Anda di halaman 1dari 34

CASE BASE DISCUSSION

EPIDIDIMOORCHITIS

OLEH :
Dwi Anggraeni : 018.06.0025

PEMBIMBING :
dr. Made Sutresna, Sp.B

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil Case
Based Discussion ini tepat pada waktunya. Laporan ini membahas mengenai sebuah jurnal
yang berjudul “Hernia Lateral”. Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan
terimakasih kepada :

1. dr. Made Sutresna, Sp. B sebagai dosen tutor yang senantiasa memberikan saran
serta bimbingan dalam pelaksanaan Case Based Discussion.

2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam berdiskusi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas untuk menyusun laporan ini,
maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Klungkung, 8 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2

2.1 Anatomi ...................................................................................................... 2

2.1.1 Definisi..................................................................................................... 2

2.3 Epidemiologi................................................................................................ 4

2.2.1 Etiologi..................................................................................................... 4

2.2.2 Faktor Resiko ........................................................................................... 4

2.2.3 Diagnosis ................................................................................................. 7

2.2.4

BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 11

3.1 Identitas Pasien .......................................................................................... 11

3.2 Anamnesa .................................................................................................. 11

3.3 Pemeriksaan fisik ...................................................................................... 12

3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 15

3.6 Diagnosa Kerja .......................................................................................... 15

3.7 Planning Tatalaksana ................................................................................. 16

3.9 Prognosis ................................................................................................... 18

3.10 KIE ........................................................................................................... 19

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 20


ii
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 24

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi ............................................................................................... 3

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epididymitis dan orchitis merupakan inflamasi dari epididimis dan


testis, dengan atau tanpa disertai infeksi. Kelainan ini bisa
diklasifikasikan menjadi akut, subakut, atau kronik berdasarkan durasi
gejala dirasakan. Pada epididymitis akut, gejala biasanya menetap
kurang dari enam minggu dan ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Epididymitis kronik ditandai dengan nyeri umumnya
tanpa pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga bulan. Orchitis
biasanya terjadi bila inflamasi menyebar dari epididymis ke testis.

Pada 2012, epididymitis dan orchitis terjadi pada 1 dari 144 pasien
rawat jalan (0,69%) pada laki-laki dengan kelompok usia 18 sampai
dengan 50 tahun. Diperkirakan terdapat sekitar 600,000 kasus
epididymitis setiap tahun di Amerika Serikat, yang majoritasnya pada
laki-laki 18-35 tahun. Pada satu studi yang dijalankan terhadap tentara
Amerika Serikat, didapatkan insiden tertinggi pada laki-laki berusia 20
sampai dengan 29 tahun. Epididymitis lebih sering ditemukan
berbanding orchitis. Pada satu studi terhadap pasien-pasien rawat jalan,
didapatkan prevalensi orchitis sebesar 58% dari jumlah kasus dengan
epididymitis. Bakteri yang dapat menyebabkan orchitis antara lain
Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,
Streptococcus, bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididymitis
terkait dalam seksual pria aktif atau laki-laki dengan BPH

Untuk menegakkan diagnosis epididimo-orchitis diperlukan


anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang
tidak terlalu membantu untuk menegakkan diagnosis orchitis. USG
dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain nya seperti torsio testis.

1
Penatalaksanaan dari orchitis terutama bersifat suportif karena biasanya
sebagian besar pasien orchitis akan sembuh spontan dalam 3- 10 hari,
kecuali bila penyebabnya bakteri, perlu diberikan antibiotik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Testis

Testis merupakan sepasang struktur organ berbentuk lonjong


dengan dimensi 4x2.5x2.5 cm dan berat kurang lebih 20 gram. Letaknya di
dalam skrotum dengan sumbu panjang pada sumbu vertikal dan biasanya
testis kiri lebih rendah dibandingkan testis kanan. Letak anatomi testis
adalah kaudolateral dan kraniomedial. Testis ditutupi oleh tunika albuginea
pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal yang terdapat epididimis dan
pedikel pembuluh darah. Sedangkan epididimis merupakan organ berbentuk
kurva yang terletak di sekitar bagian dorsal testis. Suplai darah arteri ke
testis dan epididimis berasal dari arteri ginjal.

Fungsi utama testis adalah menghasilkan hormon sperma dan


androgen, terutama testosteron. Sperma terbentuk di dalam tubulus
seminiferus yang mempunyai 2 jenis sel yaitu sel Sertoli dan sel
spermatogenik. Di antara tubulus seminiferus terdapat jaringan stroma
tempat sel Leydig berada.

Selama perkembangannya, testis turun dari posisi semula di dekat


ginjal menuju skrotum. Ada beberapa mekanisme yang menjelaskan proses
ini, termasuk tarikan gubernakular dan tekanan intraabdomen. Faktor
endokrin dan poros hipotalamus-ptuitari-testis juga berperan dalam proses
penurunan testis. Antara minggu ke 12 dan 17 kehamilan, testis mengalami
migrasi transabdominal ke lokasi dekat cincin inguinalis internal.

Jaringan ikat testis dibagi menjadi 250 lobus pada bagian anterior
dan lateral testis dibungkus oleh suatu lapisan serosa yang disebut tunica
vaginalis yang meneruskan diri menjadi lapisan parietal. Lapisan ini
langsung berhubngan dengan kulit terutam skrotum. Di sebelah
posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya.

3
Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah
di ginjal karena asal embriologi ke dua organ tersebut. Pembuluh darah
arteri ke testis berasal dari aorta yang beranastomosis di funikulus
spermatikus dengan arteri dan vasa deferensia yang merupakan cabang dari
arteri iliaca interna. Aliran darah dari testis kembali ke pleksus
pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di annulus inguinalis
interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan
masuk ke vena renalis sinistra.

