Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION


PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL PADA REMAJA

OLEH :
Lalu Azid Airlangga
017.06.0053

PEMBIMBING :
dr. I Gede Sudiarta, M. Biomed, Sp. OG

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGY
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil Case
Based Discussion ini tepat pada waktunya. Laporan ini membahas mengenai sebuah jurnal
yang berjudul “Perdarahan uterus abnormal pada remaja”. Penyusunan laporan ini tidak
akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini
saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. I Gede Sudiarta, M. Biomed, Sp. OG sebagai dosen tutor yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan Case Based Discussion.

2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam berdiskusi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas untuk menyusun laporan ini,
maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Klungkung, 15 Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv

DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2

2.1 Menstruasi normal .............................................................................................. 2

2.2 Perdarahan uterus abnormal pada remaja ................................................... 7

2.2.1 Definisi..................................................................................................... 7

2.2.2 Epidemiologi............................................................................................ 7

2.2.3 Klasifikasi dan etiologi ............................................................................ 7

2.2.4 Diagnosis ................................................................................................ 17

2.2.5 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 21

2.2.6 Penatalaksanaan ...................................................................................... 24

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 31

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 31

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Anamnesa pada Wanita dengan PUA ..................................................... 19


Tabel 2. Pemeriksaan fisik pada Wanita dengan PUA ......................................... 21
Tabel 3. Pemeriksan labolatorium pada PUA ....................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perubahan-perubahan hormonal dan organ ginekologi yang terjadi


selama siklus menstruasi .......................................................................................... 2
Gambar 2. Polip Uterus ........................................................................................... 9
Gambar 3. Adenomiosis ........................................................................................ 10
Gambar 4. Penyakit von willebrand ...................................................................... 13
Gambar 5. Perbandingan ovarium normal dan SPOK .......................................... 14
Gambar 6. Ultrasound polip endometrium ........................................................... 23
Gambar 7. Histerekopi polip endometrium ........................................................... 24

iv
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. Skema PALM-COEIN ......................................................................... 8


Diagram 2. Pembagian PUA ................................................................................. 17
Diagram 3. Terapi Perdarahan Uterus Abnormal Akut ........................................ 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN
Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa atau tumbuh
menjadi dewasa. Definisi remaja menurut WHO adalah seorang dengan usia 10-19
tahun. Pada masa remaja ini seudah mulai muncul ciri-ciri perkembangan seks
primer maupun sekunder seperti tumbuhnya payudara dan menstrusi pada Wanita.
Proses perkembangan seks sekunder ini tidak semuanya berjalan dengan lancer
pada setiap Wanita. Salah satu permasalahan yang dihadapi seorang perempuan
adalah gangguan haid atau PUA (Lim, dkk, 2019).
PUA merupakan perdarahan yang ditandai dengan adanya perubahan pada
siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang siklus, durasi maupun
jumlah perdarahan. Hal ini sering dijumpai pada wanita pada usia reproduksi.
Menstruasi dianggap normal bila terjadi dalam interval 22-35 hari (dari pertama
menstruasi sampai adanya onset periode menstruasi selanjutnya) dan durasi
perdarahan kurang dari 7 hari dan jika perdarahan kurang dari 80ml. Cairan atau
discharge menstruasi mengandung cairan jaringan (20-40% dari total discharge),
darah (50-80%), dan fragmen dari endometrium (Wardani, 2020).
PUA dapat mengganggu seorang wanita dari segi fisik, sosial, maupun
emosional. Hal tersebut dapat terlihat pada wanita dengan perdarahan berat yang
tak terduga dapat mengganggu aktivitas sehari-harinya, karena mereka mungkin
memerlukan penggantian pembalut atau tampon secara terus menerus, dan
mempunyai kekhawatiran terhadap aktivitas sosial maupun hubungan sexual. PUA
adalah masalah yang sering terjadi dan penanganannya begitu kompleks. Dokter
sering tidak dapat mengidentifikasi penyebab PUA setelah menanyakan riwayat
dan melakukan pemeriksaan fisik. Management dari PUA dapat melibatkan banyak
keputusan tergantung diagnosa penyebabnya (Mahapatra dan Mishra, 2015).
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim “PALM-
COEIN” yaitu, polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and hyperplasia,
coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet

1
classified. Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non struktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan
pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih factor penyebab
PUA antara lain coagulopaty, ovulatory dysfuntion, endometrial, Iatrogenik, dan
not yet classified (Sirait, 2021).
Penatalaksanaan dari PUA bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum,
menghentikan perdarahan, dan mengembalikan fungsi hormon reproduksi.
Menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan medikamentosa, dilatasi dan
kuretase, maupun tindakan operatif. Medikamentosa dapat dilakukan dengan
pemberian hormon steroid, penghambat sintesis prostaglandin, maupun dengan
antifibrinolitik. Tindakan operatif yang dapat dilakukan meliputi ablasi
endometrium dengan laser dan histerektomi. Tindakan histerektomi pada penderita
PUA harus memperhatikan usia dan paritas penderita. Histerketomi dilakukan
untuk PUA dengan gambaran histologis endometrium hiperplasia atipik dan
kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi dan kuretase (Sirait, 2021).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa PUA merupakan salah satu
kelainan yang penting untuk diketahui dan cukup sering terjadi. Dengan demikian
diperlukan pemahaman dan pembelajaran untuk mempelajari terkait PUA.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menstruasi Normal

Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormonhormon


yang paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan
implantasi (perlekatan) dari janin (proses kehamilan). Gangguan dari siklus
menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan, abortus berulang,
atau keganasan Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-
8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari.
Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus menstruasi normal hanya
terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang
ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus
yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus
menstruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisisovarium
(Villasari, 2021).

