengan
beberapa nama, termasuk "leiomyoma," "myoma," dan "fibroid" yang
sering digunakan. "Leiomyoma" umumnya diterima sebagai istilah
yang lebih akurat dan dipilih untuk digunakan dalam sistem saat ini.
Seperti polip dan adenomyosis, banyak leiomyoma tidak bergejala, dan
seringkali kehadiran mereka bukanlah penyebab PUA. Selain itu,
leiomyoma memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat bervariasi,
bahkan dalam satu individu.4

7
Gambar 1.1 Klasifikasi AUB-L

2.4.4 Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal
berlebihan dari kelenjar endometrium. Gambaran dari hiperplasi
endometrium dapat dikategorikan sebagai: hiperplasi endometrium
simpleks non atipik dan atipik.8
Hiperplasia endometrium adalah diagnosis umum pada wanita
perimenopause yang menyebabkan gejala perdarahan tidak teratur atau
berkepanjangan akibat siklus anovulasi. Jika ovulasi tidak terjadi,
progesteron tidak produksi, dan lapisan endometrium tidak luruh.
Hiperplasia endometrium paling sering disebabkan oleh peningkatan
sekresi estrogen tanpa peningkatan sekresi progesteron. Perdarahan
berat merupakan akibat sekunder dari kadar estrogen yang berlebihan
yang menyebabkan pertumbuhan berlebih yang tidak hanya
mempengaruhi kelenjar dan stroma, tetapi juga menyebabkan terjadinya

8
vaskularisasi abnormal. Setelah ovulasi, korpus luteum menghasilkan
progesteron yang berfungsi untuk menghentikan penebalan
endometrium dan menstabilkan endometrium. Jika tidak terjadi ovulasi,
estrogen akan melanjutkan stimulasi endometrium dan proliferasi
berlebihan pada lapisan endometrium. Endometrium menjadi tidak
stabil, tidak berdiferensiasi, dan luruh secara tidak terduga. Pembuluh
darah menjadi lebih besar, lebih berliku-liku, dan lebih mudah rapuh.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan.4
Kanker endometrium merupakan keganasan ginekologik tersering
di negara barat. Menurut sejarah, kanker endometrium jarang terjadi
pada wanita premenopause; tetapi, dengan peningkatan obesitas dan
kenaikan prevalensi sindroma metabolik, frekuensi keganasan
endometrium meningkat.4
Diagnosis kanker serviks dapat dipertimbangkan, terutama dengan
perdarahan intermentruasi persisten, dan jarang kanker ovarium dapat
menyebabkan PUA. Menariknya, pandangan yang sebelumnya
dipegang adalah bahwa pembesaran uterus dengan cepat akan
meningkatkan kecurigaan untuk keganasan. Ini sekarang tidak lagi
dianggap benar karena fibroid jinak dapat tumbuh dengan cepat dan
sarkoma tumbuh secara perlahan. Namun, investigasi yang lebih
obyektif masih kurang. Baik ultrasound scanning (USS) dan magnetic
resonance imaging (MRI) belum memiliki kriteria yang kuat untuk
secara akurat memprediksi diferensiasi antara leiomioma dan
leiomyosarcoma.4

2.4.5 Koagulopati (PUA-C)


Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan
hemostasis sistemik yang mengakibatkan PUA. Tiga belas persen
perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan
hemostasis sistemik, dan paling sering ditemukan adalah penyakit Von
Willbrand.4