2.2 Definisi

Epididymitis dan orchitis merupakan inflamasi dari epididimis dan


testis, dengan atau tanpa disertai infeksi. Kelainan ini bisa diklasifikasikan
menjadi akut, subakut, atau kronik berdasarkan durasi gejala dirasakan.
Pada epididymitis akut, gejala biasanya menetap kurang dari enam minggu
dan ditandai dengan nyeri dan pembengkakan. Epididymitis kronik ditandai
dengan nyeri umumnya tanpa pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga
bulan. Orchitis biasanya terjadi bila inflamasi menyebar dari epididymis ke
testis. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong ,
namun, virus lain dan bakteri dapat menyebabkan orchitis.

Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder


terhadap infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus
gondong, namun virus lain dan bakteri dapat menyebabkan orchitis. Orchitis
(inflamasi pada testis) dapat disebabkan oleh bakteri atau akibat septicemia.
Biasanya kedua testis terkena, dan jika terjadi bilateral kemandulan sering
diakibatkannya, steril tidak terjadi bila bersifat unilateral. (Long, 1996: 468)

2.3 Epidemiologi

Insiden kasus epididimo-orkitis dilaporkan terjadi pada 245 kasus


tiap 1000 laki-laki di Inggris Raya. Sedangkan di Indonesia, data kasus ini
masih terbatas. Epididimitis lebih sering terjadi daripada orkitis murni.
Disebutkan pada sebuah penelitian bahwa kejadian orkitis dialami oleh 58%

4
dari kasus laki-laki yang didiagnosis epididimitis. Sedangkan kasus orkitis
murni secara umum jarang

2.4 Etiologi

Berbagai bakteri dan virus menyebabkan orkitis.

a. Orkitis pada pasien muda biasanya disebabkan oleh virus, dengan


penyakit gondong dan rubella sebagai penyebab paling umum. Ada
laporan kasus orkitis setelah vaksin campak, gondok, dan rubella
(MMR).

b. Virus lain termasuk coxsackievirus, varicella, echovirus, dan


cytomegalovirus.

c. Infeksi bakteri pada prostat dan infeksi saluran kemih dapat


menyebabkan orkitis. Penyebab umum orkitis bakterial termasuk
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan
spesies Staphylococcus dan Streptococcus.

d. Bakteri penyebab infeksi menular seksual juga dapat menyebabkan


orchitis pada pria yang aktif secara seksual. Organisme yang umum
adalah Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, dan Treponema
pallidum

e. Kompleks Mycobacterium avium, Cryptococcus neoformans,


Toxoplasma gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans
telah dilaporkan menyebabkan orkitis pada pasien dengan sistem
kekebalan yang lemah.

Ada juga laporan orkitis yang disebabkan oleh autoimunitas, yang dapat
diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder.

Mayoritas kasus epididimitis terjadi akibat infeksi bakteri. Jenis


infeksi bakteri mencakup patogen saluran kemih yang umum serta patogen
yang diketahui menyebabkan penyakit menular seksual. Pada sebagian
besar kasus epididimitis, infeksi terjadi akibat aliran urin yang menurun,
paling sering terlihat pada pria lanjut usia, atau akibat penyakit menular

5
seksual, paling sering ditemui pada pria berusia 20 hingga 40 tahun. Pada
pria sebelum usia 20 tahun. kematangan seksual, penyebab paling umum
dari epididimitis adalah peradangan yang terjadi akibat trauma atau aktivitas
berulang seperti olahraga. Namun, kemungkinan penyakit menular seksual
harus dipertimbangkan bahkan pada pria sebelum mencapai kematangan
seksual karena kemungkinan pelecehan seksual. Kemungkinan penyebab
lain dari epididimitis adalah infeksi bahan kimia, obat-obatan, dan virus.

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko epididymo-orchitis bergantung pada mekanisme


penyakitnya (IMS atau ISK). Faktor risiko penyebab non-enterik termasuk
laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), berganti-ganti
pasangan seksual, atau diketahui memiliki kontak dengan gonore.

Faktor enteric adalah Instrumentasi dan pemasangan kateter.


Uretritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko. Refluks urin yang
terinfeksi dari uretra prostat ke epidiymis melalui saluran sperma dan vas
deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat. Uretritis gonore
(gonnorheae) merupakan penyakit hubungan seksual yang disebabkan oleh
kuman neiserria gonorrheae yang menyerang uretra pada laki-laki dan
endocervix pada wanita.

Faktor risiko terjadinya epididymitis pada semua laki-laki adalah


sebagai berikut:

✓ Aktivitas seksual yang aktif

✓ Aktivitas fisik yang berat

✓ Pengendara sepeda atau sepeda motor

✓ Duduk yang lama

Faktor risiko terjadinya epididymitis pada laki-laki lebih tua dari 35


tahun atau pada anak laki-laki prepubertas adalah sebagai berikut:

✓ Riwayat operasi traktus urinarius

6
✓ Obstruksi prostat pada laki-laki yang lebih tua dari 35 tahun

✓ Stenosis meatus atau katup urethra posterior pada anak laki-laki


prepubertas.