Gambar 1. Perubahan-perubahan hormonal dan organ ginekologi


yang terjadi selama siklus menstruasi (Villasari, 2021).

Siklus Menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu,


siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur
terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus folikular dan siklus luteal,
sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa proliferasi (pertumbuhan) dan

3
masa sekresi. Perubahan di dalam rahim merupakan respons terhadap
perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan
terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim, terletak di bagian tengah),
dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah lapisan
yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut
desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya
disebut sebagai desidua basalis (Villasari, 2021).

Sistem hormonal yang memengaruhi siklus menstruasi adalah


(Villasari, 2021) :

a. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang


dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan
FSH.

b. LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan


hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH.

c. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk


mengeluarkan prolactin.
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis
merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur).
Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang, tetapi dapat perkembangan
dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel
de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH,
sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones
yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh
mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon
gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari
folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen memengaruhi
pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf
menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah
korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh

4
hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik).
Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat memengaruhi
pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka
korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen
dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi,
perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut haid atau
menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus
luteum tersebut dipertahankan (Villasari, 2021).
Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu (Villasari, 2021) :

a. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu
endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan
dan hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.

b. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14.


Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi di mana terjadi
pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim
untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali.
Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung
telur (disebut ovulasi).

c. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi.


Hormon progesteron dikeluarkan dan memengaruhi pertumbuhan
endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi
(perlekatan janin ke rahim).
Siklus ovarium (Villasari, 2021) :

a. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan


sel telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan
siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung
telur). Waktu rata-rata fase folikular pada manusia berkisar 10-14 hari,
dan variabilitasnya memengaruhi panjang siklus menstruasi
keseluruhan.

b. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi

5
dengan jangka waktu rata-rata 14 hari.
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus
di dalam siklus menstruasi normal (Villasari, 2021) :

a. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH,


LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari
fase luteal siklus sebelumnya.

b. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah


akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase
folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan
endometrium.

c. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada


pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai
akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir dari fase
folikular level hormon LH meningkat drastis (respons bifasik).

d. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima)


hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan
dari hormon LH, keluarlah hormon progesterone.

e. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang


menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24- 36 jam kemudian.
Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari
folikular ke luteal.

f. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum
ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali
karena sekresi dari korpus luteum.

g. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda


bahwa sudah terjadi ovulasi.

h. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup


korpus luteum dan kemudian menurun untuk mempersiapkan siklus
berikutnya.

6
2.2 Perdarahan Uterus Abnormal pada remaja

2.2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah


perdarahan menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain
seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan
manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu
yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa
melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum.
Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan,
dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara
bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim) (Astarto, dkk,
2011).

2.2.2 Epidemiologi

Perdarahan uterus abnormal atau gangguan haid merupakan keluhan


yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter.
Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak
jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita maupun dokter
yang merawatnya. Data dibeberapa negara industry menyebutkan
bahwa seperempat penduduk perempuan dilaporkan pernah mengalami
menoragia, 21% mengeluh siklus haid memendek, 17% mengalami
perdarahan antar haid dan 6% mengeluh perdarahan pascasenggama.
Selain menyebabkan gangguan kesahatan, PUA ternyata berpengaruh
pada aktivitas sehari-hari yaitu 28% dilaporkan merasa terganggu saat
bekerja sehingga berdampak pada bidang ekonomi. Di RSUD dr.
soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan 2008 didapatkan angka kejadian
perdarahan uterus abnormal sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh
kunjungan poli kandungan (Anwar dkk, 2011).

2.2.3 Klasifikasi dan Etiologi

Pada tahun 2011, Federation International de Gynecologie et


d'Obstetrique (FIGO) memperkenalkan sistem klasifikasi baru terhadap

7
perdarahan uterus abnormal yang disahkan oleh American Congress of
Obstetrics and Gynecology pada tahun 2012, sebagai upaya untuk
membakukan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan PUA,
dan akhirnya sekarang sistem ini telah diterima secara luas. Pada tahun
2018, revisi pada sistem klasifikasi ini semakin memperjelas parameter
untuk mendefinisikan PUA. Klasifikasi ini secara lebih lanjut
memisahkan penyebab PUA menjadi etiologi struktural dan
nonstruktural (Sirait, 2021).

Klasifikasi ini, yang dikenal dengan akronim PALM-COEIN, yang


membedakan PUA berdasarkan kemungkinan etiologinya, yakni: Polip,
Adenomiosis, Leiomioma, Malignansi dan hiperplasia, Coagulopathy
(koagulopati), Ovulary dysfunction (gangguan ovulasi), Endometrium,
Iatrogenic dan Not otherwise classified (belum diklasifikasikan). Bagian
PALM dari akronim PALM-COEIN mencakup penyebab struktural dari
pendarahan uterus abnormal. Sedangkan, akronim COEIN mencakup
penyebab perdarahan uterus abnormal yang nonstruktural atau sistemik

PUA

PALM
COEIN
(struktural)

Ovulatory
Polip Adenomiosis Coagulophaty
dysfunction

malignansi dan
Leimioma Endometrium Iatrogenik
hiperplasia

Mioma Not yet


miomalainnya
submukosa classified

Diagram 1. Skema PALM-COEIN (Sirait, 2021).

