PNEUMONIA
OLEH :
Dwi Anggraeni : 018.06.0025
PEMBIMBING :
dr. I Gusti Ngurah Sudiana, Sp.A
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan laporan hasil Case Based Discussion ini
tepat pada waktunya. Laporan ini membahas mengenai sebuah jurnal
yang berjudul “Epididimo-orchitis”. Penyusunan laporan ini tidak
akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu
dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada :
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
berdiskusi.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
2.1 Anatomi......................................................................................................2
2.1.1 Definisi.....................................................................................................2
2.3 Epidemiologi...............................................................................................4
2.2.1 Etiologi.....................................................................................................4
2.2.3 Diagnosis.................................................................................................7
2.2.4
3.2 Anamnesa..................................................................................................11
3.9 Prognosis....................................................................................................18
3.10 KIE............................................................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................20
ii
BAB V PENUTUP...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi.....................................................................................................3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada 2012, epididymitis dan orchitis terjadi pada 1 dari 144 pasien
rawat jalan (0,69%) pada laki-laki dengan kelompok usia 18 sampai
dengan 50 tahun. Diperkirakan terdapat sekitar 600,000 kasus
epididymitis setiap tahun di Amerika Serikat, yang majoritasnya pada
laki-laki 18-35 tahun. Pada satu studi yang dijalankan terhadap tentara
Amerika Serikat, didapatkan insiden tertinggi pada laki-laki berusia 20
sampai dengan 29 tahun. Epididymitis lebih sering ditemukan
berbanding orchitis. Pada satu studi terhadap pasien-pasien rawat jalan,
didapatkan prevalensi orchitis sebesar 58% dari jumlah kasus dengan
epididymitis. Bakteri yang dapat menyebabkan orchitis antara lain
Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,
Streptococcus, bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididymitis
terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH
1
Penatalaksanaan dari orchitis terutama bersifat suportif karena
biasanya sebagian besar pasien orchitis akan sembuh spontan dalam 3-
10 hari, kecuali bila penyebabnya bakteri, perlu diberikan antibiotik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan ikat testis dibagi menjadi 250 lobus pada bagian anterior
dan lateral testis dibungkus oleh suatu lapisan serosa yang disebut tunica
vaginalis yang meneruskan diri menjadi lapisan parietal. Lapisan ini
langsung berhubngan dengan kulit terutam skrotum. Di sebelah
posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
3
atas dan bawahnya.
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
4
masih terbatas. Epididimitis lebih sering terjadi daripada orkitis murni.
Disebutkan pada sebuah penelitian bahwa kejadian orkitis dialami oleh
58% dari kasus laki-laki yang didiagnosis epididimitis. Sedangkan kasus
orkitis murni secara umum jarang
2.4 Etiologi
Ada juga laporan orkitis yang disebabkan oleh autoimunitas, yang dapat
diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder.
5
besar kasus epididimitis, infeksi terjadi akibat aliran urin yang menurun,
paling sering terlihat pada pria lanjut usia, atau akibat penyakit menular
seksual, paling sering ditemui pada pria berusia 20 hingga 40 tahun. Pada
pria sebelum usia 20 tahun. kematangan seksual, penyebab paling umum
dari epididimitis adalah peradangan yang terjadi akibat trauma atau
aktivitas berulang seperti olahraga. Namun, kemungkinan penyakit
menular seksual harus dipertimbangkan bahkan pada pria sebelum
mencapai kematangan seksual karena kemungkinan pelecehan seksual.
Kemungkinan penyebab lain dari epididimitis adalah infeksi bahan kimia,
obat-obatan, dan virus.
6
35 tahun atau pada anak laki-laki prepubertas adalah sebagai berikut:
2.6 Patofisiologi
7
disuria, frekuensi buang air kecil, urgensi, atau inkontinensia urin. Pasien
mungkin juga mengeluh keluarnya cairan dari uretra. Anamnesis yang
cermat harus mencakup kemungkinan cedera traumatis atau cedera akibat
aktivitas berulang seperti olahraga, riwayat seksual termasuk riwayat
paparan penyakit menular seksual sebelumnya, dan riwayat kesehatan
masa lalu termasuk masalah yang berhubungan dengan saluran
genitourinari seperti infeksi saluran kemih sebelumnya, prostatitis, atau
prosedur bedah.