9
2.4.6 Disfungsi Ovulasi (PUA-O)
Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan
ketidakseimbangan hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan uterus abnormal. Beberapa manifestasi ini berhubungan
dengan tidak adanya produksi progesteron siklik yang dapat diprediksi
dari korpus luteum setiap 22-35 hari, keadaan luteal-out-of-phase yaitu
recruitment folikel yang matang terlalu dini, menyebabkan peningkatan
kadar estradiol, yang menyebabkan endometrium fase proliferasi. Hal
ini menyebabkan stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen)
pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tanpa
diikuti pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar
progesteron rendah, sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan.
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan
oleh sindrom ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid,
obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang
berlebihan.4
Siklus anovulatori dapat berkontribusi terhadap PUA oleh efek
estrogen yang tidak diimbangi pada endometrium yang menyebabkan
proliferasi dan penebalan yang nyata yang mengakibatkan perdarahan
menstruasi yang berat bersama dengan frekuensi menstruasi yang
berubah. Ini diamati pada usia reproduksi ekstrim; Namun, dampak
pada sumbu HPO bersama dengan endokrinopati juga ditemukan. Yang
terakhir termasuk sindrom ovarium polikistik, hiperprolaktinemia,
hipotiroidisme serta faktor-faktor seperti obesitas, anoreksia, penurunan
berat badan, stres mental dan olahraga ekstrim.5

2.4.7 Endometrium (PUA-E)


Perdarahan menstruasi yang terjadi dapat diprediksi karena siklus
haid pasien teratur, dan ketika tidak ada penyebab lain yang dapat

10
diidentifikasi. Jika gejalanya adalah HMB, mungkin ada gangguan
utama mekanisme yang mengatur "hemostasis" pada endometrium lokal
itu sendiri. Adanya penurunan produksi factor yang terkait
vasokontriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2⍺ serta
peninkatan aktivitas fibrionolisis. Gejala lain kelompok ini adalah
perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut akibat gangguan
hemostasis local endometrium. Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah
menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berevolusi.4,9

2.4.8 Iatrogenik (PUA-I)


Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid
diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin
dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding.
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut : 1) Pasien lupa atau
terlambat minum pil kontrasepsi 2) Pemakaian obat tertentu seperti
rifampisin 3) Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA Koagulopati.8,9
Penyebab iatrogenik PUA termasuk terapi eksogen yang dapat
menyebabkan unscheduled bleeding. Ini biasanya dikaitkan dengan
terapi estrogen atau progestin yang terus-menerus (jalur sistemik atau
intrauterin) atau intervensi yang bekerja pada pelepasan steroid ovarium
seperti gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis dan aromatase
inhibitor. Selective estrogen receptor modulators (SERMs) dan lebih
jarang lagi selective progesterone receptor modulators (SPRMs) dapat
menyebabkan PUA melalui aksi langsung pada endometrium. 9
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (intrauterine
device/IUD) dapat menyebabkan endometritis tingkat rendah yang juga
dapat berkontribusi pada PUA.8

11
2.4.9 Belum diklasifikasikan (PUA-N)
Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang
atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.
Kelainan seperti endometritis kronis, malformasi arteriovenosa, dan
hipertrofi myometrium. Selain itu, mungkin ada gangguan lain, belum
teridentifikasi.4

2.5 Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal


A. Anamnesis
Melakukan anamnesis yang cermat merupakan langkah pertama
yang sangat penting untuk evaluasi dan menyingkirkan diagnosis
banding. Anamnesis yang baik akan menuntun kepada penatalaksanaan
lanjut secara lebih terarah. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya
perdarahan, apakah didahului oleh siklus memanjang, sifat perdarahan
(banyak atau sedikit), lama perdarahan dan sebagainya. Jangan lupa
menyingkirkan adanya kehamilan/kegagalan kehamilan pada perempuan
usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri, dan mulas
sebaiknya ditanyakan.6
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat
badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai
terjadinya perdarahan uterus abnormal. Pada perempuan pengguna pil
kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhan dan obat-obat lain yang
diperkirakan menggangu koagulasi.6,11
Penyebab iatrogenik juga harus ditanyakan, termasuk di dalamnya
adalah pemakaian obat hormon, kontrasepsi, antikoagulan, sitostatika,
kortikosteroid, dan obat herbal. Bahan obat tersebut akan mengganggu
kadar estrogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpontensi terjadi

12
juga perdarahan. Riwayat dan tanda penyakit sistemik perlu secara cermat
ditanyakan. Beberapa penyakit yang mungkin bisa jadi penyebab
perdarahan, misalnya penyakit tiroid, hati, gangguan pembekuan darah,
tumor hipofisis, sindroma ovarium polikistik dan keganasan tidak boleh
dilewatkan untuk dieksplorasi.6
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis
servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT,
tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi
hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan lapang pandang (adenoma
hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.10
Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena
perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya lebih
rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih sulit
dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini, urinalisis atau
evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan fisik.10