8
a. Polip (PUA-P)

Polip endometrium merupakan proliferasi epitel yang timbul


dari stroma dan kelenjar endometrium. Perdarahan
intermenstrual adalah gejala yang paling umum, tetapi sebagian
besar polip tidak menunjukkan gejala (Sirait, 2021).

Terdapat dua jenis polip, yaitu endometrium dan


endoserviks. Polip dapat muncul secara tunggal atau multipel,
berukuran mulai dari beberapa milimeter hingga sentimeter, dan
dapat bertangkai. Penyebab pasti dari polip sampai saat ini
belum diketahui, tetapi beberapa etiologi yang mungkin antara
lain faktor genetik, biokimia, dan hormon. Faktor risiko terhadap
munculnya polip antara lain usia, pemakaian tamoxifen,
peningkatan kadar estrogen endogen atau eksogen, obesitas, dan
sindrom Lynch (Sirait, 2021).

Pemeriksaan fisik pada polip biasanya tidak khas, kecuali


untuk kasus ketika polip keluar melalui serviks. Polip
asimtomatik berukuran kurang lebih 1,5 cm dan untuk polip
yang simtomatis harus dipertimbangkan untuk dilakukan eksisi
serta dilakukan pemeriksaan patologis (Sirait, 2021).

Gambar 2. Polip Uterus (Sirait, 2021).

9
b. Adenomiosis (PUA-A)

Adenomiosis didefinisikan sebagai adanya kelenjar


endometrium dan stroma ektopik di miometrium. Diperkirakan
bahwa konfirmasi histologis dari kasus adenomiosis berkisar
antara 5-70% pada pasien yang menjalani histerektomi.
Sebagian besar terjadi pada wanita berusia empat puluh sampai
lima puluh tahun. Meskipun adenomiosis tidak menunjukkan
gejala pada sepertiga kasus, pasien dapat mengalami HMB
(Heavy Menstrual Bleeding), perdarahan tidak teratur,
dismenorea, atau dispareunia. Kejadian adenomiosis
berhubungan dengan adanya ekspresi gen yang abnormal,
peningkatan angiogenesis dan proliferasi, penurunan apoptosis,
gangguan ekspresi sitokin, produksi estrogen lokal, resistensi
terhadap progesteron, dan stres oksidatif (Sirait, 2021).

Gambar 3. Adenomiosis (Sirait, 2021).

c. Leimioma (PUA-L)

Leiomioma (disebut juga mioma atau fibroid) merupakan


tumor jinak yang paling sering ditemukan pada wanita usia
reproduksi dan muncul pada hampir 80% dari seluruh wanita di
usia 50 tahun. Leiomioma adalah tumor jinak yang timbul dari
sel-sel otot polos miometrium yang berkembang selama usia

10
reproduksi (Sirait, 2021).

Faktor risiko leiomioma antara lain ras Afrika-Amerika,


menarke yang lebih awal, penggunaan kontrasepsi oral yang
terlalu dini, obesitas, diet (peningkatan konsumsi daging,
peningkatan indeks glikemik, konsumsi alkohol), hipertensi, dan
riwayat keluarga, Sebagian besar leiomioma asimtomatik, tetapi
perdarahan merupakan gejala yang umum dan biasanya
melibatkan menstruasi yang berat dan berkepanjangan.
Leiomioma yang lebih besar lebih mungkin dikaitkan dengan
perdarahan uterus abnormal. Gejala yang mungkin timbul antara
lain HMB, peningkatan frekuensi buang air kecil, gejala pada
saluran gastrointestinal, atau disfungsi reproduksi (seperti
infertilitas). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ukuran
uterus yang membesar dengan permukaan yang tidak rata (Sirait,
2021).

d. Malignansi dan hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium dan keganasan merupakan


penyebab penting dari PUA dan harus dipertimbangkan pada
hampir semua wanita usia reproduktif. Meskipun prevalensi
kanker endometrium meningkat dengan bertambah usia, hampir
seperempat dari ditemukan pada pasien yang lebih muda dari
usia 55 tahun. Pola perdarahan pada pasien dengan keganasan
uterus sangat bervariasi. Setelah diidentifikasi, hasil
pemeriksaan patologi harus lebih lanjut diklasifikasikan dengan
menggunakan sistem WHO atau FIGO yang sesuai (Sirait,
2021).

Keganasan pada vagina atau uterus (termasuk serviks) dapat


menyebabkan gangguan menstruasi. Karena itu, penting untuk
membedakan etiologi dari setiap PUA melalui pemeriksaan dan
penyaringan papsmear atau biopi jaringan, sesuai dengan

11
pedoman American Collage of Obstetricans and Gynaecologist
(ACOG). Wanita memiliki risiko 2,8% sepanjang hidupnya
untuk mengalami kanker endometrium, yang menyumbang
sebanyak 63.000 kasus baru di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Faktor risiko untuk terjadinya keganasan antara lain obesitas,
diabetes mellitus, hipertensi, nuliparitas, dan penggunaan
tamoxifen (Sirait, 2021).

e. Coagulopathy (PUA-C)

Sekitar 13% wanita dengan HMB memiliki gangguan


hemostasis sistemik yang dapat dideteksi secara biokimia, dan
paling sering muncul pada penyakit von Willebrand. HMB dapat
terjadi karena penggunaan obat-obatan antikoagulan, seperti
warfarin, heparin dan LMWH (Low Molecular Weight
Heparin). Adanya gangguan yang muncul disebabkan oleh
karena pembentukan “sumbatan” atau gangguan bekuan darah
di dalam lumen vaskular. Pada awalnya FIGO MDC
menentukan bahwa jenis PUA ini harus ditempatkan kedalam
kategori PUA-C. Pembaharuan pada tahun 2018 sistem
klasifikasi FIGO, PALM-COEIN telah memindahkan PUA yang
berhubungan dengan antikoagulasi ke dalam kategori Iatrogenik
(PUA-I) (Sirait, 2021).