2.6 Patofisiologi

Epididymo-orchitis biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi


lokal dari saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra), baik
melalui organisme enterik (yaitu ISK klasik) atau non-enterik (yaitu
menular seksual). Pada pria berusia <35 tahun, mekanisme yang paling
mungkin terjadi adalah penularan seksual, oleh karena itu organisme yang
paling umum adalah N. gonorrhoeae dan C. trachomatis. Pada pria yang
melakukan hubungan seks anal, organisme enterik seperti E. coli juga
merupakan penyebab umum. Pada pria berusia >35 tahun, organisme
enterik dari infeksi saluran kemih merupakan mekanisme penyakit yang
lebih mungkin terjadi. Oleh karena itu, patogen yang paling umum adalah
E. coli, Proteus spp., Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas aeruginosa.
Hal ini sering kali disebabkan oleh penyumbatan aliran keluar kandung
kemih akibat pembesaran prostat, yang menyebabkan naiknya patogen
secara retrograde

2.7 Gejala Klinis

Pasien orchitis biasanya datang dengan nyeri testis akut, yang


awalnya mungkin mengenai satu testis, dan kemudian menyebar hingga
mencakup seluruh skrotum. Pasien juga mungkin mengeluh demam disertai
malaise, kelelahan, dan menggigil.

Pasien epididimitis kemungkinan besar akan mengeluh nyeri dan


pembengkakan skrotum, sering kali terjadi secara bertahap dan bukan akut.
Ini mungkin dimulai dengan nyeri pinggang yang berpindah ke skrotum.
Pasien mungkin juga mengeluhkan gejala saluran kemih seperti disuria,
frekuensi buang air kecil, urgensi, atau inkontinensia urin. Pasien mungkin
juga mengeluh keluarnya cairan dari uretra. Anamnesis yang cermat harus

7
mencakup kemungkinan cedera traumatis atau cedera akibat aktivitas
berulang seperti olahraga, riwayat seksual termasuk riwayat paparan
penyakit menular seksual sebelumnya, dan riwayat kesehatan masa lalu
termasuk masalah yang berhubungan dengan saluran genitourinari seperti
infeksi saluran kemih sebelumnya, prostatitis, atau prosedur bedah.

Pemeriksaan fisik kemungkinan besar akan menunjukkan


pembengkakan pada skrotum, dan palpasi skrotum kemungkinan besar akan
menunjukkan nyeri tekan pada skrotum, biasanya secara unilateral namun
pada beberapa kasus secara bilateral. Nyeri tekan pada palpasi epididimis
sepanjang bagian posterior dan superior testis merupakan ciri khas
epididimitis. Nyeri tekan pada palpasi testis sendiri dapat mengindikasikan
kemungkinan terjadinya epididymo-orchitis atau orkitis. Kulit di atas
skrotum mungkin tampak hangat, eritematosa, meradang, dan mengeras
akibat infeksi. Adenopati inguinalis yang nyeri tekan juga dapat terjadi.
Pemeriksaan fisik penis mungkin menunjukkan keluarnya cairan dari uretra.
Pemeriksaan colok dubur mungkin menunjukkan nyeri tekan pada palpasi
kelenjar prostat. Temuan ini, meskipun belum tentu merupakan indikasi
epididimitis itu sendiri, mungkin terjadi pada infeksi saluran
genitourinari pria.

Temuan pemeriksaan mungkin termasuk pembesaran testis, nyeri


tekan, dan indurasi. Edema skrotum dan eritema juga mungkin terjadi.
Epididimis juga bisa membesar jika orkitis disertai epididimitis. Refleks
kremaster adalah normal pada individu yang terkena dampak. Orkitis
gondong dapat muncul dengan pembesaran parotis bilateral dan biasanya
muncul 4 hingga 8 hari setelah timbulnya parotitis.

Manifestasi klinis Tanda dan gejala Orchitis dapat berupa demam,


air mani mengandung darah, keluarnya nanah dari penis, pembengkakan
skrotum, testis yang terkena terasa berat, membengkak, dan teraba lunak,
serta nyeri ketika berkemih, buang air besar(mengedan), melakukan
hubungan seksual. Klien selanglangan juga dapat membengkak pada sisi

8
testis yang terkena (Mycyk,2004). Sedangkan menurut Lemone (2004:
1533) manifestasi Orkitis antara lain demam tinggi, peningkatan WBCs,
kemerahan skrotum secara unilateral atau bilateral,
pembengkakan, dan nyeri.

2.8 Diagnosis (Anamnesis & Pemeriksaan Fisik)

Pada saat mengevaluasi pasien dengan gejala testis akut atau nyeri dan
pembengkakan skrotum (akut skrotum), harus dicurigai terjadinya torsio
testis terlebih dahulu. Terjadi banyak kasus torsio testis yang salah
didiagnosa sebagai epididymitis. Semua pasien dengan gejala akut
skrotum atau dicurigai menderita torsio testis harus segera dirujuk ke
ahli urologi untuk tindakan selanjutnya.

Pasien dengan epididymitis biasanya merasakan keluhan nyeri yang


bertambah sedikit demi sedikit, terlokalisir pada bagian posterior testis
yang bisa menjalar ke abdomen bawah. Walaupun pasien biasanya
merasakan keluhan nyeri pada satu sisi sahaja yang bermula dari
epididymis, keluhan ini bisa menyebar ke testis sisi tersebut. Gejala-
gejala infeksi salur kemih bawah seperti demam, peningkatan frekuensi
berkemih, urgensi, hematuria, dan disuria bisa ditemukan pada pasien
ini. Gejala-gejala tersebut umum pada epididymitis dan orchitis tetapi
amat jarang pada torsio testis.

