“Rupture Urethra”
OLEH:
Agnice Simanjuntak
201783006
PEMBIMBING:
AMBON
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul “Rupture Urethra”.
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
pada bagian Ilmu Anestesi. Penyusunan Referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena
Untuk itu, pada kesempatan ini saya sebagai penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Ubaidillah, Sp.B(K), Onk. pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
Referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Referat ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan penulisan Referat ini ke depannya. Semoga Referat ini dapat
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
2.4 EPIDEMIOLOGI.....................................................................................................4
2.5 ETIOLOGI...............................................................................................................5
DAFTAR PUTAKA..................................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ruptur uretra merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan urologi karena adanya
trauma lain yang lebih mengancam nyawa. Di dunia, cedera saluran kemih memiliki proporsi
10% dari seluruh kasus trauma dan kasus trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma
saluran kemih, terutama disebabkan fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh
dari ketinggian. Menurut derajatnya, ruptur uretra dibagi menjadi ruptur inkomplit dan ruptur
komplit dan secara anatomi uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan
anterior.1,4
Evaluasi lanjutan untuk mencari cedera uretra dianjurkan pada semua pasien trauma
multipel, terutama yang jika ada darah di meatus, hematom/ekimosis penis/perineal, retensi
urin, distensi kandung kemih, dan riwayat trauma (straddle injury). Pemeriksaan fisik yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur; selain untuk menemukan prostat letak
tinggi yang menandakan adanya ruptur uretra, juga dapat menyingkirkan cedera rektal.
Tatalaksana akut drainase kandung kemih harus segera dilakukan dengan pilihan terbaik
suprapubik sistostomi karena dapat mencegah perluasan trauma dan risiko striktur uretra.
Penatalaksanaan yang terlambat dan tidak tepat akan mengurangi kualitas hidup dan
meningkatkan mortalitas.1,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uretra merupakan saluran yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi. Secara Anatomis Uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra
anterior dan uretra posterior. Pada pria, uretra juga mempunyai fungsi untuk
menyalurkan cairan mani. Pada perbatasan antara uretra posterior dengan buli-buli
terdapat sfingter uretra interna, dan pada perbatasan antara uretra posterior dan anterior
terdapat sfingter uretra eksterna. Sfingter uretra interna dipersarafi oleh sistem simpatis
sehingga sfingter akan terbuka saat buli-buli penuh terisi urin, kemudian pada sfingter
Uretra posterior pada pria terbagi menjadi dua yaitu, 1) uretra pars prostatika, yaitu
bagian uretra yang dikelilingi oleh kelenjar prostat dan merupakan muara sekresi
kelenjar prostat dari ductus prostaticus, dan 2) uretra pars membranasea. Uretra anterior
hanya terdiri dari satu yaitu uretra pars spongiosum, yakni bagian uretra yang dibungkus
Gambar 2.1
Anatomi Uretra1,2
2
Panjang uretra pria ±23-25 cm, sedangkan Panjang uretra perempuan ±3-5 cm. Hal
inilah yang menyebabkan keluhan retensi atau hambatan dalam pengeluaran urine lebih
Panjang uretra Wanita ±4 cm dengan diameter 8mm. Anatomi uretra pada wanita
tidak terlalu kompleks dibandingkan dengan laki-laki. Uretra pada wanita berada di
bawah simphysis pubis dan bermuara di anterior vagina. Tonus sfingter uretra eksterna
dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahan urine agar dapat tetap berada dalam
buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi dapat terjadi jika tekanan intravesika
urinaria melebihi tekanan intrauretra yang merupakan akibat kontraksi otot detrusor dan
Perempuan2
Keluarnya urin dari kandung kemih, disebut proses miksi yang juga dikenal sebagai
buang air kecil atau berkemih. Mikturisi terjadi melalui kombinasi antara kontraksi otot
involunter dan volunter. Ketika volume urin di kandung kemih melebihi 200-400 mL,
tekanan di dalam kandung kemih meningkat pesat, dan reseptor regangan di dindingnya
mengirimkan impuls saraf ke sumsum tulang belakang. Impuls ini dikirim ke pusat
3
berkemih di segmen sumsum tulang belakang sakral S2 dan S3 dan memicu refleks yang
disebut refleks berkemih. Kemudian mpuls saraf menyebabkan kontraksi otot detrusor
dan relaksasi otot sfingter uretra interna. Secara bersamaan, pusat berkemih menghambat
neuron motorik somatik yang mempersarafi otot rangka pada sfingter uretra eksterna.
Saat terjadi kontraksi pada dinding kandung kemih dan relaksasi sfingter, buang air kecil
terjadi.2
Trauma uretra merupakan cedera dari luar maupun dalam yang mengenai uretra, atau
rusaknya integritas struktur normal uretra akibat dari trauma yang berlebihan. Secara
klinis uretra dibedakan menjadi trauma uretra posterior dan trauma uretra anterior.
