Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

SCROTAL MASS

Pembimbing:

dr. Achmad Rizky Herda Pratama, Sp. U

Disusun Oleh :
Iffa Refni Ihksan 030.14.090
Chika Shia Salsabila 030.14.037
Jaya Saraswati 030.13.102
Adila Salsabila 030.13.003
Innesti Nur Fetana 030.14.097
Hani Aprilianti 030.14.078

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 18 FEBRUARI – 26 APRIL 2019

KARAWANG, MARET 2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:

“SCROTAL MASS”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat

untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah

di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

periode 18 Februari – 26 April 2019

Karawang, Maret 2019

Pembimbing,

dr. Achmad Rizky Herda Pratama, Sp. U

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan ke hadira Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Achmad Rizky Herda Pratama, Sp.
U seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini, terutama kepada selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu dan ilmu selama penulisan referat ini.

Sepenuhnya Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini. Terlepas dari segala
kekurangan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Karawang, Maret 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................................ ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2
2.1 Anatomi................................................................................................................................... 2
2.2 Definisi Skrotal Mass .............................................................................................................. 3
2.3 Epidemiologi ........................................................................................................................... 3
2.4 Etiologi.................................................................................................................................... 3
2.5 Klasifikasi ............................................................................................................................... 4
2.6 Penegakan Diagnosis ............................................................................................................ 11
2.7 Komplikasi ............................................................................................................................ 12
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Scrotal Mass atau dalam bahasa indonesia disebut massa skrotal adalah keadaan
dimana terdapat kelainan pada isi dalam skrotum. Umumnya skrotum hanya berisikan dua
testis yang fungsinya terkait dengan produksi, penyimpanan dan transportasi sperma. Dimana
gangguan pada isi skrotum dapat berdampak pada fungsi testis tersebut.(1)
Massa pada skrotum merupakan berbagai macam penyakit dari bagian urologi yang
bermanifestasi pada pembengkakan skrotum. Masalah pada isi skrotum dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal sepert infeksi, tumor dan cairan. Massa skrotum harus diperiksakan
ke dokter karena dapat menyebabkan infertilitas dan kanker. Tanda dan gejala dari massa
skrotum sangat bervariasi.(2) Meskipun begitu, penderita atau pemeriksa harus waspada
terhadap keadaan ini dan memberikan penangan dengan cepat dan tepat agar tidak terjadinya
komplikasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan semen. Testis
digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam skrotum. Ukuran volume
normal dari testis orang dewasa kurang lebih 25 ml. Saat awal perkembang kehidupan janin,
testis terdapat di dalam rongga perut, di belakang peritoneum. Sebelum kelahiran testis turun
melewati kanalis inguinalis, bersamaan dengan funikulus spermatikus melewati annulus
inguinalis dan menempati rongga skrotum dan dilapisi oleh lapisan serosa, muskularis, dan
fibrosa dari skrotum itu sendiri. Pembungkus testis sendiri di antaranya adalah kulit,
muskulus kremaster, tunika dartos, fascia infundibuliform, fascia intercrural, dan tunika
vaginalis. Lamina parietalis tunika vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica
interna dan lamina visceralis tunica vaginalis melekat pada testis dan epididymis. Sedikit
cairan dalam rongga tunica vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina
parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam skrotum. Arteri yang
mendarahi kedua testis berasal dari anastomosis tiga arteri, yaitu arteri testikularis yang
dicabangkan dari Aorta abdominalis, arteri deferentialis merupakan cabang dari arteri
vesikularis inferior, dan arteri cremasterica yang merupakan cabang dari arteri epegastrika
inferior.(3)
Epididymis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada permukaan
kranial dan permukaan dorsolateral testis.
• Bagian kranial yang melebar, yakni caput epididymis, terdiri dari lobul-lobul yang
dibentuk oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
• Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididymis untuk ditimbun.
• Corpus epididymis terdiri dari ductus epididymis yang berbelit-belit.
• Cauda epididymis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut
spermatozoon dari epididymis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke dalam pars
prostatica urethrae.(3)

