Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

MALFORMASI ANOREKTAL
(ATRESIA ANI LETAK TINGGI TANPA FISTEL)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Bedah RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
POCUT SYAHNAZ
1607101030

Pembimbing:
dr. Dian Adi Syahputra, Sp.BA

BAGIAN/ SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
laporan kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas presentasi laporan kasus yang berjudul “MALFORMASI


ANOREKTAL (ATRESIA ANI LETAK TINGGI TANPA FISTEL)” diajukan sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Unsyiah-RSUD dr.
Zainoel Abidin – Banda Aceh. Penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Dian Adi Syahputra, Sp.BA yang
telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dokter pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

2.1 Anatomi anorektal.....................................................................................2

2.2 Fisiologi anorektal.....................................................................................3

2.3 Embriologi Hindgut...................................................................................4

2.4 Malformasi anorektal................................................................................5

2.4.1 Definisi ...................................................................................................5

2.4.2 Etiologi....................................................................................................6

2.4.3 Patogenesis..............................................................................................7

2.4.4 Manifestasi Klinis...................................................................................8

2.4.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik..........................................................9

2.4.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................................10

2.4.7 Penatalaksanaan....................................................................................11

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................13

3.1 Identitas Umum Pasien............................................................................13

3.2 Anamnesis...............................................................................................13

3.2.1 Keluhan Utama................................................................................13

3.2.2 Keluhan Tambahan..........................................................................13

3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang.............................................................13

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu................................................................13

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga..............................................................14

iii
3.2.6 Riwayat Penggunaan Obat...............................................................14

3.2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial................................................................14

3.3 Status Internus.........................................................................................15

3.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................19

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau


dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforate
karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun
istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana
rectum tidak mempunyai lubang ke luar, termasuk didalamnya agenesis ani,
agenesis rekti dan atresia rekti. Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik
bila didukung perawatan yang tepat dan juga tergantun kelainaan letak anatomi
saat lahir. Atresia ani bila tidak segera ditangani maka dapat terjadi komplikasi
seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Insiden
terjadinya malformasi anorektal lebih banyak terjadi pada laki-laki. Sekitar 40 -
70% pasien dengan malformasi anorektal ini memiliki satu atau lebih kelainan
anomali dari sistem organ lain seperti tulang belakang, kaki, dan system
kardiovaskular. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus
imperforate dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan.
Secara umum atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai
pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan
jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal. Atresia ani letak tinggi memerlukan
penatalaksanaan operasi bertahap yaitu pembuatan kolostomi, pembuatan saluran
anus/PSARP (posterior sagittal anorectoplasty), dan yang terakhir tutup
kolostomi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1 Anatomi Anorektal

Gambar 2.1 Anatomi anorectal

Panjang kanalis ani kurang lebih 4 cm menuju ke bawah dan ke belakang


dari sambungan anorektal. Duapertiga bagian atas kanalis ani merupakan derivat
dari hindgut sedangkan sepertiga bagian bawah merupakan lanjutan dari anal pit.
Sedangkan epitelnya adalah derivat dari ectoderm dari anal pit dan endoderm dari
hindgut. Pada peralihan dari kedua bentuk epitel, yaitu dari epitel kolumner
menjadi epitel pipih bedapis bertingkat, terletak garis dentata dan merupakan
tempat membran ani. Kanalis ani merupakan bagian akhir dari traktus
gastrointestinalis pada manusia dan merupakan bagian yang terbuka sebagai anus.
Anterior dari kanalis ani pada laki-laki terdapat bangunan perineal body
yang memisahkan antara kanalis ani dengan otot tranversus perinei, membrana
urethrae dan bulbus penis. Sedangkan pada perempuan perineal body ini
memisahkan kanalis ani dengan sepertiga inferior vagina. Posterior kanalis ani
berhubungan dengan anococcygeal body yang merupakan anyaman pada jaringan
fibrosa yang membentang antara kanalis ani dengan tulang coccygeus, dan
kemudian ke atas menyatu dengan rafe media dari otot levator ani.
Otot levator ani membentuk diafragma pelvis serta sebagai bagian atas
dari kanalis ani, sedangkan sebagai dasarnya adalah otot sfingter ani eksternus.