8
skrotum, testis yang terkena terasa berat, membengkak, dan teraba lunak,
serta nyeri ketika berkemih, buang air besar(mengedan), melakukan
hubungan seksual. Klien selanglangan juga dapat membengkak pada sisi
testis yang terkena (Mycyk,2004). Sedangkan menurut Lemone (2004:
1533) manifestasi Orkitis antara lain demam tinggi, peningkatan WBCs,
kemerahan skrotum secara unilateral atau bilateral,
pembengkakan, dan nyeri.
Pada saat mengevaluasi pasien dengan gejala testis akut atau nyeri dan
pembengkakan skrotum (akut skrotum), harus dicurigai terjadinya
torsio testis terlebih dahulu. Terjadi banyak kasus torsio testis yang
salah didiagnosa sebagai epididymitis. Semua pasien dengan gejala
akut skrotum atau dicurigai menderita torsio testis harus segera dirujuk
ke ahli urologi untuk tindakan selanjutnya.
9
dengan riwayat infeksi kelenjar parotis, orchitis biasanya terjadi empat
sampai dengan tujuh hari setelah timbulnya parotitis.
Walaupun torsio testis bisa terjadi pada semua kelompok usia, insidens
tertinggi didapatkan pada usia diantara 12 sampai dengan 18 tahun,
diikuti kelompok neonatus. Torsio testis jarang didapatkan pada usia
diatas 35 tahun dan diantara neonatus sampai dengan 8 tahun. Torsio
appendiks testis umumnya terjadi pada usia tujuh sampai dengan 14
tahun dan jarang terjadi pada usia di atas 20 tahun.
Pembengkakan dan nyeri testis yang biasanya terjadi pada torsio testis
bisa berlanjut menjadi hidrokel reaktif dan eritema skrotum. Pada
epididymitis, epididymis yang terletak di bagian posterolateral testis
membengkak dan nyeri. Pada fase lanjutan, keadaan ini bisa berlanjut
menjadi pembengkakan testis menandakan telah terjadi orchitis,
dengan hidrokel reaktif dan eritema skrotum yang mirip dengan torsio
testis. Pembengkakan skrotum juga didapatkan pada kasus hernia
inguinal indirek, yang mana bising bisa terdengar pada auskultasi
skrotum.
10
nyeri tekan sesuai dengan lokasi anatomis dari appendiks testis. Blue
dot sign, merupakan diskolorasi warna biru di sekitar appendiks testis
bisa ditemukan pada dinding skrotum menandakan terjadinya infark
dan nekrosis. Refleks cremaster, yang dirangsang dengar cara
menggores kulit paha bagian medial harus dilakukan. Refleks normal
ditandai dengan kontraksi otot cremaster ipsilateral yang bisa terlihat
melalui elevasi testis unilateral yang biasanya positif pada
epididymitis, orchitis, dan torsio appendiks testis namun negatif pada
torsio testis. Prehn sign, yang mana berkuranganya nyeri pada saat
testis dielevasi bisa ditemukan pada pasien dengan epididymitis,
namun hasil pemeriksaan ini tidak signifikan. Elevasi testis biasanya
akan memperberat keluhan nyeri pada torsio testis.
Tanda Prehn dapat digunakan untuk menilai lebih lanjut kasus dugaan
epididimitis. Pasien dalam posisi terlentang dan skrotum diangkat oleh
pemeriksa. Jika nyeri berkurang dengan peninggian (tanda Prehn
positif), hal ini menandakan epididimitis. Sayangnya, tanda Prehn
tidak bisa diandalkan; Meskipun sensitivitasnya baik, spesifisitasnya
relatif buruk, sehingga tidak digunakan secara rutin
dalam praktik klinis.