2
Gambar 1. Anatomi Testis(3)

2.2 Definisi Skrotal Mass


Massa skrotum ialah kelainan pada isi skrotum yang bermanifestasi pada
pembengkakan skrotum. Kelainan isi skrotum dapat berupa infeksi, massa, maupun cairan.(3)

2.3 Epidemiologi
Torsio testis mempengaruhi 3,8 dari 100.000 laki-laki dibawah usia 18 tahun per tahun. Tentu
ini menjadi perhatian agar segera ditangani dengan cepat dan tepat agar komplikasi seperti infertilitas
tidak terjadi.(4)
Pasien paling banyak berasal dari usia prapubertas (< 10 tahun) untuk penyebab virus,
orkitis bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epididymitis (epididimo-orkitis), biasanya
terjadi pada usia 15 tahun keatas dan laki-laki > 50 tahun dengan pembesaran prostat jinak.(4)

2.4 Etiologi
1. Orchitis
• Infeksi seksual : Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, gram negatif
• Infeksi non-seksual : Mumps, TB
• Non infeksi : Amiodarone, Behcet’s disease (5)
2. Torsio Testis
• Trauma (terjatuh, tertendang, terbentur sesuatu)
• Aktifitas fisik yang berat (4)

3
3. Epididimitis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada didalam vesika urinaria,
prostat, uretra, yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine
melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididimitis seperti penyebaran kuman tuberkulosis.(5)
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda yang tersering adalah chlamidia
trachomatis atau neiserria gonorhoika, sedangkan pada anak-anak dan orang tua yang tersering
adalah E.coli atau ureoplasma ureolitikum.(5)
4. Hidrokel
• Kongenital, idiopatik
• Post varicocelectomy
• Infeksi daerah skrotum
• Trauma
• Terlambat atau tidak sempurna penutupan dari prosesus vaginalis (6)
5. Hernia Inguinalis
• Riwayat pekerjaan mengangkat berat/mengejan
• Batuk kronis (7)

2.5 Klasifikasi
1. Massa Skrotum Disertai Rasa Nyeri
a. Torsio Testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Kejadian torsio testis sebanyak 1 diantara 4000 pria
yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita pada anak masa pubertas
(12-20 tahun). (8,9)
• Gambaran klinis
Pasien mengeluh nyeri hebat daerah skrotum mendadak dan disertai pembengkakan
pada testis. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut bawah. Pada
pemeriksaan fisik testis membengkak, letaknya tinggi dan lebih horizontal. Pada
pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukan adanya leukosit dalam urin dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan dapat memakai stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler dan sintigrafi
testis untuk menilai adanya aliran darah ke testis.(8,9)
• Terapi
Tatalaksana torsio testis dapat dilakukan detorsi manual yaitu dengan memutar testis
ke arah berlawanan dengan arah torsio. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan

4
bahwa detorsi telah berhasil. Selanjutnya adalah tindakan operasi yang bertujuan
untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar dan setelah itu dilakukan
penilaian testis yang mengalami torsio apakah masih viable atau sudah nekrosis. Jika
masih viable dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Jika testis sudah nekrosis dilakukan
orkidektomi. (8,9)

Gambar 2. Torsio Testis(9)

b. Epididimitis
Epididymitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididymis.
• Gambaran Klinis
Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum disertai dengan bengkak pada
kauda hingga kaput epididymis. Tidak jarang disertai demam, malese dan nyeri
dirasakan ke pinggang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakkan
hemiskrotum, saat dilakukan palpasi sulit untuk memisahkan antara epididymis
dengan testis. Pada epididymitis akut jika dilakukan elevasi testis nyeri akan
berkurang, ini yang membedakan dengan torsio testis. Pemeriksaan urinalisis dan
darah lengkap memberikan gambaran inflamasi, dengan pemeriksaan ultrasonografi
Doppler atau stetoskop Doppler mendeteksi peningkatan aliran darah didaerah
epididymis. (8,9)
• Terapi
Pemilihan antibiotik tergantung kuman penyebab. Pada chlamidia trachomatis atau
Neiseria gonoroika antibiotic yang dipilih amoksisilin atau ceftriaxone yang diberikan
secara intravena yang dilanjutkan dengan doksisiklin atau eritromisin peroral selama
10 hari. Terapi juga harus dilakukan pada pasangan. (8,9)