2
Antara otot levator ani dan sfingter ani internus disebut sebagai muscle complex
atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot ischicoccygeus,
ileococcygeus, pubococcygeus, otot sfingter eksternus superfisialis dan profunda.
Sedangkan yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal adalah
ketebalan lapisan sirkulerdari otot Involunter usus di sekitar anorektal.
Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis pektinea sampai ke bawah dekat
kulit sensitif terhadap rangsang nyeri {intraepitelial), raba (korpuskulum
Meissner), dingin {bulbus Krause), tekanan (korpuskulum Paccini dan Golgi
MazzonI), serta gesekan (korpuskulum genital). Rektum tidak sensitif terhadap
rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa distensi rektal karena persarafan
parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot volunter akan
merangsang rektum.

2 Fisiologi Anorektal
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan
isi feses dari kolon ke rektum, fungsi kedua adalah fungsi defekasi yaitu
mengeluarkan feses secara intermiten dari rektum, sedang fungsi ketiga adalah
menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidakseimbangan akan
menyebabkan ketidaknormalan terhadap masing masing fungsi tersebut.
Fungsi lainnya adalah motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan dan
pendorongan masa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rektum
dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan untuk kontinensia.
Kontinensia adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dan hal ini sangat
tergantung pada konsistensia feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum serta
sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus.
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom, tetapi dengan
perkembangan maturitas, defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon
sigmoid ke rektum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada
bayi. Apabila rektum terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga
menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemampuan yang
khas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas.

3
3 Embriologi Hindgut
Perkembangan anus dimulai dari pembentukan dua bagian, yaitu tuberkel
anal kanan dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini
tumbuh ke arah ventral sampai mereka mengelilingi bagian akhiir hindgut.
Cekungan di tengah tuberkel disebut dengan proctoderm. Kemudian bagian atas
kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya dari
proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm yang berkembang
sendiri dan berada di perineum.

Gambar 2.2 Embriologi

Abnormalitas yang paling banyak terjadi dari fistula rektourinaria pada


lakilaki adalah pada tingkat garis pubokoksigeal dimana terjadi kegagalan
pertumbuhan mesoderm ke arah lateral sehingga pemisahan kloaka tidak terjadi
secara sempurna. Sedangkan pada perempuan duktus Mullen yang akan
membentuk tuba Fallopii, uterus, dan dua bagian atas vagina terletak antara sinus
urogenital dan rektum, sehingga tidak ditemukan hubungan antara rektourinaria
kecuali pada kloaka yang persisten. Pada perempuan fistula rektovaginalis
berhubungan dengan perkembangan bulbus sinovaginalis yang berasal dari epitel
dinding dorsal sinus urogenitalis dan membentuk sebagian besar vagina. Bulbus
berhubungan dengan pembukaan kloaka persisten dan migrasi bulbus akan
membawa pembukaan rektal ini pada berbagai tingkat pembentukan vagina atau
vestibulum. Berbagai macam lokasi fistula dapat dijelaskan dengan adanya

4
hambatan pada pembukaan rektal. Otot sfingter ani eksternus berasal dari
mesoderm yang berkembang secara normal dan menempatkan diri di daerah
perineum.
Kloaka pada saat embrio merupakan suatu rongga yang membuka hindgut,
tailgut, allantois dan saluran mesonefrikum. Kloaka pertama kali dibentuk pada
sekitar usia kehamilan 21 hari, bentuk kloaka menyerupai huruf U, dengan bagian
anterior dari kloaka adalah allantois sedangkan bagian posterior dari kloaka
adalah hindgut. Kloaka dibatasi oleh septum yang dibentuk oleh plika Rathke
hingga menyatu dengan membran kloaka. Pada saat usia kehamilan 6 minggu
mulai terbentuknya rongga urogenital anterior dan rongga anorektal posterior.
Terjadinya proses perubahan yang cepat dari tuberkulum genital akan
menyebabkan perubahan bentuk kloaka ke bagian posterior. Pada usia kehamilan
7 minggu membran kloaka akan rusak sehingga terbentuknya dua bukaan yaitu
pada saluran urogenital dan pada saluran anus. Otot-otot yang mengelilingi
rectum berkembang pada saat yang sama yaitu pada usia kehamilan enam dan
tujuh minggu. Pada minggu ke sembilan usia kehamilan, semua struktur sudah
mulai terbentuk. Namun, pada tahap ini pembentukan genetalian eksterna laki-laki
atau perempuan belum terjadi.