Keluhan nyeri yang rekuren jarang didapatkan pada epididymitis dan


torsio appendiks testis tetapi bisa terjadi pada torsio testis disebabkan
torsio intermiten dengan resolusi spontan. Ada atau tidaknya gejala
mual muntah tidak membantu dalam membedakan antara epididymitis,
orchitis, dan torsio testis karena gejala tersebut bisa terjadi pada mana
mana kelainan. Orchitis virus biasanya disertai dengan onset nyeri dan
pembengkakan skrotum mendadak dan bersifat unilateral. Bila disertai
dengan riwayat infeksi kelenjar parotis, orchitis biasanya terjadi empat
sampai dengan tujuh hari setelah timbulnya parotitis.

Walaupun torsio testis bisa terjadi pada semua kelompok usia, insidens

9
tertinggi didapatkan pada usia diantara 12 sampai dengan 18 tahun,
diikuti kelompok neonatus. Torsio testis jarang didapatkan pada usia
diatas 35 tahun dan diantara neonatus sampai dengan 8 tahun. Torsio
appendiks testis umumnya terjadi pada usia tujuh sampai dengan 14
tahun dan jarang terjadi pada usia di atas 20 tahun.

Pasien dengan epididymitis dan orchitis selalu ditemukan takikardi


dengan atau tanpa demam. Pasien juga bisa mengeluhkan rasa tidak
nyaman saat duduk, namun keluhan ini juga sering terjadi pada kasus
torsio testis. Adalah penting untuk melakukan pemeriksaan ketok sudut
costovertebra untuk mencari adakah tanda pyelonephritis, dan juga
palpasi daerah suprapubik untuk mencari adakah tanda peradangan
vesica urinaria. Daerah inguinal harus diperiksa untuk mencari tanda-
tanda hernia atau pembengkakan dan nyeri tekan kelenjar limfe regional
yang sugestif terhadap proses inflamasi atau infeksi dari epididymis atau
testis. Skrotum harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda nyeri tekan
duktus spermatikus yang sugestif terhadap epididymitis.

Pembengkakan dan nyeri testis yang biasanya terjadi pada torsio testis
bisa berlanjut menjadi hidrokel reaktif dan eritema skrotum. Pada
epididymitis, epididymis yang terletak di bagian posterolateral testis
membengkak dan nyeri. Pada fase lanjutan, keadaan ini bisa berlanjut
menjadi pembengkakan testis menandakan telah terjadi orchitis, dengan
hidrokel reaktif dan eritema skrotum yang mirip dengan torsio testis.
Pembengkakan skrotum juga didapatkan pada kasus hernia inguinal
indirek, yang mana bising bisa terdengar pada auskultasi skrotum.

Pada torsio appendiks testis, hidrokel reaktif sering terjadi dengan nyeri
tekan sesuai dengan lokasi anatomis dari appendiks testis. Blue dot sign,
merupakan diskolorasi warna biru di sekitar appendiks testis bisa
ditemukan pada dinding skrotum menandakan terjadinya infark dan
nekrosis. Refleks cremaster, yang dirangsang dengar cara menggores
kulit paha bagian medial harus dilakukan. Refleks normal ditandai

10
dengan kontraksi otot cremaster ipsilateral yang bisa terlihat melalui
elevasi testis unilateral yang biasanya positif pada epididymitis, orchitis,
dan torsio appendiks testis namun negatif pada torsio testis. Prehn sign,
yang mana berkuranganya nyeri pada saat testis dielevasi bisa
ditemukan pada pasien dengan epididymitis, namun hasil pemeriksaan
ini tidak signifikan. Elevasi testis biasanya akan memperberat keluhan
nyeri pada torsio testis.

Tanda Prehn dapat digunakan untuk menilai lebih lanjut kasus dugaan
epididimitis. Pasien dalam posisi terlentang dan skrotum diangkat oleh
pemeriksa. Jika nyeri berkurang dengan peninggian (tanda Prehn
positif), hal ini menandakan epididimitis. Sayangnya, tanda Prehn tidak
bisa diandalkan; Meskipun sensitivitasnya baik, spesifisitasnya relatif
buruk, sehingga tidak digunakan secara rutin dalam praktik klinis.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi pasien pria dengan nyeri skrotum harus dimulai dengan urinalisis.
Meskipun tidak spesifik, keberadaan sel darah merah dan sel darah putih
dalam urin dapat mengindikasikan kondisi infeksi atau peradangan akut.
Urine harus dikultur untuk menentukan agen penyebab pada kasus yang
berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Usap uretra diindikasikan dalam
kasus di mana penyakit menular seksual dianggap mungkin terjadi
berdasarkan riwayat seksual pasien. Evaluasi radiografi mencakup
ultrasonografi dengan perhatian tidak hanya pada struktur anatomi tetapi
juga untuk menilai aliran pembuluh darah ke testis. Ultrasonografi dapat
menunjukkan peradangan pada epididimis dan testis pada kasus epididimitis
dan epididimo-orchitis. Tomografi terkomputerisasi juga dapat digunakan
dalam kasus di mana pasien mengalami nyeri panggul dan gejala saluran
kemih yang berhubungan dengan masalah genitourinari akut seperti
ureterolitiasis.

Yang paling penting adalah mengesampingkan kemungkinan torsio testis


sebagai penyebab nyeri skrotum. Meskipun epididimitis cenderung terjadi

11
secara bertahap, nyeri yang terkait dengan torsio testis sering kali terjadi
secara tiba-tiba. Namun, riwayat penyakit saja mungkin tidak cukup jelas
untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis akibat nyeri skrotum akut
tanpa bantuan konsultasi urologi dan ultrasonografi.