5
Gambar 3. Epididimitis(9)

c. Trauma Testis
Trauma testis dapat mengakibatkan pembengkakan testis. Hal ini paling sering
disebabkan oleh pembentukan hematoma. Pada trauma berat memungkinkan
juga terjadi ruptur testis. Ultrasonografi dapat memvisualisasikan jika terjadi
ruptur tunika albuginea. Keadaan ruptur testis atau perluasan hematom,
eksplorasi skrotum mungkin disarankan untuk memperbaiki rupture dan
evakuasi hematoma. Jika testis sudah tidak viable, orkidektomi mungkin
diperlukan. Profilaksis antibiotik pada hematoma dapat dipertimbangkan untuk
mencegah infeksi sekunder dan pembentukan abses. (8,9)
2. Massa Skrotum dengan Tanpa Rasa Nyeri
a. Tumor Testis
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Beberapa faktor yang erat kaitannya dengan
peningkatan kejadian tumor testis antara lain maldesensus testis, trauma testis, atrofi atauu
infeksi testis dan pengaruh hormone. (8,9)
• Gambaran klinis
Pasien mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, selain itu juga
merasa ada massa di perut sebelah atas karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan
pada kelenjar leher dan %% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Pada pemeriksaan
fisik testis dideapatkan benjolan padat keras tidak nyeri pada palpasi dan tidak
menunjukkan tanda transiluminasi. Perlu juga dicari kemungkinan ada massa di
abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler ataupun ginekomastia. Pemeriksaan
penunjang yang digunakan seperti tumor marker membantu untuk diagnosis,
menentukan stadium tumor, monitoring respon terapi dan indicator prognosis, tumor
marker yang dipakai adalah Alfa Feto Protein dan Human Chorionic Gonadotropin.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakan lesi intra atau ekstratestikuler dan
massa padat atau kistik. MRI dapat mengenali tunika albuginea sehingga dapat

6
menentukan luas ekstensi tumor. Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan ada
tidaknya metastasis pada retroperitoneum. (8,9)
• Penatalaksanaan
Biopsi testis tidak diperbolehkan karena itu penegakan diagnosis patologi anatomi,
bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui
pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai
annulus inguinalis internus. Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomui, kategori
seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan kategori
non seminoma tidak sensitif, sehingga pada non seminoma yang belum lewat stadium
III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lmphnode
dissection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat
besar didahului dengan pemberian sitostatika (PVB seperti sisplatinum, vinblastine dan
bleomisin) dengan harapan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil. (8,9)

Gambar 4. Tumor Testis (9)

b. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berada dalam
keseimbangan antara produksi dan resorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. (8,9)
• Gambaran klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada hidrokel
testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan dikantong skrotum tidak berubah
sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat berubah-ubah
yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada pemeriksaan fisik tampak
benjolan di skrotum dengan konsistensi kistus dan pada penerawangan menunjukkan

7
adanya transiluminasi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, hidrokel dapat
dibedakan menjadi hidrokel testis bila kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi
testis sehingga testis tidak dapat diraba dan hidrokel funikulus bila kantong hidrokel
berada di kranial dari testis dan hidrokel komunikan bila terdapat hubungan antara
prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum (pada palpasi kantong hidrokel terpisah
dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen). (8,9)
• Penatalaksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar maka perlu untuk dilakukan koreksi.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali disertai
hernia inguinalis sehingga pada saat koreksi sekaligus melakukan herniorafi. Pada
hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan
marsupialisasi, sedang pada hidrokel funikuli dilakukan ekstirpasi hidrokel secara
intoto. (8,9)