Evaluasi pasien pria dengan nyeri skrotum harus dimulai dengan urinalisis.
Meskipun tidak spesifik, keberadaan sel darah merah dan sel darah putih
dalam urin dapat mengindikasikan kondisi infeksi atau peradangan akut.
Urine harus dikultur untuk menentukan agen penyebab pada kasus yang
berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Usap uretra diindikasikan
dalam kasus di mana penyakit menular seksual dianggap mungkin terjadi
berdasarkan riwayat seksual pasien. Evaluasi radiografi mencakup
ultrasonografi dengan perhatian tidak hanya pada struktur anatomi tetapi
juga untuk menilai aliran pembuluh darah ke testis. Ultrasonografi dapat
menunjukkan peradangan pada epididimis dan testis pada kasus
11
epididimitis dan epididimo-orchitis. Tomografi terkomputerisasi juga dapat
digunakan dalam kasus di mana pasien mengalami nyeri panggul dan gejala
saluran kemih yang berhubungan dengan masalah genitourinari akut seperti
ureterolitiasis.
Diagnosis Banding
1. Torsio Testis
12
demam. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan
adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak
menunjukkan tanda inflamasi. Pada torsio testis tidak didapat
adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut
testis lainnya terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
2. Hidrokel
3. Hernia Skrotalis
13
menekan dan menembus otot yang melemah atau celah pada
jaringan di sekitarnya. Salah satu jenis hernia yang paling
umum adalah hernia inguinalis. Hernia inguinalis terjadi ketika
sebagian usus keluar dari rongga perut melalui dinding perut
bagian bawah menuju alat kelamin. Hal ini menyebabkan
munculnya benjolan di skrotum yang terasa nyeri atau panas.
Pada hernia inguinalis, benjolan seringkali muncul saat
penderitanya mengangkat sesuatu dan hilang saat berbaring.
Meski hernia inguinalis sendiri tidak berbahaya, namun
kondisi ini berisiko memicu komplikasi yang bisa mengancam
nyawa. Untuk mengatasi hernia inguinalis yang nyeri dan
membesar, dokter akan menyarankan pembedahan untuk
mengembalikan posisi usus dan menutup celah penyebab
hernia.
2.10 Penatalaksanaan
14
floroquinolon. Ofloksasin 300 mg per oral diberikan sebanyak 2 kali
sehari selama 10 hari. Levofloksasin 500 mg pula diberikan per oral
sebanyak 1 kali sehari selama 10 hari. Pasien yang dengan
immunocompromised tetap diberikan terapi seperti yang diberikan kepada
pasien immunocompetent.
15
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan
gonorrhea karena sudah resisten, contoh antibiotik:
1. Ceftriaxone
2. Doksisiklin
3. Azitromisin
4. Trimethoprim-sulfamethoxazole
16
5. Ciprofloxacin
2.11 Komplikasi
4. Abses scrotalis
5. Infark testis
6. Kekambuhan
2.12 Prognosis
17
BAB III
LAPORAN KASUS
b. Usia : 13 tahun
f. Kewarganegaraan : Indonesia
g. Pendidikan : SMA
h. Agama : Hindu
3.2 Anamnesa
18
a. Keluhan utama
Demam
19
jam SMRS.