4 Malformasi Anorektal

2.4.1 Definisi Malformasi Anorektal


Malformasi anorektal (MAR) merupakan malformasi septum urorektal
secara parsial atau komplet akibat perkembangan abnormal hindgut, allantois dan
duktus Mulleri. Malformasi anorectal merupakan spektrum penyakit yang luas
melibatkan anus dan rektum serta traktus urinarius dan genitalia

2.4.2 Etiologi Malformasi Anorektal


Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas perkembangan
embriologianus, rektum dan traktus urogenital, dimana septum tidak membagi
membran kloaka secara sempurna. Penyebabnya lain diduga multifaktor termasuk
berhubungan dengan keturunan, dimana kejadiannya sangat tinggi pada anggota
keluarga dengan autosomal dominan, yaitu 1:100. Kromosom 7q39 mempunyai

5
tiga lokus atau gen penting yang menyebakan terjadinya malformasi anorektal,
diantaranya: gen SHH, N2 dan HLXB9.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa mutasi pada HLXB9
berhubungan dengan kejadian malformasi anorektal. Beberapa sindrom seperti
Townes-Broks sindrom, Currarino’s sindrom dan Pallister-Hall sindrom juga
berhubungan dengan kejadian malformasi anorectal.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur, gangguan organogenesis dalam kandungan, berkaitan dengan
sindrom down.

2.4.3 Patogenesis Malformasi Anorektal


Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya.

Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau


perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika
urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).

2.4.4 Klasifikasi Malformasi Anorektal


Klasifikasi internasional yang paling umum untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Wingspread pada tahun 1984. Namun malformasi anorektal
memunyai dampak yang luas dan klasifikasi Wingspread dianggap tidak
memunyai nilai prognosis dan terapis, sehingga Pena pada tahun 1995 membuat
klasifikasi yang lebih sederhana.

6
Tabel 2.1 Klasifikasi Malformasi Anorektal Berdasarkan Wingspread 1984

Tabel 2.2 Klasifikasi Malformasi Anorektal Berdasarkan Pena (1995)

Tabel 2.3 Klasifikasi Malformasi Anorektal Berdasarkan Krickenbeck (2005)

7
Tabel 2.4 Klasifikasi Malformasi Anorektal

2.4.5 Manifestasi Klinis Malformasi Anorektal


Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam.Gejala itu dapat berupa perut kembung, muntah, tidak dapat
buang air besar, dan pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta
terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak
rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi
dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan malformasi anorectal memiliki satu atau lebih
kelainan yang mempengaruhi sistem organ antara lain :
1. Fistula Tracheoesophageal
2. Atresia dudodenal
3. Undescended testis
4. Hypospadia
5. Down Syndrome
6. Refluks vesicourinaria
7. VACTREL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal,
Renal and Limb abnormality)

8
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorectal adalah :
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele,
dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan malformasi anorectal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,
Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,
Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality)

2.4.6 Diagnosis Malformasi Anorektal


Dalam penegakan diagnosis malformasi anorektal adalah dengan
melakukan pemeriksaan yang menyeluruh meliputi poin-poin seperti mengetahui
usia gestasi, berat badan lahir, suhu, warna kulit, menangis, respirasi, ada atau
tidaknya riwayat jaundice, distensi abdomen, keadaan hidrasi dan anomali
kongenital lainnya, melakukan pemeriksaan untuk menentukan jenis dan sifat
anomali. Selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk menentukan jenis dan
sifat anomali.
Ada atau tidak adanya anomali organ lain yang terkait. Malformasi
anorektal biasanya disertai dengan anomali organ lain yang meliputi kelainan

9
pada tulang belakang, anorektal, jantung, trakeoesofagus, ginjal dan saluran kemih
serta ekstremitas.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis malformasi anorektal. Bayi ditempatkan dalam
posisi litotomi dengan pencahayaan yang cukup, dilakukan penelusuran lubang
anus dengan menggunakan termometer, pipa sonde ukuran 5 F, spekulum nasal
atau probe ductus lakrimalis. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran dari anal
dimple ke medial sampai ke arah penis. Sedangkan pada perempuan dilakukan
penelusuran dari lubang di perineumke arah vestibulum.
Pada bayi laki-laki, oleh Pena dilakukan pemeriksaan perineal dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan urinalisa. Apabila diketemukan fistula perineal,
bucket handle, stenosis ani atau anal membrane berarti atresia ani letak rendah.
Sedangkan apabila pada pemeriksaan urinalisa didapatkan mekoneum, udara
dalam vesica urinaria serta flat bottom berarti letak tinggi. Apabila masih ada
keraguan dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis ini dilakukan
dengan posisi kepala bayi diletakan di bawah selama 3-5 menit, dengan petanda
yang ditempelkan ke kulit. Posisi ini pertama kali ditemukan oleh Wangensten dan
Rice pada tahun 1930. Apabila hasil invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm
dari kulit berarti letak rendah dan apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti
malformasi anorektal letak tinggi. Pada bayi perempuan didapatkan 90%
dengan fistel, apabila tidak diketemukan adanya fistel maka dilakukan
invertogram. Apabila hasil invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit
berarti letak rendah dan segera dilakukan minimal PSARP, apabila akhiran rektum
lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak tinggi dilakukan kolostomi
terlebih dahulu