Gambar 5. Hidrokel (9)

c. Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. (8,9)
• Gambaran klinis
Keluhan yang sering muncul adalah belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah, adanya benjolan di atas testis, dan nyeri pada testis. Pemeriksaan fisik
dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian
dilakukan palpasi. Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat yaitu
derajat kecil adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver
valsava, derajat sedang adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan

8
manuver valsava dan derajat besar adalah varikokel yang sudah dapat dilihat
bentuknya tanpa melakukan manuver valsava. Untuk menilai seberapa jauh varikokel
telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis
semen. (8,9)
• Penalataksanaan
Varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan
spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. Tindakan yang
dikerjakan adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi
terbuka atau bedah laparoskopi. (8,9)

Gambar 6. Varikokel (9)

d. Hernia inguino-skrotal
Hernia inguinalis indirek disebut jga hernia inguinalis lateralis karena keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrik inferior yang selanjutnya hernia akan masuk ke kanalis inguinalis dan menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut tonjolan akan sampai ke dalam
skrotum yang disebut dengan hernia skrotalis. (8,9)
• Gambaran klinis
Pada pasien dengan hernia reponible keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul saat berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang
setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang ada,biasamya dirasakan di daerah epigastrium
atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium. Nyeri
disertai mual muntah timbul saat terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi

9
karena nekrosis atau gangren. Pada pemeriksaan fisik dapat dinilai saat pasien
mengedan. Hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Jika kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum atau ovarium. Dengan
jari telunjuk, jika hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus
eksternus, pasien diminta mengedan. Jika ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia
inguinalis lateralis dan kalau bagian sisi jari yang menyentuh berarti hernia inguinalis
medial. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau tidak
dapat direposisi atas dasar tidak adanya batas yang jelas disebelah kranial dan adanya
hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. (8,9)
• Penatalaksanaan
Tindakan konservatif dapat dilakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau
penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Pengobatan
operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskab kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong
hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplasti, dilakukan
tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis, dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu Bassini dan
Lotheissen-McVay. (8,9)

Gambar 7. Hernia inguinalis (7)

10
e. Kista epididymis
Kista epididmis dapat ditemukan di setiap bagian epididimis dan bersifat tembus
cahaya pada transluminasi karena cairannya jernih. Biasanya kista ini berbenjol dan agak
tegang sehingga sukar menemukan fluktuasinya. Kista lain di epdidimis merupakan
spermatokel, kista ini biasanya bulat, agak lunak, dan kurang transluminasi karena isinya
agak keruh. (8,9)

Gambar 8. Kista Epididimis (9)

2.6 Penegakan Diagnosis


Anamnesis diperlukan untuk mendukung diagnosis, seperti menggali faktor resiko. Faktor yang
meningkatkan risiko massa skrotum bervariasi karena berbagai penyebab kelainan skrotum. faktor
risiko yang signifikan meliputi: (9,10)
1. Riwayat adesensus testis
Testis tidak turun tidak dan masukkan skrotum selama perkembangan janin atau awal masa bayi,
bisa juga keadaan testis yang telah ditarik turun ke dalam skrotum, tetapi kembali ke abdomen.
Hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya hernia inguinalis, torsi testis dan kanker testis. (9,10)
2. Kelainan saat lahir
Kelainan testis, penis atau ginjal pada saat lahir (kongenital) mungkin meningkatkan risiko massa
skrotum dan kanker testis di kemudian hari. (9,10)
3. Riwayat kanker testis
Jika memiliki kanker pada satu testis, maka terjadi peningkatan risiko kanker pada testis lainnya.
Riwayat ayah atau saudara yang memiliki kanker testis juga meningkatkan risiko kanker. (9,10)