Perbedaan ini disebabkan oleh etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaannya dan
2.4 Epidemiologi1
Pada seluruh kasus trauma, cedera saluran kemih memiliki proporsi 10%. Sedangkan
pada trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma saluran kemih, yang paling utama
disebabkan fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh dari ketinggian.
Efek dari lebih panjangnya uretra pada laki-laki, menyebabkan kasus trauma uretra lebih
4
sering pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, totalnya sekitar 65% kasus
merupakan kasus dari ruptur komplit dan sekitar 35% merupakan kasus rupture
inkomplit. Trauma saluran kemih bawah dapat membahayakan jiwa ataupun berdampak
pada kualitas hidup sehingga diperlukan pemeriksaan yang efektif dan efisien, serta
penatalaksanaan yang cepat dan tepat penting untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas.
2.5 Etiologi1
Secara asal penyebab traumanya, trauma uretra dapat terjadi secara eksternal atau
cedera berasal dari luar dan iatrogenik yaitu akibat instrumentasi pada uretra. Dalam
keadaan ini sama sekali tidak diperbolehkan pemasangan kateter, karena tindakan
a) Pada kasus trauma tumpul atau kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan fraktur
b) Trauma tumpul pada selangkangan atau daerah perineum yang disebut straddle
injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa akibat kompresi sehingga
c) Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan ruptur pada uretra karena false route atau salah jalan, dan
1. Etiopatologi
5
Fraktus pelvis akibat kecelakaan lalulintas merupakan penyebab tersering ruptur
uretra posterior adalah. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dapat
pembuluh darah yang ada di dalam cavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas
di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostaticu, ikut robek, maka prostat
Deraja
Cedera
6
(peregangan). ekstravasasi, dan uretra
sampai ke perineum
3. Diagnosis1,11,12,14
7
Pasien yang menderita cedera uretra posterior biasanya datang dalam keadaan
syok karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak
perdarahan. Gambaran klinis yang khas pada rupture uretra posterior adalah; 1)
hematom.
dapat menunjukkan derajat ruptur uretra, parsial atau komplit, serta lokasinya,
8
Ekstravasasi dapat terlihat hanya di badan korpus jika fasia Buck’s masih
intak, dan akan terlihat hingga ke skrotum, perineum, dan abdomen anterior
menjadi pilihan pemeriksaan pertama pada kasus fraktur penis dan pada pasien
perempuan.
4. Tatalaksana4
pasien dari keadaan syok karena perdarahan; dapat berupa resusitasi cairan dan
balut tekan pada lokasi perdarahan. Pemantauan harus dilakukan pada hidrasi
Ruptur uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ
lain seperti abdomen dan fraktur pelvis dengan disertai ancaman jiwa berupa
9
perdarahan. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan tindakan yang invasif pada
pendarahan yang lebih banyak pada cavum pelvis dan prostat serta menambah
untuk diversi urine. Kemudian setelah keadaan stabil, dapat dilakukan primary
splint melalui tuntunan uretroskopi. Cara ini diharapkan kedua ujung uretra
minggu pasca ruptur uretra dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.
(uretroplasti) dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan
dan pada ruptur komplit yang disertai cedera leher buli atau rektal. Stenosis
Pada pasien tidak stabil atau gagal operasi, EAU dan AUA merekomendasikan
dilakukan tidak lebih dari 14 hari setelah trauma untuk mencegah diversi
setelah trauma, jika defek pendek dan pasien dapat diposisikan litotomi.
10
5. Penyulit Tindakan1,4
Penyulit yang umumnya terjadi pada orang yang mengalami ruptur uretra
adalah 1) striktur uretra yang kambuh, hal ini timbul setelah rekonstruksi uretra
ereksi, terjadi pada 13-30% kasus yang disebabkan karena kerusakan saraf
parasimpatis atau karena insufisiensi arteria. dan 3) inkontinensia urin, hal ini
lebih jarang terjadi yaitu sekitar 2-4% yang disebabkan oleh rusaknya sfingter
uretra eksterna.
Penyebab atau cedera dari luar yang paling sering menyebabkan kerusakan
uretra anterior adalah straddle injury (cedera selangkangan), yaitu uretra menjadi
terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan uretra pada
kasus ini adalah; kontusio dinding uretra, rupture parsial uretra maupun rupture
1. Etiopatologi1,15
Bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fascia buck dengan
fascia colles. Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, maka darah
dan urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fascia buck, dan secara
klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun, jika fascia buck ikut
robek, maka terjadi ekstravasasi urine dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles
11
sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh
karena itu, robekan ini memberikan gambaran seperti hematoma kupu-kupu atau
“butterfly hematom”.