Pemeriksaan Penunjang
Invertogram

10
Wangensteen dan Rice pertama kali menjelaskan mengenai kegunaan
radiography invertion pada tahun 1930 untuk menunjukkan jarak antara gas
bubble dalam usus terminal dengan perineum. Invertogram pada posisi lateral
dengan pinggul sedikit difleksikan dapat memberikan informasi yang akurat
mengenai adanya anomali. Marker yang dijadikan tanda untuk menentukan
adanya anomali yaitu Pubis Coccyx Line (PC Line) dan I point (Puncak ischium)
yang ada hubungannya dengan gambaran dark air shadow pada usus terminal.
Apabila dark air shadow melewati I point, menunjukkan anomali letak rendah,
sedangkan jika dark air shadow melewati PC line tetapi belum mencapai I point
maka menunjukkan anomali intermediate. Namun bila gambaran dark air shadow
belum mencapai PC Line maka menunjukkan anomali letak tinggi.

Prone Cross-Table Lateral View


Bayi dalam posisi genupectoral yaitu badan telungkup dengan pinggul
tertekuk kearah atas selama 3 menit. Radiografi prone lateral yang berpusat di
trochanters mayor yang memiliki beberapa keuntungan yaitu posisi yang nyaman
untuk bayi dibandingkan dengan invertogram

Gambar 2.3. Teknik pemeriksaan Cross-table lateral radiograph.


(A) Meletakkan sebuah ganjalan di bawah pinggul bayi untuk mengangkat bokong
agar memungkinkan perpindahan udara kearah superior dari rektum;
(B) Gambaran Cross-table lateral.
Pemeriksaan Ultrasonography (USG)

11
Pemeriksaan USG telah digunakan untuk mengetahui jarak dari pouch
hingga perineum (pouch perineal distance). Hal ini dapat dilakukan melalui
transperineal atau infracoccygeal. Apabila melalui Infracoccygeal dapat langsung
menunjukkan puborectalis dengan gambaran hypoechoic berbentuk U (U-shaped
band).

Computer Tomography Scan (CT-Scan) dan Magnetic Resonance Imaging


Computer Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
pelvis digunakan untuk mengevaluasi keadaan struktur otot dasar panggul dan
pouch sebelum dan sesudah operasi. Pemeriksaan ini juga dapat menentukan
lokasi fistula dengan tepat serta hubungannya dengan otot dasar panggul. MRI
dan CT juga digunakan untuk menilai perkembangan struktur otot dasar panggul
dari berbagai jenis prosedur operasi. MRI dianggap unggul dari CT karena
menggambarkan jaringan lunak dengan lebih baik dan kurangnya radiasi.

2.4.7 Penatalaksanaan Malformasi Anorektal


Manajemen awal bayi baru lahir yang lahir dengan anomali anorectal
sangat penting dan dua pertanyaan penting yang harus terjawab selama 24 sampai
48 jam kehidupan. Pertanyaan pertama apakah ada anomali lain yang terkait
sehingga dapat mengancam hidup sehingga bayi harus ditangani dengan segera.
Kedua, haruskah bayi menjalani tindakan kolostomi atau tidak.
Keputusan untuk dilakukannya anoplasty pada beberapa saat setelah bayi
lahir atau tidak dan menentukan perlu atau tidaknya tindakan kolostomi
ditentukan berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik bayi, keadaan perineum, dan
perubahan yang terjadi selama 24 jam pertama setelah kelahiran. Mekonium
biasanya tidak terlihat di perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal sampai
16 – 24 jam. Distensi abdomen tidak akan terjadi selama beberapa jam pertama
kelahiran, oleh karena itu diperlukan tekanan intraabdominal yang tinggi untuk
mendorong mekonium keluar melalui fistula. Hal ini dikarenakan bagian paling
distal dari rektum dikelilingi oleh struktur-struktur otot sehingga rektum kolaps
dan kosong. Oleh karena itu, keputusan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan
kolostomi atau anoplasty harus menunggu selama 16 – 24 jam kelahiran sehingga
tampak adanya bukti secara klinis.