Temuan Etiologi Perdarahan

Obesitas Perdarahan anovulatori


Hiperplasia endometrium
Kanker endometrium

Tanda dari Sindrom Ovarium Perdarahan anovulatori


Polisiklik : Hiperplasia endometrium
1. Jerawat Kanker endometrium
2. Hirsutisme
3. Obesitas
4. Akantosis nigrikans

Tanda-tanda hipotiroid : Perdarahan anovulatori


1. Gondok
2. Peningkatan berat badan

Tanda-tanda hipertiroid: Tidak terklasifikasi


1. Eksoftalmos
2. Penurunan berat badan

13
Memar, perdarahan gusi Koagulopati

Tanda-tanda hiperprolaktemia : Perdarahan anovulatori


1. Galaktorhea
2. Hemianopsia bilateral

Septum vagina longitudinal Pelepasan episodik dari mens yang


Terperangkap

Servisitis Endometritis

Tanda-tanda kehamilan : Aborsi


1. Serviks yang kebiruan Kehamilan ektopik
2. Pelembutan isthmic Penyakit trofoblastik gestasional
3. Uterus yang membesar

Masa endoserviks Prolaps leiomioma atau sarkoma


uterus
Kanker serviks
Polip endoserviks

Massa ektoserviks Ektropion


Kanker serviks

Pembesaran uterus Kehamilan


Leiomioma
Adenomiosis
Hematometra
Kanker endometrium
Sarkoma uterus

Massa adneksa Kehamilan ektopik


Kanker tuba fallopi
Hormone-producing

Tabel 2.1 Tabel Temuan Klinis yang Berhubungan dengan Perdarahan


Uterus Abnormal

C. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap dianjurkan jika ada riwayat perdarahan.
Kehamilan dieksklusi melalui serum β-hCG. Thyrotropin diukur hanya
jika ada gejala atau temuan yang sugestif ke penyakit tiroid. Pengujian
untuk gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada wanita yang
memiliki riwayat perdarahan berat yang dimulai dari menarche, riwayat

14
perdarahan postpartum atau perdarahan saat ekstraksi gigi, bukti masalah
perdarahan lainnya, atau riwayat keluarga cenderung mengarah ke
gangguan koagulasi. Tidak ada bukti bahwa pengukuran gonadotropin
serum, estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam pengelolaan
AUB.11
1) Ultrasound
Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan
anatomi uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari
miometrium, serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi.
Modalitas investigasi ini dapatmembantu dalam diagnosis polip
endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus,
danpenebalan endometrium yang berhubungan dengan hiperplasia
dan keganasan.11
2) Saline Infusion Sonohysterography
Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL
larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama
sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis patologi
intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS
memungkinkan pemeriksaan untuk membedakan lokasi dan
hubungannya dengan kavitas uterus. SIS juga dapat menurunkan
kebutuhan MRI dalam diagnosis dan manajemen dari anomali
uterus.11
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien
yang memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin
membantu untuk memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam
perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid.
Hal ini juga mungkin berguna dalam menilai endometrium ketika
USG transvaginal atau tidak dapat dilakukan.
4) Histeroskopi

15
Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal adalah
pilihan yang menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas
dan memfasilitasi biopsi langsung. Histeroskopi dapat dilakukan
dalam suasana praktek swasta dengan atau tanpa anestesi ringan atau
di ruang operasidengan anestesi regional atau umum. Risiko dari
histeroskopi termasuk perforasi rahim, infeksi, luka serviks, dan
kelebihan cairan.11
5) Biopsi Endometrium
Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada
wanita premenopause dengan persalinan pervaginam sebelumnya.
Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat persalinan
sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah memiliki
operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat mendeteksi
lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium dapat
mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan
kanker.11
D. Pemeriksaan Laboratorium
1) Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik
Abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi
dari kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan
kadar subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari
urin atau serum. Sebagai tambahan, pada wanita dengan
perdarahan uterus abnormal, complete blood count dapat
mengidentifikasi anemia dan derajat kehilangan darah. Diperlukan
juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas tidak
dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count
dengan platelet count, partial thromboplastin time, dan
prothrombin time dan mungkin juga memeriksa tes spesial untuk
penyakit von Willebrand.10,11
2) Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks

16
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika
perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan
gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena
herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan
dan diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung.
Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks
yang rapuh.
3) Pemeriksaan Sitologi
Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan
skrining Pap smear.
4) Biopsi Endometrium
Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi
endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau
neoplastik seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat
perdarahan abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan
kanker endometrium.
E. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan kelainan
organik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, misalnya
mioma uteri, polip serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor, atau keganasan.
Seringkali evaluasi untuk menentukan diagnosis tumpang tindih dengan
penanganan yang dilakukan pada perdarahan abnormal.9
F. Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada
semua pasien PUA. Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan
pada :11
1) Perempuan umur > 45 tahun
2) Terdapat faktor risiko genetik

17
3) USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium
kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau
kanker endometrium.
4) Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas,
nulipara
5) Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan
rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun. Pengambilan
sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahna uterus
abnormal yang menetap (tidak respon terhadap pengobatan).
G. Penilaian Kavum Uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium
atau mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis
yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila
dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam
penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan
bersamaan.

2.2
2.3
2.4
2.5
2.6 Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Abnormal
1. Tatalaksana perdarahan uterus abnormal akut:13
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan
hemodinamik dan atau Hb< 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit
dan transfuse darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik

18
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg per
oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr atau
anti inflamasi nonsteroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK.
Untuk pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10 ke
dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24
jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan
kuretase.
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi
oral kombinasi (KOK) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3
hari), 2x1 tablet perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian
stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi
selama 3 siklus
g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari) siklik selama 3 bulan
h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin
releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan). GnRH diberikan 2-3 siklus
dengan interval 4 minggu.
i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk
mencari penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG
transvaginal/ transrektal, periksa darah perifer lengkap (DPL) hitung
trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT) dan thyroid stimulating hormone (TSH). Saline Infused
Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat
tebal, untuk melihat adanya polip endometrium ataumioma
submukosim. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada
kelainan organik, maka dapat dilakukan terapi pembedahan seperti
ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi, histerektomi.

19
2. Tatalaksana perdarahan uterus abnormal kronik:13,9
a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien
mengalami satu atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak
dapat diramalkan dalam 3 bulan terakhir.
b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah
perifer lengkap wajib dilakukan.
c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut
d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat
memicu PUA dan lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika
terdapat indikasi
e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan
f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan
penggunaan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien
untuk memiliki keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya.
Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap,
pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin,
dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.
g. Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
 Reseksi secara histeroskopi
 Dilatasi dan kuretase
 Kuret hisap
 Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
a) Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-
hormonal)13,9
1. Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.
Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk
memecah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs). Oleh
karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini
akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan
darah, namun tidak menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan

20
menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal
endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai
mekanisme penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan
pencernaan, diare, sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang
berat adalah 1g (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.
2. Obat anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid
akan meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase,
dan akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium.
Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat
dalam respon inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram
uterus. AINS dapat mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50
persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama
astau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek
samping: gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada
penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan
terjadinya perdarahan dan peritonitis.

b) Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal


(hormonal)13,9
1. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.
Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1
dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat
disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25 mg
per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan.
Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak
terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu
vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar
fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron

21
akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan
menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala
akibat defek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus,
mastodinia dan retensi cairan.

2. PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada
saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan
dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2
hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil
selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya
ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan
secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat
perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit
kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein trombosis,
stroke dan serangan jantung.
3. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen
serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada
sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron
yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski
demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik
yang menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat
diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan
selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang
tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi
progestin, makan dosis obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya

22
hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan
selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin
secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi
apabila terdapat kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan
pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner
atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital,
riwayat penyakit kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan
progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg, norestiron
asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol
asetat 1x 5 mg selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan,
dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan
berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti
selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian
progestin secra kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk
membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan yaitu :
- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
- Pemberian DMPA setiap 12 minggu
- Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa
begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan
depresi.
4. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan
17a-etinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang
berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta
memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium
dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per
hari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat.
Danazol dapat menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang
lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif

23
dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari
400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami
oleh 75% pasien yakni: penigkatan berat badan, kulit berminyak,
jerawat, perubahan suara.

5. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)


Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada
hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan
efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada
pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan
pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat
membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate
3.75 mg intramuskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan
demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka
dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah
(add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan
jangka panjang, yakni: keluhan-keluhan mirip wanita menopause
(misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina),
osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan
GnRH agonis lebih dari 6 bulan).13

2.7 Komplikasi Perdarahan Uterus Abnormal


Komplikasi yang dapat terjadi akibat perdarahan uterus abnormal yang
kronis yaitu; Anemia, Infertilitas, kanker endometrium. Sedangkan
komplikasi perdarahan uterus abnormal yang akut yaitu : anemia berat,
hipotensi, syok bahkan kematian apabila tidak ditatalaksana dengan
cepat.14

2.8 Prognosis Perdarahan Uterus Abnormal

24
Prognosis perdarahan uterus abnormal dapat baik dengan terapi yang tepat
guna dan tepat waktu.14

25
BAB III
KESIMPULAN
1. Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan perubahan signifikan pada
pola atau volume darah menstruasi. Manifestasi klinisnya dapat berupa
perdarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit, dan haid yang
memanjang atau tidak beraturan Hal ini sering dijumpai pada wanita pada
usia reproduksi
2. Perdarahan uterus abnormal dapat diklasifikasikan berdasarkan FIGO yaitu
polyp, adenomyosis, leiomyoma, malignancy and hyperplasia,
coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenic, dan not yet
classified
3. Diagnosis dari perdarahan uterus abnormal dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab
dari perdarahan tersebut.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Singh S, Best C, Dunn S, dkk. Abnormal uterine bleeding in premenopausal


women. JObstet Gynaecol Canada 2013; 35: 473–9.
2. Benetti-Pinto CL, De Sá Rosa-E-Silva ACJ, Yela DA, dkk. Abnormal terine
Bleeding. Rev Bras Ginecol e Obstet 2017; 39: 358–368.
3. Wardani R. Karakteristik wanita dengan perdarahan uterus abnormal di poli
kandungan Rumah Sakit Angkatan Laut dr Ramelan Surabaya tahun 2017.
Hang Tuah Med J. 2018;15(1):22–31.
4. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS., FIGO Menstrual Disorder
Committee. The Two FIGO system for normal and abnormal uterine bleeding
symptoms and classification of causes abnormal uterine bleeding in the
reproductive years: 2018 revisions. Int J Gynaecol Obstet. 2018 Dec;
143(3):393-408
5. Manuaba, IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Kandungan dan
KB. Jakarta: EGC. 2014
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi Keig. Anwar M, editor. PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2017.
7. Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic
feature of endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged
parallel to surface epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:1057–1062.
8. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
Konsensus HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013.
9. Baziad E, Hestiantoro A. Wiweko B. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus
Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilisasi
Indonesia.2018
10. John J, Wantania E. Perdarahan UterusAbnormal-Menoragia pada Remaja.
Jurnal Biomedik. 2016. Vol 8. 135-142.
11. Siregar MFG. Management of abnormal uterine bleeding in perimenache:
diagnostic challenges. Int J Med Sci Pub Health. 2016;5:597.
12. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal
Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2018; 35(5):1-28.

26
13. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry
J, Agostini A, Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise
A. Clinical practice guidelines on menorrhagia: management of abnormal
uterine bleeding before menopause. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010) 133–137
14. Davis E, Sparzak PB. Abnormal Uterin Bleeding (Dysfunctional Uterin
Bleeding). National Center for Biothecnology Information Journal.2019.

27

Anda mungkin juga menyukai