Diagnosis Banding

1. Torsio Testis

Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus,


sehingga terjadi hambatan aliran darah ke testis, sehingga
apabila 5-6 jam (golden period) tidak mendapatkan terapi akan
terjadi atrofi testis. Karena perfusi oleh vasa spermatika interna
menurun. Torsio paling sering terjadi pada usia pubertas. Torsi
dimulai dari kontraksi testis sebelah kiri, dimana testis kiri
berputar berlawanan dari arah jarum jam sehingga terjadi
oedem testis dan funikulus spermatikus akibatnya terjadi
iskemia.

Gambaran klinis torsio testis, biasanya pasien mengeluh


nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya tiba-tiba dan
diikuti pembengkakan pada testis. Nyeri dapat menjalar ke
daerah inguinal.

Pada pemeriksaan fisik tampak testis membengkak, letaknya


lebih tinggi dan lebih horizontal dibandingkan testis
kontralateral. Kadang-kadang pada torsio yang baru saja terjadi.
Dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus
spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan
demam. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya
leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan
tanda inflamasi. Pada torsio testis tidak didapat adanya aliran
darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis lainnya
terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

Terapi torsi testis : (1) detorsi manual, yaitu dengan

12
mengembalikan posisi testis ke asal memutar dengan testis kea
rah berlawanan dengan arah torsio, dengan anestesi lokal
(lidokain 1%) pada funikulus spermatikus di annulus 10-20 cc
bila operasi gagal dilakukan. (2) operasi, tujuannya adalah
untuk mengembalikan testis kea rah yang benar. Bila testis
viabel dilakukan orkidopeksi pada tunika dartos, dilanjutkan
orkidopeksi sisi kontralateral pada 3 tempat. Bila nekrosis testis
dilakukan orkidektomi disusul orkidopeksi sisi kontralateral.

2. Hidrokel

Hidrokel adalah penumpukan cairan berlebih di antara


lapisan parietal dan visceral tunika vagina. Dalam keadaan
normal, cairan berbeda di dalam rongga memang ada dan berada
dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi oleh sistem
limfatik di sekitarnya. Hidrokel dapat disebabkan oleh (1)
penutupan prosesus vaginalis yang tidak sempurna atau (2)
ketidaksempurnaan sistem limfatik pada daerah skrotum dalam
menyerap kembali cairan hidrokel. Keluhan utama pada
hidrokel adalah benjolan yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan benjolan pada kantung skrotum dengan
konsistensi seperti kista dan pemeriksaan visual menunjukkan
transiluminasi.

3. Hernia Skrotalis

Hernia adalah suatu kondisi ketika suatu organ dalam tubuh


menekan dan menembus otot yang melemah atau celah pada
jaringan di sekitarnya. Salah satu jenis hernia yang paling umum
adalah hernia inguinalis. Hernia inguinalis terjadi ketika
sebagian usus keluar dari rongga perut melalui dinding perut
bagian bawah menuju alat kelamin. Hal ini menyebabkan
munculnya benjolan di skrotum yang terasa nyeri atau panas.
Pada hernia inguinalis, benjolan seringkali muncul saat

13
penderitanya mengangkat sesuatu dan hilang saat berbaring.
Meski hernia inguinalis sendiri tidak berbahaya, namun kondisi
ini berisiko memicu komplikasi yang bisa mengancam nyawa.
Untuk mengatasi hernia inguinalis yang nyeri dan membesar,
dokter akan menyarankan pembedahan untuk mengembalikan
posisi usus dan menutup celah penyebab hernia.

2.10 Penatalaksanaan

Pengobatan empirik pada epididymitis harus diberikan sesuai dengan


kemungkinan patogen penyebab, pada saat pemeriksaan laboratorium
belum selesai. Pengobatan dilakukan dengan fokus terhadap
menyembuhkan infeksi, memperbaik gejala, menghindar penularan, dan
mengurangkan kemungkinan timbulnya komplikasi.

Jika kemungkinan infeksi disebabkan oleh gonokokus atau Chlamydia


(pada pasien usia 14 sampai dengan 35 tahun), pengobatan harus terdiri dari
ceftriaxone dengan dosis tunggal 250 mg secara intramuscular, dan
doksisiklin 100 mg sebanyak 2 kali sehari selama 10 hari per oral.
Azithromycin 1 gram dosis tunggal per oral bisa digunakan untuk
menggantikan doksisiklin.

Jika kemungkinan infeksi disebabkan oleh organisme enterik seperti bakteri


coliform (pada pasien usia kurang dari 14 tahun atau lebih dari 35 tahun),
atau pada pasien dengan riwayat alergi terhadap sefalosporin atau
tetrasiklin, pengobatan harus menggunakan antibiotika dari golongan
floroquinolon. Ofloksasin 300 mg per oral diberikan sebanyak 2 kali sehari
selama 10 hari. Levofloksasin 500 mg pula diberikan per oral sebanyak 1
kali sehari selama 10 hari. Pasien yang dengan immunocompromised tetap
diberikan terapi seperti yang diberikan kepada pasien immunocompetent.

Sebagai tambahan kepada pengobatan antibiotika, analgetik, elevasi


skrotum, tirah baring, dan penggunaan kompres dingin juga membantu
dalam proses pengobatan epididymitis. Pasien harus diinformed consent
berkenaan komplikasi yang berkemungkinan terjadi termasuk sepsis, abses,

14
infertilitas, dan penularan infeksi.

Epididymitis dan orchitis biasanya bisa diobati dengan hanya rawat


jalan, namun pasien harus sering kontrol. Rawat inap disaran dilakukan
terhadap penderita dengan nyeri hebat, mual muntah yang mana
menghambat proses pengobatan per oral, kecurigaan terjadinya abses,
kegagalan rawat jalan, atau muncul tanda-tanda sepsis.