12
Letak Tinggi
Malformasi anorektal pada bayi laki-laki dapat dievaluasi melalui inspeksi
perineum. Kolostomi atau operasi definitif sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24
jam pertama kelahiran. Dikarenakan untuk mendorong mekonium keluar melalui
fistula membutuhkan tekanan intralumen yang cukup sehingga diperlukan
evaluasi selama 24 jam. Pemeriksaan Cross-table lateral X-Ray dapat dilakukan
bila meconium tidak tampak di perineum. Bila hasil menunjukkan gambaran gas
rektum diatas coccyx maka dilakukan tindakan kolostomi, begitupun bila
ditemukan adanya flat bottom maka dilakukan tindakan kolostomi.
Malformasi anorektal pada bayi perempuan bila dalam pemeriksaan
Cross-table lateral X-Ray didapatkan letak rektum yang tinggi maka dilakukan
tindakan kolostomi.

Letak Rendah
Malformasi anorektal pada bayi laki-laki dapat dievaluasi melalui inspeksi
perineum. Bila didapatkan adanya fistula perineal maka dilakukan tindakan
anoplasty. Bila tidak ditemukan adanya fistel maka dilakukan Cross-table lateral
X-Ray bila didapatkan gambaran gas rektum melewati tulang coccyx tanpa disertai
dengan anomali organ lain maka keadaan ini dinamakan malformasi anorektal
dengan letak rendah dan dilakukan tindakan Posterior Sagittal Anorectoplasty
(PSARP) dengan atau tanpa tindakan kolostomi.
Malformasi anorektal pada bayi perempuan yang setelah dilakukan
pemeriksaan Cross-table lateral X-ray didapatkan gambaran gas rektum melewati
tulang coccyx maka dilakukan tindakan primary repair dengan atau tanpa
kolostomi.

13
Algoritma manajemen malformasi anorektal pada bayi laki-laki dan perempuan baru lahir

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : By.Nursyidah

14
Tanggal lahir : 10 Sepetember 2017
Umur : 0 Tahun 0 Bulan 4 hari
No. CM : 1-14-21-52
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sigli
Tanggal Masuk : 12 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2017

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : tidak BAB sejak lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang rujukan RSUD Sigli dengan Atresia ani + Omfalitis +
Syndrome Down + BB:LR. Menurut ibu pasien, anaknya selalu muntah ketika
disusui dan belum pernah BAB sejak lahir 2 hari yang lalu dengan persalinan
secara normal. Riwayat BAK pekat (-), Riwayat muntah (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal keluhan yang sama
Riwayat Pemakaian Obat
Inj. Cefotaxime dan Inj.Gentamicin
Riwayat Kebiasaan/Sosial
Pasien merupakan anak ketiga
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur ke Bidan. Riwayat sakit selama hamil disangkal.

Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal dan cukup bulan 38-39 minggu. Persalinan
dibantu oleh Bidan. Pasien tidak segera menangis dan kulitnya berwarna kebiruan.
Riwayat Makanan
Sejak lahir sampai sekarang pasien diberi ASI oleh ibunya.

15
Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah diimunisasi.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Menangis : Sedang
Bergerak : Aktif
Menghisap : sulit dinilai
Nadi : 146 x/menit
Frekuensi Nafas : 44 x/menit
Temperatur axila : 36,7º C
Berat Badan Lahir : 2000 gram
Berat Badan sekarang : 2000 gram
Panjang Badan : 50 cm

STATUS INTERNUS
a. Kulit
 Warna : Normal
 Turgor : Normal
 Ikterus : (-)
 Pucat : (-)
b. Kepala
 Kepala : Normochepali, ubun-ubun menonjol (-)
 Wajah : Simetris, ikterik (-)
 Mata : Konjungtiva pucat (-/-)
 Telinga : Normotia
 Hidung : NCH (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-)
c. Leher
 Inspeksi : Simetris, pembesaran KGB (-)
d.Paru

16
 Inspeksi : Simetris, retraksi (-), laju nafas 44 x/menit, reguler
 Palpasi : sulit dinilai
 Perkusi : sulit dinilai
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Whezzing (-/-), Rhonki (-/-)
e. Jantung
 HR: 146 x/menit, regular (+), bising jantung (-)
f. Abdomen
 Inspeksi : tampak tali pusat kering warna kehitaman, Distensi (+)
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Palpasi : Soepel
 Perkusi : Timpani (+) di keempat kuadran
g. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - -
- -

- -
Sianosis - - - -
Akral Dingin - - - -

Capillary refill time <2’ <2’ <2’ <2’