11
2.7 Komplikasi
Tidak semua massa skrotum menyebabkan komplikasi jangka panjang. Namun, massa
apa pun yang memengaruhi kesehatan atau fungsi testis dapat menyebabkan: (11,12)
1. Keterlambatan atau perkembangan yang buruk selama masa pubertas
2. Infertilitas
3. Pada torsio testis, gangguan fertilitas diakibatkan oleh karena kematian sel serta
jaringan testis selain itu juga dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang menyerang
tubulus seminiferous. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari
testis.
4. Atrofi testis
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawatdaruratan
dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang
timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka
pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis Atrofi dapat terjadi beberapa
hari hingga beberapa bulan setelah dikoreksi. Insiden atrofi testis meningkat bila
torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Pada hidrokel yang cukup besar apabila dibiarkan
mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna dapat menekan pembuluh darah
yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis
5. Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari torsio testis.
Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan
fertilitas, dan gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga
mengalami penurunan sebagai akibat dari torsio testis. Penurunan fungsi ini diukur
dari adanya abnormalitas analisa semen yang dapat dipicu oleh karena adanya injuri
yang berulang, keadaan patologi yang terjadi di funikulus spermatikus karena torsio
testis, atau dapat juga karena perubahan patologi di kontralteral testis akibat retensi
dari testis yang mengalami torsio.

12
BAB III
KESIMPULAN

Massa skrotum ialah kelainan pada isi skrotum yang bermanifestasi pada
pembengkakan skrotum. Kelainan isi skrotum dapat berupa infeksi, massa, maupun cairan.
Berbagai penyebab dari massa skrotum antara lain orchitis, torsio testis, epididimitis, hidrokel
serta hernia inguinalis. Gejala klinis bergantung pada etiologi. Pada saat anamnesis, perlu
ditanyakan faktor resiko seperti riwayat adesensus testis, kelainan saat lahir (kelainan testis,
penis atau ginjal pada saat lahir dan riwayat kanker testis. Penatalaksanaan dari massa skrotum
disesuaikan dengan penyebabnya. Bila tidak segera ditangani, massa skrotum dapat menimbulkan
komplikasi antara lain infertilitas, keterlambatan perkembangan selama pubertas dan atrofi testis.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Malang: CV.


Infomedika. Hal: 140-142
2. Arianto, S. 2010. Penyakit-penyakit Intraskrotal.
HTTP://WWW.UDINSA@SBY.CENTRIN.NET.ID. Diakses tanggal 8 Maret 2019.
3. Sharp VJ, Arlen AM. Testicular Torsion : Diagnosis, Evaluation, and Management.
American Family Physician. Vol. 88, United States, 2013 : 835-40.
4. Sharp VJ, Arlen AM. Testicular Torsion : Diagnosis, Evaluation, and Management. American
Family Physician. Vol. 88, United States, 2013 : 835-40.
5. Street EJ, Portman MD, Kopa Z, Brendish NJ, Skerlev M, et al. 2012 European Guideline On
The Management of Epididymo-orchitis. IUSTI EO Guideline vol 1. 2012.
6. Dave J. Cause and Management of Hydrocele : A Review Article. Department of Surgery.
Gujarat Adani Institute of Medical Science, Bhuj, Gujarat. Indian Journal of Applied
Research. Vol. 5, India, 2015 : 117-18.
7. Wibisono E, Jeo WS. Hernia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Essentials of Medicine.
Universitas Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta.2014.
8. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta : Sagung Seto. 2011
9. Daryanto B. Pedoman Diagnosis & Terapi SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah. Malang :
Fakultas KEdokteran Universitas Brawijaya. 2010.
10. Sjamsuhidajat. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2014.
11. https://www.nchmd.org/education/mayo-health-library/details/CON-20303982
12. Al-Muqsith. Anatomi dan Gambaran Klinis Torsio Testis. 2018. Jurnal Aceh Medika
Vol 1(2) Hal 74-78

14

Anda mungkin juga menyukai