Pengobatan orchitis pada umumnya bersifat suportif dan harus termasuk


tirah baring, dan penggunaan kompres dingin atau hangat untuk perbaikan
keluhan nyeri. Pengobatan antibakteri tidak diindikasikan terhadap orchitis
virus, dan sebagian besar kasus yang terkait dengan parotitis sembuh
spontan setelah tiga sampai dengan sepuluh hari. Pasien dengan epididymo-
orchitis memerlukan pengobatan antibiotic seperti yang diberikan pada
pasien dengan epididymitis.

Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang


paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena
gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk
pengobatan orchitis karena virus.

Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif


secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama
gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin.
Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan
gonorrhea karena sudah resisten, contoh antibiotik:

1. Ceftriaxone

Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas


gram-negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-
positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa IM 125-250
mg sekali, anak: 25-50 mg/kg/hari IV; tidak melebihi 125 mg/d

2. Doksisiklin

15
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri
dengan cara mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit
ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan
ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg
selama 7 hari, Anak: 2-5 mg/kg/hari PO dalam 1-2 dosis terbagi,
tidak melebihi 200 mg/hari

3. Azitromisin

Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan


oleh strain rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk
klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa
1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi
klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg/kg PO sekali, tidak
melebihi 250 mg/hari 15.

4. Trimethoprim-sulfamethoxazole

Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat


sintesis asam dihidrofolik. Umumnya digunakan pada pasien
usia 35 tahun yang menderita orkitis. Dewasa 960 mg tiap 12
jam selama 14 hari. Anak-anak 15-20 mg/kg/hari, berdasarkan
TMP, PO tid/qid selama 14 hari

5. Ciprofloxacin

Fluoroquinolones dengan aktivitas melawan pseudomonas,


streptokokus, MRSA, S epidermidis, dan sebagian besar
organisme gram negatif, tetapi tidak ada aktivitas melawan
anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya
pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama
14 hari. Anak-anak tidak dianjurkan.

2.11 Komplikasi

1. Sampai dengan 60% testis yang terkena menunjukkan


beberapa tingkat atrofi testis.

16
2. Gangguan kesuburan dilaporkan pada 7-13%.

3. Hidrokel atau piokel komunikan mungkin memerlukan


drainase bedah untuk mengurangi tekanan dari tunika.

4. Abses scrotalis

5. Infark testis

6. Kekambuhan

2.12 Prognosis

Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan


dalam 3-10 hari. Dengan pemberian antibiotic sesuai, Sebagian besar kasus
orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.

17
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

a. Nama : Tn. Ahwan

b. Usia : 60 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Alamat : Jl. Gunung Rinjani No.11

e. Pekerjaan : Pengurus Panti Asuhan

f. Kewarganegaraan : Indonesia

g. Pendidikan : SMA

h. Agama : Islam

i. No. Rekam Medis : 178763

3.2 Anamnesa

Telah dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 07


September 2023 di ruangan Kemoning RSUD Klungkung.

a. Keluhan utama

Nyeri pada buah zakar sebelah kanan

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Klungkung dengan keluhan


utama nyeri pada buah zakar sebelah kanan yang dirasakan sudah sejak
4 hari sebelum MRS dan dikatakan semakin memberat sejak 1 hari
sebelum MRS . Nyeri diasakan berdenyut dan menjalar hingga ke perut
sebelah kanan. Nyeri dirasakan terus- menerus. Nyeri memberat
dirasakan saat beraktivitas dan diperingan dengan posisi berbaring.
Nyeri dirasakan sangat mengganggu aktivitas. Keluhan cairan atau
sekret keluar dari penis (-). Keluhan lain yang juga dirasakan pasien
sempat demam dua hari sebelum MRS. Penurunan berat badan, mual

18
muntah disangkal. Riwayat berhubungan seksual selain dengan
pasangan disangkal. Keluhan lain yang juga dirasakan pasien adalah
kesulitan saat BAK dan sedikit-sedikit sudah sejak 9 bulan yang lalu
terkait keluhan tersebut pasien sering kontrol ke poli urologi dan
fisioterapi, pasien dengan pemakaian kateter terakhir mengganti kateter
1 minggu yll SMRS.

Riwayat penyakit dahulu dan pengobatan


• Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
• Riwayat neurogenic bladder : (+)
• Riwayat ganti kateter 1 mingggu SMRS : (+)
• Riwayat ISK : (+)
• Riwayat gondongan : (-)
• Riwayat BAK bernanah : (-)
• Riwayat DM : (-)
• Riwayat alergi : (-)
• Riwayat alergi obat-obatan : (-)

c. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada

d. Riwayat sosial dan ekonomi

Pasien sehari-harinya bekerja sebagai pengurus panti asuhan

3.3 Pemeriksaan fisik


a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran/GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)
c. Tanda Vital
• Tekanan Darah : 154/84 mmHg
• Denyut Nadi : 70 x/menit
• Suhu Aksila : 36,4 0C
• Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
• VAS : 4/10

19
• SpO2 : 99 %
d. Status Generalis

Kepala Normocephali, warna rambut hitam distribusi


merata, tidak mudah dicabut, nyeri tekan (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor (3mmx3mm), refleks pupil (+/+).
Telinga Normotia, otorea (-/-), nyeri tekan tragus dan
mastoid (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-), discharge (-
/-), serumen (-/-)
Hidung Bentuk normal, tidak ada nafas cuping hidung,
septum deviasi (-/-), discharge (-/-), serumen (-/-),
mukosa hiperemis (-/-), nyeri tekan (-/-)
Tenggorokan Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis,
faring hiperemis (-)
Mulut Mulut simetris, bibir pucat (-), sianosis (-), lidah
kotor (-), mukosa hiperemi (-)
Leher Bentuk leher normal, pergerakan leher bebas,
kelenjar tiroid tidak membesar, pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Thorax Dalam batas normal.
Inspeksi Gerakan simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi Nyeri tekan (-), taktil fremitus simetris pada kedua
lapang paru
Perkusi Sonor Redup Pekak
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Pulmo Auskultasi Vesikuler Ronkhi Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Anterior