- -

- -

h. Genitalia
 Inspeksi : mue kesan normal, anal dimple (+), jenis kelamin
perempuan
 Palpasi : tidak teraba anus

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium
Darah Rutin

17
12/09/ 13/09/ 15/09/
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
2017 2017 2017
Darah Hemoglobin 21,7 20,7 12,7-18,7 (g/dl)
Rutin Hematokrit 58 56 53-63 (%)
Eritrosit 6,0 5,9 4,4-5,8 (106/mm3)
Leukosit 16,3 9,3 5,0-21,0 (103/mm3)
Trombosit 124 78 150-450 (103 U/L)
MCV 97 94 80-100 Fl
MCH 36 35 27-31 pg
MCHC 37 37 32-36 %
RDW 24,6 25,1 11,5-14,5 %
Eosinofil 1 0 0-6 (%)
Basofil 0 1 0-2

Hitung Netrofil Batang 0 0 2-6

Jenis Netrofil Segmen 74 84 50-70


Limfosit 18 8 20-40
Monosit 7 7 2-8
Na 137 134 132-147 mmol/L
Elektrolit K 3,9 4,4 3,6-6,1 mmol/L
Cl 110 109 95-116 mmol/L
GDS 52 64 <200 mg/dL
Ureum 32 13-43 mg/dL
Creatinin 1,37 0,51-0,95 mg/dL
Kimia
Albumin 3,36 3,5-5,2 g/dL
Klinik
Bilirubin Total 16,85 11,95 0,3-1,2 mg/dL
Bilirubin Direct 1,79 8,73 <0,52 mg/dL
Bilirubin Indirect 3,22

Baby Gram

18
Tanggal 10 September 2017

Gambar 3.1 Baby Gram


Interpretasi foto Thoraks AP
Foto baby gram atas nama nama bayi Nur Rasyidah, perempuan.
Posisi asimetris, jantung tidak membesar, tidak tampak iniltrat di paru kanan. Sius
kostofrenikus, diafragma, costed an jaringan lunak normal.
Kesimpulan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan

Foto Polos Abdomen : Knee Chest Position


Tanggal 10 September 2017

19
Gambar3.2 Knee Chest Position

Interpretasi Foto Polos Abdomen: Knee Chest Position


Foto knee chest position pasien atas nama bayi Nur Rasyidah, perempuan.
Tampak udara di calvus pelvis, Jarak udara ke anal dimple 1,8 cm
Kesimpulan : Atresia ani letak tinggi

Echocardiografi
Tanggal 14 September 2017
Interpretasi : VSD, PDA, PFO

3.5 DIAGNOSA KERJA


Atresia Ani letak tinggi tanpa Fistel + Dehidrasi + BBLR + Penyakit
Jantung kongenital (VSD, PDA, PFO) + Susp. Sindrom Down

3.6 PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
 Stop Intake oral
 Pasang OGT untuk dekompresi abdomen
 Pasang Kateter urine untuk menilai respon terhadap resusitasi

Farmakologi
 IVFD RL 20 cc/KgBB/jam dengan maintenance 1 cc/KgBB/jam
 IVFD Dex 10%, 4 gtt/menit

20
 Inj.Ceftriaxone 200 mg/24 jam
 Inj. Novalgin 30 mg/8jam

3.7 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa bayi perempuan 0 tahun 0 bulan 4 hari dengan keluhan


tidak BAB sejak lahir. Pasien mengalami muntah setiap kali diberi ASI. Perut
pasien tampak tegang. Sejak lahir belum pernah keluar meconium, riwayat
demam disangkal, pasien merupakan anak ketiga, ibu pasien ANC teratur saat
masa kehamilan.

Gejala yang dialami pasien berupa tidak BAB sejak lahir 2 hari SMRS
disertai muntah setelah diberi ASI, riwayat mekonium belum pernah keluar. Pada
pemeriksaan genitalia didapatkan, inspeksi didapatkan meatus uretra eksterna
kesan normal, anal dimple (+), jenis kelamin perempuan. Sedangkan pada
palpasi tidak teraba anus.
Berdasarkan teori, diagnosa Malformasi anorektal merupakan kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna. Banyak anak-anak
dengan malformasi ini memiliki anus imperforate karena mereka tidak memiliki
lubang dimana seharusnya anus ada. Atresia ani atau anus imperporata adalah
malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. pada perempuan
dilakukan penelusuran dari lubang di perineum ke arah vestibulum.
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan
pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum
berawal dari gangguan pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan
perkembangan septum unorektal yang memisahkannya. Kedua malforamsi

21
membentuk fistel-fistel yang menghambat pengeluaran mekonium kolon sehingga
terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut kembung, distensi abdomen,
muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian bercampur tinja.
Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah-
muntah didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini mengganggu pola
eliminasi feses.