Gangguan pendarahan yang diturunkan, terutama von


Willebrand Disease (vWF) dapat ditemukan pada 5 hingga 24%
wanita dengan HMB. Adanya koagulopati harus
dipertimbangkan pada wanita dengan menstruasi yang berat dan
berlangsung lama, riwayat sering timbulnya memar, epistaksis,
gusi atau gigi berdarah, perdarahan postpartum, dan riwayat
keluarga. Menstruasi berat dapat muncul pada seseorang dengan
defisiensi faktor koagulasi (faktor yang paling sering adalah
faktor VIII dan IX, dan yang paling jarang faktor VII dan XI),

12
dan gangguan trombosit. Koagulopati yang didapat harus
dipertimbangkan pada pasien dengan anemia aplastik, gagal
ginjal, sepsis, dan koagulopati intravascular (Sirait, 2021).

Gambar 4. Penyakit von Willebrand (Sirait, 2021).

f. Ovulatory Dysfunction (PUA-O)

Disfungsi ovulasi (anovulasi) sering terjadi secara sekunder


akibat gangguan lain yang mengakibatkan fluktuasi hormon
seperti sindrom ovarium polikistik (SOPK), hipotiroidisme,
hipoprolaktinemia, kondisi stress, obesitas, anoreksia,
penurunan berat badan, atau olahraga ekstrim. Dalam beberapa
keadaan, fluktuasi hormon mungkin bersifat iatrogenik, yang
dapat disebabkan oleh terapi steroid sex atau obat-obatan yang
mempengaruhi metabolisme dopamin. Pembaharuan di tahun
2018 sistem klasifikasi IFGO, PALM-COEIN,
merekomendasikan bahwa terapi yang mengganggu aksis
hipotalamus-pituitari-ovarium (H-P-O) dan terkait dengan PUA,
sekarang ditempatkan dalam kategori PUA-I (iatrogenik) (Sirait,
2021).

Disfungsi ovulasi yaitu ketika tahap ovulasi tidak terjadi


secara teratur, sehingga menyebabkan amenore atau menstruasi

13
yang tidak teratur. Namun, ovulasi yang jarang terjadi atau tidak
terjadi selama beberapa tahun pertama setelah menarke dan
selama perimenopause merupakan tanda yang umum dan tidak
selalu merupakan tanda patologi. Episode perdarahan mulai dari
ringan yaitu selama 2 bulan atau lebih hingga episode HMB
yang tidak terduga dan ekstrem yang membutuhkan intervensi.
HMB dihubungkan dengan anovulasi karena hilangnya
progesteron atau efek dari estrogen yang tidak terhambat pada
fase luteal menyebabkan endometrium berada pada fase
proliferatif yang persisten, sehingga menyebabkan penurunan
kadar Prostaglandin F2, yaitu faktor yang diperlukan untuk
hemostasis endometrium yang efisien (Sirait, 2021).

Gambar 5. Perbandingan Ovarium Normal dan SPOK


(Sirait, 2021).

14
g. Endometrial (PUA-E)

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada uterus normal


dengan siklus menstruasi teratur tanpa adanya koagulopati
cenderung menggambarkan kelainan endometrium primer
melalui mekanisme pengaturan hemostasis endometrium. Tes
yang mengukur kelainan tersebut saat ini tidak tersedia (Sirait,
2021).

Gangguan endometrium disebabkan oleh gangguan primer


hemostasis endometrium, yang biasanya terjadi pada pengaturan
siklus ovulasi dan kemungkinan karena gangguan vasokontriksi,
peradangan, atau infeksi. Disfungsi endometrium kurang
dipahami, karena tidak ada metode diagnostik yang dapat
diandalkan dan harus dipertimbangkan hanya setelah penyebab
lain dikecualikan. Pasien dapat datang dengan siklus menstruasi
yang menunjukkan ovulasi normal tetapi mengalami HMB.
Etiologi tidak dapat sepenuhnya diketahui, tetapi ada
kemungkinan terjadi defisiensi vasokonstriktor (Endotelin-1,
Prostaglandin F2) dan produksi plasminogen yang berlebihan,
sehingga menyebabkan peningkatan kecepatan lisis bekuan
darah (Sirait, 2021).

h. Iatrogenik (PUA-I)

Siklus menstruasi yang tidak teratur yang terjadi selama


penggunaan terapi steroid sex disebut "Breakthrough Bleeding
(BTB)" dan merupakan komponen utama dari klasifikasi ini.
Sangat mungkin bahwa banyak episode menstruasi yang tidak
teratur atau BTB yang terkait dengan adanya penurunan kadar
hormon dalam sirkulasi, dan atau secara sekunder terjadi karena
adanya masalah terhadap kepatuhan pasien seperti penggunaan
obat yang terlewatkan, tertunda, atau tidak menentu, serta
penggunaan antikonvulsan dan antibiotik seperti Rifampisin dan

15
Griseofulvin, dan merokok. Banyak wanita mengalami bercak
atau pendarahan vagina yang tidak teratur dalam 3-6 bulan
pertama penggunaan Levonorgestrel-Releasing Intrauterine
System (LNG-IUS) (Sirait, 2021).