Inspeksi : Massa (-), distensi (-), tanda-tanda inflamasi (-),


Auskultasi : Bising usus (+) , peristaltik usus (10x/menit)
Abdomen
Perkusi : Timpani 9 regio abdomen, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : massa (-), defans muscular (-), nyeri simpisis (-)
Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi Iktus kordis teraba kuat angkat, melebar (-), thrill (-
)
Jantung
Perkusi Batas jantung kanan: ICS V linea parastrernal
dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicularis

20
sinistra
Batas jantung atas: ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas pinggang jantung: ICS III linea parastrenal
sinistra
Auskultasi S1S2 tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
e. Status Lokalis

Inspeksi Skrotum eritema (+), edema (+),


pus/sekret (-), benjolan (-)

Palpasi Skrotum dextra nyeri tekan (+),


teraba hangat, edema (+ benjolan
di skrotum/inguinal (-)

Pemeriksaan khusus Transluminasi (+) Phren sign (+),


refleks kremaster (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Lab

21
b. USG Skrotum Bilateral dengan doppler cito

• Testis Dextra

Besar normal, tekstur homogeny dengan densitas lebih


hipoechoik, epididymis kanan ukuran membesar kista
ukuran 1,9 cm, pada P.color doppler vaskularisasi
meningkat. Tampak cairan bebas di peritesticuler

• Testis Sinistra

Besar normal, tekstur homogen, densitas normal,


epididymis kiri ukuran normal. Pada P.Doppler
vaskularisasi normal

• Kesan :

✓ Epididimo-orchitis Dextra dengan hidrokel


dextra dan tampak kista epididymis dextra

✓ Mengesankan gambaran varicocele kanan grade


3 dan kiri 2

3.5 Diagnosa Kerja

1. Epididimo-Orchitis Dextra

2. ISK

3.6 Diagnosis Banding

1. Torsio testis

2. Hernia Skrotalis

3.7 Tatalaksana

1. Farmakologi

a. IVFD Nacl 1000cc/24 jam

b. Moxifloxacin 1x400 mg IV

c. Ceftriaxone 2x1 gr IV

d. Prazotec 2x1 iv

22
2. Operatif

Rencana Orchidektomi 08/09/2023

3.8 Prognosis

Dubia ad bonam

3.9 KIE

• MRS

• Tirah baring dengan posisi skrotum lebih di tinggikan

• Puasa pre-op 8 jam

3.10 Follow Up
08/09/2023
S Nyeri testis kanan (+)
O KU: Baik
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 110/60 mmHg
• Denyut Nadi : 100 x/menit reguler kuat angkat
• Suhu Aksila : 36,2 0C
• RR : 16x/menit
• SpO2 : 99%
• VAS : 2/10
• Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis : Dalam batas normal
• Status Lokalis (Regio genitalia)
o Inspeksi : Skrotum eritema (+), edema (+), pus/sekret (-), benjolan (-)

o Palpasi : Skrotum dextra nyeri tekan (+), teraba hangat, edema (+


benjolan di skrotum/inguinal (-)

o P.Khusus : Transluminasi (+) Phren sign (+), refleks kremaster (+)


A Epididimo-Orchitis Dextra
P - Pro Orchidektomi di OK IBS (08/09/2023)
- KIE puasa
- IVFD Nacl 1000cc/24 jam
- Moxifloxacin 1x400 mg IV

23
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Prazotec 2x1 iv

09/08/2023
S Nyeri post op berkurang (-), flatus (+), BAB (+)
O KU: Baik
Kesadaran: E4V5M6
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 100/60 mmHg
• Denyut Nadi : 88 x/menit reguler kuat angkat
• Suhu Aksila : 36,7 0C
• RR : 18x/menit
• SpO2 : 98%
• VAS :2

• Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis : Dalam batas normal
o Status Lokalis : luka terawat (+), terpasang kateter kencing (+) produksi
urin 1000 cc
A Epididimo-Orchitis Dextra post orchidectomy H+1
P BPL

24
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pasien laki-laki, usia 60 tahun, sudah menikah datang dengan


keluhan nyeri pada buah zakar sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini termasuk kasus akut skrotum yang
merupakan kegawatdaruratan di bidang urologi. Untuk itu, harus
dipertimbangkan berbagai diagnosis akut skrotum yang mungkin terjadi,
antara lain seperti torsio testis, epididymitis, orkitis, epididimo-orkitis,
hernia skrotalis, trauma, dan lainnya. Untuk menyingkirkan kemungkiinan
dari berbagai diagnosis akut skrotum, harus digali dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Dari usia
> 35 tahun yaitu 60 tahun pada pasien ini dimana pasien bukan pre pubertas
diagnosis orchitis murni dapat disingkirkan karena kasus orchitis murni
pada orang dewasa sangat jarang terjadi melainkan biasanya terjadi
bersamaan dengan epididymitis yang disebut epididimo-orchitis.

Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan nyeri pada buah zakar


sebelah kanan dialami sejak 4 hari yang lalu tanpa didahului adanya trauma
ataupun aktivitas berat dengan VAS 4/10. Nyeri muncul secara bertahap
semakin lama semkain memberat dan dirasakan terus menerus, hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis torsio testis yang biasanya datang dengan nyeri
yang mendadak dan nyeri yang berat pada skrotumpaling sering sebelah kiri
dan biasanya pada torsio testis adanya Riwayat trauma ataupun aktivitas
berat yang mendahuluinya dan torsio testis paling sering terjadi di usia
muda.