Gambar 2.8 Mekanisme Cedera, A. Cedera selangkangan menyebabkan ruptur uretra pars
bulbosa. B. Lapisan yang membungkus uretra mulai dari korpus spongiosum (k.s),
fascia Buck (f.B), dan fascia Colles (f.C). C dan D. Robekan uretra dengan fascia
12
buck masih utuh menyebabkan hematom terbatas pada penis (h.p), D dan F.
2. Diagnosis
hematoma pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali
3. Tindakan Tatalaksana
13
pada pasien yang stabil, laserasi, atau luka tusuk kecil yang hanya memerlukan
penutupan uretra sederhana. Defek sebesar 2-3 cm di bulbar uretra atau sampai
yang besar atau yang disertai dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana berupa
bulan.
ini dapat menimbulkan penyakit striktur uretra di kemudian hari, maka setelah
dan dilepas setelah diyakinkan melalui uretrografi bahwa sudah tidak ada
ekstravasasi kontras atau tidak timbul striktur uretra. Namun jika timbul
striktur uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse. Pada rupture uretra
14
Tabel 3. Derajat Klasifikasi dan Rekomendasi Terapi pada Trauma Uretra menurut AAST
Saat dilakukan evaluasi pasca terapi, penting dilihat sejauh mana keberhasilan terapi
atau malah sebaliknya terdapat kegagalan terapi. Menurut Engel Oliver dalam Arab
Journal of urology, kriteria keberhasilan terapi pada trauma urtra adalah 1) tidak adanya
keluhan berkemih, 2) maximum flow rate >15ml/s, 3) residu post-miksi <50cc, dan 4)
tidak adanya penyempitan kaliber uretra pada pemeriksaan radiologis Bipolar Voiding
flow rate 5-15 ml/s, residu post-miksi >50cc, didapatkan penyempitan kaliber uretra dan
terjadi komplikasi seperti inkontinensia urine, terjadi fistel (bladder, rectal cutaneous),
urinoma, disfungsi ereksi dan inkompetensi dari bladder neck maka disebut bermasalah
2.8 Prognosis6,13
Tingkat Keberhasilan suatu penanganan pada trauma uretra dipengaruhi oleh banyak
hal, yang membuat prognosis pada kasus ini juga berbeda-beda pada setiap pasien.
15
1. Derajat dan Lokasi trauma untuk memutuskan jenis tindakan,
3. Trauma lain yang menyertai dimana dalam penangannya trauma yang mengancam
kateter uretra atau suprapubik dan memiliki risiko striktur lebih rendah. Sebaliknya,
endoskopik atau uretroplasti, dan memiliki risiko tinggi striktur uretra. Jika terbentuk
striktur uretra, harus dilakukan uretrotomi atau uretroplasty atau dilatasi uretra.
Berikut ini merupakan perbandingan pasien dengan penyempitan uretra pars bulbosa
sebagai komplikasi pasca trauma uretra, yang kemudian dilakukan uretroplasty sehingga
16
Gambar 2.10 Perbandingan area penyempitan uretra pada striktur uretra. A. retrograde urethrogram;
menunjukkan area yang menyempit pada panah putih ganda. Ini menunjukkan striktur
uretra pada uretra pars bulbar. B. Setelah dilakukan uretroplasty, uretrogram retrograde
BAB III
KESIMPULAN
pada kasus-kasus trauma multipel di Unit Gawat Daurat. Dengan dilakukan diagnosis
cepat dengan mengingat trias gejala darah di meatus uretra, retensi urin akut, dan
klasifikasi trauma uretra anterior atau posterior dan derajat komplit atau inkomplit.
Tatalaksana akut drainase kandung kemih harus segera dilakukan dengan pilihan terbaik
suprapubik sistostomi karena dapat mencegah perluasan trauma dan risiko striktur uretra.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Purnomo B, Boldini M, Cerantola Y, Valerio M, Jichlinski P. Dasar-dasar
UROLOGI. 3 Third. Vol. 11, Revue Medicale Suisse. Jakarta: CV. Sagung
2. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy \& Physiology. Textbook. 2012. 634–
834 p.
3. Hall G and. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
2018;45(5):340–2.
doi10.1007/s10140-013-1159-z.
Pelvis; a new classification. 1977. Journal of Urology; 118 (5). 157: 814.
9. Goldman SM, Sandler CM, Corriere JN, McGuire EJ, 1997. Blunt Urethral
10. Ingram MD, Watson SG, Skippage PL, Patel U. Urethral injuries after pelvic
11. Singh L, Sharma PK. Managing Urethral Injuries in Suburban India General
iii
12. Elliott DS, Barrett DM. Long-term follow-up and Evaluation of Primary
814.
13. Mundy AR, Andrich DE. Urethral Stricture. Journal of Urology 2015.
14. Bryk DJ, Chao LC. Guidline of guidelines: A review of urological trauma
15. lwaal A, Zaid UB, Blaschko SD, Harris CR, Gaither T8, McAninch J8, et al.
iv