Antidepresan trisiklik (misal Amitriptyline dan


Nortriptyline) serta Fenotiazin mempengaruhi metabolisme
dopamin dengan mengurangi penyerapan serotonin, sehingga
menyebabkan penurunan inhibisi dari pelepasan prolaktin. Hal
ini dapat menyebabkan anovulasi dan terjadinya PUA.
Perdarahan uterus abnormal yang terkait dengan penggunaan
antikoagulan, juga termasuk dalam kategori ini sesuai dengan
pembaharuan klasifikasi FIGO, PALM-COEIN tahun 2018
(Sirait, 2021).

i. Not yet classified (PUA-N)

Kategori ini termasuk pada kondisi yang kurang dipahami,


adanya gangguan langka (seperti malformasi arteriovenosa), dan
kondisi yang tidak termasuk ke dalam sistem klasifikasi lainnya,
seperti perdarahan dari bekas luka operasi sectio caesaria. Selain
itu adanya endometritis kronis, juga dapat berkontribusi
terhadap terjadinya AUB / HMB (Sirait, 2021).
Klasifikasi dari PUA berdarkan jenis perdarahannya terbagi menjadi
3 yang dikutip dalam HIFERI (2011) yaitu :

a. Perdarahan uterus abnormal akut

Didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak


sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah
kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi
pada kondisi PUA kronik atau tanpa Riwayat sebelumnya.

b. Perdarahan uterus abnormal kronis

Merupakan terminology untuk perdarahan uterus abnormal


yang telah terjadi selama 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak

16
memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.

c. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)

Merupakan perdarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus


haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat
jufa terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini
ditunjukan untuk menggantikan terminology metroragia.

PUA

Akut Kronis

Perdarahan
tengah
Diagram 2. Pembagian PUA (HIFERI, 2011).

2.2.4 Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik akan membantu menentukan


penyebab perdarahan uterus abnormal, mengarahkan penyelidikan lebih
lanjut, dan memandu pilihan untuk penatalaksanaan (Sirait, 2021).

a. Anamnesis

Pada anamnesis perlu diketahui usia menarke, frekuensi,


durasi, dan sifat perdarahan. Kuantifikasi perdarahan yang
terjadi dapat menjadi masalah karena remaja memiliki
pengalaman terbatas dalam menilai perdarahan. Sebaiknya
ditanyakan berapa jumlah produk tampon maupun pembalut
yang digunakan. Pada remaja yang mengeluhkan haid yang
banyak perlu ditanyakan riwayat mudah memar, perdarahan
yang sulit berhenti pada luka minor, epistaksis yang sering atau
sulit dikontrol, atau perdarahan hebat setelah operasi. Riwayat

17
perdarahan pada keluarga termasuk riwayat perdarahan
postpartum penting diketahui untuk mencari kelainan
perdarahan pada keturunan. Anamnesis mengenai riwayat
penggunaan obat-obat dan kontrasepsi hormonal juga perlu
ditanyakan (Sirait, 2021).

Pemeriksaan fisik harus sebaiknya dilakukan walaupun


sebagian besar kasus normal. Takikardi dan hipotensi dapat
memberikan petunjuk ketidakstabilan hemodinamik akut yang
memerlukan intervensi cepat. Adanya takikardia, penampilan
pucat, atau bunyi bising pada auskultasi jantung mengarah pada
anemia. Petekia atau memar yang berlebihan dapat mengarah
pada defek platelet atau kelainan perdarahan lainnya.
Pemeriksaan inspeksi pada genitalia cukup untuk menegakkan
diagnosis pada kebanyakan pasien. Pemeriksaan bimanual dan
spekulum disarankan pada pasien yang aktif secara seksual atau
pada pasien yang tidak mengalami respon terhadap terapi (Sirait,
2021).
RIWAYAT WANITA DENGAN PUA

Riwayat Menstruasi Gejala terkait Riwayat seksual dan


reproduksi
• Catatan • Dismenore
menstruasi • Paritas dan
• Nyeri panggul
proses
• Durasi gejala kronis
kelahiran
PUA
• Cairan
• Kebutuhan
• Dampak dalam abnormal pada
terhadap
kualitas hidup vagina
kontrasepsi
• Perdarahan
• Riwayat atau
intramenstrual
resiko tinggi
atau postcoitus
infeksi
• Usia saat
menular
menarke (jika
seksual (IMS)
relevan)
• Riwayat tes
• Riwayat
skrining
tatalaksana

18
PUA serviks
sebelumnya

Riwayat pribadi Riwayat keluarga

• Merokok, • Tromboemboli
alcohol, atau vena
penyalahgunaan
• Kanker pada
narkoba
ginekologi atau
• Resep obat- gastrointestinal
obatan
• Diaris
termasuk
hemoragik
suplemen (zat
besi dan
vitamin)

• Gangguan
sistemik

• Pengobatan
rutin

• Riwayat
psikologis :
stress,
kecemasan, atau
pristiwa
traumatis

• Kenaikan atau
penurunan berat
badan

Tabel 1. Anamnesa pada Wanita dengan PUA (Sirait, 2021).

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengeksklusikan


adanya gangguan patologi, misalnya, petekie, purpura, ekimosis,
atau perdarahan gusi dan juga melihat apakah pasien tampak
pucat atau tidak, yang mungkin menunjukkan gangguan
perdarahan (Sirait, 2021).

Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk mendeteksi penyakit


ginekologis dan sistemik. Gangguan sistemik yang harus

19
diperhatikan seperti pada penyakit tiroid, hiperandrogenisme
atau sindroma Cushing. Selain itu, pemeriksaan fisik secara
umum juga termasuk inspeksi terhadap tanda-tanda SOPK,
seperti tanda hiperandrogen yaitu adanya rambut-rambut halus
di wajah serta adanya jerawat, dan penilaian ada tidaknya
hiperpigmentasi yang biasanya terlihat pada lipatan kulit di
leher, atau aksila, yang mungkin mengindikasikan adanya
gangguan menstruasi (Sirait, 2021).

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan panggul dan


Pap Smear untuk mengidentifikasi ada tidaknya lesi pada saluran
vagina atau serviks. Pemeriksaan panggul dimulai dengan
pemeriksaan khusus untuk memeriksa serviks untuk polip,
tandatanda infeksi, atau peradangan. Pemeriksaan genitalia
eksterna dapat membantu menilai sejauh mana dan
kemungkinan sumber perdarahan. Pemeriksaan dengan
spekulum dapat memperlihatkan lesi serviks, produk konsepsi
apa pun, trauma lokal, dan infeksi. Pemeriksaan bimanual
penting untuk menentukan ukuran uterus, massa di adneksa,
karakteristik dari setiap nyeri tekan, serta ukuran dan kontur
Rahim (Sirait, 2021).

Pemeriksaan Umum Pemeriksaan Ginekologis

Tanda vital Inspeksi : vulva, vagina,


serviks, anus, uretra

Berat badan/BMI Pemeriksaan bimanual uterus


dan struktur adnexa

Pemeriksaan kelenjar tiroid Pemeriksaan rectum jika


curiga terdapat perdarahan
dari rectum atau curiga
adanya kondisi patologi lain

20
Pemeriksaan kulit (pucat, Pemeriksaan : papsmear,
lecet, striae, hirsustisme, kultur serviks jika curiga
ptechie) adanya infeksi seksual

Pemeriksaan abdomen

Tabel 2. Pemeriksaan fisik pada Wanita dengan PUA (Sirait,


2021).

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk


menentukan dari diagnosa PUA yang dikutip dalam Sirait (2021) yaitu
:

a. Pemeriksaan labolatorium

• Tes kehamilan sangat penting dalam mengevaluasi seorang


Wanita yang berada dalam kelompok usia reproduksi

• Hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan apusan


darah perifer.

• Profil tiroid

• Screening koagulasi dilakukan pada Wanita yang memiliki


HMB sehaj awal periode menstruasi atau yang memiliki
Riwayat pribadi atau Riwayat dikeluarga, yang mengarah
kepada adanya gangguan koagulopati.

Tes labolatorium untuk evaluasi pasien dengan PUA

Evaluasi labolatorium Tes labolatorium spesifik

Pengujian laboratorium • Hitung darah


awal lengkap

• Golongan darah

• Tes kehamilan

Evaluasi labolatorium awal • Waktu

21
untuk gangguan hemostasis tromboplastin
parsial

• Waktu prothrombin

• Waktu
tromboplastin
parsial teraktivasi
fibrinogen

Pengujian awal untuk • Antigen factor von


penyakit von Willebrand Willebrand

• Uji kofaktor
ristocetin

• Factor VIII

Tes labolatorium lain yang • TSH


dapat dipertimbangkan • Serum besi, total
kapasitas
pengikatan besi,
ferritin

• Tes fungsi hati

• Chlamydia
trachomatis

Table 3. pemeriksaan labolatorium pada PUA

b. Pemeriksaan histologis

Pengambilan sampel endometrium dilakukan untuk


menyingkirkan adanya hyperplasia endometrium dan atau kanker.
NICE (2018) mengajukan blind endometrial sampling harus
dihindari dan dilakukan dalam konteks histeroskopi.

c. Pencitraan

• Ultrasonografi (USG)

22
Ultrasonografi transvaginal merupakan metode
untuk menyingkirkan adanya gangguan struktural. USG
trans-vaginal memberikan hasil yang lebih sensitif pada
wanita dewasa yang sudah aktif secara seksual. Jika tidak
dapat dilakukan, USG transabdominal atau MRI dapat
menjadi pilihan lain. USG trans-abdominal lebih
direkomendasikan pada wanita usia muda atau remaja.
Ultrasonografi memungkinkan penilaian rinci kelainan
anatomi uterus dan endometrium. Selain itu, patologi
miometrium, serviks, tabung, dan ovarium dapat dinilai.
Modalitas investigasi ini dapat membantu dalam diagnosis
polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali
uterus, dan penebalan endometrium umum yang terkait
dengan hiperplasia dan ganas.

Gambar 6. Ultrasound Polip Endometrium

• Histeroskopi

Histeroskopi memungkinkan visualisasi langsung


dan untuk mengidentifikasi lesi intrauterin seperti fibroid,
polip atau leiomioma, serta biopsi juga dapat dilakukan pada
saat yang sama. Histeroskopi dapat diindikasikan Ketika
pemeriksaan menunjukan penyebab struktural untuk

23
perdarahan, manajemen konservatif telah gagal atau ada
resiko keganasan.

Histeroskopi memungkinkan visualisasi langsung


dan untuk mengidentifikasi lesi intrauterin seperti fibroid,
polip atau leiomioma, serta biopsi juga dapat dilakukan pada
saat yang sama.

Gambar 7. Histereskopi polip endometrium

• Saline infus sonohisterografi (SIS)

Menggunakan 5 hingga 15 mL salin ke dalam rongga


rahim selama sonografi transvaginal dan meningkatkan
diagnosis patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip
dan fibroid uterus, SIS memungkinkan untuk diskriminasi
yang lebih besar lokasi dan hubungan dengan rongga rahim.
Akibatnya, SIS juga dapat meniadakan kebutuhan untuk
MRI dalam diagnosis dan pengelolaan anomali uterus.

• Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium


pada pasien yang memiliki menoragia. Mungkin bermanfaat
untuk memetakan lokasi pasti fibroid dalam merencanakan
operasi dan sebelum embolisasi terapeutik untuk fibroid.
Mungkin juga berguna dalam menilai endometrium ketika
instrumentasi ultrasonografi transvaginal uterus (misalnya
pada kelainan bawaan) tidak dapat dilakukan.

24
2.2.6 Penatalaksanaan

Dari berbagai bentuk pola gangguan perdarahan yang ada saat ini
dikelompokkan menjadi beberapa gangguan perdarahan yang dikutip
dalam hendarto (2011) :

a. Perdarahan uterus abnormal akut

PUA akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang


banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk
mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut
dapat terjadi pada kondisi perdarahan uterus abnormal kronik
atau tanpa riwayat sebelumnya.

Pada keadaan ini harus segera ditentukan hemodinamika


penderita apakah stabil atau tidak stabil. Bila kondisi tidak stabil
harus segera masuk rurnah sakit atau rawat inap untuk dilakukan
stabilisasi dengan memasang infus, pemberian oksigen dan
dilakukan transfusi bila Hb kurang dari 8 gr%. Bila kondisi
hemodinamika yang tidak stabil telah teratasi atau sejak awal
penderita dalam kondisi stabil, dapat dilakukan pemberian obat
untuk menghentikan perdarahan, yaitu tablet estrogen equin
konjugasi dengan dosis 2,5 mg per oral setiap 6 jam atau
diberikan injeksi Setiap 4-6 jam. Karena dapat memberikan
keluhan mual sebaiknya ditambahkan Prometazin 25 mg oral.
Saat ini di lndonesia sediaan injeksi estrogen equin konjugasi
Sulit didapatkan, jadi pemilihan obat oral untuk terapi keadaan
diatas lebih memungkinkan. Perdarahan akut diharapkan dapat
berhenti dalam 24 jam, namun bila perdarahan tetap tidak
berhenti segera dilakukan tindakan dilatasi dan kuret, setelah
perdarahan akut teratasi selanjutnya diberikan pil kontrasepsi
kombinasi (PKK) dengan dosis tapering-off yaitu 4xl tablet
selama 4 hari dilanjutkan dengan penurunan dosis 3xl tablet
selama 3 hari, dilanjutkan lagi 2xl tablet selama 2 hari, kemudian

25
dosis lxl tablet selama 3 minggu dan bebas obat l minggu.

Bila terdapat kontraindikasi penggunaan estrogen, tablet


progestin dapat diberikan selama 4 hari dan diselingi dengan 4
hari tanpa obat. Penggunaan progestin dengan cara ini dilakukan
selama 3 bulan. Untuk mencari penyebab terjadinya perdarahan
uterus abnormal, selanjutnya dilakukan tatalaksana seperti cara
investigasi.

Diagram 3. Terapi perdarahan uterus abnormal akut

b. Perdarahan uterus abnormal kronis

PUA kronis merupakan terminologi untuk perdarahan uterus


abnormal baik untuk volume, regular dan waktunya yang telah
terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan
penanganan yang cepat dibandingkan perdarahan uterus

26
abnormal akut, Terapi pada perdarahan uterus abnormal kronis
dilakukan setelah diketahui penyebabnya berdasarkan hasil dari
investigasi. Pengobatan yang diberikan dapat berupa
pembedahan atau non pembedahan, bisa hormonal atau non
hormonal. Investigasi penyebab dilakukan sesuai klasifikasi
PALM-COEIN.

A. Polip (PUA-P)

Setelah diagnosis polip ditegakkan berdasarkan


investigasi sebelumnya, penanganan polip endometrium
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Reseksi secara
histeroskopi, dilatasi dan kuretase, Kuret hisap, yang
semuanya dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.

B. Adenomiosis (PUA-A)

Investigasi diagnosis adenomiosis ditegakkan


berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI. Selanjutnya perlu
ditanyakan apakah pasien masih menginginkan kehamilan,
bila masih menginginkan kehamilan dapat diberikan analog
GnRH + add-back therapy atau LNG IUS selama 6 bulan.
Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan
alternatif pada pasien yang ingin hamil (terutama pada
adenomyosis > 6 cm). Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi
atau ablasi endometrium dapat dilakukan. Histerektomi
dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan.

C. Leimioma uteri (PUA-L)

Investigasi untuk diagnosis leiomioma uteri


ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG. Bila ditemukan
mioma uteri submukosa dan pasien masih mengingkan
kehamilan dapat diterapi dengan reseksi menggunakan. Bila
terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat
dilakukan penanganan sesuai perdarahan uterus abnormal-E

27
/ O).Pembedahan dilakukan bila respon pengobatan tidak
cocok

D. Malignancy/hyperplasia (PUA-M)

Investigasi untuk diagnosis hiperplasia endometrium


atipik ditegakkan berdasarkan penilaian histopatologi. D &
K dilakukan bila pasien masih menginkan kehamilan,
dilanjutkan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-
IUS selama 6 bulan. Bila pasien tidak menginginkan
kehamilan tindakan histerektomi merupakan pilihan.

E. Coagulopathy (PUA-C)

Perlu dilakukan penanganan secara multidisiplin.