Keluhan lain pasien sulit BAK sedikit-sedikit sejak 9 bulan yll,


Riwayat neurogenic bladder (+), ISK (+) pasien dengan pemasangan kateter
terakhir diganti 1 minggu yll SMRS hal ini dapat mengarah pada etiologi
pathogen enteric yaitu bakteri Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

25
Pseudomonas aeruginosa, dan spesies Staphylococcus dan Streptococcus
hal ini menyingkirkan kemungkinan penyebab pathogen IMS seperti
gonorhe dan chlamydia. Sedangkan virus penyebab gondongan atau mumps
yang dapat bekembang menjadi orchitis yang biasanya pada anak laki-laki
atau pre pubertas yang belum mendapatkan vaksin MMR maka pada pasien
ini dapat disingkirkan karena usia pasien yang bukan ana-anak melainkan
lansia usia 60 tahun.

Pasien juga menyangkal adanya riwayat benjolan yang keluar masuk


pada lipat paha ataupun pada kantong zakar, maka kemungkinan hernia
scrotalis maupun inguinalis dapat disingkirkan.

Pasien tidak memiliki riwayat benturan / trauma pada daerah


kemaluan sebelumnya. Keluhan buang air kecil seperti BAK bernanah (-),
riwatar berganti-ganti pasangan sehingga factor resiko IMS dapat
disingkirkan. Pada pasien terdapat keluhan kesulitan BAK sedikit-sedikit,
riw neurogenic bladder (+), pemasangan kateter dalam waktu yang lama
sehingga pada pasien ini memiliki faktoir resiko kearah enterik. Pada
pemeriksaan penunjang didaatkan leukositosis, peningkatan neutrophil
yang menandakan adanya infeksi temuan ini mendukung terjadinya infeksi.
Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan kejernihan urin keruh, eritrosit
urin (+), leukosit urin (+) hal ini mengindikasikan adanya ISK.

Dari pemeriksaan fisik, daerah scrotalis dextra didapatkan edema,


hiperemis, teraba hangat, nyeri tekan (+), phren’s sign (+). Pemeriksaan
phren’s sign, dimana nyeri berkurang dengan melakukan elevasi pada testis,
umumnya terjadi pada pasien epididymitis, walaupun hal ini bukan temuan
yang dapat dipercaya. Elevasi dari testis biasanya mengeksaserbasi nyeri
pada torsio testis. Selain itu, nyeri pada torsio testis, umumnya dirasakan
sangat nyeri, dan terdapat testis transveral dan high riding. Pada kasus torsio
testis, dalam kurun waktu 6 jam harus dilakukan tindakan operatif. Pada
pasien ini torsio testis dapat disingkirkan dari hasil USG dopler. Dari USG
tidak ditemukan adanya gangguan vaskularisasi ke testis.

26
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat ditegakkan
diagnosis kerja epididimo-orchitis, dan dilakukan tatalaksana dengan
pemberian antibiotik dan analgetik. Selama follow up, didapatkan respon
pengobatan yang baik. Pasien pulang pada hari keempat perawatan, keluhan
membaik.

27
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pasien adalah seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke IGD RSUD


klungkung dengan keluhan utama adalah nyeri pada buah zakar kanan sejak
4 hari yang lalu dengan VAS 4/10. Pada pemeriksaan fisik pada regio
genitalia skrotum kanan edema (+), eritema (+), nyeri tekan (+),
transluminasi (+), phren sign (+). Pada pemeriksaan penunjang hematologi
terdapat leukositosis (+), peningkatan neutrophil (+) dan pada urinalisis
didapatkan urin keruh (+) eritrosit urin (+) leukosit urin (+), pada USG
Doppler didapatkan epididymis kanan membesar, tidak ada gangguan
vaskularisasi (+) Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang maka pasien dapat ditegakan dengan diagnosis
epididimo-orchitis dextra. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan
MRS, antibiotic dan orchidektomi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. The impact of myopia and high myopia: Report of
the Joint World Health Organization-Brian Holden Vision Institute Global
Scientific Meeting on Myopia [Internet]. 2015. Available from:
https://www.who.int/blindness/causes/MyopiaReportforWeb.pdf
2. Vaughan, Daniel. 2010. Oftalmologi Umum, Edisi 17. Widya Medika Jakarta
3. Flitcroft DI, He M, Jonas JB, Jong M, Naidoo K, Ohno-Matsui K, et al. IMI –
Defining and classifying myopia: A proposed set of standards for clinical and
epidemiologic studies. Investig Ophthalmol Vis Sci. 2019;60(3):20-30.
doi:10.1167/iovs.18-25957
4. Guython, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
5. S Sitorus, dkk. 2017. Buku Ajar Oftalmologi, Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI
6. Guyton & Hall.2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
7. Curtin, BJ. The Nature of of Pathologic Myopia. In : The Myopias. Basic
Science and Clinical Management. Philadelphia. Harper and Row, Publisher
1985:6, 63-104, 237-315
8. Supit Fabiola, Winly. Miopia; Epidemiologi dan Faktor Risiko. Bagian
Oftamologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah. CDK-
299/vol.48 no. 12 th. 2021
9. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu Sri. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
10. Ikuno, Y. (2017). “Overview of the Complications of High Myopia”. Retina,
37(12), 2347–2351. doi:10.1097/iae.0000000000001489

29

Anda mungkin juga menyukai