e. Riwayat Alergi
f. Riwayat Pengobatan
g. Riwayat Imunisasi
20
Imunisasi usia Sekolah Dasar : Ibu pasien maupun pasien
tidak mampu mengingat imunisasi apa yang sudah didapat
h. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dalam usia kandungan 36 minggu per vagina yang dibantu
oleh bidan, dengan berat badan lahir 3.500 gram dan panjang badan
lahir 49 cm
i. Riwayat Nutrisi
Pemberian ASI tidak diberikan oleh ibunya karena tidak tinggal
dengan ibu kandungnya, Pemberian susu formula dari usia 0 hingga
saat ini 12 bulan dan makanan pendamping ASI mulai diberikan saat
usia 6 bulan yaitu diberikan pisang 1-2 kali sehari sebanya 1-2 sendok,
diberikan bubur tim usia 7 bulan yang berisi nasi telur, wortel dan hati
ayam yang dihaluskan 2x sehari disertai snak seperti buah melon dan
biscuit dijual bebas di took sebanya 1- 2 kali untuk sayuran hijau
jarang diberikan karena pasien tidak menyukainya. Makanan dewasa
baru diberikan di usianya 12 bulan hingga saat ini sebanyak 3-4 sehari
dan snak 2 kali sehari, diketahui dalam dua minggu terkahir pasien
sering mengonsumsi jajanan bebas seperti kentang goreng yang diluar
di jalanan. Saat ini, ibu yang merawat pasien mengeluhkan pasien
kurang nafsu makan semenjak sakit, dan tiap kali makan hanya makan
2-3 sendok makan saja.
j. Riwayat Tumbuh Kembang
Selama sekolah pasien mampu mengikuti pelajaran disekolah dengan
baik sama seperti teman-temannya dan pasien selalu naik kelas dan
mampu masuk sepuluh besar di ranking sekolah serta pasien tidak
memiliki riwayat prilaku tidak baik disekolah maupun lingkungan
kesehariannya.
3.3 Pemeriksaan Fisik
21
a. Keadaasn Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran/GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)
c. Tanda Vital
Tekanan Darah : 154/84 mmHg
Denyut Nadi : 70 x/menit
Suhu Aksila : 36,4 0C
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
VAS : 4/10
SpO2 : 99 %
d. Status Generalis
22
Auskultasi Vesikuler Ronkhi Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Anterior
a. Pemeriksaan Lab
23
b. USG Skrotum Bilateral dengan doppler cito
Testis Dextra
Testis Sinistra
Kesan :
24
Mengesankan gambaran varicocele kanan grade
3 dan kiri 2
1. Epididimo-Orchitis Dextra
2. ISK
1. Torsio testis
2. Hidrokel
3. Hernia Skrotalis
3.7 Tatalaksana
1. Farmakologi
b. Moxifloxacin 1x400 mg IV
c. Ceftriaxone 2x1 gr IV
e. Prazotec 2x1 iv
2. Operatif
3.8 Prognosis
Dubia ad bonam
3.9 KIE
MRS
3.10 Follow Up
08/09/2023
S Nyeri testis kanan (+)
25
O KU: Baik
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Denyut Nadi : 100 x/menit reguler kuat angkat
Suhu Aksila : 36,2 0C
RR : 16x/menit
SpO2 : 99%
VAS : 2/10
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis : Dalam batas normal
Status Lokalis (Regio genitalia)
o Inspeksi : Skrotum eritema (+), edema (+), pus/sekret (-), benjolan (-)
09/08/2023
S Nyeri post op berkurang (-), flatus (+), BAB (+)
O KU: Baik
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Denyut Nadi : 88 x/menit reguler kuat angkat
Suhu Aksila : 36,7 0C
RR : 18x/menit
26
SpO2 : 98%
VAS :2
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis : Dalam batas normal
o Status Lokalis : luka terawat (+), terpasang kateter kencing (+)
produksi urin 1000 cc
A Epididimo-Orchitis Dextra post orchidectomy H+1
P BPL
27
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
28
etiologi pathogen enteric yaitu bakteri Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan spesies Staphylococcus dan
Streptococcus hal ini menyingkirkan kemungkinan penyebab pathogen
IMS seperti gonorhe dan chlamydia. Sedangkan virus penyebab
gondongan atau mumps yang dapat bekembang menjadi orchitis yang
biasanya pada anak laki-laki atau pre pubertas yang belum mendapatkan
vaksin MMR maka pada pasien ini dapat disingkirkan karena usia pasien
yang bukan ana-anak melainkan lansia usia 60 tahun.
29
dopler. Dari USG tidak ditemukan adanya gangguan vaskularisasi ke
testis.
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
31
DAFTAR PUSTAKA
32