Pada pasien ini dilakukakang beberapa pemeriksaan penunjang untuk


mendikung diagnostik yaitu pemeriksaan Baby gram, knee chest position, dan
echocardigrafi. Pada pemeriksaan baby gram didapatkan interpretasi Posisi
asimetris, jantung tidak membesar, tidak tampak iniltrat di paru kanan. Sius
kostofrenikus, diafragma, costed an jaringan lunak normal. Dengan kesimpulan
cor dan pulmo tak tampak kelainan. Dari pemeriksaan knee chest position
didapatkan interpretasi tampak udara di calvus pelvis, jarak udara ke anal
dimple 1,8 cm. dengan kesimpulan Atresia ani letak tinggi. Sedangkan pada
pemeriksaan ekokardiografi didapatkan kesimpulan VSD, PDA, PFO.
Foto polos pasien dengan malformasi anorectal akan menunjukkan jarak
antara gas bubble dalam usus terminal dengan perineum. Apabila hasil
invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit berarti letak rendah dan
apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak tinggi.
Dalam penegakan diagnosis malformasi anorektal adalah dengan melakukan
pemeriksaan yang menyeluruh meliputi poin-poin seperti mengetahui usia gestasi,
berat badan lahir, suhu, warna kulit, menangis, respirasi, ada atau tidaknya riwayat
jaundice, distensi abdomen, keadaan hidrasi dan anomali kongenital lainnya,
melakukan pemeriksaan untuk menentukan jenis dan sifat anomali. Selanjutnya
adalah melakukan pemeriksaan untuk menentukan jenis dan sifat anomali. Ada
atau tidak adanya anomali organ lain yang terkait. Malformasi anorektal biasanya
disertai dengan anomali organ lain yang meliputi kelainan pada tulang belakang,
anorektal, jantung, trakeoesofagus, ginjal dan saluran kemih serta ekstremitas.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang maka pada pasien ini ditegakan diagnosis atresia ani letka tinggi
tanpa fistula.

22
Pada anak perempuan, malformasi anorektal dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan perineum. Normalnya, ada tiga saluran yang terlihat yaitu dibagian
anterior terdapat uretra kemudian vagina, keduanya terletak di dalam vestibulum
dan dibagian posterior terdapat anus. Bila anus tidak berada diposisi normalnya
maka keadaan ini menunjukkan adanya fistula perineal. Jika ketiga saluran ini
terlihat di vestibulum maka keadaan ini menunjukkan adanya fistula vestibular.
Jika hanya terlihat dua saluran saja, menggambarkan keadaan yang jarang yaitu
fistula rektovagina atau atresia rektum. Dan bila hanya terlihat satu saluran maka
disebut dengan kloaka. Namun bila tidak ditemukan adanya mekonium yang
keluar setelah 24 jam kelahiran menunjukkan suatu keadaan malformasi anorektal
tanpa fistula.

Tatalaksana awal yang sudah diberikan pada pasien ini di IGD adalah
pemasangan IV line dengan pemberian cairan kristaloid (Ringer laktat) 20
cc/kgBB dalam 1 jam serta pemberian antibiotik injeksi ceftriaxone 200 mg/24,
injeksi novalgin 30 mg/8 jam dan pemasangan kateter urin.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi pada kasus malformasi anorektal dengan dan tanpa fistel baik letak tinggi
atau rendah pada prinsipnya adalah pemeriksaan fisik genitalia dan observasi
fistel dalam 24 jam, mengurangi distensi abdomen dengan pemasangan OGT,
mencegah dehidrasi dengan pemberian cairan resusitasi, menilai respon terhadap
resusitasi dengan pemasangan kateter, dan pemberian antibiotik profilakis.
Distensi abdomen dapat menyebabkan penekanan pada rongga thoraks
sehingga menganggu pengembangan paru dan pernapasan menjadi tidak adekuat.
Selain itu kondisi distensi abdomen tersebut juga dapat menyebabkan refluks pada
lambung sehingga timbul muntah apabila lambung terisi oleh intake oral. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi atresia ani sehingga mengganggu proses defekasi
dan eliminasi. Oleh karena itu dengan pemasangan OGT akan mengurangi kondisi
distensi abdomen.