Beberapa terapi yang bisa digunakan, antara lain asam
traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-progestin
dan LNG-IUS. Terapi spesifik seperti desmopressin dapat
digunakan pada penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Investigasi dengan pemeriksaan hormon tiroid dan


prolaktin perlu dilakukan pada kasus oligomenorea. Bila
menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti
prosedur tata laksana infertilitas. Bila pasien tidak
menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan PKK selama 3 bulan. Bila dijumpai kontra indikasi
pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin selama
14 hari, kemudian stop 4 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan
siklus. Bila pengobatan medikamentosa gagal, perlu
dipikirkan tindakan pembedahan berupa ablasi
endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau
histerektomi.

G. Endometrial (PUA-E)

28
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada wanita
dengan siklus haid yang teratur. Pemeriksaan fungsi tiroid
dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid atau
hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama dapat
dilakukan untuk menilai kavum uteri. Terapi yang dapat
diberikan adalah PKK selama 3 sikus, tapi bila ada
kontraindikasi dapat diberikan Progestin selama l4 hari dan
stop obat selama 4 hari berikutnya. Bila pasien tidak
menginginkan kontrasepsi dapat diberi obat Asam
traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg
merupakan pilihan lini pertama dalam tata laksana
menoragia. Bila medikamentosa gagal dalam evaluasi 3
bulan, sebaiknya dilakukan penilaian kavum uteri dengan
USG tranvagina atau SIS. Ternyata bila didapatkan polip
atau mioma submukosa, pertimbangkan untuk segera
melakukan tindakan bedah yaitu reseksi dengan
histeroskopi. Bila didapatkan ketebalan endometrium
>10mm lakukan pengambilan sampel endometrium untuk
menyingkirkan hiperplasia

H. Iatrogenik (PUA-I)

Perdarahan yang terjadi ini dapat disebabkan oleh


karena penggunaan obat atau kontrasepsi, misalnya PKK,
kontrasepsi progestin dan AKDR. Yang pertama harus
dilakukan adalah melakukan konseling tentang efek samping
kontrasepsi yang mungkin terjadi. Pada akseptor PKK harus
diyakinkan bahwa penggunaannya sudah teratur.
Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen dan bila
perdarahan menetap lakukan USG transvagina untuk
menyingkirkan kelainan saluran reproduksi. Pada pengguna
kontrasepsi progestin setelah dilakukan konseling dapat

29
diberikan PKK. Bila tetap tak teratasi pertimbangkan
mengganti dengan kontrasepsi lain. Pada pengguna AKDR
bila terjadi perdarahan yang disertai rasa nyeri sebaiknya
berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena
perdarahan pada pengguna AKDR dapat disebabkan oleh
endometritis. Jika tidak ada perbaikan, pertimbangkan untuk
mengangkat AKDR. Bila tidak ada nyeri dapat diberikan
PKK 1 siklus dan bila menetap pertimbangkan untuk
mengangkat AKDR.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Remaja merupakan seorang yang memasuki usia 10-19 tahun yang sudah
mulai muncul ciri perkembangan dari tumbuhnya payudara dan menstruasi pada
Wanita, tentu dalam perkembangannya beberapa Wanita memiliki
permasalahan yang dihadapi salah satunya adalah gangguan haid atau PUA.
PUA merupakan perdarahan yang ditandai dengan adanya perubahan pada
siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang siklus, durasi maupun
jumlah perdarahan. Berdasarkan FIGO, terdapat 9 kategori utama disusun
sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yaitu, polip, adenomiosis, leiomioma,
malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,
iatrogenik, dan not yet classified. Penatalaksanaan dari PUA bertujuan untuk
memperbaiki keadaan umum, menghentikan perdarahan, dan mengembalikan
fungsi hormon reproduksi. Menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan
medikamentosa, dilatasi dan kuretase, maupun tindakan operatif.

31
Daftar Pustaka
Anwar, M., Baziad A., Prabowo, P, R. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sawono Prawirohardjo, Edisi ketiga.
Astarto, N, W., Djuwantono, T., Permadi, W., Madjid, T, H., Bayuaji, H., Ritonga,
M, A. 2011. Kupas Tuntas Kelainan Haid. Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Rumah Sakit DR.
Hasan Sadikin. Bandung. Sagung Seto.
Hendarto, H. 2011. Implikasi Klinis PALM COEIN Terhadap Penatalaksanaan
Perdarahan Uterus Abnormal. Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung.
Sagung Seto.
Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), 2011.
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Efek
Samping Kontrasepsi. Jakarta. POGI.
Lim, D, J., Manuaba, I, B, G., Putra, I, G, M. 2019. Masalah ginekologi pasien
remaja di RSUP Sanglah Denpasar pada April 2016- maret 2017. Intisari
Sains Medis 10(1):1-5. DOI: 10.1556/ism.v10i.217.
Mahaprata, M., Mishra, P. 2015. Clinicopathological Evaluation of Abnormal
Uterine Bleeding, Journal of Health Research and Reviews, vol-2.
Paliama, T, C, C, A. 2015. Perdarahan Uterus Abnormal. Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana. Rumah Sakit Mardi Waluyo.
Sirait, B, I. 2021. Ginekologi. UKI PRESS. Universitas Kristen Indonesia. Jakarta.
Villasari, A. 2021. Fisiologi Menstruasi. Strada Press. IKAPI Indonesia.
Wardani, R, A. 2020. Karakteristik Wanita Dengan Perdarahan Uterus Abnormal
di Poli Kandungan Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya
Tahun 2016. Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

32

Anda mungkin juga menyukai