Selain dari diagnosa utama Atresia ani letak tinggi tanpa fistel, pasien
juga didiagnosa dengan dehidrasi disertai Berat Badan Lahir Rendah, penyakit
jantung kongenital (VSD, PDA, PFO) dan juga suspect sindrom down.

23
Pada malformasi anorektal keadaan bayi pada umumnya menunjukan
kondisi dehdrasi oleh karena itu perlu adanya tindakan resusitasi cairan dengan
kristaloid dan koloid untuk menangani dehidrasi dengan jumlah caira resusitasi
yang diberikan yaitu 20 cc/KgBB yang habis dalam 1 jam dan dapat diulang 2-3
kali apabila belum mendapar respon resusitasi yang adekuat. Pemasangan kateter
urine berfungsi untuk memantau respon terhadap cairan resusitasi yang telah
diberikan dengan target urine 1-2 cc/KgBB/Jam
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction).
pada kasus ini berat badan lahirnya adalah 2000 gram dengan usia gestasi 38-39
minggu. BBLR memerlukan tatalaksana nutrisi kusus dikarenakan keterbatasan
cadangan nutrisi pada tubuh termoregulasi yang belum stabil, imaturitas fungsi
organ, serta risiko tinggi terhadap morbiditas. Tatalaksana awal pada bayi dengan
BBLR yaitu dengan pemberian nutrisi (ASI) setiap 3 jam sekali, namun pada
pasien ini mengalami anu mperforata sehingga pemberian nutrisi melalui oral
tidak dilakukan untuk sementara karena dapat membuat kondisi distensi abdomen.
Tatalaksana awal lainnya yang dapat dilakukan adalah mencegah hipotermi
dengan mempertahankan suhu tubuh bayi dan mencegah infeksi pada bayi.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%.
Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih
sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi
beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. Berdasarkan dari hasil
pemeriksaan echocardiography didapatkan malformasi kongenital kardiovaskular
pada pasien ini adalah penyakit jantung kongenital (VSD, PDA, PFO).
Terdapat beberapa faktor prognostic yang mempengaruhi terjadinya
morbiditas pada malformasi anorektal, seperti abnormalitas pada sakrum,

24
gangguan persarafan pelvis, sistem otot perineal yang tidak sempurna, dan
gangguan motilitas kolon.

BAB V
KESIMPULAN

Malformasi anorektal pada umumnya melibatkan anus dan rektum, yang


sering disertai dengan kelainan di saluran urogenitalia dan berhubungan juga pada
keadaan anomali kongenital yang lainnya dimana diklasifikasikan berdasarkan
letaknya menjadi letak rendah, letak tengah atau letak tinggi tergantung dari letak
rektum. Pengobatan yang diperlukan pada malformasi anorektal sangat tergantung
dari jenis malformasinya, bila letak tinggi maka tindakan awal dengan kolostomi
yang dilanjutkan dengan tindakan PSARP sedangkan pada yang letak rendah
dengan tindakan PSARP tanpa atau dengan kolostomi.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi pada kasus malformasi anorektal dengan dan tanpa fistel baik letak tinggi
atau rendah pada prinsipnya adalah pemeriksaan fisik genitalia dan observasi
fistel dalam 24 jam, mengurangi distensi abdomen dengan pemasangan OGT,
mencegah dehidrasi dengan pemberian cairan resusitasi, menilai respon terhadap
resusitasi dengan pemasangan kateter, dan pemberian antibiotik profilakis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Levitt MA, Peña A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare


Diseases. 2007;2(33).

2. Bhargava P, Mahajan JK, Kumar A. Anorectal malformations in children.


Journal Indian Association Pediatric Surgery. 2006;11(3):136-9.

3. Peña A, Levitt MA. Anorectal Maformations in Pediatric Surgery Ed.6th


Volume 1. Grosfeld JL, O'Neill JJA, Fonkalsrud EW, Coran AG, editors. New
York: Elsevier; 2006.

4. Gangopadhyay AN, Pandey V. Anorectal malformations. Journal of Indian


Association of Pediatric Surgeons. 2015;20(1):10-5.

5. Wakhlu AK. Management of Congenital Anorectal Malformation. Pediatric


Surgery. 1995;32.

6. Levitt MA, Peña A. Imperforate Anus and Cloacal Malformations Chapter 35


in Ashcraft's Pediatric Surgery Ed 6th. Holcomb GW, Murphy PJ, Ostile DJ,
editors. New York: Elsevier; 2014.

7. Levitt MA, Peña A. Anorectal Malformations Chapter 64 in Fundamentals of


Pediatric Surgery. Mattei P, editor. New York: Springer; 2011.

26

Anda mungkin juga menyukai